Laman

new post

zzz

Sabtu, 05 November 2011

psikologi agama (7) Kelas B

KONVERSI AGAMA
 
 
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah           : Psikologi Agama
Dosen pengampu    : Ghufron Dimyati, M.Si.
 
 
 
 
 
 
Disusun oleh :
 
1.      ANI RUFAIDA        (2022110052)
2.      IFA ZULANAH        (2022110053)
3.      MUZANI                  (2022110054)
 
Kelas B
 
 
PENDIDIKAN BAHASA ARAB
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
TAHUN AJARAN 2011/2012

BAB I
PENDAHULUAN
 
A.      Latar Belakang
Jika kita membayangkan bahwa kita terasing dengan orang-orang di sekitar kita, mungkin kita bisa mengalihkannya dengan kesibukan diri sendiri. Tetapi bagaimana jika kita terasing dengan diri kita sendiri? Degradasi moral sering terjadi karena manusia tidak mampu mengatasi penyakit jiwa manusia modern ini. Narkotika, seks bebas, bahkan bunuh diri sering menjadi pelarian. Hidup tampaknya menjadi tidak berarti lagi.
Mereka yang tertolong atau segera menemukan pencerahan dari kekelaman jiwa ini akan bangkit dan memeluk suatu keyakinan ygbaru. Suatu keyakinan yang akan membuat hidupnya terasa lebih berarti, hidup yang bertujuan kembali kepada Tuhannya. Terjadilah pembalikan arah atau konversi (pindah keyakinan).
 
B.      Permasalahan
1.      Definisi konversi agama.
2.      Faktor-faktor penyebab konversi agama.
3.      Proses konversi agama.

BAB II
PEMBAHASAN
 
A.      Definisi Konversi Agama
1.      Pengertian Konversi Agama
Konversi menurut etimologi berasal dari kata “conversio” yang berarti tobat, pindah, berubah (agama). Selanjutnya kata tersebut dipakai dalam kata Inggris “conversion” yang mengandung pengertian berubah dari suatu keadaan, atau dari suatu agama ke agama lain.[1]
Pengertian konversi menurut terminology; ada beberapa pendapat tentang pengertian konverwsi agama, antara lain:
1)       Max Heirich mengatakan bahwa konversi agama adalah suatu tindakan dimana seorang atau sekelompok orang masuk atau berpindah ke suatu sistem kepercayaan/prilaku yang berlawanan dengan kepercayaan sebelumnya.
2)       William James mengatakan bahwa konversi agama adalah memuat beberapa pengertian dengan ciri-ciri:
a.      Adanya perubahan arah pandangan dan keyakinan seseorang terhadap agama dan kepercayaan yang dianutnya.
b.     Perubahan yang terjadi dipengaruhi kondisi kejiwaan sehingga perubahan dapat terjadi secara berproses/secara mendadak.
c.      Perubahan tersebut bukan hanya berlaku bagi perpindahan kepercayaan dari suatu agam ke agama lain tetapi juga termasuk perubahan pandangan terhadap agama yang dianutnya sendiri.
d.     Selain faktor kejiwaan dan kondisi lingkungan maka perubahan itupun disebabkan faktor petunjuk dari Yang Maha Kuasa.[2]
2.      Jenis-jenis Konversi Agama
Menurut Moqsith, jenis-jenis konversi agama dibedakan menjadi:
a.        Konversi internal, terjadi saat seseorang pindah dari madzab dan perspektif tertentu ke madzab dan perspektif lain, tetapi masih dalam lingkungan agama yang sama.
b.        Konversi eksternal, terjadi jika seseorang pindah dari satu agama ke agama lain.[3]
B.      Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Konversi Agama
Konversi agama disebabkan faktor yang cenderung di dominasi oleh lapangan ilmu yang mereka tekuni.
1.      Para ahli agama menyatakan bahwa yang menjadi faktor pendorong terjadinya konversi agama adalah petunjuk Illahi.
2.      Para ahli sosiologi berpendapat bahwa yang menyebabkan terjadinya konversi agama adalah pengaruh sosial. Pengaruh sosial yang mendorong terjadinya konversi itu terdiri dari adanya berbagai faktor antara lain:
a.        Pengaruh pergaulan yang bersifat keagamaan maupun non agama (kesenian, ilmu pengetahuan, atau bidang kebudayaan yang lain).
b.        Pengaruh kebiasaan yang rutin, misal: menghadiri upacara keagamaan ataupun pertemuan-pertemuan yang bersifat keagamaan baik pada lembaga formal atau non formal.
c.        Pengaruh anjuran atau propaganda dari orang-orang yang dekat, misal: karib, keluarga, dan sebagainya.
d.        Pengaruh pemimpin keagamaan.
e.        Pengaruh perkumpulan yang berdasarkan hobi.
f.          Pengaruh kekuasaan pemimpin.
Starbuck membagi konversi agama menjadi dua tipe, yaitu:
1.      Tipe volitional (perubahan bertahap)
Konversi ini sebagian besar terjadi sebagai suatu proses perjuangan batin yang ingin menjauhkan diri dari dosa karena ingin mendatangkan suatu kebenaran.
2.      Tipe self-surrender (perubahan drastis)
Konversi ini terjadi secara mendadak.[4]
Faktor yang melatarbelakangi timbul dari dalam diri (intern) dan dari lingkungan (ekstern).
1.      Faktor intern.
a.        Kepribadian.
b.        Faktor pembawaan.
2.      Faktor ekstern (faktor luar diri).
a.        Faktor keluarga, keretakan keluarga, ketidakserasian, berlainan agama, kesepian, kesulitan seksual, kurang mendapatkan pengakuan kaum, kerabat dan lainnya.
b.        Lingkungan tempat tinggalnya.
c.        Perubahan status.
d.        Kemiskinan.
C.      Proses Konversi Agama
M. T. L. Penido berpendapat bahwa konversi agama mengandung dua unsur, yaitu:
1.      Unsur dari dalam diri (endogenos origin), yaitu proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang atau kelompok. Konversi yang terjadi dalam batin ini membentuk suatu kesadaran untuk mengadakan transformasi disebabkan oelh krisis yang terjadi dan keputusan yang diambil seseorang berdasarkan pertimbangan pribadi.
2.      Unsur dari luar (exogenos origin), yaitu proses perubahan yang berasal dari luar diri atau kelompok sehingga mampu menguasai kesadaran orang atau kelompok yang bersangkutan. Kekuatan yang datang dari luar ini kemudian menekan pengaruhnya terhadap kesadaran mungkin berupa tekanan batin, sehingga memerlukan penyelesaian.[5]
Jika proses konversi ini diteliti dengan seksama maka baik hal itu terjadi oleh unsur dalam ataupun luar ataupun terhadap individu/kelompok maka akan ditemui persamaan.
Perubahan yang terjadi tetapi pentahapan yang sama dalam bentuk kerangka proses secara umum.
Kerangka proses itu dikemukakan antara lain oleh:
a.      N. Carrier membagi proses tersebut dalam pentahapan sebagai berikut:
1)       Terjadi desintegrasi sintesis kognitif (kegoncangan jiwa) dan motivasi sebagai akibat dari krisis yang dialami.
2)       Reintegrasi (penyatuan kembali)
Kepribadian berdasarkan konsepsi agama yang baru. Dengan ini maka terciptalah kepribadian baru yang berlawanan dengan struktur yang lama.
3)       Tumbuh sikap konsepsi (pendapat) agama yang baru serta peranan yang dituntut oleh ajarannya.
4)       Timbul kesadaran bahwa keadaan yang baru itu merupakan panggilan suci petunjuk Tuhan.[6]
b.      Dr. Zakiah Daradjat memberikan pendapatnya yang berdasarkan proses kejiwaan yang terbagi melalui 5 tahap, yaitu:
1)       Masa tenang.
2)       Masa ketidaktenangan.
3)       Masa konversi.
4)       Masa tenang dan tentram.
5)       Masa ekspresi konversi.[7]
Beberapa gangguan fungsi psikis ditampilkan dalam gejala-gejala jasmaniah tertentu. Misalnya gejala-gejala muntah-muntah dan ntertawa-tawa histeris, buta sementara, tidak bisa tegak berdiri dan tidak bisa berjalan, sakit-sakit dibagian perut, punggung, atau dada, dan lain-lain. Gejala demikian kemudian disebut gejala konversi.[8] Konversi dalam hal ini diartikan sebagai pengubahan, yaitu ketegangan-ketegangan, konflik-konflik batin dan perasaan-perasaan negatif lain diubah dalam bentuk gejala-gejala fisik tertentu. Gejala konversi ini jika terus menerus dipertahankan, ataupun justru dipupuk, dibiasakan dan dibiarkan berkembang bisa menjadi gangguan-gangguan organis dalam bentuk atrofi atau penyakit badan lain.

BAB III
PENUTUP
 
Kesimpulan
Dari uraian makalah diatas dapat disimpulkan bahwa:
1)       Defini konversi menurut para tokoh diantaranya Maz Herrich bahwa konversi agama adalah suatu tindakan dimana seseorang atau sekelompok orang masuk atau berpindah ke suatu sistem kepercayaan/perilaku yang berlawanan dengan kepercayaan sebelumnya.
2)       Faktor penyebab konversi agama diantaranya adalah pengaruh kekuasaan pemimpin.
3)       Proses konversi menurut pada tokoh diantaranya Dr. Zakiah Daradjat yaitu:
a.      Masa tentang.
b.      Masa ketidaktenangan.
c.      Masa konversi.
d.      Masa tentang dan tentram.
e.      Masa ekspresi konversi.
 
 
 

DAFTAR PUSTAKA
 
Jalaludin, Psikologi Agama, Jakarta; PT. Raya Grafindo Persada, 2003.
Kartono, Kartini, Gangguan-gangguan Psikologi, Bandung; Sinar Baru, 1981.
http: //hbis.wordpress.com/2009/12/12/konve


[1] Prof. Dr. H. Jalaludin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h. 259.
[2] Ibid., h. 259-260.
[3] hbis.wordpress.com/2009/12/12/konve
[4] Op.Cit., h. 261-263.
[5] Prof. Dr. H. Jalaludin, Op.Cit., h. 266-267.
[6] iismin.blogspot.com/2010/03/konvens
[7] Prof. Dr. H. Jalaludin, Op.Cit., h. 268-269.
[8] Dra. Kartini Kartono, Gangguan-gangguan Psikologi, (Bandung: Sinar Baru, 1981), h. 18.

Jumat, 04 November 2011

inovasi pembelajaran


Nama           : Umul Maghfiroh
NIM                : 202 109 029

PENTINGNYA SEORANG GURU DALAM PEMBELAJARAN

Guru merupakan tokoh utama paling bertanggung  jawab atas keberhasilan dan kegagalan pendidikan kepada siswa. Termasuk didalamnya pembentukan daya kreasi siswa. Peran guru dalam kegiatan pembelajaran di sekolah relative tinggi. Guru tidak hanya sebagai pengajar namun guru juga mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Peran guru tersebut  terkait dengan peran siswa dalam belajar.
            Namun semua itu tidak seluruhnya dimiliki oleh guru. Sebagai contohnya, ada seorang guru geografi di SMA yang mana guru itu tidak memenuhi kriteria sebagai guru. Dalam mengajar ia tidak pernah serius bahkan selalu bergurau dalam menyampaikan materi, tanpa memperdulikan  materi yang harus ia sampaikan kepada peserta didiknya. Padahal ketika itu materi geografi sudah menjadi materi yang diujikan dalam UAN (Ujian Akhir Nasional) hal ini menjadi persoalan yang sangat besar terutama bagi peserta didiknya yang akan menghadapi ujian, padahal mereka seharusnya mendapatkan materi untuk persiapan menghadapi ujian.  Ketika ujian try out diadakan  hasilnyapun tidak memuaskan,  hanya ada beberapa siswa saja yang lulus itupun dengan hasil yang minim sekali. Dua kali try out di jalankan namun hasilnya masih tetap  sama saja.  Dari hasil yang kurang memuaskan itu akhirnya mereka  mencari  sendiri  materi yang diperlukan atau materi tambahan belajar mereka, untuk menghadapi UAN. Sebenarnya hal ini  berdampak positif  juga bagi peserta didik, yaitu peserta didik lebih termotivasi mencari materi tambahan sendiri sehingga mereka tetap aktif  dalam belajar meskipun tanpa mendapatkan arahan dari gurunya.
Menurut pendapat saya, setelah melihat  kasus tersebut, berarti guru dalam hal ini kurang memahami perannya sebagai seorang pendidik, yang mana seorang guru seharusnya dapat mentransfer ilmunnya kepada peserta didik, bukan itu saja tetapi juga menjadi fasilitator yaitu memberikan pelayanan kepada peserta didiknya disaat mereka membutuhkan, dan juga membuat suasana yang nyaman di ruang kelas sehingga proses belajar mengajar berjalan dengan baik. Jika seorang guru tidak dapat menjalankan peranya sebagai seorang pendidik, itu berarti mereka tidak akan berhasil  mencetak generasi muda yang cerdas, dan berahklak baik, dan pada akhinya kebodohan akan terus menyelimuti negeri ini. Oleh karena itu diharapkan seorang guru harus mampu menjalankan peranya sebagai seorang  pendidik yang mampu memotivasi para peserta didiknya untuk mencapai suatu tujuan.
Dalam kegiatan belajar mengajar ini, Menurut  Biggs dan Telfer diantara motivasi belajar siswa ada yang diperkuat dengan cara-cara pembelajaran motivasi instrumental, motivasi sosial, dan motifsi berprestasi rendah. Pembelajaran yang berpengaruh terhadap belajar siswa adalah : yang pertama, bahan ajar. Materi pelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik hendaknya didalam penyampaianya bervariasi, misalkan jika menggunakan OHP seperti gambar-gambar, foto berwarna,huruf-huruf yang indah dll,  supaya menarik keinginan siswa untuk belajar. Yang kedua, adalah suasana belajar. Tidak perlu gedung yang megah dalam kegiatan belajar mengajar yang penting suasananya kondusif, aman, tentram dan nyaman, karena itulah yang akan membantu kelancaran belajar peserta didik. suasana belajar akan mendukung proses belajar supaya materi yang disampaikan guru  cepat atau mudah diterima oleh peserta didik, dengan demikian peserta didik akan merasa  nyaman dalam kegiatan belajar mengajar. Yang ketiga, adalah media dan sumber pembelajaran, seperti TV, majalah, surat kabar. Dan yang  keempat,  adalah guru sebagai subjek pembelajaran, dalam kegiatan belajar mengajar tidak hanya peserta didik saja yang belajar tetapi pendidikpun harus belajar, supaya pendidik dapat menambahkan materi yang sudah ada dan dalam penguasaan materinyapun lebih matang.

Kamis, 03 November 2011

psikologi agama (7) Kelas A


        MAKALAH
KONVERSI DALAM DAN ANTAR AGAMA
Disusun untuk memenuhi tugas :
Mata Kuliah Dosen Pengampu
:
:
Psikologi Agama
Ghufron Dimyati, M.S.I













Disusun Oleh :

Kelompok G

           1.      A. Ikhsanuddin                (2022110019)
           2.      Anisatul Qulub                 (2022110020)
           3.      Vina Shofiyyana               (2022110021)

Kelas PBA A

JURUSAN TARBIYAH PBA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2011






BAB I
PENDAHULUAN
Agama telah banyak memberikan kesejukkan dan kehangatan bagi spiritual dan  jiwa manusia yang lapar dan haus akan kesejahteraan, kemakmuran, dan ketenangan. Namun, baik disadari maupun tidak, keterbatasan kemampuan pencernaan manusia kerap tidak mampu menggapai puncak keistimewaan tersebut. Dalam konteks ini, manusia juga lazim mengeluh dan bahkan kecewa akan kondisi psiko-Ilahiyah-nya, sehingga merasa terpanggil untuk melakukan perbaikan-perbaikan dalam hal keagamaannya..
Jika demikian, perbaikan-perbaikan yang terjadi pada manusia, khususnya dalam aspek agama berkaitan erat dengan kondisi hati atau jiwa seseorang.. Namun sayangnya, tidak ada metode yang membidik sasaran pada hal yang abstrak, dalam konteks ini adalah hati dan kondisi jiwa manusia, Sebab itulah dalam psikologipun, objek penelitian yang begitu diperhatikan adalah tingkah laku seseorang, sebab hal yang demikian itu mencerminkan bagaimana kondisi jiwanya. Perbaikan-perbaikan semacam ini lebih dikenal dengan istilah konversi dalam psikologi.







BAB II
PEMBAHASAN
  1. DEFINISI KONVERSI AGAMA
Konversi agama menurut etimologi berasal dari kata  lain “ Conversio “ yang berarti tobat, pindah, berubah (agama). Selanjutnya kata tersebut dipakai dalam kata Inggris Conversion yang mengandung pengertian berubah dari suatu keadaan, atau dari suatu agama ke agama lain (change from one state, or from one religion, to another).
Dari pengertian kata – kata diatas dapat disimpulkan bahwa konversi agama adalah bertobat, berubah agama, berbalik pendirian terhadap ajaran agama atau masuk ke dalam agama.[1]
Sedangkan pengertian konversi menurut terminology mengacu kepada pendapat dari beberapa ahli, yaitu:
·         Max Heirich, mengatakan bahwa konversi agama adalah suatu tindakan dimana seseorang atau sekelompok orang masuk atau berpindah ke suatu system kepercayaan atau perilaku yang berlawanan dengan kepercayaan seelumnya.
·         William James, mengatakan bahwa pengertian konversi agama adalah “to be converted, to be regenerated, to recive grace, to experience religion, to gain an assurance, are so many phrases which denote to the process, gradual or sudden, by which a self hitherro devide, and consciously wrong inferior and unhappy, becomes unified and consciously right superior and happy, in consequence of its firmer hold upon religious realities”.
 “berubah, digenerasikan, untuk menerima kesukaan, untuk menjalani pengalaman beragama, untuk mendapatkan kepastian adalah banyaknya ungkapan pada proses baik itu berangsur-angsur atau tiba-tiba, yang di lakukan secara sadar dan terpisah-pisah, kuran bahagia dalam konsekuensi penganutnya yang berlandaskan kenyataan beragama”.
·         E. Clark, mengatakan bahwa pengertian konversi agama adalah suatu macam pertumbuhan atau perkembangan spiritual yang mengandung perubahan arah yang cukup berarti, dalam sikap terhadap ajaran dan tindak agama. Lebih jelas dan lebih tegas lagi, konversi agama menunjukan bahwa suatu perubahan emosi yang tiba-tiba kearah mendapat hidayah Allah SWT secara mendadak, telah terjadi, yang mungkin saja sangat mendalam atau dangkal, dan mungkin pula terjadi perubahan tersebut secara berangsur-angsur.[2]
Konversi agama banyak menyangkut masalah kejiwaan dan pengaruh lingkungan tempat berada. Selain itu konversi agama yang dimaksudkan uraian diatas memuat beberapa pengertian dengan ciri – ciri:
a)      Adanya perubahan arah pandang dan keyakinan seseorang terhadap agama dan kepercayaan yang dianutnya.
b)      Perubahan yang terjadi dipengaruhi kondisi kejiwaan sehingga perubahan dapat terjadi secara berproses atau secara mendadak.
c)      Perubahan tersebut bukan hanya berlaku bagi perpindahan kepercayaan dari suatu agama ke agama lain tetapi juga termasuk perubahan pandangan terhadap agama yang dianutnya sendiri.
d)     Selain faktor kejiwaan dan kondisi lingkungan maka perubahan itu pun disebabkan factor petunjuk dari Yang Maha Kuasa.[3]
Menurut Moqshit, jenis – jenis konversi agama dibedakan menjadi dua, yaitu:
1)      Konversi internal, terjadi saat seseorang pindah dari madzhab dan perspektif tertentu ke madzhab dan perspektif lain, tetapi masih dalam lingkungan agama yang sama.
2)      Konversi eksternal, terjadi jika seseorang berpindah dari satu agama ke agama lain.[4]
  1. FAKTOR – FAKTOR PENYEBAB KONVERSI AGAMA
Ø  Pindo, berpendapat bahwa konversi agama mengandung dua unsur, yaitu:
    1. Unsur dari dalam diri (endogenos origin), yaitu proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang atau kelompok. Konversi yang terjadi dalam batin ini membentuk suatu kesadaran untuk mengadakan suatu transformasi disebabkan oleh krisis yang terjadi dan keputusan yang di ambil seseorang berdasarkan pertimbangan pribadi. Proses ini terjadi menurut gejala psikologis yang bereaksi dalam bentuk hancurnya struktur psikologis yang lama dan seiring dengan proses tersebut muncul pula struktur psikologis baru yang dipilih.
    2. Unsur dari luar (exogenous origin), yaitu proses perubahan yang berasal dari luar diri atau kelompok sehingga mampu menguasai kesadaran orang atau kelompok yang bersangkutan. Kekuatan yang berasal dari luar ini kemudian menekan pengaruhnya terhadap kesadaran mungkin berupa tekanan batin, sehingga memerlukan penyelesaian oleh yang bersangkutan. Sedangkan berbagai ahli berbeda pendapat dalam menentukan factor yang manjadi pendorong konversi (Motivasi konversi). James dan Heirich, banyak menguraikan faktor yang mendorong terjadinya konversi agama tersebut menurut pendapat dari para ahli yang terlibat dalam berbagai disiplin ilmu, masing-masing mengemukakan pendapat bahwa konversi agama di sebabkan faktor yang cenderung didominasi oleh lapangan ilmu yang mereka tekuni.[5]
Ø  Para ahli agama berbeda pendapat dalam menentukan faktor yang menjadi pendorong konversi, para ahli agama menyatakan bahwa yang menjadi faktor pendorong terjadinya konversi agama adalah karena petunjuk Ilahi.
Ø  Para ahli sosiologi berpendapat bahwa yang menyebabkan terjadinya konversi agama karena pengaruh sosial. Pengaruh sosial yang mendorong terjadinya konversi itu terdiri dari adanya berbagai faktor antara lain:
a.       Pengaruh hubungan antara pribadi baik pergaulan yang bersifat keagamaan maupun non agama (kesenian, ilmu pengetahuan, ataupun bidang keagamaan yang lain).
b.      Pengaruh kebiasaan yang rutin. Pengaruh ini dapat mendorong seseorang atau kelompok untuk berubah kepercayaan jka dilakukan secara rutin hingga terbiasa. Misal, menghadiri upacara keagamaan.
c.       Pengaruh anjuran atau propaganda dari orang-orang yang dekat, misalnya: karib, keluarga, famili dan sebagainya.
d.      Pengaruh pemimpin keagamaan. Hubungan yang baik dengan pemimpin agama merupakan salah satu pendorong konversi agama.
e.       Pengaruh perkumpulan yang berdasarkan hobi. Perkumpulan yang dimaksud seseorang berdasarkan hobinya dapat pula menjadi pendorong terjadinya konversi agama.
f.       Pengaruh kekuasaan pemimpin. Yang dimaksud disini adalah pengaruh kekuasaan pemimpin berdasarkan kekuatan hukum. Misal, kepala Negara, raja. [6]
Ø  Para ahli ilmu jiwa berpendapat bahwa yang menjadi pendorong terjadinya konversi agama adalah faktor psikologis yang ditimbulkan oleh faktor intern maupun faktor ekstern. Faktor-faktor tersebut apabila mempengaruhi seseorang atau kelompok hingga menimbulkan semacam gejala tekanan batin, maka akan terdorong untuk mencari jalan keluar yaitu ketenangan batin. Dalam kondisi jiwa yang demikian itu secara psikologis kehidupan seseorang itu menjadi kosong dan tak berdaya sehingga ia mencari perlindungan kekuatan lain yang mampu memberinya kehidupan jiwa yang tenang dan tentram. James mengembangkan Faktor Penyebab konversi itu menjadi 2 tipe, yaitu: tipe pertama, Volitional (perubahan bertahap), konversi agama ini terjadi secara berproses sedikit demi sedikit sehingga kemudian menjadi seperangkat aspek dan kebiasaan rohaniah yang baru. Konversi yang demikian itu terjadi sebagai suatu proses perjuangan batin yang ingin menjauhkan diri dari dosa karena ingin mendatangkan suatu kebenaran. Dan tipe kedua, Self-Surrender (perubahan drastis), konversi agama tipe ini adalah konversi yang terjadi secara mendadak. Seseorang tanpa mengalami suatu proses tertentu, tiba – tiba berubah pendiriannya terhadap suatu agama yang di anutnya. Pada konversi agama tipe kedua ini James  mengakui adanya pengaruh petunjuk dari Yang Maha Kuasa terhadap seseorang, karena gejala konversi ini terjadi dengan sendirinya pada diri seseorang sehingga ia menerima kondisi yang baru dengan penyerahan jiwa sepenuh-penuhnya. Masalah-masalah yang menyangkut terjadinya konversi agama tersebut berdasarkan tinjauan psikologi tersebut yaitu dikarenakan beberapa faktor antara lain:
§  Faktor intern, yang meliputi kepribadian dan faktor pembawaan.
§  Faktor ekstern, yang meliputi faktor keluarga, lingkungan tempat tinggal, perubahan status, dan kemiskinan.[7]
  1. PROSES KONVERSI AGAMA
Tiap – tiap konversi agama itu melalui proses – proses jiwa sebagai berikut:
a.       Masa tenang pertama, yaitu masa tenang sebelum mengalami konversi, dimana segala sikap, tingkah laku,dan sifat – sifatnya acuh tak acuh menentang agama.
b.      Masa ketidak tenangan, yaitu konflik dan pertentangan batin yang berkecamuk dalam hatinya,  gelisah putus asa tegang, panic, dan sebagainya. Baik disebabkan oleh moralnya, kekecewaan atau oleh apapun juga. Pada masa tegang, gelisah dan konflik jiwa yang berat itu, biasanya orang mudah perasa., cepat tersinggung, dan hamper putus asa dalam hidupnya, dan mudah kena sugesti.
c.       Peristiwa konversi itu sendiri setelah masa goncang itu mencapai puncaknya, maka terjadilah peristiwa konversi itu sendiri. Orang merasa tiba – tiba mendapat petunjuk Tuhan, mendapat kekuatan dan semangat. Hidup yang tadinya seperti di lamun ombak atau diporak porandakan badai taufan persoalan, jalan yang akan ditempuh penuh onak dan duri, tiba – tiba angina baru berhembus, hidup berubah menjadi tenang, segala persoalan hilang mendadak, erganti dengan rasa istirahat dan menyerah. Menyerah dengan tenang kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
d.      Keadaan tentram dan tenang. Setelah krisis konversi lewat dan masa menyerah dilalui, maka timbullah perasaan atau kondisi jiwa yang baru, rasa aman damai di hati, tiada lagi dosa yang tidak diampuni Tuhan, tiada kesalahan yang patut disesali, semuanya telah lewat, segala persoalan menjadi enteng dan terselesaikan.
e.       Ekspresi konversi dalam hidup. Tingkat terakhir dari konversi itu adalah pengungkapankonversi agama dalam tindak tanduk, kekuatan, sikap dan perkataan, dan seluruh jalan hidupnya berubah mengikuti aturan – aturan yang diajarkan oleh agama. Maka konversi yang diiringi dengan tindak dan ungkapan – ungkapan kongkrit dalam kehidupan sehari – hari itulah yang akan membawa tetap dan mantapnya perubahan keyakinan tersebut.[8]
Sedangkan proses terjadinya konversi agama, dalam masyarakat mengambil beberapa macam bentuk:
a)      Perubahan yang drastis. Adalah proses konversi agama dari tidak taat menjadi taat, yang jangka waktunya cepat, karena ada masalah-masalah yang tidak bisa dipecahkan oleh individu, yang disebabkan oleh tidak adanya pengalaman individu sebelumnya.
b)      Pengaruh Lingkungan. Pengaruh lingkungan mempengaruhi sikap dan cara pandang terhadap keyakinan suatu agama.
c)      Pengaruh idealisme yang dicari. Proses ini, biasanya memakan waktu lama. Individu selalu merasa dalam keyakinn yang meragukan. Tetapi jika, ada bukti yang bisa meyakinkannya, maka, dia akan yakin sepenuhnya.[9]









BAB III
PENUTUP / KESIMPULAN
Konversi agama adalah bertobat, berubah agama, berbalik pendirian terhadap ajaran agama atau masuk ke dalam agama.
Jenis konversi agama dapat di bedakan menjadi dua, yaitu:
1.      Konversi internal, terjadi saat seseorang pindah dari mazhab dan perspektif tertentu ke mazhab dan perspektif lain, tetapi masih dalam lingkungan agama yang sama.
2.      Konversi eksternal, terjadi jika seseorang pindah dari satu agama keagama lain.
Faktor penyebab konversi agama menurut Pindo, mengandung dua unsur, yaitu: Unsur dari dalam diri (endogenos origin) dan  Unsur dari luar (exogenous origin).  Dan masalah - masalah yang menyangkut terjadinya konversi agama tersebut berdasarkan tinjauan psikologi yaitu dikarenakan beberapa faktor antara lain:
1.                                                                                                                  Faktor intern, yang meliputi kepribadian dan faktor pembawaan.
2.                  Faktor ekstern, yang meliputi faktor keluarga, lingkungan tempat tinggal, perubahan status, dan kemiskinan.
Tahap Proses Konversi Agama meliputi: masa tenang, masa ketidaktenangan,  masa konversi,  masa tenang dan tentram, masa ekspressi konversi.



[1] Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 245
[2] http://hbis.wordpress.com/2009/12/12/konversi-agama-psikologi-agama/
[3] Jalaluddin, Op.cit., hlm. 246
[4] http://klinis.wordpress.com/2007/12/27/konversi-agama-1/
[5] http://hbis.wordpress.com/2009/12/12/konversi-agama-psikologi-agama/
[6] Jalaluddin, Op.cit., hlm. 247-248.
[7] http://hbis.wordpress.com/2009/12/12/konversi-agama-psikologi-agama/
[8] Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), hlm. 139-140.
[9] http://psychologymania.wordpress.com/2011/07/14/konversi-agama-dalam-pandangan-psikologi/