INTUISI
HATI
MAKALAH
Disusun
guna memenuhi tugas:
Mata
Kuliah :
Hadis Tarbawi II
Dosen Pengampu :
Ghufron Dimyati, M.Pd
Oleh:
IRMA
SUSANTI
2021
111 218
Kelas F
TARBIYAH/PAI
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
PEKALONGAN
2012
PENDAHULUAN
Intuisi hati adalah fungsi dasar hati untuk selalu berkata jujur dan
pembimbing seluruh anggota tubuh untuk bertindak dalam kebenaran. Karena hati
merupakan pembimbing, maka tak heran jika hati merupakan unsur terpenting yang
dimiliki oleh manusia baik dalam aspek jasmaniyah maupun dalam aspek rohaniah,
yang bertindak sebagai pembeda antara hal yang baik dan hal yang buruk. Sesuai
fitrahnya tersebut, seluruh manusia memiliki hati dengan fungsi yang sama,
hanya saja diperlukan iman dan ketaqwaan untuk mematuhinya. Sebagian besar
manusia sering mengingkari kata hati
atau intuisi hati tersebut karena berbagai alasan keduniawian yang pada
akhirnya justru menjerumuskan manusia tersebut ke dalam kemungkaran dan dosa. Oleh sebab itu, sudah sepatutnya kita harus lebih
bisa berhati-hati dalam ekspresi pengungkapan isi hati yang seyogyanya bisa
dilakukan secara bijaksana sesuai dengan kadar kemampuan diri.
Dari sini kami mencoba mengungkapkan beberapa hadis yang berkaitan
dengan intuisi hati, yang banyak mengandung nilai-nilai tarbawi dan sangat
bermanfaat untuk kita pelajari.
A.
Hadits 22 :
Intuisi Hati
عَنِ
النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ يَقُوْلُ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّي اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّم يَقُوْلُ : اَلْحَلَالَ بَيْن وَالْحَرَامَ بَيْنَ
وَبَيْنَهُمَا مُشَبَهَاتٌ لَايَعْلَمُهَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَي
الْمُشَبَّهَاتِ اسْتَبْرَاَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ
كَرَاعٍ يَرْعَي حَوْلَ الْحِمَي يُوْشِكُ اَنْ يُوَاقِعَهُ اَلَا وَاِنَّ لِكُلِّ
مَلِكٍ حِمَي اَلَا اِنَّ حِمَي اللهِ فِي اَرْضِهِ مَحَارِمُهُ اَلَا وَاِنَّ فِي
الْجَسَدِ مُضْغَتً اِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَاِذَا فَسضَدَتْ فَسَدَ
الْجَسَدُ كُذلُّهُ أَلآ وَهِيَ الْقَلْبُ : (رواه البخاري في الصحيح, كتاب الإيمان
, باب فضل من استحب الدين)
1.
Tarjamah
Nu’man bin
Basyir bercerita bahwa dia pernah mendengar Rasulullah saw bersabda,“Perkara
yang halal telah jelas dan yang diragukan yang tidak diketahui hukumnya
oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang
menjauhi perkara-perkara yang diragukan itu berarti dia memelihara agama dan
kesopanannya. Barangsiapa mengerjakan perkara yang diragukan, sama saja dengan
penggembala yang menggembalakan ternaknya di pinggir jurang, dikhawatirkan dia
terjatuh ke dalamnya. Ketahuilah, semua raja mempunyai larangan dan ketahuilah
pula larangan Allah swt adalah segala yang di haharamkan-Nya. Ketahuilah dalam
tubuh itu semuanya. Apabila daging itu rusak, maka binasalah tubuh itu
seluruhnya. Ketahuilah, daging tersebut ialah hati.
2.
Mufrodat
Samar
|
مُشَبَهَاتٌ
|
Menjaga
|
اسْتَبْرَاَ
|
Kehormatannya
|
وَعِرْضِه
|
Jatuh
|
وَقَعَ
|
Penggembala
|
كَرَاعٍ
|
Jurang
|
يُوَاقِعَهُ
|
Larangan
|
حِمَي
|
Hati
|
الْقَلْبُ
|
3.
Biografi Rawi
a.
Imam Bukhori
Nama
lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Al-Mughirah bin
Bardizbah Al Bukhari Al Ju’fi. Akan tetapi beliau lebih terkenal dengan sebutan
Imam Bukhari, karena beliau lahir di kota Bukhara, Turkistan.[1]
Ayahnya meniggal dunia tatkala beliau masih kanak-kanak dan beliau diasuh oleh
ibunya. Ia mulai memperoleh ilmu mengenai hadis Nabi ketika berusia 10 tahun.
Ia melawat ke Mekkah pada usia 16 tahun ditemani ibu dan kakaknya. Tampak ia
mencintai Mekkah dan kaum agama terpelajar. Setelah mengucapkan selamat jalan
kepada ibu dan kakaknya, ia pun menetap di Mekkah. Dua tahun ia berada di
Mekkah dan kemudian hijrah ke Madinah. Usai menghabiskan waktu 6 tahun di
Al-Hijaz yang berada diantara Mekkah dan Madinah, ia menuju Basrah, Kuffah, dan
Baghdad dan mengunjungi banyak tempat termasuk Mesir dan Syiria. Ia kerap
berkunjung ke Baghdad. Iapun bertemu dengan banyak kaum terpelajar muslim,
termasuk Imam Ahmad bin Hanbal.
Sewaktu
kecil Al Imam Al Bukhari buta kedua matanya. Pada suatu malam ibu beliau
bermimpi melihat Nabi Ibrahim ‘Alaihissalaam yang mengatakan, “Hai Fulanah
(yang beliau maksud adalah ibu Al Imam Al Bukhari, sesungguhnya Allah telah
mengembalikan penglihatan kedua mata putramu karena seringnya engkau berdoa”.
Ternyata pada pagi harinya sang ibu menyaksikan bahwa Allah telah mengembalikan
penglihatan kedua mata putranya.
Guru-guru
beliau banyak sekali jumlahnya. Di antara mereka yang sangat terkenal adalah
Abu ‘Ashim An-Nabiil, Al Anshari, Makki bin Ibrahim, Ubaidaillah bin Musa, Abu
Al Mughirah, ‘Abdan bin ‘Utsman, ‘Ali bin Al Hasan bin Syaqiq, Shadaqah bin Al
Fadhl, Abdurrahman bin Hammad Asy-Syu’aisi, Muhammad bin ‘Ar’arah, Hajjaj bin
Minhaal, Badal bin Al Muhabbir, Abdullah bin Raja’, Khalid bin Makhlad, Thalq
bin Ghannaam, Abdurrahman Al Muqri’, Khallad bin Yahya, Abdul ‘Azizi Al Uwaisi,
Abu Al Yaman, ‘Ali bin Al Madini, Ishaq bin Rahawaih, Nu’aim bin Hammad, Al
Imam Ahmad bin Hanbal, dan sederet imam dan ulama ahlul hadits lainnya.
Murid-murid
beliau tak terhitung jumlahnya. Di antara mereka yang paling terkenal adalah Al
Imam Muslim bin Al Hajjaj An Naisaburi, penyusun kitab Shahih Muslim. Al Imam
Al Bukhari sangat terkenal kecerdasannya dan kekuatan hafalannya. Beliau pernah
berkata, “Saya hafal seratus ribu hadits shahih, dan saya juga hafal dua ratus
ribu hadits yang tidak shahih”. Pada kesempatan yang lain belau berkata,
“Setiap hadits yang saya hafal, pasti dapat saya sebutkan sanad (rangkaian
perawi-perawi)-nya”.
Beliau
juga pernah ditanya oleh Muhamad bin Abu Hatim Al Warraaq, “Apakah engkau hafal
sanad dan matan setiap hadits yang engkau masukkan ke dalam kitab yang engkau
susun (maksudnya : kitab Shahih Bukhari, beliau menjawab, ”Semua hadits yang
saya masukkan ke dalam kitab yang saya susun itu sedikit pun tidak ada yang
samar bagi saya”.
Anugerah
Allah kepada Al Imam Al Bukhari berupa reputasi di bidang hadits telah mencapai
puncaknya. Tidak mengherankan jika para ulama dan para imam yang hidup sezaman
dengannya memberikan pujian (rekomendasi) terhadap beliau. Berikut ini adalah
sederet pujian (rekomendasi) termaksud:
Muhammad
bin Abi Hatim berkata, “Saya mendengar Ibrahim bin Khalid Al Marwazi berkata,
“Saya melihat Abu Ammar Al Husein bin Harits memuji Abu Abdillah Al Bukhari,
lalu beliau berkata, “Saya tidak pernah melihat orang seperti dia. Seolah-olah
dia diciptakan oleh Allah hanya untuk hadits”.[2]
Abu
Bakar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah berkata, “Saya tidak pernah meliahat di
kolong langit seseorang yang lebih mengetahui dan lebih kuat hafalannya tentang
hadits Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam dari pada Muhammad bin Ismail (Al
Bukhari).”Muhammad bin Abi Hatim berkata, “ Saya mendengar Abu Abdillah (Al
Imam Al Bukhari) berkata, “Para sahabat ‘Amr bin ‘Ali
Al Fallaas pernah meminta penjelasan kepada saya tentang status (kedudukan)
sebuah hadits. Saya katakan kepada mereka, “Saya tidak mengetahui status
(kedudukan) hadits tersebut”. Mereka jadi gembira dengan sebab mendengar
ucapanku, dan mereka segera bergerak menuju ‘Amr. Lalu mereka menceriterakan
peristiwa itu kepada ‘Amr. ‘Amr berkata kepada mereka, “Hadits yang status (kedudukannya)
tidak diketahui oleh Muhammad bin Ismail bukanlah hadits”.
Al Imam Al Bukhari mempunyai karya besar di
bidang hadits yaitu kitab beliau yang diberi judul Al Jami’ atau disebut juga
Ash-Shahih atau Shahih Al Bukhari. Para ulama menilai bahwa kitab Shahih Al
Bukhari ini merupakan kitab yang paling shahih setelah kitab suci Al-qur’an.
Hubungannya dengan kitab tersebut, ada seorang
ulama besar ahli fikih, yaitu Abu Zaid Al Marwazi menuturkan, “Suatu ketika
saya tertidur pada sebuah tempat (dekat Ka’bah –ed) di antara Rukun Yamani dan
Maqam Ibrahim. Di dalam tidur saya bermimpi melihat Nabi Shallallaahu ‘Alaihi
Wasallam. Beliau berkata kepada saya, “Hai Abu Zaid, sampai kapan engaku
mempelajari kitab Asy-Syafi’i, sementara engkau tidak mempelajari kitabku? Saya
berkata, “Wahai Baginda Rasulullah, kitab apa yang Baginda maksud?” Rasulullah
menjawab, “ Kitab Jami’ karya Muhammad bin Ismail”. Karya Al Imam Al Bukhari
yang lain yang terkenal adalah kita At-Tarikh yang berisi tentang hal-ihwal
para sahabat dan tabi’in serta ucapan-ucapan (pendapat-pendapat) mereka. Di
bidang akhlak belau menyusun kitab Al Adab Al Mufrad. Dan di bidang akidah beliau
menyusun kitab Khalqu Af’aal Al Ibaad.
Ketaqwaan dan keshalihan Al Imam Al Bukhari
merupakan sisi lain yang tak pantas dilupakan. Berikut ini diketengahkan
beberapa pernyataan para ulama tentang ketakwaan dan keshalihan beliau agar
dapat dijadikan teladan. Abu Bakar bin Munir berkata, “Saya mendengar Abu
Abdillah Al Bukhari berkata, “Saya berharap bahwa ketika saya berjumpa Allah,
saya tidak dihisab dalam keadaan menanggung dosa ghibah (menggunjing orang
lain).” Abdullah bin Sa’id bin Ja’far berkata, “Saya mendengar para ulama di
Bashrah mengatakan, “Tidak pernah kami jumpai di dunia ini orang seperti
Muhammad bin Ismail dalam hal ma’rifah. Sulaim berkata, “Saya tidak pernah
melihat dengan mata kepala saya sendiri semenjak enam puluh tahun orang yang
lebih dalam pemahamannya tentang ajaran Islam, leblih wara’ (takwa), dan lebih
zuhud terhadap dunia daripada Muhammad bin Ismail.”
Al Firabri berkata, “Saya bermimpi melihat Nabi
Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam di dalam tidur saya”. Beliau Shallallaahu ‘Alaihi
Wasallam bertanya kepada saya, “Engkau hendak menuju ke mana?” Saya menjawab,
“Hendak menuju ke tempat Muhammad bin Ismail Al Bukhari”. Beliau Shallallaahu
‘Alaihi Wasallam berkata, “Sampaikan salamku kepadanya!”, Al Imam Al Bukhari
wafat pada malam Idul Fithri tahun 256 H. ketika beliau mencapai usia enam
puluh dua tahun. Jenazah beliau dikuburkan di Khartank, nama sebuah desa di
Samarkand. Semoga Allah Ta’ala mencurahkan rahmat-Nya kepada Al Imam Al Bukhari.
b.
Nu’man bin
Basyir
Hidup pada
tahun 1-64 H. Beliau adalah Sahabat Nabi yang lahirnya di Madinah setelah Nabi
hijrah berjalan 4 bulan. Jadi ini Sahabat Anshor yang pertama kali setelah
hijrah. Kemudian berdomisili di Syam da wafatnya terbunuh di Desa Himash di
negara Syam pada bulan Dzul Hijjah 64 H.menurut Ibnu Abi Khoitsamah wafatnya
pada tahun 60 H. Beliau di dalam meriwayatkan hadits-hadits Nabi semua
berjumlah 114 buah hadits, yang antara hadits Bukhori dan Muslim ada 5, yang di
Bukhori saja hanya 1, yang di Muslim saja ada 4 hadits. Adapun ayahnya yang
bernama Basyir ini mati syahid bersama Jenderal Kholid bin Walid pada tahun 12
H. setelah perang Yamamah. Beliau adalah Sahabat Anshor yang pertama kali
berbai’at dengan kholifah Abu Bakar as Shiddiq Ra. dan ikut ‘aqobah tsaniyah.
Ikut perang Badar, Uhud dan semua perang yang diikuti beliau Nabi Saw.[3]
4.
Keterangan Hadits
Hadis ini
disepakati atas kedudukanya yang agung dan faedahnya yang banyak. Hadis ini
merupakan hadis yang merangkum ajaran-ajaran Islam. “Abu Dawud berkata: hadis
ini merangkum seperempat ajaran Islam. Barang siapa yang merenungkannya dia
akan mendapatkan semua kandungan yang disebutkan diatas karena hadis ini
mencakup penjelasan tentang halal, haram, dan syubhat, apa yang maslahat dan
yang akan merusak hati. Semua ini menuntut untuk mengetahui hukum-hukum
syariat, pokok-pokok dan cabang-cabangnya. Hadis ini juga merupakan dasar bagi
sikap wara’yaitu dengan meninggalkan yang syubhat (samar).
Dalam Hadis
ini, yang halal sudah jelas dan yang haram sudah jelas dan diantara keduannya
terdapat perkara-perkara yang sybhat (samar). Imam An-Nawawi berkata” Artinya
bahwa perkara itu ada tiga: yang jelas-jelas halal, dan tidak tersembunyi
keadaannya. seperti memakan roti, berbicara, berjalan, dan sebagainya. kedua,
yang jelas-jelas haram seperti khamr, zina, dan lain-lain. Adapun yang subhat
artinya tidak jelas halal atau haramnya. Oleh karena itu, kebanyakan manusia
tidak mengetahuinya. Adapun para ulama mengetahui hukumnya berdasarkan nash
atau qiyas (analogi). Apabila ada keraguan antara halal dan haram dan tidak ada
nash dan ijma’, maka seorang mujtahid berijtihad dalam masalah itu, lalu
mengkategorikan masalah itu kepada salah satu hukum (halal atau haram)
berdasarkan dalil syar’i.
Meninggalkan syubhat adalah wujud sikap wara’. Sikap ini
direalisasikan dengan tidak bermuamalah bersama orang yang hartanya mengandung
syubhat, atau bercampur dengan riba, atau terlalu banyak mengandung unsur-unsur
mubah sehingga meninggalkan yang lebih utama. Adapun jika sampai kepada derajad
was-was dengan mengharamkan sesuatu yang belum jelas, maka hal itu tidak
termasuk syubhat yang harus ditinggalkan.
Perkara syubhat itu bermacam-macam, Ibnu al-Mundzir membaginya
kepada tiga bagin, yaitu: sesuatu yang diketahui oleh orang-orang sebagai
barang haram, kemudian diragukan apakah ia masih tetap haram atau sudah menjadi
halal, maka tidak boleh segera menganggapnya halal kecuali jika sudah diyakini.
Selanjutnya kebalikannya yaitu perkara yang halal kemudian ada keraguan bahwa
ia menjadi haram. Dan yang terakhir sesuatu yang kehalalan dan keharamannya
diragukan dengan tingkatan yang sama dan yang lebih utama adalah
meninggalkannya.
Ucapan
para salafus saleh tentang meningggalkan syubhat. Abu Darda berkata”
kesempurnaan takwa adalah seorang hamba takut kepada Allah, sehingga dia takut
kepada benda kecil sekecil apapun. Ketika dia meninggalkan sesuatu yang
dipandang halal karena khawatir akan menjerumuskan kepada yang haram sehingga
dia terhindar dari yang haram.
Setiap
raja memiliki daerah larangan dan daerah larangan Allah di bumi ini adalah
perkara-perkara yang diharamkan. Tujuan penyebutan contoh seperti ini adalah
untuk lebih menjelaskan sesuatu yang tidak terlihat dengan sesuatu yang abstrak
dengan sesuatu yang konkret. Allah memiliki wilayah-wilayah larangan di atas
bumi-Nya, yaitu perbuatan-perbuatan maksiat dan hal-hal yang diharamkan. Barang
siapa yang mendekatinya dengan menerjuni hal-hal yang syubhat, maka dia hampir
terjerumus ke dalalm yang diharamkan.
Selamatnya
hati, selamatnya jasad tergantung pada selamatnya hati karena hati (jantung)
merupakan organ terpenting di dalam tubuh.[4]
5.
Aspek Tarbawi
Kaitan hadits tersebut di atas dengan tema
intuisi hati adalah sebagai berikut:
a.
Bahwasanya yang
dapat memilah dan memilih apakah suatu hal meragukan atau tidak adalah hati,
maka sangatlah penting bagi setiap muslim untuk mendengarkan kata hatinya
(intuisi hati), bila hatinya meragukan hukum dari suatu hal maka lebih baik dia
menghindari atau tidak melakukannya. Keragu-raguan tersebut dapat ditimbulkan
oleh adanya dua hal : ketidaktahuan seseorang akan hukum suatu hal dan belum
ditentukannya hukum akan hal tersebut.
b.
Dalam hadits
tersebut di atas dikemukakan bahwa bila hati seseorang baik maka akan baik pula
seluruh tubuhnya, maksud dari potongan hadits tersebut adalah pada fitrahnya
hati semua manusia itu baik dan hanya mengajak ke hal-hal yang baik, namun
demikian, pada sebagian besar manusia hatinya tidak terlatih utuk menyuarakan
kebenaran lebih keras dan kemudian menegakkan niat yang terimplementasi ke
dalam perbuatan. Hasilnya apa yang dilakukan oleh orang-orang tersebut adalah
pengingkaran terhadap hati dan cenderung merupakan perbuatan-perbuatan yanng
diharamkan atau yang diragukan kehalalannya. Jika hal ini terus menerus
dilakukan dan menjadi sebuah kebiasaan serta tidak adanya usuha-usaha perbaikan
maka jadilah apa yang disebut dalam hadits sebagai hati yang rusak atau yang
tidak baik dan membawa kerusakan atau keburukan ke dalam semua perbuatan
manusia itu sendiri.
B.
Materi Hadis 23
عَنْ أَنَسِ بنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: (مَنْ عَمِلَ بِمَا يَعْلَمْ وَرثَهُ الله عِلْمَ
مَالَمْ يَعْلَمْ ) (رواه أبو نعيم الأصفهاني فى حلية الأولياء(
1.
Tarjamah
“Dari Anas bin Malik sesungguhnya Nabi SAW
bersabda: Siapa yang mengamalkan apa yang ia ketahui,maka Allah akan memberikan
ilmu sesuatu yang ia belum ketahui”. (HR. Abu Na’im al-Ashfihan dalam kitab
Khilyatul Ashfiya’: 10/15)
2.
Mufrodat
Barang siapa
Mengamalkan
Yang diketahui
Mewariskan
|
مَنْ
عَمِلَ
يَعْلَمْ
رثَهُ
|
3.
Biografi Rawi
|
a.
Anas bin Malik
Anas bin malik ialah Abu Tsumamah Anas bin
Malikibn Nadler ibn Dlamdlam Al Najjary Al Anshary. Seorang sahabat yang tetap
selalu meladeni Rasulullah selama 10 tahun.
Anas dilahirkan di Madinah pada tahun 10 H atau
612 Masehi. Setelah Rasul tiba di Madinah, ibunya menyerahkan Anas kepada Rasul
untuk menjadi khadam Rasul. Setelah Rasul wafat, Anas pindah ke Basrah sampai
akhir hayatnya.
Beliau meriwayatkan sejumlah 2276 atau 2236
hadis. Sejumlah 166 hadis disepakati oleh Bukhari Muslim, 93 diantaranya
diriwayatkan oleh Bukhari sendiri dan 70 diriwayatkan oleh muslim sendiri. Anas
menerima hadis dari Nabi sendiri dan dari banyak sahabat.
b.
Ibnu Abbas
Ibnu Abbas
mempunyai nama lengkap Abdullah bin Abbas bin Abdil Muthalib Al-Hasyimi, Abu Al
Abbas yang merupakan anak paman Rasulullah SAW dilahirkan di Makkah 3 tahun
sebelum hijrah, yaitu di lembah saat Rasulullah beserta kaum muslimin dikepung
oleh musyrikin Quraisy. Nabi berdoa kepadanya, “Ya Allah pahamkanlah dia dalam
agama dan ajarkanlah takwil”. Umar bin Khatab mendudukannya dalam majlisnyaزdan mengambil manfaat dari ilmunya yang
melimpah serta akalnya yang cerdas. Dia meninggal di Thalif tahun 71 H dan
dikuburkan disana.[5]
4.
Keterangan
Hadits
Hadits tersebut menjelaskan bahwa ilmu
pengetahuan pada diri manusia tidak akan berkurang atau hilang dengan
mengajarkannya pada orang lain, tapi justru akan bertambah. Allah akan
mewariskan ilmu yang belum ia ketahui, maknanya ialah bahwa Allah Ta’ala akan
menambahkan keimanan dan menerangi bashirahnya serta akan membukakan untuknya
berbagai cabang ilmu. Oleh karena itu Anda mendapatkan seorang alim yang
beramal akan bertambah ilmunya dan Allah akan memberkahi waktu dan ilmunya.
Dalilnya dalam Al-Qur’an, firman Allah : “Dan orang-orang yang mendapat
petunjuk Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan kepada mereka
(balasan) ketaqwaannya. “[6]
5.
Aspek
Tarbawi
a.
Setiap muslim
yang telah memiliki ilmu akan suatu hal (yang tidak bertentangan dengan agama)
wajib mengamalkannya dalam bentuk perbuatan dan mengajarkanya pada orang lain
a.
Tidak
diperkenankan bagi muslim untuk menyembunyikan ilmunya, tapi juga tidak diperkenankan
untuk pamer dengan tujuan membanggakan
diri dan merendahkan orang lain.
PENUTUP
Dari pemaparan
di atas dapat diketahui pentingnya hati dalam kehidupan manusia dan pentingnya
mendengarkan intuisi hati serta mengikutinya termasuk intuisi hati untuk
berbagi ilmu pengetahuan dengan sesama, karena dengan cara berbagi tersebutlah
ilmu pada diri manusia tidak berkurang atau habis tapi justru bertambah. Untuk
mencapai pertambahan ilmu tersebut hal lain yang juga penting untuk dilakukan adalah
mengamalkan ,melakukan atau mewujudkan ilmu tersebut dalam wujud perbuatan yang
membawa kemaslahatan bagi diri sendiri dan umat.
DAFTAR PUSTAKA
al Asqani,Ibnu
Hajar.2008.Fathul Baari syarah Shahih al Bukhari.Jakarta: Pustaka Azzam
Dieb
Al-Bugha,Musthofa dkk.2008.Al Wafi syarah Hadits Arbai’in Iman Nawawi.Jakarta
: Pustaka Al-Kautsar
Muhammad Hasbi Ash Shiediqi,Teungku.1999.Sejarah dan Pengantar
IlmuHadis.Semarang:Pustaka Rizki Putra
Djunaedi Soffandi,Wawan.2003.Syarah Hadis Qudsi.Jakarta:Pustaka
Azzam
Imam Al-Bukhari,Shahih Bukhary jilid I.Surabaya:Al-Asriyah
[2]Muhammad Hasbi Ash Shiediqi,Teungku..Sejarah dan Pengantar IlmuHadis.(Semarang:Pustaka
Rizki Putra1999) hlm 18
[3] Wawan Djunaedi Soffandi.Syarah Hadis Qudsi.(Jakarta:Pustaka
Azzam,2007), hlm 18-19
[4] Imam
sulaiman.Al-Wafi’,(Jakarta:Pustaka al-Kautsar.2008) hlm36-41
[5]Musthofa Dieb
Al-Bugha dan Syaik Muhyiddin Mistu, Al Wafi syarah Hadits Arbai’in Iman
Nawai,(Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2008), hal 470