Laman

new post

zzz

Kamis, 06 Juni 2013

PERINGATAN ISRO' MI'ROJ VISI HUMANIS-TRANSENDELTAL

MEMAKNAI ISRO' MI'ROJ

Isro' Mi'roj merupakan surat mandat visi manusia untuk merepre-sentasikan hakikat hidup bahwa kualitas manusia di hadapan Sang Kholiq adalah mereka yang mau bergerak secara dinamis dalam rangka memberikan darma dan mempertahankan kemaslahatan kehidupan ummat, selanjutnya semua ikhtiar dan prestasi hidup dikembalikan lagi ke haribaan Sang Maha Kuasa.

Isro' lebih kepada transaksi horisontal (hablun minan naas) dimana hakikat manusia difokuskan untuk meletakkan dasar-dasar kehi- dupan yang mengedepankan simbiose mutualisme yang mengama-natkan agar tejalin kerjasama yang positif dan saling memberikan kontribusi yang bermanfaat demi terjaganya kehidupan yang ber- martabat, toleran, berkeadaban, dan humanis. Statemen Rasulullah SAW bahwa hakikat manusia paripurna manakala manusia secara simultan (istiqomah) memposisikan diri untuk menopang, mengang- kat, menyelaraskan dan menyeimbangkan fitrah manusia agar tetap dalam kehidupan yang harmonis, toleran dan berkeadaban, "sebaik-baik manusia adalah yang paling memberikan manfaat kepada perikehidupan umat manusia" ().

Mi'roj cenderung kepada transaksi vertikal (hablun minallah) yang mana hakikat manusia diproyeksikan dalam rangka mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Semua ikhtiar dan pengabdian termasuk prestasi hidup semata-mata milik Sang Maha Sempurna. Segala cita, motivasi, pengharapan dan performa pada akhirnya menuju kepada Yang Maha Kasih dan Maha Sayang. Apapun harkat dan martabat manusia pada ujungnya akan kembali kepada Sang Pemilik sekali- gus Sang Pemelihara alam semesta, Allah SWT, "kami milik Allah, dan kami akan kembali kepada-Nya" (QS. ).

Secara sederhana dapat kita katakan bahwa Isro' Mi'roj selain mengamanatkan perintah sholat pada dasarnya bisa kita pahami sebagai momen yang mengingatkan kepada manusia pada fitrahnya, yaitu sebuah misi horisontal agar secara efektif memberi kontribusi positif kepada sesama secara global, juga misi vertikal agar secara konsisten mengakui, menyadari dan meyakini bahwa segala ikhtiar dan prestasi pada akhirnya akan kembali kepada Sang Pencipta, Allah SWT.

Pekalongan, 27 Rajab 1434 H

M. Ghufron Dimyati, M.S.I
.  

Senin, 03 Juni 2013

HARI INI STAIN PEKALONGAN MULAI UAS GENAP 2012/2013

NILAI LAKSANA CERMIN

Sebuah tradisi dalam pembelajaran ada evaluasi sejauh mana tingkat ketercapaian proses pembelajaran yang telah dialami oleh warga belajar. Hasil evaluasi inilah yang akan dijadikan dasar dalam prosedur akademik, baik nilai, kelulusan, indeks prestasi, sks yang berhak diambil semester berikutnya atau perlakuan akademik seperti syarat-syarat ujian akademik atau pengajuan beasiswa bahkan penentuan wisudawan terbaik dari akumulasi indeks prestasi.

Permasalahannya, apakah nilai yang diberikan dosen ataupun yang diterima mahasiswa itu sudah mencer-minkan kualitas akademik mahasiswa yang bersangkutan? Mengingat, bahwa dosen dalam memberikan nilai tidak terpaku kepada satu pintu, melalui ujian tulis, namun ragam cara sesuai dengan gaya mengajar dosen yang bersangkutan. Setidaknya ada dua cara dosen dalam memberikan nilai kepada mahasiswa: 
Pertama dengan melihat produk (hasil perkembangan belajar) yang mengacu kepada hasil uji materi secara tertulis, 
Kedua, dosen melihat proses (segala aktifitas mahasiswa selama terkait pembelajaran) yang memperhatikan perkembangan mahasiswa dari semua bentuk keterlibatannya baik secara fisik, emosi maupun logika dalam mengikuti perkuliahan.

Apapun orang menilai termasuk dosen terhadap mahasiswa, adalah cerminan hubungan emosi-akademik yang tidak lepas dari objektivitas-subjektivitas dosen yang bersangkutan. Bagaimanapun dosen mempunyai kewenangan untuk menilai (walaupun tidak mungkin tepat) terhadap kinerja dan kemampuan mahasiswa sebagai reward selama mengikuti perkuliahan.

Yang terpenting bagi mahasiswa bukan sekedar nilai yang tertulis di atas Kartu Hasil Studi akan tetapi harus diimbangi dengan kompetensi dan experience dalam proses perkuliahan di kampus. Jangan ada mahasiswa berprestasi (dari sisi akademik) ternyata tanpa dukungan nyata atas kompetensi dan experience. Artinya tidak etis bila kelulusan dan nilai yang prestis tapi tidak bisa melakukan apa-apa, atau tidak mempunyai pengalaman (keilmuan-psikologis) sama sekali. Sungguh hal yang ironi, manakala mahasiswa diberi kesempatan untuk memperbaiki "citra" dan menambah pengalaman dengan "mengulang" diangganya sebagai perlakuan yang sinis. Ada proses untuk dapat mencapai "maksinal" sebagai sarana "aktualisasi diri" sebagai pertanggung jawaban atas segala amanah yang telah diberikan kepada kita.

Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (QS. 59. Al-Hasyr: 18)

Pekalongan, 3 Juni 2013

M. Ghufron Dimyati, MSI