Laman

new post

zzz

Selasa, 19 Februari 2013

F2-8&9 Subur Mukti W. : Memperluas kajian, Menjaga Keho...



LEMBAGA PENDIDIKAN : MASJID
(MEMPERLUAS KAJIAN DAN MENJAGA KEHORMATAN MASJID)
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas :
Mata Kuliah             : Hadits Tarbawi II
Dosen Pengampu     : Ghufron Dimyati, M.S.I



Description: STAIN logo polos
 







Disusun Oleh :
Subur Mukti Wibowo
(2021 111 063)

Kelas F 

Tarbiyah PAI

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
TAHUN 2013

PENDAHULUAN
            Masjid merupakan tempat beribadah utama umat islam. Pada zaman Rasulullah masjid bukan hanya sarana sebagai tempat beribadah melainkan juga sebagai tempat untuk sarana pendidikan, dakwah, dan politik. Peranan masjid sangat penting bagi umat islam karena masjid merupakan tempat bersatunya umat islam.
            Masjid pada zaman terdahulu merupakan tempat berkumpulnya para alim ulama dalam membahas suatu permasalahan. Masjid juga sebagai sarana dakwah yang sangat baik untuk menarik simpati orang-orang non-muslim. Oleh karena itu di dalam makalah ini kami akan membahas untuk melestarikan fungsi dan keutaman di dalam masjid. Pada akhir pembahasan ini diharapkan tercapai deskripsi tentang peranan dan fungsi masjid secara detail.
                                                                           











PEMBAHASAN
A.    Materi Hadits
1.      Memperluas Tema Kajian di Masjid
حدثنا على بن حجر, اخبرنا شريك عن سما ك, عَنْ جَابِر بن سَمُرة قَال : { جَالَسْتُ النَّبِي صلى الله عليه وسلم أَكْثَرَ مِنْ  ِمائَة مَرَّة فِي الْمَسَجِدِ يَجْلِسُ أَصْحَابُهُ يَتَنَاشَدُوْنَ الشِّعْرَ وَرُبَّمَا تَذَاكَرُوْا أَمْرَ الْجَاهِلِيَّة فَيَبْتَسِمُ النَّبِيُ صَلى الله عليه وسلم مَعَهُمْ} (وراه التر مذي فى الجامع, كتاب الأدب عن رسول الله, باب ما جاءفي إنشاد الشعر, (رواه الطبراني في الكبير,۲ / ۲۳۷) [1]                                                                                      
2.      Menjaga Kehormatan dan Fungsi Masjid
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: { يَأْتِيْ عَلَى النَّاسِ زَمَانُ يَتَحَلَّقُوْنَ فِى مَسَاجِدِ هِمْ وَلَيْسَ هِمَّتُهُمْ إِلاَّ الدُّنْيَا لَيْسَ الله فِيْهِمْ حَاجَةَ فَلاَ تُجَاِلسُ هُمْ }. (رواه الحاكم فى المستدرك, هذالا حديث صحيع الإسنادولم يخرجاه)

B.     Terjemah Hadits
1.      Memperluas Tema Kajian di Masjid
Dari sahabat Jabir bin Samurah beliau berkata “suatu ketika aku duduk bersama Nabi Muhammad SAW di dalam masjid lebih dari seratus kali dan bersamanya dengan para sahabatnya mereka telah melantunkan sebuah syair – syair dan terkadang para sahabat selalu mengingat permasalahan – permasalahannya kaum jahiliyah kemudian nabi tersenyum kecil bersama para sahabatnya.Hadits diriwayatkan dari Imam Thirmidzi.
                                                                         
2.      Menjaga Kehormatan dan Fungsi Masjid
Dari Anas bin Malik r.a berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Kan datang suatu zaman manusia duduk melingkar di masjid-masjid mereka dan tidak ada yang mereka inginkan kecuali dunia. Tidak ada Allah dalam keinginan. Maka janganlah kamu duduk bersama mereka”.
C.    Mufrodat
1.    Memperluas Tema Kajian di Masjid
Indonesia
Arab
Indonesia
Arab
Sya’ir
الشِّعْرَ
Suatu ketika aku duduk
جَالَسْتُ
Dan terkadang
وَرُبَّمَا
Lebih (banyak)
أَكْثَرَ
Para sahabat selalu mengingat
تَذَاكَرُوْا
Seratus kali
  ِمائَة مَرَّة

Permasalahan
أَمْرَ
Duduk
يَجْلِسُ
Kaum Jahiliyah
الْجَاهِلِيَّة
Beberapa sahabat
أَصْحَابُهُ
Maka tersenyum
فَيَبْتَسِمُ
Mereka telah melantunkan
يَتَنَاشَدُوْنَ

2.    Menjaga Kehormatan dan Fungsi Masjid
Indonesia
Arab
Indonesia
Arab
Yang mereka inginkan
هِمَّتُهُمْ
Akan datang
يَأْتِيْ
Kecuali dunia
إِلاَّ الدُّنْيَا
Kepada manusia
عَلَى النَّاسِ
Keinginan
حَاجَةَ
Suatu zaman
زَمَانُ
Maka jangan kamu duduk
فَلاَ تُجَاِلسُ
Duduk melingkar
يَتَحَلَّقُوْنَ


Dan tidak ada
وَلَيْسَ

D.    Biografi Perowi
1.      Imam At-Tirmizi
Imam al-Tirmizi memiliki nama lengkap Abu ‘Isa Muhammad ibn Saurah ibn Musa ibn al-Dahhak al_sulami al-Bugi al-Tirmizi. Namun beliau lebih popular dengan nama Abu ‘Isa. Dalam hal ini, penyebutan Abi Isa adalah untuk membedakan al-Tirmizi dengan ulama lain. Adapun nisbah yang melekat dalam nama al-Tirmizi, yakni al-Sulami, dibangsakan dengan bani Sulaim, dari kabilah Ailan. Sementara al-Bugi adalah nama tempat dimana al-Tirmizi wafat dan dimakamkan. Sedangkan kata al-Tirmizi, sebuah kota ditepi sungai Jihun di Khurasan, tempat al-Tirmizi dilahirkan. Tokoh besar al-Tirmizi lahir pada tahun 209 H dan wafat pada malam senin tanggal 13 Rajab tahun 279 H di desa Bug dekat kota Tirmiz dalam keadaan buta.
Al-Tirmizi banyak mencurahkan hidupnya untuk menghimpun dan meneliti hadits. Beliau melakukan perlawatan keberbagai penjuru negeri, antara lain: Hijaz, Hurasan, dan lain-lain. Diantara ulama yang menjadi gurunya adalah: Qutaibah bin Sa’id, Ishaq bin Rahawih, Muhammad bin Amru, Mahmud bin Gailan, Ismail bin Musa al- Farazi, Abu Mus’ab al-Zuhri, dan masih banyak lagi yang lainya. Adapun murid-muridnya adalah: Abu Bakar Ahmad bin Ismail al-Samarqandi, Abu Hamib Ahmad ibn Abdullah, Ibn Yusuf al-Nasafi, dan lain-lain.
Di antara karya al-Tirmizi yang paling monumental adalah kitab al-Jami’ al-Sahih atau Sunan al-Tirmizi, sementara kitab yang lain seperti: al-Zuhud dan al-Asma’wa al-Kuna kurang begitu dikenal dikalangan masyarakat umum.[2]
                              
2.      Imam  Malik
Imam Malik memiliki nama lengkap Abu Abdullah Malik ibn Anas ibn Malik ibn Abi Amir ibn Amr ibn al-Haris ibn Gaiman ibn Husail ibn Amr ibn al-Harits al-Asbahi al-Madani. Kunyah-nya Abu Abdullah, sedang laqab-nya al-Asbahi, al-Madani, al-Faqih, al-Imam Dar al-Hijrah, dan al-Humairi.
Imam Malik dilahirkan di kota Madina, dari sepasang suami istri Anas bin Malik dan Aliyah binti Suraik, bangsa ArabYaman. Ayah Imam Malik bukan Anas Bin Malik sahabat Nabi, tetapi seorang tabiin yang sangat minim informasinya.
Tentang tahun kelahiranya, terdapat perbedaan dikalangan para sejarahwan. Ada yang mengatakan 90H, 93H, 94H dan ada pula yang mengatakan 97H. Tetapi mayoritas sejarawan mengatakan beliau lahir pada tahun 93H pada masa kalifah Sulaiman bin Abdul Malik ibn Marwan dan meninggal tahun 179H.
Imam Malik menikah dengan seorang hamba yang melahirkan 3 anak laki-laki (Muhammad, Hammad, dan Yahya) dan seorang perempuan (Fatimah yang berjuluk Umm al-Mu’minin). Menurut Abu Umar, Fatimah termasuk diantara anak-anaknya yang dengan tekun dan mempelajari serta hafal dengan baik Kitab al-Muwaatta’. Diantara ulama yang menjadi gurunya adalah: Rabi’ah bin Abi Abdurrahman Furuh al-Madani, Ibnu Hurmus Abu Bakar bin Yazid, Ibnu Syihab al-Zuhri dan lain-lain. Adapun murid-muridnya adalah: Sufyan al-Sauri, al-Lais bin Sa’id, Hammad ibn Sa’id dan lain-lain
Di antara karya Imam Malik adalah: al-Muwatta’, Kitab ‘Aqdiyah, Kitab Nujum, Kitab Manasik, Ahkam al-Qur’an, Tafsir al-Qur’an, dan lain-lain. Namun, dari beberapa karya tersebut yang sampai kepada kita hanya dua yaitu: al-Muwatta’ dan al-Mudawwanah al-Kubra.[3]





E.     Keterangan Hadits
1.    Memperluas Tema Kajian di Masjid
Al-Tirmizi mengatakan, “Hadits ini Hasan Shahih” hadits ini menyatakan, bahwa para sahabat pernah memperkatakan syair di dalam masjid di hadapan Rasulluhah SAW sendiri.
Karena hadits-hadits yang berhubungan dengan urusan bersyair didalam masjid berlawanan, maka diantara mujahidin terjadi perbedaan pendapat. Ibnu Arabi mengatakan, “Tidak mengapa bersyair didalam Masjid, sekiranya syair-syair tersebut mengandung pujian kepada Allah.”[4]
Ibnu Katsir berkata, “Masjid adalah tempat yang paling disukai oleh Allah SWT di muka bumi ini. Itulah rumah-Nya, sebuah rumah untuk menyembah-Nya. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an, “Di Rumah-rumah-Nya, Allah SWT mengizinkan untuk dikumandangkan dan dilantunkan nama-nama-Nya. (Qs. An-Nur:24) ayat ini menjelaskan yakni sebuah perintah untuk mensucikannya dari kotoran, permainan serta perbuatan yang tidak layak untuk dilakukan di dalam masjid.[5]

2.    Menjaga Kehormatan dan Fungsi Masjid
Fungsi masjid dan eksistensi islam diantaranya:
a)      Masjid adalah tempat ibadah dan tempat untuk melaksanakan syiar-syiar agama.
b)      Masjid menjadi tempat belajar dan mengajar yang nyaman.
c)      Masjid menjadi benteng pertahanan kaum muslimin dalam kehidupan umat islam.
d)     Masjid memiliki peranan yang sangat penting didalam kehidupan umat islam. Hal tersebut disebabkan pondasi keagamaan mereka yang sangat kokoh.[6]
F.     Aspek Tarbawi
1.    Masjid merupakan tempat yang beribadah umat islam yang utama.
2.    Masjid sebagai sarana penyebaran agama islam yang utama.
3.    Sebagai generasi penerus muslim kita dituntut untuk menjaga dan merawat masjid.
4.    Menghormati syiar-syiar Allah dan tempat ibadahnya.
5.    Masjid dimanfaatkan sebagai tempat berkumpul untuk musyawarah, diskusi dan pertemuan lainya.












PENUTUP
Kesimpulan
            Sebagai generasi penerus islam sudah selayaknya kita untuk menjaga dan melestarikan masjid sebagai tempat utama dalam penyebaran agama islam. Berbagai hadits telah banyak mengajarkan kepada kita tentang fungsi dan kegunaan masjid. Masjid memiliki peranan yang sangat penting didalam kehidupan umat islam. Hal tersebut disebabkan pondasi keagamaan mereka yang sangat kokoh dalam ibadah. Masjid menjadi tempat belajar dan mengajar yang nyaman dan bukan untuk tempat bersendau gurau dan bermalas-malasan.















DAFTAR PUSTAKA
التر مذي فى الجامع, كتاب الأدب عن رسول الله, باب ما جاءفي إنشاد الشعر, (رواه الطبراني في الكبير,۲ / ۲۳۷)
Abdullah bin Abdurrahman, Al Bassam. 2006. Syarah Bulughul Maram, Cet. Ke-1. Jakarta: Pustaka Azam.
Ash-Shiddieqy, Muhammad Hasbi. 2011. Koleksi Hadits-Hadits Hukum. Semarang: PT. Pustaka Riski Putra.
Dosen Tafsir Hadits Fakultas Ushulluddin IAIN Sunan Kali Jaga Yogyakarta. 2009. Studi Kitab Hadits. Yogyakarta: Teras.



[1] التر مذي فى الجامع, كتاب الأدب عن رسول الله, باب ما جاءفي إنشاد الشعر, (رواه الطبراني في الكبير,۲ / ۲۳۷)Juz 8 h .142
[2] Dosen Tafsir Hadits Fakultas Ushulluddin IAIN Sunan Kali Jaga Yogyakarta, Studi Kitab Hadits, (Yogyakarta: Teras, 2009), h. 104-107.
[3] Ibid., h. 56.
[4] Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Koleksi Hadits-Hadits Hukum, (Semarang: PT. Pustaka Riski Putra, 2011), h. 528.
[5] Al Bassam, Abdullah bin Abdurrahman, Syarah Bulughul Maram, Cet. Ke-1 (Jakarta: Pustaka Azam, 2006), h. 102-103.
[6] Ibid., h.94.