OBJEK
PENDIDIDKAN “LANGSUNG”
KERABAT
SEBAGAI OBJEK PENDIDIDKAN
QS. Asy-Syu’araa Ayat 214
Khusnul khotimah (
2021115322)
Kelas
: B
JURUSAN
TARBIYAH/PAI
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2016
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum.Wr.Wb
Puji
syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah bertemakan “KERABAT
SEBAGAI OBJEK PENDIDIDKAN dalam QS. Asy-syuroo: 214” untuk memenuhi tugas mata
kuliah Tafsir Tarbawi I ini dengan tepat waktu. Penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Dr.
H. Ade Dedi Rohayana, M. Ag selaku rektor Institut Agama Islam Negeri
Pekalongan;
2. Drs.
Moh. Muslih, M. Pd., Ph.D. selaku wakil rektor I Institut Agama Islam Negeri
Pekalongan;
3. H.
Zaenal Mustakim, M.Ag selaku wakil rektor II Institut Agama Islam Negeri
Pekalongan;
4. Drs.
H. M. Muslih Husein, M. Ag selaku wakil rektor III Institut Agama Islam Negeri
Pekalongan;
5. Staf
perpustakaan Institut Agama Islam Negeri Pekalongan yang telah menyediaan
buku-buku bacaan terkait makalah ini;
6. Muhammad
Hufron, M.Si selaku dosen mata kuliah Tafsir Tarbawi I IAIN Pekalongan yang
telah memberikan tugas ini kepada penulis.
Penulis
berharap makalah ini dapat menambah wawasan keislaman khususnya untuk mata
kuliah Tafsir Tarbawi I. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
maupun penulis itu sendiri. Penulis mohon maaf apabila terdapat kata-kata yang
kurang berkenan didalam penulisan makalah ini. Karena penulis sadari masih
dalam tahap belajar. Penulis berharap adanya kritik, saran, dan usul guna
memperbaiki makalah yang penulis buat. Karena tiada gading yang tak retak.
Wassalamu’alaikum.Wr.Wb
Pekalongan, 05 Oktober 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Pendidikan merupakan hak setiap manusia
di dunia. Di Indonesia, hak tersebut telah tercantum dalam UUD 1945 pasal 31
yang berbunyi pendidikan adalah hak bagi setiap warga negara. Undang-undang di
negeri ini memberikan penjelasan yang negara memiliki kewajiban dalam memenuhi
pendidikan setiap warganya. Terlepas dari bunyi undang-undang dasar tersebut,
pendidikan sangat diperlukan manusia, agar secara fungsional manusia mampu
memiliki kecerdasan (intelligence, spiritual, emotional) untuk menjalani
kehidupannya dengan bertanggung jawab, baik secara pribadi, sosial, maupun
profesional. Dalam sebuah pendidikan tentunya terdapat sebuah subyek, obyek dan
sarana-sarana lain yang sekiranya dapat membantu terselenggaranya sebuah
pendidikan. Allah swt telah memerintahkan kepada Rasul-Nya yang mulia, di dalam
ayat-ayat yang jelas ini, agar dia memberi peringatan kepada keluarga dan sanak
kerabatnya kemudian kepada seluruh umat manusia agar tidak seorangpun yang
berprasangka jelek kepada nabi, keluarga dan sanak kerabatnya.
Dalam makalah ini akan sedikit
membahas terkait dengan objek pendidikan langsung berdasarkan Al-Qur’an, yang
terkandung dalam QS. Asy-Syu’araa Ayat 214.
B. Rumusan
Masalah
A. Apa yang dimaksud dengan objek pendidikan secara
langsung ?
B. Bagaimana penafsiran-penafsiran para penafsir terhadap
Q.S Asy-Syu’araa Ayat 214?
C. Bagaimana jika Q.S. Asy-Syu’araa Ayat 214 diaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari ?
D. Aspek tarbawiyah apa saja yang dapat dipetik dari Q.S.
Asy-Syu’araa Ayat 214?
C. Metode
pemecahan Masalah
Metode
pemecahan masalah yang dilakukan melalui metode kajian pustaka, yaitu dengan
menggunakan beberapa referensi buku atau dari referensi lainnya yang merujuk
pada permasalahan yang dibahas. Langkah-langkah pemecahan masalahnya dimulai dengan
menemukan masalah yang akan dibahas dengan melakukan perumusan masalah
perumusan jawaban permasalahan dari berbagai sumber.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori
Kata
pendidikan berasal dari kata didik dan mendidik. Secara etimologi mendidik
berarti memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, dan pimpinan)
mengenai akhlaq dan kecerdasan pikiran. Secara bahasa dapat diartikan bahwa
pendidik adalah sebagai kegiatan seseorang dalam membimbing dan memimpin anak
menuju pertumbuhan dan perkembangan secara optimal agar dapat berdiri sendiri
dan bertanggung jawab.[1]
Ahmad
tafsir (1994: 74) menjelaskan bahwa pendidik dalam islam adalah siapa saja yang
bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik (anak didik). Orang yang
paling utama dalam bertanggung jawab terhadap peserta didik adalah orang tua
terhadap anaknya.
Dalam
kontek ini, lembaga pendidikan yang pertama sebagai wadah pengembangan peserta
didik yang dilakukan oleh pendidik adalah lembaga keluarga. Dan oleh karena
itu, orang tua berkewajiban memelihara, menjaga dan mengatur kehidupannya
keluarganya untuk tidak terjerumus kepada hal-hal yang menyesatkan buat
keluarganya (anak-anaknya).[2]
Didalam
al-qur’an dijelaskan pula pada surat at-tahrim ayat 6 :
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan.
Ayat diatas
memerintahkan kepada orang tua untuk menjaga anaknya melelui proses pendidikan.
Dengan demikian setiap orang tua memiliki tugas kependidikan dan itu hendaknya
bisa dijalankan dengan baik, karena setiap orang tua pasti memiliki kepentingan
dengan anak-anaknya.[3]
B.
Surat
asy-syu’araa : 214 “Kerabat Sebagai Objek Pendidikan”
Surat
asy-syu’araa : 214
artinya: Dan berilah peringatan
kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat,
1.
Tafsir
fi Zhilalil Qur’an
Diriwayatkan dari imam muslim dan imam tirmidzi dengan sanadnya dari abu
hurairah bahwa ketika ayat 214 surat asy-syu’araa ini turun, “berilah
peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat”, maka rasulullahpun [1]berseru kepada seluruh quraisy, dengan seruan
umum dan seruan khusus. Lalu, beliau bersabda, “wahai kumpulan orang-orang
quraisy, selamatkanlah diri kalian dari neraka. Wahai kumpulan bani ka’ab,
selamatkanlah diri kalian dari api neraka. Wahai fathimah binti muhammad
selamatkanlah dirimu dari api neraka. Sesungguhnya demi Allah, aku tidak berbuat
apa-apa untuk menyelamatkan kalian dari adzab Allah terhadap kalian. Hanya saja
kalian memiliki hubungan keluarga denganku, sehingga aku akan menyiramkan
kalian dengan sedikit airnya.
Hadis ini menerangkan bagaimana rosulullah menyambut seruan itu, dan
bagaimana beliau berusaha menyampaikan kepada kerabatnya yang terdekat. Beliau
tidak dapat berbuat apa-apa dalam pembelaan dalam urusan mereka, dan hanya
dapat menyadarkan mereka kepada Allah seluruh urusan dunia akhirat mereka.
Rasulullah menjelaskan bahwa hubungan kerabat tidak bermanfat apabila tidak
diikuti dengan ikut serta dalam perbuatan amal saleh. Dijelaskan bahwa beliau
tidak dapat berbuat apa-apa untuk menyelamatkan mereka dari adzab Allah, padahal
beliau adalah rosulallah. Inilah islam dalam kejelasan dan kemurniannya. Dan ia
tidak meniadakan perantara seorang rosulnya sekalipun.
Demikian Allah menerangkan kepada rasul-nya bagaimana seharusnya beliau
bermuamalah dengan orang-orang beriman yang menyambut dakwah yang dibawanya.[4]
2. Tafsir al-misbah
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat dan
rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang
mukmin”
Setelah memerintahkan Nabi Muhammad SAW. Menghindari kemusyrikan yang
tujuan utamanya adalah semua yang berpotensi disentuh oleh kemusyrikan, kini
ayat diatas berpesan lagi kepada beliau bahwa: peringatan kepada
kerabat-kerabatmu yang terdekat tanpa pilih kasih dan terhadap orang-orang yang
bersungguh-sungguh mengikutimu, yaitu orang-orang mukmin, baik kerabatmu maupun
bukan.
Bagi Ibn ‘Asyur, ayat ini tertuju kepada Nabi Muhammad SAW. Ia adalah
uraian khusus setelah ayat sebelumnya merupakan uraian umum menyangkut siapa
saja. Demikian tulisnya.
Kata (عَشِيْرَةْ)‘asyirah berarti anggota suku yang terdekat. Ia terambil
dari kata (عاَشِرَ) ‘asyara yang berarti saling bergaul karena anggota suku yang
terdekat atau keluarga adalah orang-orang yang sehari-hari saling bergaul.
Kata (اْلأَقْرَبِيْنَ) al-aqrobin, yang menyifati kata asyirah, merupakan
penekanan sekaligus guna mengambil hati mereka sebagai orang-orang dekat dari
mereka yang terdekat.
Kata (جَنَّاحْ) janah, pada mulanya berarti sayap. Penggalan ayat ini
mengilustrasikan sikap dan perilaku seseorang seperti halnya seekor burung yang
merendahkan sayapnya pada saat ia hendak mendekat dan bercumbu kepada betinanya
atau melindungi anak-anaknya. Sayapnya terus dikembangkan dengan merendah dan
merangkul serta tidak beranjak meninggalkan tempat dalam keadaan demikian
sampai berlalulnya bahaya. Dari sisi, ungkapan itu dipahami dalam arti
kerendahan hati, hubungan harmonis dan perlindungan, serta ketabahan bersama
kaum beriman, khususnya pada saat-saat sulit dan krisis.
Kata (اِتِّبَعِكَ) ittiba’akal mengikutimu, yakni dalam melaksanakan
tuntutan agama. Ibn asyur hanya memahami kata ini dalam arti “beriman”, sedang
penyebutan kata (الْمُؤْمِنِيْنَ) al-mu’minin menurutnya untuk menjelaskan mengapa nabi
saw diperintahkan untuk berendah hati kepada mereka, seakan-akan ayat ini
berkata: “hadapilah mereka dengan kerendahan hati karena keimanan mereka.”[5]
3. Tafsir ibnu katsir
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat dan
rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang
mukmin”
Allah SWT menyuruh manusia menyembah dia semata, tanpa sekutu baginya.
Dia memberitahukan bahwa barang siapa yang menyekutukan-nya maka dia akan mengazabnya.
Kemudian Dia menyuruh Rosulullah SAW agar memeberi peringatan kepada
kerabat-kerabatnya terdekat dan bahwasannya tidak ada yang dapat menyelamatkan
para kerabat kecuali keimanan mereka kepada tuhannya.[6]
C. Aplikasi dalam kehidupan
Ayat
214 menunjukkan bahwa dalam pendidikan harus bersikap adil, dimana setiap
peserta didik mempunyai hak yang sama dari pendidik. Adapun peringatan nabi
kepada keluarganya pada ayat diatas hanyalah merupakan sikap etis (birr)
terhadap sanak kerabatnya yang tidak berhenti dan menghalangi untuk berbuat
baik kepada orang lain.
Dalam menyampaikan sebuah pesan kepada peserta didik, jika segala upaya
dan cara telah ditempuh, ternyata belum menghasilkan apa yang diharapkan oleh
pendidik, maka pendidik harus sadar bahwa hasil tersebut bukan hak veto
manusia, melainkan adalah hak prerogatif Allah. Oleh karena itu, segala
sesuatunya harus dikembalikan kepada yang Maha Kuasa.
D. Aspek Tarbawi
Dari penjelasan-penjelasan diatas dapat
diambil hikmah pendidikan yang terdapat di dalamnya, antara lain :
1) Lingkungankeluarga merupakan lingkungan
pertama dan utama bagi anak, oleh karena itu peranan keluarga(orang tua) dalam
pengembangan kesadaran beragama anak sangatlah dominan.
2) bahwa orangtua mempunyai kewajiban untuk
memberikan pendidikan agama kepada anak dalam upaya menyelamatkan mereka dari
siksa api neraka.
3) Alquran Surat Asy-syu’ara:214 berisi
perintah menjadikan keluarga terlebih dahulu dalam arti sebagai objek
pendidikan yang utama. Baru kemudian kerabat jauh dan akhirnya seluruh manusia
seperti yang dijelaskan dalam hadits.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tujuan dan tugas hidup manusia adalah hanya
untuk Allah SW. Indikasi tugasnya berupa, ibadah. Dan manusia hidup itu bukan
karena kebetulan, karena tujuan yang diharapkanya tidak terlepas dari ibadah.
Maka tidak terlepas pula manusia itu dari dasar arah pendiidkan , sebagaiman di
gamnbarkan diatas Alquran Surat Asy-syu’ara:214 berisi perintah menjadikan
keluarga terlebih dahulu dalam arti sebagai objek pendidikan yang utama. Baru
kemudian kerabat jauh dan akhirnya seluruh manusia seperti yang dijelaskan
dalam beberapa hadist. Selain itu Lingkungan keluarga merupakan lingkungan
pertama dan utama bagi anak, oleh karena itu peranan keluarga(orang tua) dalam
pengembangan kesadaran beragama anak sangatlah dominan.
B. Saran
Alhamdulillah, makalah ini dapat selesai
dengan tepat waktu. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Makalah ini kami susun guna memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Hadis. Kami
menyadari kami masih dalam tahap belajar, jadi makalah inipun jika ditemukan
kesalahan kami harap dimaklumi. Dan kami sebagai penulis mengharapkan kritik
dan saran terhadap makalah ini, demi kesempurnaan makalah ini. Karena
kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT.
DAFTAR
PUSTAKA
Quthb sayyid. 2004. Tafsir fi zhilalil
qur’an. Jakarta: Gema Insani.
Shihab M.Quraisy. 2002. Tafsir al-misbah
pesan kesan dan keserasian al-qur’an. Jakarta: Lentera Hati.
Ar-Rifa’i muhammad nasib. 2006. Tafsir
ibnu katsir. Jakarta: Gema Insani.
Barnawi & Novan Ardy Wiyani. 2012. Ilmu
Pendidikan Islam. Jogjakarta: AR-Ruzz Media.
Fatah yasin. A. 2008. Dimensi-Dimensi
Pendidikan Islam. UIN- Malang Press.
PROFIL PENULIS
Nama :
Khusnul Khotimah
NIM :
2021115322
Tempat tanggal lahir : Pekalongan, 07 Oktober 1996
Alamat :
Jalan Teratai No: 58 A Pekalongan
Pendidikan :
·
TK Raudhotul Athfal Muslimat NU Kepatihan Wiradesa
lulus tahun 2002/2003
·
Sekolah Dasar Negeri (SDN) 01 Kepatihan Wiradesa lulus
tahun 2008/2009
·
Madrasah Tsanawiyah Nurul Islam (MTS)Kota Pekalongan
lulus tahun 2011/2012
·
Sekolah Menengah Atas (SMA) Hasyim Asy’ari Pekalongan lulus
tahun 2014/2015
·
Institut Agama Islam Negri (IAIN) Pekalongan lulus
insya’allah tahun 2019 aminnn J
[1]Novan
ardy wiyani & barnawi, ilmu pendidikan islam ( jogjakarta: AR-Ruzz
Media, 2012). Hlm. 23
[2]A. Fatah
yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam (malang: UIN- Malang Press, 2008).
Hlm. 23
[3] Novan
ardy wiyani & barnawi, Op.Cit., hlm. 56
[4]Sayyid
Quthb, tafsir fi zhilalil qur’an VIII
( Jakarta: Gema Insani, 2004). Hlm. 372-373
[5]M.Quraisy Shihab, tafsir al-misbah pesan
kesan dan keserasian al-qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002),hlm. 356-357
[6] Muhammad
Nasib ar-Rifa’i, tafsir ibnu katsir, (Jakarta: Gema Insani, 2006),
hlm.610-612
Tidak ada komentar:
Posting Komentar