Laman

new post

zzz

Jumat, 07 Oktober 2011

Psikologi Agama (3) Kelas B


KESADARAN BERAGAMA DAN PENGALAMAN BERAGAMA
 
 
MAKALAH
 
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata kuliah: Psikologi Agama
Dosen pengampu: Ghufron Dimyati, M.S.I
 
Disusun Oleh:
 
                                                                         Kelompok 3 :


                                                    1. Nailul Murodah  (2022110040)
                                                    2. Ella Kholila        (2022110041)
                                                    3. Khusni Faza       (2022110042)


                                                                           PBA Kelas B

Jurusan Tarbiyah PBA 
 
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PEKALONGAN
TAHUN 2011


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Disadari atau tidak,kita sebagai manusia tentu pernah merasakan pengalaman beragama atau keagamaan dalam kehidupan kita, bahkan mereka yang tidak memiliki agama sekalipun.
Namun, karena kekurangtahuan manusia akan apa itu pengalaman agama, sehingga ia tidak juga menyadari bahwa sebenarnya dia beragama. Sehingga belum dapat mencapai kesadaran beragama.

B.     PERMASALAHAN
1.      Apa itu pengalaman keagamaan?
2.      Apa saja bentuk-bentuk pengalaman keagamaan?
3.      Bagaimana tingkatan pengalaman beragama?
4.      Apakah yang dimaksud dengan kesadaran beragama?
5.      Apa saja faktor-faktor yang menjadi sumber kesadaran beragama?

C.    TUJUAN PENULISAN
1.      Untuk mengetahui pengertian pengalaman keagamaan
2.      Untuk mengetahui bentuk-bentuk pengalaman keagamaan
3.      Untuk dapat mengetahui berbagai tingkatan dalam pengalaman keagamaan
4.      Untuk mengetahui apakah yang dinamakan kesadaran beragama itu.
5.      Untuk dapat mengerti akan faktor-faktor yang menjadi sumber kesadaran beragama





BAB II
PENGALAMAN BERAGAMA DAN KESADARAN BERAGAMA

A.    PENGALAMAN BERAGAMA
      Definisi Pengalaman  beragama.
Rudolf Otto dan Schleiermacher beranggapan bahwa pengalaman keagamaan adalah inti dan substansi agama, pemikiran agama dan akhlak lebih bersifat aksiden. Dalam pandangan Otto, jika agama dipahami dan diyakini berdasarkan pengenalan rasionalitas atas wujud dan sifat-sifat Tuhan, maka akan terdapat kesalahan dalam pemahaman agama.
Pengalaman keagamaan adalah substansi agama dengan makna bahwa hakikat agama adalah perasaan khas yang lahir ketika berhadapan dengan hakikat tak terbatas. Hal-hal lain, seperti pemikiran agama, amal perbuatan dan akhlak tidak termasuk dalam hakikat dan inti agama. Oleh karena itu, jika keadaan perasaan tersebut hadir pada diri seseorang, maka dia disebut memiliki agama. Tetapi jika sebaliknya, maka dia tidak dikategorikan sebagai orang yang beragama. Apabila perasaan tersebut semakin sempurna, maka agama pun semakin sempurna. Agama dan perasaan berbanding lurus.
Bentuk-bentuk Pengalaman Keagamaan
1. Pengalaman interpretatif
Yang dimaksud dengan pengalaman interpretative (interpretative experiences) adalah warna pengalaman agama ini bukan disebabkan oleh kekhususan-kekhususan pengalaman itu sendiri, tetapi ditentukan oleh penafsirannya atas agama.
Jadi, pelaku yang meraih pengalaman keagamaan, memandang pengalamannya sendiri berdasarkan suatu penafsirannya atas agama. Seperti seorang muslim yang memandang kematian anaknya sebagai balasan atas dosanya sendiri, atau seorang penganut Kristen menafsirkan kematian anaknya sebagai ikut serta dalam penderitaan Isa As. Jadi, mereka bersabar dalam musibah tersebut dan menghasilkan ekspresi kejiwaan dalam bentuk kesedihan, kenikmatan atau kebahagiaan.
  
  2. Pengalaman inderawi
Pengalaman inderawi (sensory experience) adalah pengalaman yang bersifat penginderaan yang dipengaruhi oleh lima panca indera. Penglihatan-penglihatan yang bersifat keagamaan, perasaan menderita ketika melakukan pengamalan keagamaan, melihat malaikat, mendengar wahyu dan percakapan Musa as dengan Tuhan, kesemuanya itu dikategorikan dalam pengalaman inderawi.
3. Pengalaman wahyu
Pengalaman ini meliputi wahyu, ilham dan bashirah yang seketika. Pengalaman wahyu (revelatory experience) yang bersifat seketika, tanpa penungguan sebelumnya, hadir dalam diri seseorang.Dan warna keagamaan pengalaman ini berkaitan dengan isi dan makna dari wahyu tersebut. Menurut Davis, pengalaman ini memiliki beberapa kriteria,antara lain:
·         Bersifat tiba-tiba dan waktunya yang singkat;
·         Meraih pengetahuan baru tanpa tafakkur dan argument;
·         Keyakinan akan kebenaran yang diperoleh;
·         Tidak dapat dijelaskan dan digambarkan.
4. Pengalaman pembaharuan
Pengalaman ini merupakan bentuk pengalaman keagamaan yang paling umum. Pengalaman pembaharuan (regenerative experiences) ini adalah pengalaman yang menjadikan keimanan pelaku semakin bertambah sempurna. Pengalaman ini merubah secara drastis keadaan jiwa dan akhlak pelaku. Seseorang akan merasa bahwa Tuhan sedang mengarahkan dirinya kepada hakikat kebenaran.

5. Pengalaman mistik
Pengalaman mistik (mystical experience) merupakan salah satu bentuk pengalaman keagamaan yang paling penting. Rudolf Otto dalam karyanya,membagi pengalaman mistik menjadi dua bagian:
a. Pengalaman yang berhubungan dengan sisi internal jiwa
Pada dimensi ini seseorang memperhatikan ke dalam diri dan tenggelam dalam lautan kejiwaannya,dia berupaya jauh dari pengaruh indera lahiriah dan lebih memperhatikan sisi-sisi batin. Hal ini dicapai dengan pemusatan konsentrasi pada satu perkara. Ketika dia berhasil meraih kesempurnaan konsentrasi, tahap selanjutnya adalah menghilangkan semua rasa dan menghapus semua gambaran inderawi dan gambaran pikiran hingga mencapai “kekosongan” dan “ketiadaan” yang sempurna. Dan seseorang yang sampai pada tingkatan ini, akan meraih pengetahuan yang hakiki.
      b. Pengalaman yang berkaitan dengan penyaksian kesatuan wujud.
Sisi ini memiliki tiga tingkatan:
Pertama, seseorang mengetahui adanya kesatuan alam. Fenomena-fenomena alam menjadi satu kesatuan dengan dirinya.
Kedua, bukan hanya alam tapi juga ada kekuatan supra natural yang mempengaruhinya.
Ketiga, alam menjadi “tiada” dalam pandangannya, dia memandang kesatuan tanpa kejamakan alam. Yang ada hanyalah kesatuan itu sendiri.

 Hirarki pengalaman beragama.
Ada tiga hirarki pengalaman beragama Islam seseorang. Pertama, tingkatan syariah. Syariah berarti aturan atau undang-undang, yakni aturan yang dibuat oleh pembuat aturan (Allah dan RasulNya) untuk mengatur kehidupan orang-orang mukallaf baik hubungannya dengan Allah ( habl min Allah ) maupun hubungannya dengan sesama manusia (habl min al-Nas ). Menurut al-Qusyairi dalam kitab al-Risalah al-Qusyairiyyah,beliau mengatakan bahwa;
“Syariah adalah perintah untuk memenuhi kewajiban ibadah, dan hakikat adalah penyaksian ketuhanan, Syariat datang dengan membawa beban Tuhan yang maha pencipta, sedangkan hakikat menceritakan tentang tindakan Tuhan. Syariah adalah engkau mengabdi pada Allah, sedangkan hakikat adalah engkau menyaksikan Allah, Syariah adalah melaksanakan perintah sedangkan hakikat menyaksikan apa yang telah diputuskan dan ditentukan, yang disembunyikan dan yang ditampakkan.”[1]
Kedua, tingkat tarikat yaitu kesadaran pengamalan ajaran agama sebagai jalan atau alat untuk mengarahkan jiwa dan moral. Dalam dataran ini, seseorang menyadari bahwa ajaran agama yang ia laksanakan bukan semata-mata sebagai tujuan, tapi sebagai alat dan metode untuk meningkatkan moral. Puasa Ramadlan misalnya, tidak hanya dipandang sebagai kewajiban tapi juga disadari sebagai media untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi yaitu sikap bertaqwa. Demikian juga ,tuntutan-tuntutan syariah lainnya disadari sebagai proses untuk mencapai tujuan moral.
Ketiga, tingkatan hakikat yang berarti realitas, senyatanya, dan sebenarnya. Dalam tasawuf yang real dan yang sebenarnya adalah Allah yang maha benar atau real ( al-Haq ). Dengan demikian tingkat hakikat berarti dimana seseorang telah menyaksikan Allah s.wt. Pemahaman lain dari hakikat adalah bahwa hakikat merupakan inti dari setiap tuntutan syariat.Berbeda dengan syariat yang menganggap perintah sebagai tuntutan dan beban maka dalam dataran hakikat perintah tidak lagi menjadi tuntutan dan beban tapi berubah menjadi kebutuhan. Itulah Aba Ali al-Daqaq yang dikutip oleh al-Quyairy mengatakan;
Saya mendengar al-Ustadz Abu Ali al-Daqaq rahimahu Allah berkata” firman Allah iyyaka na’budu (hanya padamu aku menyembah) adalah menjaga syariat sedangkan waiyyaka nastain (dan hanya padamu kami meinta pertolongan) adalah sebuah pengakuan hakikat”.[2]
Kesatuan syariat dan hakikat
Syariat dan hakikat adalah ibarat wadah dan isi, yang lahir dan yang batin, ibarat gelas dan air yang ada dalam gelas. Keduanya tidak bisa dipisahkan. Shalat dilihat dari sisi syariat adalah perbuatan dan perkataan yang diawali dengan takbiratul ihram dan diahiri dengan salam beserta rukun-rukunnya dan inti dari shalat adalah mengingat Allah. Seseorang tidak boleh hanya mengingat Allah tanpa melaksanakan shalat yang telah disyariatkan. Dan sebaliknya seseorang tidak boleh melaksanakan shalat dengan segala rukunnya akan tetapi hatinya kosong tidak nyambung ( hudlur ) dengan Allah.
Al-Qusyairi mengatakan:
Setiap syariat yang tidak dikuatkan dengan hakikat maka tidak akan diterima, dan setiap hakikat yang tidak dikuatkan dengan syariat maka tidak diterima”.[3]

B.  KESADARAN BERAGAMA.
Pengertian Kesadaran beragama
Dalam hal ini kita meninjau istilah Zakiah Drajat yang membahas tentang kesadaran agama. Kesadaran agama adalah bagian atau segi yang hadir/ terasa dalam pikiran dan dapat dilihat gejalanya melalui introspeksi, dapat dikatakan bahwa kesadaran beragama adalah aspek mental atau aktivitas agama, sedangkan pengalaman agama adalah unsur perasaan yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan.
 Dari kesadaran dan pengalaman agama tersebut akan muncul sikap keagamaan yang ditampilkan seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan ketaatannya pada agama yang dianutnya. Sikap tersebut muncul karena konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai unsur kognitif yang merupakan integrasi secara kompleks antara pengetahuan. Perasaan serta tindak keagamaan dalam diri seseorang. Hal ini menujukkan bahwa sikap keagamaan menyangkut dengan segala kejiwaan.
 Sumber Kesadaran Jiwa Keagamaan
 Sumber kesadaran jiwa keagamaan diklasifikasikan terdiri dari empat kelompok yaitu :
 a. Faktor Sosial
 Hal ini mencakup semua pengaruh social dalam perkembangan sikap keagamaan melalui pendidikan dari orang tua, tradisi-tradisi social, dan pengaruh lingkungan social, untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan tersebut.
b. Faktor Pengalaman
 Hal ini mencakup semua pengaruh yang lebih terikat secara langsung dengan tuhan pada sikap keagamaan.
c. Faktor Kebutuhan
 Yaitu merasa tidak terpenuhi secara sempurna sehingga mengakibatkan terasa adanya kebutuhan akan keselamatan, kebutuhan akan cita, kebutuhan memperoleh harga diri .
d. Faktor proses pemikiran
 Manusia adalah makhluk yang berfikir dan salah satu akibat dari pemikirannya adalah bahwa ia membantu dirinya untuk menentukan keyakinan-keyakinan yang mana yang harus diterimanya dan sebaliknya, hal ini merupakan salah satu unsur yang membantu pembentukan sikap keagamaan.

BAB III
PENUTUP

A.        Pengalaman Beragama
     Pengalaman keagamaan adalah substansi agama dengan makna bahwa hakikat agama adalah perasaan khas yang lahir ketika berhadapan dengan hakikat tak terbatas. Oleh karena itu, jika keadaan perasaan tersebut hadir pada diri seseorang, maka dia disebut memiliki agama.
Bentuk-bentuk pengalaman keagamaan;
·      pengalaman interpretatif (interpretative experience)
·      pengalaman inderawi (sensory experience)
·      pengalaman wahyu (revelatory experience)
·      pengalaman pembaharuan (regenerative experience)
·      pengalaman mistik (mystical experience)
       Hirarki pengalaman beragama
·                Tingkatan syari’ah
·                Tingkatan tarikat
·                Tingkatan hakikat
       Kesatuan syariat dan hakikat
              Syariat dan hakikat adalah ibarat wadah dan isi, yang lahir dan yang batin, ibarat gelas dan air yang ada dalam gelas. Keduanya tidak bisa dipisahkan.
B.         Kesadaran beragama
Kesadaran agama adalah bagian atau segi yang hadir/ terasa dalam pikiran dan dapat dilihat gejalanya melalui introspeksi, dapat dikatakan bahwa kesadaran beragama adalah aspek mental atau aktivitas agama.
Sumber Kesadaran Jiwa Keagamaan;
a. Faktor Sosial
b. Faktor Pengalaman
c. Faktor Kebutuhan
d. Faktor proses pemikiran
DAFTAR PUSTAKA

http ://mazguru.wordpress.com/2009/02/08/hirarki-pengalaman-beragama/.di akses      pada tanggal 4 oktober 2011
http ://kompas.com//kompasiana.blogshop.di akses pada tanggal 4 oktober 2011
http ://akcaya.tripod.com/berita/jumat/berita34783.htm.di akses pada tanggal 5 oktober 2011


 


[1] Al-Qusyairi, al-Risalah al-Qusyairiyyah, Juz I, al-Maktabah al-Syamilah, hal.42

[2]  Ibid.,
[3]  Ibid.,

Di pesantren belajar mandiri


Fatkhu Sani
Kelas :   PBA - A


Pada saat umur 11tahun saya pergi merantau untuk menuntut ilmu di sebuah pondok pesantren tepatnya di desa kajen,pati (jawa tengah).Di pesantren banyak sekali saya belajar tentang berbagai disiplin ilmu seperti :Ilmu Nahwu,Mantiq,Fiqih,B.Arab,B.Inggris dll.

Di Pesantren saya sangat senang sekali karena mempunyai banyak teman dari berbagai daerah.Tidak hanya itu rasa kekeluargaan di pondok pesantren juga sangat erat walaupun dari berbagai latar belakang.Banyak sekali pengalaman yang saya dapatkan selama nyantri di pesantren,antara lain:saya bisa belajar untuk mandiri dan berfikir dewasa,di pesantren pulalah saya mengetahui sedikit banyak tentang berbagai ilmu-ilmu agama.

      Agama sangat penting bagi semua manusia,untuk itu pendidikan agama harus di tanamkan sedini mungkin.Sehingga agama (Apa yang terkandung di dalamnya) akan mudah terserap dan melekat dalam pikiran dan hati mereka.Dan tanpa mereka sadari di alam bawah sadar mereka telah melekat agama yang kuat.Dan merasakan pentingnya agama dalam hidupnya.
 

Psikologi Agama (3) Kelas A

KESADARAN BERAGAMA DAN PENGALAMAN BERAGAMA
 
 
MAKALAH
 
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata kuliah: Psikologi Agama
Dosen pengampu: Ghufron Dimyati, M.S.I
 
Disusun Oleh:
  1. Nurul Hidayah      (2022110007)
  2. Siti Lu’amah         (2022110008) 
  3. Fatah Yasin          (2022110009)
Jurusan Tarbiyah PBA 
Kelas A
 
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PEKALONGAN
TAHUN 2011



BAB I
PENDAHULUAN

Psikologi agama memang sangatlah penting bagi kita, karena di dalamnya terkandung materi-materi yang begitu penting, salah satunya adalah kesadaran beragama dan pengalaman beragama. Dan materi tersebut akan dibahas pada makalah ini.
Kesadaran beragama merupakan hasil proses mengenai motivasi yang berpengaruh tehadap penilaian, keputusan, dan interaksi dengan orang lain. Sedangkan pengalaman beragama merupakan perasaan yang membawa keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan. Pengalaman tersebut biasanya terjadi dalamkeinginan seseorang manusia untuk menyembah tuhan dan untuk berdoa walaupun pengalaman tersebut tidak terbatas dalam waktu-waktu tertentu, misalnya berdoa, waktu shalat, dan sebagainya.
Materi tersebut akan dijelaskan lebih jauh lagi dalam makalah ini. Untuk itu, mari kita kaji materi tersebut bersama.









BAB II
PEMBAHASAN
  1. Kesadaran Beragama
  1. Pengertian Kesadaran Beragama
Kesadaran beragama adalah rasa keagamaan, pengalaman ketuhanan, keimanan, sikap dan tingkah laku keagamaan yang terorganisasi dalam sikap mental dari kepribadian. Karena agama melibatkan seluruh fungsi jiwa raga manusia maka kesadaran beragama pun mencakup aspek-aspek kognitif dan psikomotorik.1
Kesadaran diri merupakan kondisi dari hasil proses mengenai motivasi, pilihan dan kepribadian yang berpengaruh terhadap penilaian, keputusan, dan interaksi dengan orang lain.2
Dalam Canbridge International Dictionary Of English (1995) ada sejumlah definisi tentang kesadaran. Kesadaran diartikan sebagai kondisi terjaga atau mampu mengerti apa yang sedang terjadi ( the condition of being awake or able to understand what is happening).3
Kesadaran beragama merupakan bagian atau segi yang hadir (terasa) dalam pikiran dan dapat diuji melalui introspeksi atau dapat dikatakan bahwa ia adalah aspek mental dan aktivitas ( Zakiah Daradjad, 1990: 3-4). Jalaludin (2007: 106) menyatakan bahwa kesadaran orang untuk beragama merupakan kemantapan jiwa seseorang untuk memberikan gambaran tentang bagaimana sikap keberagamaan mereka. Pada kondisi ini, sikap keberagamaan orang sulit untuk diubah, karena sudah berdasarkan pertimbangan dan pemikiran yang matang. Sedangkan menurut Abdul Aziz Ahyadi (1988:45), kesadaran beragama meliputi rasa keagamaan, pengalaman ketuhanan, keimanan, sikap, dan tingkah laku keagamaan, yang terorganisasi dalam sistem mental dari kepribadian. Keadaan ini dapat dilihat melalui sikap keberagamaan yang terdefernisasi yang baik, motivasi kehidupan beragama yang dinamis, pandangan hiduup yang komprehansif, semangat pencarian dan pengabdiannya kepada Tuhan, juga melalui pelaksanaan ajaran agama yang konsisten, misalnya dalam melaksanakan shalat, puasa, dan sebagainya ( Abdul Aziz, 1988: 57).4
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kesadaran baragama merupakan sesuatu yang terasa, dapat diuji melalui introspeksi dan keterdekatan dengan sesuatu yang lebih tinggi dari segalanya, yaitu Tuhan.
Kesadaran beragama merupakan dasar dan arah dari kesiapan seseorang mengadakan tanggapan, reaksi, pengolahan, dan penyesuaian diri terhadap rangsangan yang datang dari luar. Kesadaran akan norma-norma agama berarti individu menghayati, menginternalisasi, dan mengintegrasikan norma tersebut kedalam diri pribadinya. Penggambaran tentang kemantapan kesadaran beragama atau religius tidak dapat terlepas dari kriteria kematangan kepribadian. Kesadaran beragama yang mantap hanya terdapat pada orang yang memiliki kepribadian yang matang, akan tetapi kepribadian yang matang belum tentu disertai dengan kesadaran beragama yang mantap.
Kesadaran yang mantap merupakan suatu disposisi dinamis dari sistem mental yang terbentuk melalui pengalaman serta diolah dalam kepribadian untuk mengadakan tanggapan yang tepat konsepsi pandangan hidup, penyesuian diri dan bertingkah laku. Kesadaran beragama merupakan dasar dan arah dari kesiapan seseorang mengadakan tanggapan, reaksi, pengolahan dan penyesuaian diri terhadap rangsangan yang datang dari dunia luar. Kepribadian yang tidak matangmenunjukkan kurangnya pengendalian terhadap dorongan biologis, keinginan, aspirasi, dan hayalan-hayalan. Kepribadian yang tidak matang kurang mampu melihat dirinya sendiri, sehingga perilakunya kurang memperhitungkan kemampuan diri dan keadaan lingkungan sekitarnya.
Kesadaran norma agama berarti individu menghayati, menginternalisasi dan mengintegrasikan norma tersebut ke dalam diri pribadinya sehingga menjadi bagian dari hati dan kepribadiannya. Penghayatan noma agama mencakup hubungan dengan tuhan, hubungan masyarakat dangan dan lingkungan.
Dengan memiliki kesadaran agama yang mantap pada penyandang cacat tubuh dapat menunjukkan kematangan sikap dalam menghadapi berbagai masalah, norma dan nilai-nilai yang ada di masyarakat terbuka terhadap semua realitas atau fakta empiris, filosofis, rohaniah, dan mempunyai arah tujuan yang jelas dalam cakrawala hidup walau dalam keterbatasan fisik.
  1. Ciri-Ciri Kesadaran Beragama
Ciri-ciri kesadaran beragama yang menonjol pada masa remaja yang diutarakan oleh Abdul Aziz Ahyadi antara lain:5
  1. Pengalaman Ketuhanannya makin Bersifat Individual.
Remaja menemukan dirinya bukan hanya sekedar badan jasmaniah, tetapi merupakan suatu kehidupan psikologis rohaniah berupa “ pribadi”. Remaja bersifat kritis, terhadap dirinya sendiri dan segala sesuatu yang menjadi milik pribadinya. Ia menemukan pribadinya terpisah dari pribadi lain dan alam sekitarnya. Pemikiran, perasaan, keinginan ciri-ciri dan kehidupan psikologis rohaniah lainnya adalah milik pribadinya. Penghayatan penemuan diri pribadi ini dinamakan “individuasi”.
Penemuan diri pribadinya sebagai sesuatu yang berdiri sendiri menimbulkan rasa kesepian dan rasa terpisah antara diri pribadinya. Dalam rasa kesendiriannya, si remaja memerlukan priabadi yang mampu menampung keluhannya, melindungi, membimbing, mendorong dan memberi petunjuk jalan yang dapat mengembangkan kepribadiannya. Ia berusaha mencari hakikat, makna dan tujuan hidupnya. Remaja dapat menemukan berbagai macam pandangan, ide, dan filsafat hidup yang mungkin bertentangan dengan keimanan yang telah menjadi pribadinya. Hal ini dapat menimbulkan kebimbangan dan konflik batin yang merupakan suatu penderitaan.
  1. Keimanannya makin menuju realitas yang sebenarnya, dan Peribadahannya mulai disertai dengan penghayatan yang tulus.
Remaja mulai mengerti bahwa kehidupan ini tidak hanya seperti yang dijumpainya secara konkret, tetapi mempunyai makna yang lebih dalam. Ia mulai memilki pengertian yang diperlukan untuk menangkap dan mengolah dunia rohaniah. Ia menghayati dan mengetahui tentang agama dan makna kehidupan beragama.Ia melihat adanya berbagai macam filsafat dan pandangan hidup. Hal ini dapat menimbulkan usaha untuk menganalisis pandangan agamanya serta mengolahnya dalam perspektif yang lebih luas dan kritis, sehingga pandangan hidupnya menjadi lebih otonom. Dengan berkembangnya kemampuan berfikir secara abstrak, remaja mampu pula menerima dan mempelajari agama. Yang berhubungan dengan masalah gaib, abstrak dan rohaniah, seperti kehidupan alam kubur, hari kebangkitan, surga, neraka bidadari, malaikat, jin syetan dan sebagainya. Penggambaran antropomorphic atau memanusiakan tuhan dan sifat-sifatNya lambat laun diganti dengan pemikiran yang lebih sesuai dengan realitas. Pemahaman perubahan itu melalui pemikiran yang lebih kritis. Pengertian tentang sifat-sifat tuhan seperti maha adil, maha mendengar, maha melihat, dan sebagainya, yang tadinya oleh remaja disejajarkan dengan sifat-sifat manusia berubah menjadi lebih abstrak dan lebih mendalam.
  1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesadaran beragama
Kesadaran beragama merujuk pada aspek rohaniah individu yang berkaitan dengan keyakinan dan keimanan kepada Allah.dan pengaktualisasiannya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam berhubungan dengan sesama manusia atau yang berhubungan dengan Allah. Keyakinan dan keimanan kepada Allah dan aktualisasinya dalam kehidupan sehari-hari merupakan hasil dari internalisasi, yaitu proses pengenalan, pemahaman dan kesadaran seseorang terhadap agama. Proses ini akan terbentuk dengan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
  1. Faktor Internal
Menurut fitrahnya, manusia adalah mahluk beragama (homoreligius) atau memiliki potensi beragama, mempunyai keimanan kapada tuhan. Dalam perkembangannya, fitrah beragama ini ada yang berjalan secara alamiah dan ada yang mendapat bimbingan dari agama sehingga fitrahnya itu berkembang secara benar sesuai tuntunan agama.
  1. Faktor Eksternal
Perkembangan kesadaran beragama akan dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang memberikan bimbingan, pengajaran, dan pelatihan yang memungkinkan kesadaran beragama itu berkembang dengan baik. Faktor lingkungan tersebut antara lain:
  1. Lingkungan keluarga
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak, peranan keluarga pun sangat dominan dalam pengembangan kesadaran beragama individu. Keluarga mempunyai peran sebagai pusat latihan atau pembelajaran anak untuk memperoleh pemahaman tentang nilai-nilai agama dan kemampuannya dalam mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
  1. Lingkungan Sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang mempunyan program yang sistematik dalam melaksanakan proses bimbingan, pengajaran, dan pelatihan kepada siswa agar mereka berkembang sesuai dengan potensinya secara optimal, baik menyangkut aspek fisik, psikis, sosial, maupun moral spiritual.
Dalam mengembangkan kesdaran beragama siswa, peranan sekolah sangat penting, peranan ini terkait dengan pengembangan pemahaman, pembiasaan mengimplementasikan ajaran-ajaran agama, serta sikap apresiatif terhadap ajaran atau hukum-hukum agama.
  1. Lingkungan Masyarakat
Lingkungan masyarakat ini maksudnyaa adalah hubungan atau interaksi sosial dan sosiokultural yangh potensial berpengaruh terhadap perkembangan fitrah atau kesadaran beragama seseorang.
Seseorang akan cenderung berinteraksi dengan orang lain, apabila orang tersebut memiliki kepribadian yang baik, maka orang tersebut akan cenderung mengikuti kebaikannya, sebaliknya ketika orang lain tersebut berkepribadian tidak baik, maka ia pun akan memiliki kecederungan yang sama.

  1. Pengalaman Beragama
Pengalaman beragama merupakan pengalaman kerohanian, orang mengalami dunia sampai batasnya seakan akan menyentuh apa yang berada di luar duniawi. Pengalaman beragama yang khas itu merupakan tanda adanya tuhan dan sifat-sifat-Nya. Akan tetapi karena pengalaman itu dirasakan oleh manusia maka sering kali pengalaman kequdusannya menjadi dangkal.6
Pengalaman agama adalah unsur perasaan dalam kesadaran beragam, yaitu perasaan yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan (amaliah). Karenanya, psikologi agama tidak mencampuri segala bentuk permasalahan yang menyangkut pokok keyakinan suatu agama, termasuk tentang benar salahnya atau masuk akal dan tidaknya keyakinan agama. 7
Pengalaman keagamaan adalah suatu yang pasti dan tenang bahwa mereka mempunyai perhubungan dengan suatu zat, dan perhubungan ini memberikan arti untuk hidup.8
 
Laporan Tentang Pengalaman-pengalaman.
Laporan-laporan tentang pengalaman keagamaan dapat kita peroleh dari tiga sumber:
  1. Dari pengakuan orang-orang yang telah merasa berhubungan dengan tuhan, hal ini mungkin dengan lisan atau dengan tertulis.
  2. Autobiografi ahli-ahli agama. Biografi semacam itu biasanya merupakan rangkaian yang lebih teratur deri pada pengalaman seseorang semasa hidupnya.
  3. Apa yang terkandung dalam kumpulan doa-doa, wirid-wirid dan pujian-pujian, disukai orang sebab ia menunjukkan dan menggambarkan apa yang dirasa oleh manusia umum.

BAB III
PENUTUP

Dari materi yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa kesadaran beragama selalu berkembang mulai anak-anak sampai remaja hingga tercapainya kematangan kesadaran beragama. Kematangan kesadaran beragma akan menunjukkan kematangan sikap seseorang dalam menghadapi berbagai masalah di masyarakat sehingga mempunyai arah tujuan hidup yang jelas.
Kesadaran beragama dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Dan faktor eksternal sendiri meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat, yang masing-masing mempunyai dampak tersendiri.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat masih jauh dari sempurna. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, amin.

DAFTAR PUSTAKA

Jalaludin. Psikologi Agama. 2000. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Abidah dkk. Makalah Kesadaran Beragama dan Pengalaman Beragama. 2010.
Rasjidi. Filsafat Agama. 1965. Jakarta: Bulan Bintang.