Laman

new post

zzz

Sabtu, 28 April 2012

E10-65 Akmal Maulana


MAKALAH
PERHATIAN TERHADAP KEKAYAAN HEWANI

Disusun untuk memenuhi tugas:
Mata kuliah: Hadits Tarbawi II
Dosen Pengampu : Ghufron Dimyati, M.S.I


STAIN



Disusun oleh:
Akmal Maulana           202109395
Kelas   E
JURUSAN TARBIYAH PAI



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
(STAIN) PEKALONGAN
2012



BAB I
PENDAHULUAN

Pendidikan yang baru dan termasuk paling penting pada masa sekarang ialah pendidikan lingkungan dan alam. Meskipun alam ini telah disediakan untuk manusia, tidak berarti manusia bebas berbuat apa saja untuk mengeksploitasinya. Sebab, setiap perbuatan manusia senantiasa terikat dengan hukum syariah.
Dalam hal ini Allah SWT telah melarang manusia membuat kerusakan di bumi. Terkait dengan pemeliharaan lingkungan, Islam mengajari kita tentang beberapa hal, di antaranya ; tidak boleh menebang pohon secara sia-sia, tidak boleh mencemari lingungan, mendorong kaum muslim untuk menanam tanaman, dan tidak boleh membunuh binatang secara sia-sia.
Berikut akan dijelaskan mengenai larangan membunuh binatang secara sia-sia dan anjuran memanfaatkan potensi atau kekayaan hewani dalam kehidupan sehari-hari.















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Materi Hadits
عن الشَّرِيْدَ يَقُوْلُ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : [ مَنْ قَتَلَ عُصْفُوْرًا عَبَثًا عَجَّ إِلَى اللهِ عًزَّ وَجَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَقُوْلُ يَارَبَّ إِنَّ فُلاَنًا قَتَلَنِى عَبَثًا وَلَمْ يَقْتُلْنِي لِمَنْفَعَةٍ]
[ رواه النسائ فى السنن, كتاب الضجايا, باب من قتل عصفورا بغير حقها ]
B.     Terjemah Hadits
Dari Syarid berkata:”aku pernah mendengar Rasulullah Saaw. bersabda”: “Barang siapa membunuh seekor burung pipit dengan sia-sia (tak ada gunanya), maka pada hari kiamat burung itu akan berteriak kepada Allah seraya berkata,’Ya Allah, sesungguhnya si Fulan telah membunuhku dengan sia-sia dan tidak membunuhku untuk suatu kemanfaatan.” (HR. An-Nasa`I dalam Sunan, tentang bersesuci, bab tempat-tempat  yang dilarang Nabi untuk buang air kecil )

C.     Mufrodat
Aku pernah mendengar     :           سَمِعْتُ
Barangsiapa                       :           مَنْ
Membunuh                        :           قَتَلَ
Burung pipit                      :           عُصْفُوْرًا
Sia-sia                                :           عَبَثًا
Berteriak                           :           عَجَّ
Kemanfaatan                     :           مَنْفَعَةٍ
D.    Biografi Perawi hadits
                  Beliau adalah Al Haafidz Abu Abdurrahman Ahmad ibnu Syu’aib ibnu Ali ibnu Bahar ibnu Sinan ibnu Dinar An Nasa’i. beliau dilahirkan di desa “Nasa”  sebuah desa terkenal di Khurasan sejauh dua hari perjalanan dari kota Moro. Kota tersebut telah banyak mengeluarkan tokoh-tokoh ulama islam yang kesohor. Beliau lahir tahun 215 H.
                  Imam Nasa’I pernah berguru pada beberapa guru besar-guru besar seperti Ishaq ibnu Rahawaih, Ishaq ibnu Hubaib ibnu Syahid, Sulaiman ibnu Asy’ats, Ishaq ibnu Syahiin, Al Haarits ibnu Miskin, dan masih banyak lagi para Hafidz dan para ulama’ besar yang pernah menjadi gurunya.
                  Imam Nasa’I adalah seorang ulama’ yang amat takwa dan wara’. Beliau juga merupakan salah satu dari Imam yang hafidz dan termasuk pakar ilmu agama islam yang amat kenamaan. Beliau wafat pada bulan Sya’ban tahun 303 H, dalam usia 89 tahun. Para ahli berbeda pendapat tentang dimanakah beliau wafat? Sebagian orang berpendapat bahwa beliau wafat di kota Ar Ramlah (Palestina), namun sebagian lain berpendapat bahwa Imam Nasa’I wafat di kota Mekah dan dimakamkan diantara bukit Safa dan Marwah. Pendapat yang ahir ini lebih tersohor.[2]

E.     Keterangan Hadits
Hadits di atas secara umum mengharamkan membunuh binatang secara sia-sia (‘abatsan), yaitu yang tidak ada gunanya, misalnya membunuh sekedar untuk main-main atau iseng belaka. Pada saat yang sama hadits diatas membolehkan membunuh binatang untuk suatu manfaat yang ingin diperoleh manusia, misalnya untuk dimakan dan sebagainya. Namun dengan syarat, cara membunuhnya tidak boleh menggunakan api atau yang sejenisnya (seperti listrik).
Untuk menjaga keseimbangan ekosistem pada suatu lingkungan, dalam ajaran agama islam tidak memperbolehkan umatnya untuk sewenang-wenang terhadap makhluk lain. Perbuatan menghilangkan nyawa binatang secara cuma-cuma alias hanya iseng adalah perbuatan dosa yang akan dimintai pertanggungjawaban kelak di ahirat.
Ada hadits yang senada dengan hadits tersebut, yaitu hadits yang diceritakan oleh Abdullah bin Amr r.a., bahwa Nabi pernah bersabda :
“Tidak sekali-kali seseorang membunuh burung pipit hingga yang lebih besar darinya tanpa alasan yang dibenarkan melainkan kelak Allah swt.  akan meminta pertanggungjawaban darinya. Ditanyakan, wahai Rasulullah, apakah alasan yang dibenarkan itu?”, Nabi saw. menjawab “hendaknya ia menyembelihnya, lalu memakannya, danjanganlah ia memotong kepalanya lalu membuangnya” (Riwayat Nasa’i, Syafi’i, dan Hakim).
Memakan daging burung pipit halal hukumnya, tetapi haram bila hanya memotong kepalanya saja atau sebagian anggota tubuhnya, karena hal itu berarti menyiksa.[3]
Selain itu juga adanya larangan dalam islam untuk mengkonsumsi burung yang bercakar atau binatang bertaring mengandung hikmah yang terkait dengan keseimbangan ekosistem. Sebab, binatang-binatang semacam itu berperan sebagai predator atas binatang lain yang sering menjadi hama perusak, seperti tikus dan babi. Karena itu bila binatang tersebut punah, keseimbangan ekosistem akan terganggu. Akibatnya populasi hama perusak akan merajalela dan dapat merugikan manusia.[4]
Adapun memanfaatkan potensi kekayaan hewani selain dengan mengkonsumsinya, dapat pula dilakukan dengan cara yang bermacam-macam. Karena dipandang dari peranannya, hewan dapat digolongkan sebagai berikut :
§  Sumber pangan, antara lain : sapi, kerbau, ayam, itik, lele, dan mujaer
§  Sumber sandang, antara lain : bulu domba dan ulat sutera
§  Sumber obat-obatan, antara lain : ular kobra dan lebah madu
§  Piaraan, antara lain : kucing, burung, dan ikan hias.[5]

F.      Aspek Tarbawi
§  Larangan membunuh hewan dengan tujuan menyia-nyiakannya
§  Perintah memaksimalkan kemanfaatan hewan dalam kehidupan sehari-hari
§  Perintah menyembelih hewan menurut ajaran syari’at islam
§  Larangan menyakiti hewan manapun
§  Tidak ada satupun makhluk hidup yang Allah ciptakan tanpa adanya manfaat bagi makhluk hidup lain maupun bagi alam
§  Segala tindakan apapun yang manusia lakukan di dunia, kelak di hari kiamat ada pertanggungjawabannya
§  Salah satu bentuk nyata dari peran kita dalam lingkungan adalah dengan menjaga kelastarian alam dan segala sesuatu yang ada didalamnya
§  Jalan yang paling efektif dan efisien untuk memaksimalkan potensi yang dimilki manusia adalah dengan melalui proses pendidikan
BAB III
KESIMPULAN


Untuk menjaga keseimbangan ekosistem pada suatu lingkungan, dalam ajaran agama islam tidak memperbolehkan umatnya untuk sewenang-wenang terhadap makhluk lain. Perbuatan menghilangkan nyawa binatang secara cuma-cuma alias hanya iseng adalah perbuatan dosa yang akan dimintai pertanggungjawaban kelak di ahirat. Kasihan mereka mati sia-sia hanya demi kesenangan manusia saja.
Oleh karena itu mari tinggalkan hobi atau atau kebiasaan buruk kita yang suka membunuh atau menyiksa binatang untuk kesenangan saja. Seharusnya kita hanya membunuh binatang ketika ita membutuhkan sesuatu darinya (dagingnya) atau karena terancam (hama belalang) dan lain sebagainya.



























DAFTAR PUSTAKA



An Nasa’iy, Abu Abdur Rahman Ahmad. 2007.  Sunan Nasa,i. Jakarta: Darus Salam

Arifin, Bey dkk. 1992. Tarjamah Sunan An Nasa’iy. Semarang: CV. Asy Syifa

Nashif, Manshur ali. 1994.  Mahkota Pokok-pokok Hadits Rasulullah jilid 3. Bandung: Sinar Baru Algesindo


http://kambing.ui.ac.id/bebas/v12/SponsorPendamping/Prawedia/Biologi/0040%20Bio%201-9a.htm




[1] Abu Abdur Rahman Ahmad An Nasa’iy , Sunan Nasa,iy (Jakarta: Darus Salam, 2007), hlm142
[2] Bey Arifin, dkk, Tarjamah Sunan An Nasa’iy, (Semarang: CV. Asy Syifa, 1992), hlm.xi-xv
[3] Syeh Manshur ali Nashif, Mahkota Pokok-pokok Hadits Rasulullah jilid 3 (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1994),  hlm.274

[4] http://unikapik.blogdetik.com
[5] http://kambing.ui.ac.id/bebas/v12/Sponsor-Pendamping/Prawedia/Biologi/0040%20Bio%201-9a.htm

E10-64 Laili Masrukhah




MAKALAH

LARANGAN MEMBUAT PENCEMARAN DAN POLUSI
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Individu

Mata Kuliah                  : HADITS TARBAWI II
Dosen Pengampu         : MUHAMMAD GHUFRON DIMYATI, M.S.I



Disusun Oleh :

LAILI MASRUKHAH
202 111 0193

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI  ( STAIN ) PEKALONGAN
2012




PENDAHULUAN
Alam semesta merupakan karunia yang paling besar terhadap manusia, untuk itu Allah SWT menyuruh manusia untuk memanfaatkannya dengan baik dan benar, dan senantiasa bersyukur kepada Allah SWT. Akan tetapi pada kenyataannya banyak terjadi kerusakan di sana-sini akibat perbuatan orang munafiq.
            Di dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa alam di dunia ini akan rusak disebabkan oleh tangan orang-orang munafiq. Mereka mengeksploitasi kekayaan alam, mereka tidak memperdulikan akibatnya. Sekarang sudah banyak kerusakan-kerusakan alam akibat ulah manusia sehingga mengakibatkan bencana yang nantinya merugikan manusia itu sendiri.
Rasulullah sendiri mengajarkan kepada umatnya agar senantiasa menjaga dan menghargai lingkungan hidup kita. Kita harus menjaga lingkungan mulai dari hal yang paling sederhana sekalipun. Seperti tidak membuat pencemaran di lingkungan sekitar kita.













BAB I
PEMBAHASAN

A.    MATERI HADITS

عن معا ذبن جبل قال قال رسو ل الله صل الله عليه و سلم ( اتقوا الملا عن الثلاثة
البراز في الموارد وقارعة الطر يق والظل )
( رواه أبو داود في السنن,كتاب الطهارة, باب المواضع التي هى النبي عن البول فيها )[1]

B.     TERJEMAHAN HADITS

Dari Muadz bin Jabal berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Jauhilah tiga macam perbuatan yang  dilaknat :buang hajat di saluran-saluran air, di jalan-jalan umum dan di perteduhan.”[2]










C.    MUFRODAT


Jauhilah
اتّقوا

Penyebab laknat

الملا عن

Tiga tempat

الثلاثاء
Tempat buang hajat di saluran-saluran air

البر ا ز فى الموارد

Di jalan-jalan umum

و فارعة الطر يق

Dan diperteduhan

و الظل

D.    BIOGRAFI ROWI
Muadz bin Jabal bin Amr bin Aus Al khariji atau biassa disebut sebagai Abu Abdurrahman. Beliau termasuk dalam golongan bangsawan yang taat kepada Allah. Beliau dilahirkan di kota Madinah dan beliau berasal dari suku Anshar dari bani Khazraj. Beliau juga termasuk dalam kelompok As-Sabiqunal awalun. Saat beliau masih berumur 18 tahun beliau sudah masuk Islam dan sudah ikut dalam perang Badar saat berumur 20 tahun. Muadz bin Jabal mempunyai fisik yang gagah, berkulit putih, ramput ikal dan bernadan tinggi.
Muadz bin Jabal wafat pada tahun 18 H saat berusia 33 tahun. Beliau wafat di Urdun (Syam) karena terkena penyakit Tha’un dalam misi dakwah pada masa kekhalifahan Umar bin Khatab.[3]



E.     KETERANGAN HADITS
Berdasarkan kitab syarah keterangan hadits tersebut adalah Rasulullah melarang umatnya untuk membuang hajat di tiga tempat penyebab laknat, yaitu di saluran-aluran air, hal itu dikarenakan bisa merugikan orang lain. Seperti menyebakan munculnya penyakit. Yang kedua Rasulullah melarang umatnya membuang hajat di jalan umum. Di karenakan akan mengganggu kepentingan-kepentingan umum. Kemudian yang terakhir Rasulullah melarang umatnya membuang hajat di perteduhan. Diharamkan buang hajat di tempat perteduhan karena tempat itu biasa dipakai tempat berteduh, singgah dan beristirahat manusia. Tapi tidak semua naungan diharamkan buang hajat di situ karena Rasulullah SAW pernah buang hajat di balik batang poohon kurma.[4]
Isi kandungan dari hadits tersebut tampak jelas  aturan-aturan agama islam yang menganjurkan untuk menjaga kebersihan dan lingkungan. Semua larangan tersebut dimaksudkan untuk mencegah agar tidak mencelakakanorang lain, sehingga terhindar dari musibah yang mengancam keselamatan orang lain. Islam memberikan panduan yang cukup jelas bahwa sumber daya alam merupakan hal yang penting bagi kehidupan manusia, sebab fakta spiritual menunjukkan bahwa terjadinya bencana alam seperti banjir, longsor, serta bencana alam lainnya lebih banyak didominasi oleh ulah manusia.
Allah SWT  telah memberikan fasilitas lingkungan bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, secara yuridis Fiqiyah dinyatakan bahwa dalam perspektif hukum islam, status hukum pelestarian lingkungan hukumnya wajib.
Dari hadits di atas menjelaskan bahwa kita tidak diperbolehkan membuang hajat di saluran-saluran air, di jalan-jalan umum, dan di perteduhan karena hal itu dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan.bahaya yang senantiasa mengancam kelestarian lingkungan dari waktu ke waktu ialah pencemaran dan kerusakan lingkungan. Ekosistem dari suatu lingkungan dapat terganggu kelestariannya karena pencemaran dan kerusakan lingkunganekosistem dari suatu lingkungan dapat terganggu kelestariannya karena pencemaran dan kerusakan lingkungan.[5]
            Lingkungan hidup menyediakan berbagai sumber daya alam yang baik bagi kehidupan manusia. Sumber daya alam adalah segala sesuatu yang terdapat di alam yang berguna bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik untuk masa sekarang ataupun masa yang akan datang. Kelangsungan hidup manusia tergantung dari keutuhan lingkungannya. Sebaliknya keutuhan lingkungan tergantung bagaimana kearifan manusia dalam mengolahnya. Masalah lingkungan hidup dapat muncul karena adanya pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan  sehingga meningkatkan berbagai tekanan terhadap lingkungan hidup baik dalam kelangkaan sumber daya alam dan pencemaran maupun kerusakan lingkungan lainnya.
            Agar manusia tidak berbuat kerusakan terhadap lingkungan. Di dalam surat Ar-Rumm ayat 41 Allah SWT memperingatkan bahwa terjadinya kerusakan di darat dan di laut akibat ulah manusia.

ظهر الفسا د فى  البر والبحر بها كسبت أيد ى النا س ليذ يقهم بعض الذ ى عملو
العلهم ير خعو ن
Artinya:
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan  manusia. Supaya Allah merasakan kepada mereka kebahagiaan dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

           

Pelestarian alam dan lingkungan hidup ini tak terlepas dari peran manusia sebagai khalifah di muka bumi, sebagaimana yang disebutkan dalam QS. Al-Baqarah :30 (dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat “Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi....”) arti khalifah di muka bumi ini adalah seseorang yang diberi kedudukan oleh Allah untuk mengelola suatu wilayah, ia berkewajiban untuk menciptakan suatu masyarakat yang memiliki hubungan yang baik dengan Allah SWT.,kehidupan dengan masyarakat yang harmonis, dan agama, akal, dan budayanya terpelihara.[6]

F.     ASPEK TARBAWI
. 
Ø  Hadits dari muadz bin Jabal ini berisi tentang larangan membuang hajat di tempat-tempat tertentu, seperti di saluran air, di jalan umum, dan di perteduhan. Karena hal-hal tersebut dapat menyebabkan pencemaran lingkungan.
Ø  Menjaga lingkungan merupakan perbuatan yang terpuji dan sangat disukai Rasulullah.
Ø  Dengan menjaga lingkungan kita dapat mengurangi resiko bencana alam akibat kerusakan lingkungan.
Ø  Berdasarkan hadits di atas kita dapat mengambil pelajaran bahwa sebagai manusia kita harus senantiasa menjaga lingkungan. Sesuai dengan yang di ajarkan oleh Rasulullah. Dan dari Hadits di atas menjelaskan agar kita senantiasa menghargai sumberdaya alam.





BAB III
PENUTUP

Pencemaran air di zaman modern ini tidak hanya terbatas pada kencing, buang air besar, atau pun hajat manusia yang lain. Bahkan banyak ancaman pencemaran lain yang jauh lebih berbahaya dan berpengaruh dari semua itu, yakni pencemaran limbah industri, zat kimia, zat beracun yang mematikan, serta minyak yang mengenangi samudra. Rasulullah SAW menganjurkan kepada kita umatnya agar selalu menjaga lingkungan mulai dari hal yang paling kecil. Semua yang ada di alam mempunyai manfaat bagi manusia, sehingga kita harus selalu menjaganya dengan baik. Agar nantinya bisa bermanfaat nagi mausia itu sendiri.

















DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman Muhammad Usman, Aunul Ma’bud (sarah Sunan Abu Daud) juz      awal.kairo: Darul Fikr

Arifin, Bei dan A syinqiti djamaludin. Terjemahan Sunan Abu Daud, Semarang,    1992
http:/.mh.web.id/ Muadz bin Jabal. Html. Di akses pada 2012-02-28

Erwin,Muhammad, Hukum Lingkungan. Bandung: PT Refika Utama. 2009

Shihab,Quraish, Membumikan Al Qur’an fungsi dan peran wahyu dalam    kehidupan masyarakat.Mizan, 1996



[1] Abdurrahman Muhammad Usman, Aunul Ma’bud (sarah Sunan Abu Daud) juz awal. (kairo: Darul Fikr, _)hal. 47
[2] H. Bey arifin dan A syinqiti djamaludin. Terjemahan Sunan Abu Daud, (Semarang, _, 1992) hal.52
[3] http:/.mh.web.id/ Muadz bin Jabal. html
[4] Abdurrahman Muhammad Usman, op.cit,.hal. 47
[5] Muhammad Erwin, Hukum Lingkungan. (Bandung: PT Refika Utama. 2009), hal. 40
[6] Quraish Shihab, Membumikan Al Qur’an fungsi dan peran wahyu dalam kehidupan masyarakat. (_, Mizan, 1996), hal. 69