VISI MISI MANUSIA
“Tugas
Pokok Manusia”
“QS.
Al-Dzariyat (051) ayat 56”
Desi
Reviani (2021115072)
Kelas
A
TARBIYAH
& ILMU KEGURUAN / PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017
Puji syukur
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah–Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat dan
salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah SAW beserta keluarganya. Semoga kita tergolong
umat beliau yang mendapat syafaatnya kelak.
Penulis menyadari
bahwa dalam menyelesaikan makalah ini bukan hanya karena usaha keras dari
penulis sendiri, akan tetapi karena adanya dukungan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu penulis ingin berterima kasih kepada :
1.
Bpk. Dr. H.
Ade Dedi Rohayana, M.Ag., selaku Rektor IAIN Pekalongan
2.
Bpk. Dr. M.
Sugeng Sholehuddin, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah & Ilmu Keguruan IAIN
Pekalongan
3.
Bpk. Dr. H.
Salafudin, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
4.
Bpk. Muhammad
Hufron, M.S.I, selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Tafsir Tarbawi II
5.
Orang tua
(Bapak dan Ibu) yang sudah mendukung saya dalam mengikuti perkuliahan di IAIN
Pekalongan
6.
Dan semua
pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis juga menyadari bahwa dalam pembuatan makalah
yang membahas tentang Visi Misi Manusia khususnya “Tugas Pokok Manusia” ini
masih banyak kekurangan, sehingga penulis berharap kritik dan saran yang
membangun dari pembaca untuk kebaikan makalah berikutnya. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi para pembaca khususnya penulis.
Pekalongan, 22Februari 2017
Desi Reviani
2021115072
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Di dalam menjalani
kehidupannya di muka bumi, manusia mempunyai tugas pokok yang harus dilakukan
yaitu ibadah. Namun banyak dari kita yang tidak mengetahui secara mendalam apa
sebenarnya yang dimaksud dengan ibadah. Yang tergambar mengenai ibadah hanyalah
berhenti pada sholat, puasa, zakat, ataupun ibadah pokok
lainnya saja. Padahal lebih luas daripada itu, ibadah juga menyangkut hal-hal
sepele yang kita lakukan sehari-hari. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini
penulis akan membahas mengenai Tugas Pokok Manusia yaitu ibadah.
B.
Judul
Makalah
Makalah pada kesempatan kali ini berjudul Visi Misi Manusia. Adapun kajian yang dibahas dalam makalah tersebut adalah mengenai “Tugas Pokok Manusia”
sebagaimana tercantum di dalam QS. Adz-Dzariyat surat ke 51, pada ayat ke 56.
C.
Nash
dan Terjemahan
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالأِنْسَ
اِلَّا لِيَعْبُدُوْنَ
Artinya: “Dan Aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar beribadah kepada-Ku”(QS.
Adz-Dzariyat: 56)
D.
Arti
Penting Pengkajian Materi
Al-Qur’an surat Adz-Dzariyat ayat 56 ini penting untuk dikaji karena menjelaskan
mengenai tugas pokok manusia di muka bumi. Yaitu tidak lain dan tidak bukan
hanyalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Pembahasan ibadahini sangatlahpenting
dan akan berpengaruh padaproses manusia menjalani kehidupannya di dunia yang
akan berimbas pada akhiratnya kelak.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Teori
Kata ibadah menurut bahasa yaitu berasal dari bahasa Arab yaitu tha’at
yang artinya taat. Taat yaitu patuh, tunduk dengan setunduk-tunduknya,
artinya mengikuti semua perintah dan menjauhi seluruh larangan yang dikehendaki
oleh Allah SWT. Karena makna asli ibadah itu menghamba, dapat pula diartikan
sebagai bentuk perbuatan yang menghambakan diri sepenuhnya kepada Allah SWT.
Konsep ibadah menurut Abdul Wahab adalah konsep tentang seluruh
kegiatan lahiriah maupun batiniah, jasmani dan rohani yang dicintai dan
diridhoi Allah SWT.
Ulama tauhid mengartikan ibadah sebagai tujuan kehidupan manusia,
sebagai bentuk dan cara manusia berterimakasih kepada Sang Pencipta. Selain
itu, diartikan pula bahwa ibadah adalah bentuk mengesakan Allah SWT dan tidak
ada sesuatu yang menyerupai-Nya, sehingga hanya kepada Allah beribadah.[1]
Bentuk-bentuk ibadah yang dapat kita lakukan yaitu ibadah yang berupa
perkataan dan ucapan lidah seperti membaca basmalah, tasbih, mengucap salam,
berdakwah, dll. Kemudian ada dalam bentuk perbuatan seperti sholat, zakat,
menolong orang, menyelenggarakan urusan jenazah, dll. Selanjutnya ada dalam
bentuk menahan diri dari mengerjakan sesuatu seperti puasa, menahan amarah.
Kita juga dapat melakukan hal seperti membebaskan orang yang berhutang,
memaafkan kesalahan orang lain, memerdekadan budak untuk kaffarat, dan masih
banyak lainnya. Hal-hal tersebut ketika kita melakukannya dengan niat lillah
karena Allah, maka akan dihitung sebagai ibadah dan akan mendapat pahala yang
tak terduga dari Allah SWT.[2]
B.
Tafsir surat Adz-Dzariyat ayat 56
1.
Tafsir
Al-Azhar
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia
melainkan untuk beribadah kepada-Ku.”
Allah
menciptakan jin dan manusia tidak ada guna yang lain, melainkan untuk
mengabdikan diri kepada Allah. Jika seorang telah mengakui beriman kepada
Tuhan, tidaklah dia akan mau jika hidupnya di dunia ini kosong saja. Dia tidak
boleh menganggur. Selama nyawa dikandung badan, manusia harus ingat bahwa
waktunya tidak boleh kosong dari pengabdian. Seluruh hidup hendaklah dijadikan
ibadah.
Menurut
riwayat dari Ali bin Abi Thalhah, yang diterimanya dari Ibnu Abbas, arti untuk
beribadah ialah mengakui diri adalah budak atau hamba Allah, tunduk menurut
kemauan Allah, baik secara sukarela atau secara terpaksa, namun kehendak Allah
berlaku juga (karhan). Ibadah juga dikatakan sebagai bentuk terimakasih kita
kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia yang telah Dia berikan.
Ibadah
itu diawali atau dimulai dengan Iman, yaitu percaya bahwa ada Tuhan yang
menjamin kita. Ketika iman itu ada, maka kita akan melaksanakan apa yang
diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarang. Wujud nyata dari iman itu adalah
amal shaleh untuk memberi manfaat kepada sesama manusia maupun makhluk lain di
muka bumi. Karena jika tidak, maka kehidupan kita yang sementara di dunia ini
tidaklah ada artinya.[3]
2.
Tafsir
Al-Misbah
Ayat di atas menyatakan: Dan Aku tidak menciptakan jin dan
manusia untuk satu manfaat yang kembali kepada diri-Ku. Aku tidak
menciptakan mereka melainkan agar tujuan atau kesudahan aktivitas mereka
adalah beribadah kepada-Ku.
Ayat di atas menggunakan bentuk persona pertama (Aku). Ini
bukan saja bertujuan menekankan pesan yang dikandungnya tetapi juga untuk
mengisyaratkan bahwa perbuatan-perbuatan Allah melibatkan malaikat atau
sebab-sebab lainnya. Penciptaan, pengutusan Rasul, turunnya siksa melibatkan
malaikat, sedang di sini karena penekanannya adalah beribadah kepadaNya
semata-mata, redaksi yang digunakan berbentuk tunggal dan tertuju kepadaNya
semata-mata tanpa memberi kesan adanya keterlibatan selain Allah SWT.
Ibadah terdiri dari ibadah murni (mahdhah) dan ibadah tidak murni
(ghairu mahdhah). Ibadah mahdhah adalah ibadah yang ditentukan oleh Allah
bentuk, kadar, atau waktunya seperti sholat, zakat, puasa dan haji. Ibadah
ghairu mahdhah adalah segala aktivitas lahir dan batin manusia yang
dimaksudkannya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ayat di atas menjelaskan
bahwa Allah menghendaki agar segala aktivitas manusia dilakukannya demi Allah,
yakni sesuai dan sejalan dengan tuntunan petunjuk-Nya.
Sayyid Qutub menjelaskan bahwa pengertian ibadah bukan hanya
terbatas pada pelaksanaan tuntunan ritual karena manusia tidak menghabiskan
waktu mereka dalam pelaksanaan ibadah ritual saja. Namun juga harus memahami
dan melaksanakan tugasnya sebagai khalifah di bumi. Ini menuntut aneka ragam
aktivitas penting manusia guna memakmurkan bumi, dan mengenal potensinya.
Dengan demikian, ibadah yang dimaksud di sini lebih luas jangkauan
maknanya dari pada ibadah dalam bentuk ritual. Tugas kekhalifahan termasuk
dalam makna ibadah dan dengan demikian hakikat ibadah mencakup dua hal pokok:
(1) Kemantapan makna penghambaan diri kepada Allah dalam hati setiap insan.
Kemantapan perasaan bahwa ada hamba dan ada Tuhan, hamba yang patuh dan Tuhan
yang disembah. Tidak selainNya, tidak ada dalam wujud ini kecuali satu Tuhan
dan selainNya adalah hamba-hambaNya. (2) Mengarah kepada Allah dengan setiap
gerak pada nurani, pada setiap anggota badan dan setiap gerak dalam hidup.
Semuanya hanya mengarah kepada Allah secara tulus. Melepaskan diri dari segala
perasaan yang lain dan dari segala makna selain makna penghambaan diri kepada
Allah.[4]
3.
Tafsir
Al-Maraghi
Penafsiran
dari ayat ini mengenai penciptaan jin dan manusia hanya untuk beribadah,
seperti ditunjukkan oleh apa yang dinyatakan dalam hadits qudsi: “Aku adalah
simpanan yang tersembunyi. Lalu aku menghendaki supaya dikenal. Maka Akupun
menciptakan makhluk. Maka oleh karena Akulah mereka mengenal Aku.”
Sementara
itu segolongan mufassir berpendapat bahwa arti ayat “melainkan agar
menyembah kepada-Ku”. Yakni bahwa setiap makhluk dari jin dan manusia
tunduk kepada keputusan Allah, patuh kepada kehendakNya, dan menuruti apa yang
telah Dia takdirkan atasnya. Allah menciptakan mereka menurut apa yang Dia
kehendaki, dan Allah memberi rezeki kepada mereka menurut keputusanNya. Manusia
tidak memiliki kuasa atas dirinya sendiri.[5]
C.
Aplikasi dalam Kehidupan
Allah menciptakan manusia dengan tugas pokoknya yang tidak lain hanyalah
untuk beribadah kepada-Nya. Dari itu, hendaknya manusia memahami secara
mendalam apa makna dari ibadah dan bagaimana cara kita beribadah yang
sebenar-benarnya. Karena ibadah merupakan wujud penghambaan dan wujud terimakasih
kita kepada Allah SWT. Bagaimanapun kita tidak memiliki kuasa apapun bahkan
atas diri kita sendiri, semua yang ada merupakan atas kehendak Allah SWT. Maka
sudah sepatutnya kita mengakui kelemahan dan ketidaberdayaan kita kepada Allah
semata.
D.
Aspek Tarbawi
1.
Allah SWT
menciptakan manusia dengan tugas pokok yaitu untuk beribadah kepada-Nya.
2.
Ibadah adalah
wujud penghambaan kepada Allah SWT.
3.
Ketika
manusia tidak melakukan tugasnya dalam beribadah, maka hidupnya di dunia ini
tidaklah memiliki arti.
4.
Manusia tidak
memiliki kuasa apapun bahkan atas dirinya sendiri.
5.
Ibadah
termasuk bentuk terimakasih manusia atas semua yang Allah beri.
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan
Surat Adz-Dzariyah ayat 56 menerangkan bahwa Allah menciptakan jin dan
manusia hanya untuk beribadah kepadaNya. Ibadah merupakan bentuk penghambaan,
mengEsakan, menyembah, bahkan bentuk terimakasih manusia kepada Allah SWT atas
segala sesuatu yang telah Allah berikan. Karena manusia tidak memiliki kuasa
apapun di kehidupan dunia yang sementara ini. Bahkan kuasa atas dirinya
sendiri.
Ibadah
terdiri dari ibadah murni (mahdhah) dan ibadah tidak murni (ghairu mahdhah).
Ibadah mahdhah adalah ibadah yang ditentukan oleh Allah bentuk, kadar, atau
waktunya seperti sholat, zakat, puasa dan haji. Ibadah ghairu mahdhah adalah
segala aktivitas lahir dan batin manusia yang dimaksudkannya untuk mendekatkan
diri kepada Allah. Artinya bahwa ibadah tidak hanya berhenti pada hal-hal pokok
saja seperti sholat dan puasa. Namun segala perbuatan yang kita lakukan dapat
bernilai ibadah ketika sesuai dengan petunjuk-Nya dan kita tujukan hanya
kepada-Nya.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Maraghi, Ahmad
Mushtofa. 1989. Terjemah Tafsir Al-Maraghi 27. Semarang: PT. Karya Toha
Putra.
Amrullah, Abdulmakil Abdulkarim. 1977.Tafsir Al-Azhar. Surabaya:
Yayasan Latimojang.
Ash Shiddieq, Teungku Muhammad Hasbi. 2000.Kuliah Ibadah.
Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.
Hamid, Abdul. 2009.Fiqh Ibadah. Bandung: CV Pustaka Setia.
Shihab, Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati.
PROFIL PENULIS
A.
Biodata
Pribadi
Nama Lengkap :
Desi Reviani
Tempat, Tanggal Lahir : Pemalang, 25 Desember 1996
Jenis Kelamin :
Perempuan
Agama :
Islam
Kebangsaan :
Indonesia
Status :
Belum Menikah
Alamat :
Jl. Among Jiwo Rt01/ Rw 01 Bong, Desa Rowosari, Kec. Ulujami, Kab. Pemalang
No Hp :
082326134181
Email / Facebook :
Revianidesi25@gmail.com/ Desi
Reviani
B.
Riwayat
Pendidikan
SD/MI :
SD Negeri 03 Rowosari 2003 – 2009
SMP/MTs :
SMP Negeri 1 Ulujami 2009 – 2012
SMA/SMK/MA :
SMA Negeri 1 Comal 2012 – 2015
Perguruan Tinggi :
STAIN/IAIN Pekalongan 2015 – sekarang
COVER
BUKU REFERENSI
1.
Fiqh Ibadah karya Drs. K.H. Abdul Hamid
2.
Kuliah Ibadah
karya Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy
3.
Terjemah Tafsir Al-Maraghi 27
4.
Tafsir Al-Misbah
[1] Abdul Hamid, Fiqh Ibadah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2009),
hlm. 61-65
[2]Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieq, Kuliah Ibadah, (Semarang: PT.
Pustaka Rizki Putra, 2000), hlm. 19-20
[3] Abdulmakil Abdulkarim Amrullah, Tafsir Al-Azhar, (Surabaya:
Yayasan Latimojang, 1977), hlm. 49-51
[4]Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati,
2002), hlm. 107-113
[5] Ahmad Mushtofa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi 27,
(Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1989), hlm. 24-25
Tidak ada komentar:
Posting Komentar