KEWAJIBAN BELAJAR SPESIFIK
"DOA AGAR TAMBAHKAN ILMU"
QS. THAHA 20: 144
Wiji Iswanti
NIM. (2117099)
Kelas : D
JURUSAN PENDIDIKAN AGAM ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)PEKALONGAN
2018
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-Qur’an adalah mukjizat islam yang abadi dimana
semakin maju pengetahuan, semakin tampak validitas kemukjizatannya. Allah Swt
menurunkannya kepada Nabi Muhammad Saw demi membebaskan manusia dari kegelapan
hidup menuju cahaya Illahi, dan membimbing mereka ke jalan yang lurus.
Rasulullah menyampaikannya
kepada para sahabatnya sebagai penduduk asli Arab yang sudah tentu dapat memahami tabiat mereka.
Jika terdapat sesuatu yang kurang jelas bagi mereka tentang ayat-ayat yang
mereka terima, mereka langsung menanyakan kepada Rasullah. Diantara kemurahan
Allah terhadap manusia ialah Dia tidak saja menganugerahkan fitrah yang suci
yang dapat membimbingkan kepada kebaikan bahkan juga dari masa ke masa mengutus seorang Rosul yang membawa kitab sebagai
pedoman hidup dari Allah, mengajak manusia agar beribadah kepadaNya semata.
Menyampaikan kabar gembira dan memberika peringatan agar tidak ada alasan bagi
manusia untuk membantah
Allah setelah datangnya para Rasul.
Dilihat dari sisi kebahasaan, doa berarti panggilan.
Sedangkan secara syara’ doa berarti permohonan kepada Allah SWT agar segala
keinginan dan kebutuhan kita terpenuhi, dengan disertai kerendahan hari dan
ketundukan kepada-Nya. Dengan demikian hakikat doa itu adalah permohonan
seorang hamba kepada Allah SWT agar segala kebutuhannya dapat diperoleh serta
terhindar dari segala bencana dan kesusahan yang akan menimpanya.
Doa dan permohonan merupakan sesuatu yang berperan sebagai senjata. Sedangkan
senjata itu bergantung pada yang menggunakannya bukan sekedar ketajamannya
belaka. Apabila senjata tersebut tidak dimanfaatkan dengan
baik, tentu tidak ada gunanya sedikitpun. Lengan tangan orang yang
menggunakannya harus kuat dan orang yang menggunakannya mengerti cara
menggunakannya. Maka apabila doa itu sendiri tidak baik
dan orang yang berdoa tidak khusyu’ dalam qolbu dan lidahnya, atau hal-hal yang
mencegah terkabulnya doa tersebut, seperti makan dan minum barang-barang yang
haram, maka tentu doa yang dipanjatkan itu tidak ada gunanya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang di maksud dengan ilmu?
2.
Sebutkan keutamaan ilmu!
3.
Apa pengertian doa?
4.
Sebutkan ayat-ayat Al-quran tentang
ilmu.
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui
pengertian Doa dan
ilmu.
2. Untuk mengetahui
dalil mengenai doa di tambahkan ilmu
3. Untuk mengetahui
keutamaan ilmu
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Doa Dan Ilmu
1.
Ilmu
“Ilmu” merupakan suatu
istilah yang berasal dari bahasa Arab, yaitu ‘alima yang terdiri dari huruf
‘ayn, lam dan mim. Secara harfiah “ilmu” dapat diartikan kepada tahu atau
mengetahui. Secara istilah ilmu berarti memahami hakikat sesuatu, atau memahami
hukum yang berlaku atas sesuatu. Al-ilm (ilmu) adalah tergambarnya hakikat
sesuatu pada akal, di mana gambaran tersebut merupakan abstraksi dari sesuatu,
baik kuantitas,kualitas, maupun substansi (jawhar)-nya.
Dalam pandangan
Al-Qur’an, ilmu tersebut dapat membentuk sikap atau sifat-sifat manusia. Atau
dengan kata lain, sikap atau karakter sesseorang merupakan gambaran pengetahuan
yang dimilikinya. Penguasaan ilmu bukanlah tujuan utama suatu pembelajaran,
penguasaan ilmu hanya sebagai jembatan atau alat yang dapat mengantarkan
manusia kepada kesadaran, keyakinan, dan perasaan atau sikap positif terhadap
fenomena alam dan kehidupan sebagai suatu system ilahiyah.[1]
2.
Keutamaan
Ilmu
Tidak ada agama selain
islam,dan tidak ada kitab suci selain Al-Qur’an yang demikian tinggi menghargai
untukmencarinya, danmemujiorang
-orang yang menguasainya. Termasuk di dalamnya menjelaskan ilmu dan pengaruhnya
danakhirat, mendorong untuk belajar dan mengajar, serta meletakkan
kaidah-kaidah yang pastiuntuktujuantersebutdalamsumber-sumberislam yang asasi:
al-Qur’an dan Sunnah.[2]
3.
PengertianDoa
Doa diartikan sebagai kegiatan
yang menggunakan kata-kata baik secara terbuka bersama-sama atau secara pribadi
untuk mengajukan tuntutan-tuntutan
(petitions) kepadaTuhan. Ibnu Arabi memandang doa sebagai bentuk komunikasi dengan Tuhan sebagai satu upaya untuk
membersihkan dan menghilangkan nilai-nilai kemusrikan dalam diri. Menurut Zakiyah
Darajat yang dikutipoleh Dadang Ahmad fajar doa merupakan suatu dorongan moral
yang mampu melakukan kinerja terhadap segala sesuatu yang berada diluar jangkauan
teknologi. Doa merupakan suatu bentuk penyadaran
tingkat tinggi guna mencapai kesuksesan rohani seseorang. Di kalangan awam, doa
muncul ketika mereka berada dalam keadaan cemasakan menuju sebuah keadaan fana’
(kehancuran). Dalam hal ini, doa merupakan wujud penyadaran atas diri yang
tidak mempunyai daya upaya dalam diri ini, selanjutnya akan terpancar keyakinan
bahwa Yang Maha Esa dan Maha Benar itu pasti ada. Doa adalah permohonan kepada
Allah yang disertai kerendahan hati untuk mendapatkan suatu kebaikan dan kemaslahatan
yang berada di sisi-Nya. Sedangkan sikap khusyu’ dan tadharru’ dalam menghadapkan
diri kepada-Nya merupakan hakikat pernyataan seorang hamba yang
sedangmengharapkantercapainyasesuatu yang dimohonkan.
Itulahpengertiandoasecarasyar’i yang sebenanya.
Doadalampengertianpendekatandirikepada Allah dengansepenuhhati,
banyakjugadijelaskandalamayat-ayat Al-Qur’an. Bahkan Al-Qur’an banyak menyebutkan
pula bahwa tadharu’ (berdoa dengan sepenuh hati) hanya akan muncul bila di
sertai keikhlasan. Hal tesebut merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh
orang-orang shalih. [3]
B.
Dalil Doa Tambahan Ilmu Dan Kepahaman
QS. Thaha 144
فَتَعٰلَى اللّٰهُ الْمَلِكُ الْحَـقُّ
ۚ وَلَا تَعْجَلْ بِالْقُرْاٰنِ
مِنْ قَبْلِ اَنْ يُّقْضٰٓى اِلَيْكَ وَحْيُهٗ وَقُلْ رَّبِّ زِدْنِيْ عِلْمًا
Artinya :
"Maka Maha Tinggi Allah Raja
Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al qur'an
sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah: "Ya Tuhanku,
tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan".
1. Tafsir
Al-Maraghi
Pengertian secara Ijmal
Larangan kepada Nabi saw. Untuk Membaca Al-Qur’an
dengan Tergesa-gesa Sebelum Wahyu Disempurnakan
Diriwayatkan bahwa Nabi saw. Sangat ingin mengambil
Al-Qur’an dari Jibril as, maka dia tergesa-gesa membacanya karena takut lupa
sebelum Jibril menyempurnakannya. Maka, beliau dilarang berbuat demikian, dan
dikatakan padanya, ”Janganlah kamu tergesa-gesa membacanya sebelum
disempurnakan mewahyukannya, agar kamu mengambilnya dengan mantap dan tenang.
Dan berdoalah kepada Tuhanmu agar Dia menambahkan pemahaman dan pengetahuan.”
Penjelasan:
فَتَعٰلَى اللّٰهُ الْمَلِكُ الْحَـقّ
MahaSuci
Allah Yang Kuasa untuk memerintah dan melarang. Yang berhak untuk diharapkan
janji-Nya dan ditakuti ancaman-Nya, yaitu yang tetap dan tidak berubah dari
penurunan Al-Qur'an kepada mereka tidak mengenai tujuan yang untuk itu ia
diturunkan, yaitu mereka meninggalkan perbuatan maksiat dan melakukan segala
ketaatan.
Tidak
diragukan lagi, ayat ini mengandung perintah untuk mengkaji Al-Qur'an, dan
penjelasan bahwa segala anjuran dan larangannya adalah siasat Ilahiyah yang
mengandung kemaslahatan dunia dan akhirat, hanya orang yang dibiarkan oleh
Allahlah yang akan menyimpang daripadanya; dan bahwa janji serta ancaman yang
dikandungnya benar seluruhnya, tidak dicampuri dengan kebatilan; bahwa orang
yang haq adalah orang yang mengikutinya, dan orang yang batil adalah orang yang
berpaling dari, memikirkan larangan-larangannya.
وَلَا تَعْجَلْ بِالْقُرْاٰنِ مِنْ قَبْلِ اَنْ
يُّقْضٰٓى اِلَيْكَ وَحْيُهٗ
"Janganlah
kamu tergesa-gesa membacanya di dalam hatimu sebelum Jibril selesai
menyampaikannya kepadamu".
Diriwayatkan,
apabila jibril menyampaikan Al-Qur’an, Nabi SAW. mengikutinya dengan
mengucapkan setia huruf dan kalimat, karena beliau khawatir tidak dapat
menghafalnya. Maka, beliau dilarang berbuat demikian, karena barangkali
mengucapkan kalimat akan membuatnya lengah untuk mendengarkan kalimat
berikutnya.
وَقُلْ رَّبِّ زِدْنِيْ عِلْمًا
"Mohonlah tambahan ilmu kepada Allah tanpa kamu tergesa-gesa membaca wahyu,
karena apa yang diwahyukan kepadamu itu akan kekal".[4]
2. Tafsir Ibnu Katsir
Allah SWT, berfirman bawasanya karena hari kiamat dan hari
pembalasan pasti tiba, maka diturunkanlah Al-Qur’an yang berbahasa Arab, untuk
membawa berita gembira bagi Orang-orang yang Mukmin dan peringatan bagi
orang-orang yang kafir dan yang berdosa. Di dalamnya Allah SWT. berulang-ulang
menerangkan ancaman-Nya agar mereka bertakwa, meninggalkan dosa-dosa dan
maksiat dan agar mereka mendapat pengajaran dan petunjuk ke jalan yang benar.
Maka Maha Sucilah Allah yang janji-Nya, ancaman-Nya dan Rasul-rasulNya adalah
semuanya hak dan benar, tidak diragukan sedikit pun.
Allah berfirman, ”Janganlah engkau tergesa-gesa membaca al-Quran
sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, hai Muhammad”.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa Rasulullah saw. jika menerima
wahyu mengalami kesukaran, menggerakkan lidahnya untuk mengikuti Jibril
membacakan ayat-ayat yang dibawa-nya, maka oleh Allah diberi petunjuk agar
jangan tergesa-gesa membacanya sebelum Jibril selesai membacakannya, agar Nabi
Muhammad saw. menghafal dan memahami betul-betul ayat yang diturunkan. [5]
C. Berdoa untuk
Menambah llmu
Diterangkan
dalam Al-Qur’ an, salah satu etika dalam mencari ilmu adalah tidak boleh puas
setelah sampai pada batas tertentu jenjang ilmu pengetahuan. Karena, ilmu
pengetahuan ibarat lautan yang tidak bertepi dan tidak pula berbatas. Sejauh
mana pun manusia meraih ilmu pengetahuan, ia harus terus menambahnya, dan ia
tidak akan mungkin sampai pada batas kapuasan. Dalam hal ini Allah telah
mengajar Rasul saw. dengan firman-Nya,
”…Dan katakanlah, 'Ya Tuhanku tambahkanlah kepadaku
ilmu pengetahuan.” (Thaha: 114)
Tidaklah ditemukan didalam Al-Qur'an perintah Allah
kepada Rasul untuk menambah sesuatu kecuali ilmu. Ini adalah satu bukti
kelebihan ini kita pengetahuan dibandingkan yang lain. Kaum salafus saleh dalam
proses belajarnya selalu berupaya untuk menambah ilmu. Mereka tidak pernah
berhenti walaupun tingkat keilmuannya di mata umum telah mencapai titik teratas
dan mereka telah memasuki usia senja. Bahkan, semakin bertambah ilmu yang
diraih, Semakin besar keinginan mereka untuk meraih lebih banyak lagi.
Abu Amr bin Ala pernah ditanya, ”Kapan seyogianya
seseorang mencari ilmu?" Ia menjawab, "Selama nyawa masih bersemayam
di badannya." Abdullah bin Mubarak saat ditanya kapankah batas akhir
seseorang mencari ilmu, ia menjawab, ”Sampai ajal menjemputnya., insya
Allah."
Ketika Khalifah al-Makmun disodori pertanyaan,
apakah seyogianya orang lanjut usia belajar? Beliau menjawab, ”Kalau seandainya
ia bodoh, maka itu aib baginya dan belajar lebih baik baginya." Kalau kita
perhatikan sangatlah indah kata-kata Ibnu Abi Ghasan, ”Seseorang menjadi alim
selama ia menuntut ilmu, dan akan menjadi bodoh kembali ketika berhenti
(menuntut ilmu).”
Qatadah mengatakan, ”Kalaulah ada batas seseorang
mencari ilmu, maka cukuplah bagi Musa a.s., akan tetapi Allah berfirman,
"Musa berkata kepada Khidir, 'Bolehkah aku
mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara
ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?” (al-Kahfi: 66)[6]
BAB
III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Dari
paparan atau penjelasan diatas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa menguasai atau mencari ilmu hukumnya wajib.
Terdapat kecemerlangan, kemuliaan dan keistimewaan-keistimewaan bagi mereka
yang berilmu. Bahkan Allah SWT mengancam kepada umat Islam yang enggan mencari,
mengamalkan dan menyalurkan/mengajarkan ilmunya kepada orang lain.
Seseorang yang senantiasa belajar maka akan memiliki pengetahuan, wawasan yang
luas dan membuat orang tersebut menjadi bijaksana dalam menyikapi suatu
permasalahan sehingga sangat erat kaitannya seseorang tersebut dapat memiliki sifat, adab dan akhlak yang terpuji.
Jika umat manusia menyadari urgensi dari kegiatan belajar mengajar maka bukan
hal yang mustahil terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas secara
pengetahuannya juga secara kepribadiannya dan tingkah lakunya.
Mengetahui
doa untuk menambah ilmu Penguasaan ilmu bukanlah tujuan utama suatu
pembelajaran, penguasaan ilmu hanya sebagai jembatan atau alat yang dapat
mengantarkan manusia kepada kesadaran, keyakinan, dan perasaan atau sikap
positif terhadap fenomena alam dan kehidupan sebagai suatu system ilahiyah.
2. Saran
Dalam
kaitannya dengan makalah kewajiban belajar dan mengajar ini diharapkan agar dapat dijadikan wawasan dan arahan bagi
para pendidik maupun calon pendidik sehingga dapat mengambil pelajaran dari
makalah ini. Kami sangat menerima kritik, saran demi perbaikan dan sempurnanya
makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Hamka,2013.Tafsir
Al-Azharjuz XVI. Jakarta :amzah.
Dr.
Yusuf Qardhawi. Al-Qur’an BerbicaravTentang Akal dan Ilmu pengetahuan.Jakarta:
Gema Insani.
Dadang
Ahmad Fajar. Epistemologi Doa.
Ahmad
Musthafa. Tafsir Al-Maraghi Juz 16. Semarang: Penerbit CV Putra Toha.
Said,
Salim, 1990. Tafsir Ibnu Katsier. Surabaya: Pt Bina Ilmu.
BIOGRAFI
Pembuat Makalah
NAMA :
WIJI ISWANTI
NIM :
2117099
TEMPAT,TANGGAL LAHIR :
PEMALANG, 18 SEPTEMBER 1999
ALAMAT :
JLN. TAMBORA NO 21 PEGATUNGAN MULYOHARJO PEMALANG
TEMPAT
TINGGAL SEKARANG : PONPES HIDAYATUL
MUBTADIEN SAMPANGAN PEKALONGAN
SEKOLAH : IAIN
PEKALONGAN
SEMESTER : III
[1]Hamka, Tafsir Al-Azhar juz XVI(Jakarta
:amzah, 2013) hal 115
[2]Dr. Yusuf Qardhawi, Al-Qur’an Berbicara Tentang
Akal dan Ilmu pengetahuan(Jakarta: Gema Insani, 1998) hal 90
[3]Dadang Ahmad Fajar, EpistemologiDoa, hal
53
[4]Ahmad Musthafa, Tafsir Al-MaraghiJuz 16
(Semarang: Penerbit CV Putra Toha) hal 266-270
[5]Said, Salim, TafsirIbnuKatsier (Surabaya: Pt Bina Ilmu, 1990) hal 78-79
[6]Ibid, hlm. 230-240
Tidak ada komentar:
Posting Komentar