Laman

new post

zzz

Sabtu, 22 Oktober 2011


Penulis       :  Nur Khalimin
NIM             :  2021 111 320

KAMPUS DAN MAHASISWA
RAHMATAN LIL ALAMIN


Dahulu, membahas tentang kuliah mungkin banyak yang sama, tak lebih dari 60% POSITIF kuliah …tapi alhamdulillah, di Pekalongan utara terdapat Sekolah Tinggi Agama Islam Negri ‘ STAIN ‘ Pekalongan yang  mana mampu menampung kurang lebihnya delapan ratus mahasiswa , berstatus Negri dibangun beberapa gedung baru untuk jurusan Tarbiyah .
Disamping itu, yang cukup melegakan biayanya dapat dijangkau oleh kaum menengah kebawah ,memang terkenal satu-satunya PERTI Negri pencetak tenaga didik dan sebagainya dibidang Agama Islam di Pekalongan dengan dosen-dosen bertitel S2 serta disediakan berbagai macam UKM dan fasilitas yang mendukung perkuliahan, peyaluran hobi dan bakat, kreativitas, informasi, komunikasi serta hiburan religius diharapkan mampu mengoptimalkan  potensi Mahasiswa dan perkuliahannya .

MahaSiswa Rahmatan Lil Alamin
Dengan bermottokan Rahmatan Lil Alamin , merupakan suatu kebanggaan STAIN, yakni Rahmat untuk alam semesta. Dimana yang tercantum didalamnya yakni antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam .
Tentunya ,dengan kehadiran STAIN itu sendiri di pesisir Pekalongan ini dapat mamberi manfaat bagi alam sekitarnya, baik alam fisik maupuin sosialnya .
Rahmat untuk alam semesta, sangat besar diharapkan dapat menjadi acuan semangat mahasiswa, terutama yang tergolong junior dalam perkuliahan, dimana ia mesti dilatih dan berfikir kritis bagaimana, apa, siapa, kapan dan dimana ia berpijak sebagai ‘’Khalifah’’ yang pada keharusannya ia belajar dan kelak berkarya tak hanya sebatas untuk kesuksesan hidupnya semata, namun tetapi berhasil dunia akhirat, yakni hidup di dunia bermanfaat untuk dirinya, orang lain, lingkungan dalam konteks Islami dan berhasil untuk hal akhirati dari amalan-amalannya di dunia . Yang selanjutnya terciptalah generasi terpelajar muslimin muslimat yang tak sekedar menyandang status KTP melainkan Jati Diri demi menciptakan peri kehiduan Rahmatan Lil Alamin antara manusia dengan Allah SWT, manusia dengan manusia, manusia dengan alam yang mencerminkan Mahasiswa Muslim Rahmatan Lil Alamin .

Kampus Rahmatan Lil Alamin
Disamping segi social Mahasiswa diatas, untuk menjawab pertanyaan masyarakat luar apakah STAIN sudah berhasil dalam pencetakan Pendidik Islam yang saat ini merupakan kebutuhan pokok Bangsa Indonesia dalam menghadapi segala kemungkinan adanya Globalisasi yang tak mungkin terelakkan ?  Disamping pertanyaan mengenai fakta di masyarakat dan mahasiswa, yang menyinggung tentang letak geografis STAIN itu sendiri yang dapat dibilang sangat dekat dengan pantai dan TPI Pekalongan, yang mana bila pada tiap pagi hari tercium menyengat bau garam dan ikan yang dibawa oleh pedagang yang cukup membuat mual. Lebih ditekankan lagi mengenai jarak dengan pantai yang dekat, tidak harus menunggu hujanpun kampus sudah tergenang. Tentunya ini dapat mengurangi poin dari Rahmatan Lil Alamin tersebut, terutama pada musim penghujan kita dapat menyebutnya “ kampus terapung”  meskipun area didalam kampus sudah ditinggikan permukaan tanahnya masih dirasa kalah jauh dengan kandasnya jalan Kusuma bangsa yang meruakan satu-satunya akses menuju ke Kampus  Rahmatan Lil Alamin .
Mengenai hubungan sossial kaitannya antara MahaSiswa dengan Masyarakat sekitar gedung Tarbiyah yang baru memang dirasakan perlu adanya rekondisi pada diri MahaSiswa itu sendiri berdasarkan kenyataan di lapangan dengan terdapatnya polisi tidur yang cukup banyak di gang sekitar gedung baru merupakan bentuk ketidaknyamanan Warga sekitar disebabkan lalu lalang kendaraan Mahasiswa berstempel Rahmatan Lil Alamin namun secara empiris belum dijiwai dengan praktik di Masyarakat, maka dari itu kita segeralah menyadari bahwa kita memerlukan kesadaran bersama dalam perwujudan Rahmatan Lil Alamin tanpa saling membanding-bandingkan, saling menghujat, menyalahkan, mengeluh apalagi putus asa tetapi kita sadarkan pada kerja keras dan do’a, menerima keadaan, mensyukuri, serta mau menimba ilmu dari hikmah-hikmah yang telah diberikanNya adalah jalan menuju Rahmatan Lil Alamin …amiin
Sekian sekiranya dapat bermanfaat


Wassalamualaikum Wr. Wb.

STAIN Pekalongan mencerdaskan anak negeri


Penulis                     : Lisanto
NIM                           : 2021 111 317


3 In 1 (STAIN, Dosen, & Mahasiswa)

 
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Pekalongan, status negeri inilah yang membuat kita tertarik untuk kuliah di sini. Kenapa?
Karena masyarakat Indonesia berpendapat kalau kampus yang berstatus negeri berarti sudah memenuhi syarat kampus berkualitas dengan sarana & prasarana serta pengajar yang kompeten di bidangnya. Kebanggaan kita sebagai mahasiswa stain pekalongan, biarpun tidak sepouler Universitas atau IAIN di luar kota, namun STAIN Pekalongnn menjawab solusi bagii kita untuk mengejar cita-cita.
            Yang jadi pertanyaan adalah, benarkah STAIN Pekalongan sudah sepenuhnya menjawab tantangan masyarakat untuk mencetak para mahasiswa yang berkualitas?
Pada dasarnya yang mempengaruhi kualitas mahasiswa ada 2 faktor, yakni factor kampus dan factor mahasiswa.
1. Faktor Kampus (STAIN Pekalongan)
            Sudah tidak diragukan lagi STAIN merupakan kampus yang popular untuk masyarakat pekalongan dan sekitarnya. Dari segi biaya kuliah bisa dijangkau semua kalangan, sangat membantu mahasiswa kurang mampu yang ingin melanjutkan kuliah. Apalagi disediakan beasiswa dan UKM untuk menunjang keaktifan mahasiswa.
            Namun semua fakta positif itu terkadang pudar seiring banyaknya hambatan. Letak kampus yang berdekatan dengan pantai terkadang mengganggu kegiatan perkuliahan, ataupun factor-faktor teknis yang lain.
            Kualitas dari pengajar/dosen juga ikut berperan dalam membangun kualitas mahasiswa. Tapi itu juga harus senantiasa diimbangi oleh peran aktif mahasiswa itu sendiri.

2. Faktor Mahasiswa
            Menjadi mahasiswa gampang gampang susah. Berbeda dengan masa SMA, mahasiswa dituntut lebih kritis berpendapat dan aktif dalam setiap kegiatan. Sayangnya tidak semua mahasiswa bisa bersikap demikian.

            STAIN Pekalongan, Dosen/pengajar, & mahasiswa biasa diibaratkan sebagai roda pendidikan yang saling terkait dan saling mempengaruhi, atau bisa kita sebut 3 In 1. Kualitas dari 3 komponen itu bisa menentukan keberhasilan membentuk kampus STAIN Pekalongan dalam mencerdaskan anak negeri, membentuk mahasiswa yang berdaya guna untuk keluarga, sesama, agama, bangsa dan negara. Mari kita sebagai mahasiswa saling bekerja sama dengan Dosen/Pengajar dalam mengarungi hambatan dalam roda pendidikan demi terciptanya STAIN Pekalongan yang Rahmatan lilalamin,……… Amin.
Satu kalimat terakhir, AYO SEMANGAT!!!!!!

 

Jumat, 21 Oktober 2011

Psikologi Agama (5) Kelas B


MAKALAH
CIRI-CIRI PERILAKU PENGANUT AGAMA
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Psikologi Agama 
Dosen Pengampu : M. Ghufron Dimyati, M.S.I




Disusun Oleh :
1.    Ati’ Nafilah (2022110046)
2.    Abdul Ghoni(2022110047)
3.   Satria Nyala Sena(2022110048)

Kelas B 

JURUSAN TARBIYAH (PBA)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2011





PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Usia anak-anak adalah masa dimana segala sesuatu dengan mudah dibentuk dan akan asangan menentukan bagaimana selanjutnya dimasa yang akan datang. Hal itulah yang mendasari betapa pentingnya penalaran dan penelitian dilakukan sehingga kita tidak akan melakukan kesalahan-kesalahan fatal dalam membentuk karakter anak yang tentunya akan menjadi penerus kita.
            Dapat dikatakan bahwa sikap atau kepribadian seseprang ditentukan oleh pendidikan, pengalama, dan latihan-latihan yang dilalui pada masa anak-anak

B.     Permasalahan
1.      Identifikasi timbulnya kesadaran beragama pada anak-anak
2.      Identifikasi kematangan kesadaran beragama pada remaja
3.      Identifikasi kematangan kesadaran beragama bagi orang dewasa

C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui identifikasi timbulnya kesadaran beragama pada anak-anak
2.    Untuk mengetahui identifikasi kematangan kesadaran beragama pada remaja
3.      Untuk mengetahui Identifikasi kematangan kesadaran beragama bagi orang dewasa


PEMBAHASAN

1.         Timbulnya Kesadaran Beragama pada Anak
Menurut para ahli, anak dilahirkan bukanlah sebagai makhluk yang religius, anak yang dilahirkan lebih mirip binatang. Adapula yang berpendapat sebaliknya, bahwa anak sejak dilahirkan telah membawa fitrah keagamaan. Fitrah itu baru berfungsi di kemudian hari melalui proses bimbingan dan latihan[1]. Ada beberapa teori mengenai pertumbuhan agama pada anak, antara lain:
ü  Rasa ketergantungan (sense of depend)
Thomas melalui teori  four wishes mengatakan bahwa manusia dilahirkan di dunia ini memiliki empat keinginan yaitu: keinginan untuk perlindungan (security), keinginan akan pengalaman baru (new experience), keinginan untuk mendapatkan tanggapan (response), dan keinginan untuk dikenal (recognation). Berdasarkan kenyataan dan kerja sama dari keempat keinginan itu, maka sejak bayi dilahirkan hidup dalam ketergantungan, melalui pengalaman-pengalaman yang diterimanya dai lingkungan itu kemudian terbentuklah rasa keagamaan pada diri anak.
ü  Insting keagamaan
Menurut Woodworth, bayi  yang dilahirkan sudah memiliki beberapa insting di antaranya insting keagamaan.[2]

v  Perkembangan Agama pada Anak-anak
Sejalan dengan kecerdasannya, perkembangan jiwa beragama pada anak dapat dibagi menjadi tiga bagian:
·      The Fairly Tale Stage (Tingkat Dongeng)
Pada tahap ini anak yang berumur 3 – 6 tahun, konsep mengeanai Tuhan banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi, sehingga dalam menanggapi agama anak masih menggunakan konsep fantastis yang diliputi oleh dongeng- dongeng yang kurang masuk akal. Cerita akan Nabi akan dikhayalkan seperti yang ada dalam dongeng- dongeng. Pada usia ini, perhatian anak lebih tertuju pada para pemuka agama daripada isi ajarannya dan cerita akan lebih menarik jika berhubungan dengan masa anak-anak karena sesuai dengan jiwa kekanak- kanakannya. Dengan caranya sendiri anak mengungkapkan pandangan teologisnya, pernyataan dan ungkapannya tentang Tuhan lebih bernada individual, emosional dan spontan tapi penuh arti teologis.
·         The Realistic Stage (Tingkat Kepercayaan)
Pada tingkat ini pemikiran anak tentang Tuhan sebagai bapak beralih pada Tuhan sebagai pencipta. Hubungan dengan Tuhan yang pada awalnya terbatas pada emosi berubah pada hubungan dengan menggunakan pikiran atau logika. Pada tahap ini teradapat satu hal yang perlu digaris bawahi bahwa anak pada usia 7 tahun dipandang sebagai permulaan pertumbuhan logis, sehingga wajarlah bila anak harus diberi pelajaran dan dibiasakan melakukan shalat pada usia dini.
·         The Individual Stage (Tingkat Individu)
Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang tinggi, sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang diindividualistik ini terbagi menjadi tiga golongan:
a.  Konsep ketuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi.
b.  Konsep ketuhanan yang lebih murni, dinyatakan dengan pandangan yang bersifat personal (perorangan).
c. Konsep ketuhanan yang bersifat humanistik, yaitu agama telah menjadi etos humanis dalam diri mereka dalam menghayati ajaran agama.[3]

v  Sifat-sifat Agama pada anak-anak
            Bentuk dan sifat Agama bagi anak-anak dapat dibagi atas:
·         Unreflective (kurang mendalam/ tanpa kritik)
kebenaran yang mereka terima tidak begitu mendalam, cukup sekedarnya saja.Dan mereka merasa puas dengan keterangan yang kadang- kadang kurang masuk akal. Menurut penelitian, pikiran kritis baru muncul pada anak  berusia 12 tahun, sejalan dengan perkembangan moral.
·           Egosentris
Anak memiliki kesadaran akan dirinya sendiri sejak tahun pertama usia perkembangannya dan akan berkembang sejalan dengan pertambahan pengalamannya. Apabila kesadaran akan diri itu mulai subur pada diri anak, maka akan tumbuh keraguan pada rasa egonya, semakin bertumbuh semakin meningkat pula egonya.   
·           Anthromorphis
Pada umumnya, konsep mengenai ke-Tuhanan pada anak dari hasil pengalamannya di kala ia berhibungan dengan orang lain. Tapi suatu kenyataan bahwa konsep ke-Tuhanan mereka tampak jelas menggambarkan aspek-aspek kemanusiaan
·           Verbalis dan Ritualis
Dari kenyataan yang kita alami ternyata, kehidupan agama pada anak-anak sebagian besar tumbuh mula-mula secara verbal (ucapan).
·           Imitatif
Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita saksikan tindakan keagamaan yang dilakukan oleh anak-anak pada dasarnya diperoleh dari meniru. Seperti berdo’a dan shalat
·           Rasa Heran
Rasa kagum pada anak belum bersifat kritis dan kreatif. Mereka hanya kagum terhadap keindahan lahiriah saja. Hal ini merupakan langkah pertama dari pernyataan kebutuhan anak akan dorongan untuk mengenal sesuatu yang baru (new experience). Rasa kagum mereka dapat disalurkan melalui cerita-cerita yang menimbulkan rasa takjub.[4]

2.         Perkembangan Jiwa Keagamaan pada Remaja
Perkembangan agama pada remaja ditandai oleh beberapa factor perkembangan rohani dan jasmaninya. Perkembangan itu antara lain menurut W.Starbuck adalah:
·         Pertumbuhan Pikiran dan Mental
Ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari masa kanak-kanaknya sudah tidak begitu menarik bagi mereka. Sifat kritis terhadap ajaran agama mulai timbul. Selain masalah agama mereka pun sudah tertark pada masalah kebudayaan, social, ekonomi, dan norma-norma kehidupan lainnya.
·         Perkembangan Perasaan
Berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja. Perasaan social, etis, dan estesis mendorong remaja untuk menghayati perikehidupan yang terbiasa dalan lingkungannya. Kehidupan religius akan cenderung mendorong dirinya lebih dekat kearah hidup yang religius pula. Sebaliknya bagi remaja tang kurang mendapat pendidikan dan siraman ajaran agama akan mudah didominasi dorongn seksual. Masa remaja merupakan masa kematangn seksual. Dorongn oleh perasaan tahu dan super, remaja lebih mudah terprosok kearah tindakan seksual yang negative.
·           Pertimbangan Sosial
Dalam kehidupan keagamaan mereka timbul konflik antara pertimbangan moral dan material. Karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi lebih dipengaruhi kepentingan akan meteri, maka para remaja lebih cenderung jiwanya untuk bersikap matrealitis.
·           Perkembangan Moral
Perkembangan moral para remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari proteksi
·           Sikap dan Minat
Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan sangat kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaan masa kecil serta lingkungan agama yang dipengaruhi mereka (besar kecil minatnya)
·           Ibadah
Sebagian remaja mengatakan bahwa beribadah bermanfaat untuk berkomunikasi kepada tuhan, sebagian lagi menganggap bahwa ibadah hanyalah merupakan media untuk bermeditasi.[5]

3.         Sikap keberagamaan pada orang dewasa
Sikap keberaagamaan orang dewasa memiliki prespektif yang luas didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya. Selain itu sikap keberagamaan ini umumnya juga dilandasi oleh pendalaman pengertian dan perluasan pemahaman tentang ajaran agama yang dianutnya. Beragama bagi orang dewasa sudah merupakan sikap hidup bukan sekedar ikut-ikutan.
Sejalan dengan tingkat perkembangan usianya, maka sikap keberagamaan pada orang dewasa antara lain memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
1.      Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut-ikutan
2.      Cenderung bersikap realis, sehingga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkahlaku.
3.      Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama, dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan.
4.      Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri hingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup.
5.      Bersikap lebih dewasa dan wawasan yang lebih luas.
6.      Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan atas pertimbangan hati nurani.
7.      Sikap keberagamaan cenderung mengarah pada tipe-tipe kepribadian masing-masing, sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerim, memahami serta melaksanakan ajaran agama yang diyakininya.
8.      Terlihat adanya hubungan antara sikap keberagamaan dengan kehidupan social, sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi social keagamaan sudah berkembang.[6]  

4.        Agama Pada Usia Lanjut
Proses perkembangan manusia setelah dilahirkan secara fisiologis semakin lama menjadi lebih tua. Dengan bertambahnya usia, maka jaringan- jaringan dan sel- sel menjadi tua, sebagian regenerasi dan sebagian yang lain akan mati. Usia lanjut ini, biasanya dimulai pada usia 65 tahun. Pada usia lanjut ini, biasanya akan mengahadapi berbagai persoalan. Persoalan pertama adalah penurunan kemampuan fisik hingga kekuatan fisik berkurang, aktivitas menurun, sering mengalami gangguan kesehatan yang menyebebkan mereka kehilangan semangat. Pengaruh dari semua itu, mereka yang berada dalam usia lanjut merasa dirinya sudah tidak berharga lagi.
·         Ciri- Ciri Keagamaan Pada Usia Lanjut
Secara garis besar ciri- ciri keberagamaan di usia lanjut adalah:
1. Kehidupan keagamaan pada usia lanjut sudah mencapai tingkat kemantapan.
2.    Meningkatnya kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan.
3.    Mulai muncul pengakuan terhadap relitas tentang kehidupan akherat secara lebih sungguh- sungguh.
4. Sikap keagamaan cenderung mengarah kepada kebutuhan saling cinta antara sesama manusia serta sifat- sifat luhur.
5. Timbul rasa takut kepada kematian yang meningkat sejalan dengan pertambahan usia lanjutnya.
6. Perasaan takut pada kematian ini berdampak pada peningkatan pembentukan sikap keagamaan dan kepercayaan terhadap adanya kehidupan abadi (akherat).[7]

PENUTUP

Anak mengenal Tuhan pertama kali melalui bahasa dari kata-kata orang yang ada dalam lingkungannya, yang pada awalnya diterima secara acuh.
Perkembangan agama pada remaja ditandai oleh beberapa factor rohani dan jasmaninya. Perkembangan itu antara lain menurut W. starbuck adalah:
·         Perkembangan pikiran dan mental
·         Perkembangan perasaan
·         Pertimbangan Sosial
·         Perkembangan moral
·         Sikap dan minat
·         Ibadah
Sikap keberaagamaan orang dewasa memiliki prespektif yang luas didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya. Selain itu sikap keberagamaan ini umumnya juga dilandasi oleh pendalaman pengertian dan perluasan pemahaman tentang ajaran agama yang dianutnya. Beragama bagi orang dewasa sudah merupakan sikap hidup bukan sekedar ikut-ikutan.















DAFTAR PUSTAKA

1.       Jalaluddin. 2003. Psikologi Agama. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada
2.       Taufiq, Izudin Muhammad. 2006. Panduan Lengkap dan Praktis Psikologi islam. Jakarta: Gema Insani.
3.       Rahmat, Jalaludin. 2003. Psikologi Agama Sebuah Pengantar. Bandung: PT. Mizan Pustaka
4.       http://www.scribd.com/doc/39103637/psikologi-agama 18/10/2011 pukul 11.00





[1]. Jalaluddin, Psikologi agama,(Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.2003)  hal.63
[2] Ibid hal. 65
[4] Jalaluddin, Psikologi agama,(Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.2003)hal.70
[5]Ibid hal.74
[6] Ibid. hal. 106