Rumah
Tangga sebagai Lembaga Pendidikan
“Proporsional
dalam Mendidik”
Mata Kuliah
: Hadits Tarbawi II
Di susun oleh:
Ika Safitri
2021113028
Kelas : PAI F
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
PEKALONGAN
2015
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmaanirrohiim,
Segala
puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan kekuatan
dan kemampuan, sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam
semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita NabiMuhammad Saw, para
Sahabatnya, Keluarganya, dan sekalian umatnya hingga sampai akhir zaman.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih perlu penyempurnaan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Harapan penulis
dengan terselesaikannya makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis
dan bagi para pembaca pada umumnya.
Pekalongan, 12 Februari 2015
Penulis
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada makalah ini akan membahas tentang Proporsional dalam Mendidik, dimana
peran orang tua mempunyai pengaruh yang begitu besar terhadap setiap
perkembangan anak sesuai dengan prinsip yang mereka kehendaki. Setiap
perkembangan anak menjadi tanggung jawab orang tua secara bersama-sama.
Seperti halnya dalam ketaatan ajaran agama merupakan kebiasaan yang mereka
pelajari dari para orang tua. Maka sudah seharusnya orang tua dapat memberikan
contoh untuk mereka dan harus benar-benar dapat mendidik anak untuk ketaatan
dalam menjalankan perintah agama sejak mereka masih kecil, agar menjadikan
perkembangan religius anak menjadi baik sampai dewasa kelak.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Proporsional dalam Mendidik
Proporsional
berasal dari kata proporsi, yang mempunyai arti keseimbangan. Maka
proporsional dalam mendidik dapat diartikan adanya keseimbangan antara suami
dan isteri dalam mendidik anaknya. Kewajiban orang tua tersebut harus berjalan
secara seimbang dan bekerja sama dalam mendidik anak-anak mereka, terutama
dalam ketaatan beragama.
Pendidikan
menentukan perilaku seseorang. Orang yang berpendidikan lumayan baik akan
tampak pada sikap, ucapan, dan pergaulannya. [1]
Beragam perilaku orang tua dalam menyikapi belajar anak. Maka dari itu orang
tua harus bisa seimbang dalam menyikapi hal tersebut, seperti contoh orang tua
berusaha membantu anak belajar dan melengkapi pendidikan umum disekolah formal
dengan pendidikan agama islam dikeluarga.[2]
Keluarga juga memberikan lingkungan yang kondusif, yang didalamnya anak dapat
menjalani tahap-tahap pertumbuhan yang normal dan pembelajaran dari orang tua
melalui pengajaran secara langsung.[3]
B. Teori Pendukung
Menurut
Minuchin (1980) keluarga adalah satu kesatuan suatu sistem atau suatu organisme. Sistem keluarga berfungsi
umtuk saling menbantu dan memungkinkan kemandirian setiap anggota keluarga.Orang tua sebagai
pembimbing anak-anak, sudah seharusnya lebih bijak didalam menciptakan keluarga
itu akan tetapi terjadi bahwa biang kekacauan keluarga bersumber dari orang
tua, karena orang tua tidak memahami persyaratan-persyaratan menjadi orang tua
yang bijak.[4]
C. Materi Hadits
1.
Hadits dan Terjemahan
عن عمرو بن
شعيب عن أبيه عن جده قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :
{ مروا أبناءكم باالصلاة لسبع سنين واضربوهم عليها لعشرسنين وفرقوا بينهم
في المضاجع وإذا انكح أحد كم عبده أو أجيره فلا ينظروا الي شيء من عورته فإن
ماأسفلمن سرته
الي ركبيته من عورته } (رواه أحمد في المسند ,مسند المكثري
من الصحابة )
Dari Amru bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya berkata, bahwa
Rasulullah SAW bersabda, “Suruhlah anak-anak kalian mengerjakan shalat sejak
berusia 7 tahun, dan pukulah mereka atas perintah shalat jika melalaikannya
ketika mereka berusia 10 tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka. Dan
apabila kalian menikah dengan budak atau tetangga maka jangan melihat kepada
sesuatu dari auratnya melainkan apa yang
berada diantara pusar sampai lutut.” (HR. Imam Ahmad)
2.
Keterangan Hadits
Dalam al-Musnad dan Sunan Abi Daud Rasulullah saw. bersabda,
pada hadits tersebut ada tiga adab, yaitu perintah Nabi saw. untuk menyuruh
anak shalat, memukul agar mau shalat, dan memisahkan ranjang mereka.[5]
Shalat lima waktu wajib dilakukan oleh kaum Muslimin, lelaki wanita yang
baligh dan berakal. Hadits tersebut adalah hadits yang berkaitan dengan cara mendidik
dan membimbing anak kecil untuk membiasakan mereka melakukan shalat.[6]Karena
jika seorang anak usianya telah mencapai 7 tahun keislamannya sudah diterima. Saat
anak berusia10 tahun ia semakin kuat, semakin paham, dan semakin mampu
malakukan ibadah. Maka dari itu, ia dipukul jika meninggalkan shalat
sebagaimana diperintahkan Nabi Saw. Pukulan tersebut merupakan bentuk pelajaran
dan pendidikan. Selain itu, ketika berusia 10
tahun kondisi anak itu berbeda dan pada usia tersebut para ulama fiqih
mewajibkan mereka untuk beriman.[7]
Nabi saw. juga bersabda, “Berlaku adilah terhadap anak-anak kalian!”. Orang
tua yang tidak mempedulikan anak-anaknya lalu mengabaikan mereka begitu saja,
berarti mereka betul-betul jahat. Sebagian besar anak rusak akibat sikap orang
tua yang mengajari mereka kewajiban-kewajiban agama. Para orang tua itu telah
mengabaikan anaknya diwaktu kecil sehingga akibatnya anak tersebut tidak bermanfaat untuk dirinya
sendiri dan untuk orang tuanya serta diwaktu besar ia durhaka kepada orang
tuanya.[8]
Allah Swt. berfirman :
“Wahai orang-orang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan bebatuan (Q.S. Al-Tamrin: 6).
Menurut Imam Ali r.a., maksud ayat tersebut adalah “Ajari dan didiklah
mereka.” Sementara menurut Hasan, “ Perintahlah mereka untuk taat kepada Allah serta
ajarilah mereka kebaikan.”
D. Refleksi Hadits dalam Kehidupan
Sudah terjadi dikehidupan ini, banyak antara suami dan isteri mempunyai
keseimbangan dalam mendidik anak-anak mereka. Mereka mengajarkan pendidikan
agama terhadap anak-anaknya saat usianya masih kecil. Seperti contoh, selain
menyekolahkan anaknya di pendidikan formal pada pagi hari mereka juga
menyekolahkan anaknya di pendidikan non formal (TPQ) pada sore hari. Sehingga,saat
anak-anak mereka tumbuh besar sudah mempunyai bekal ibadah dari orang tuanya.Namun,
tidak kalah banyaknya juga orang tua yang acuh tak acuh terhadap anaknya.
Mereka tidak mendidik anak-anaknya bahkan tidak mempedulikannya. Kejadian
tersebut dapat terjadi salah satunya karena broken home saat anaknya
masih kecil. Sehingga anak-anak menjadi kambing hitam dan korban dari orang
tuanya.
E. Aspek Tarbawi
Dari hadits diatas, terdapat banyak nilai-nilai pendidikan yang dapat kita
ambil, bahwa begitu pentingnya
pendidikan keluarga terutama bagi anak-anak. Karena, keluarga merupakan
pendidikan yang pertama yakni orang tua. Maka dari itu sudah menjadi kewajiban dan
tanggung jawab besar bagi orang tua untuk mendidik anak-anaknya, terutama dalam
pendidikan agama salah satunya seperti ketika usia anak 7 tahun menyuruhnya
shalat. Apabila anak tersebut usianya lebih dari 10 tahun, namun melalaikan
shalatnya maka orang tua boleh memukulnya sebagaimana yang diperintahkan Nabi
saw dengan tujuan sebagai bentuk pelajaran dan pendidikan. Selain itu, orang
tua juga dianjurkan agar memisahkan tempat tidur mereka.
Orang tua berkewajiban mendidik anak sedini mungkin terutama dalam ketaatan
agama, agar anak mempunyai kepribadian dan jiwa yang religius sampai ia tumbuh
dewasa.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari
pembahasan diatas mengenai Proposional
dalam Mendidik, bahwa pada intinya pendidikan yang terbaik dan yang paling
utama adalah pendidikan keluarga yang menekankan pada nilai-nilai ajaran agama
untuk mencetak anak-anak yang memiliki jiwa keagamaan yang tinggi serta dengan
pengajaran yang diberikan tersebut menjadi bekal untuk dirinyasendiri.
Mohon
maaf apabila masih banyak kesalahan baik dalam segi bahasa maupun penulisannya.
DAFTAR PUSTAKA
S.
Willis Sofyan, Konsling Keluarga, Bandung: Alfabeta, 2011.
Geldard David. Geldard Kathyn, Konseling Keluarga (Membangun
Relasi untuk Saling Memandirikan Antaranggota Keluarga), Yogyakarta:
Pustaka Belajar, 2011.
Al-Jauziyyah Ibn Qayyim, Mengantar Balita Menuju Dewasa (Panduan
Fiqih Mewujudkan Anak Saleh), Penerbit: PT Serambi Ilmu Semesta, 2001.
Zaidan Abdul Karim, Ensiklopedi
Hukum Wanita Dan Keluarga Jilid 1, Jakarta: Robbani Press, 1997.
Tentang Penulis
Nama : Ika Safitri
TTL : Batang, 21 September 1995
Alamat :
Rt; 01 Rw; V Gringsing – Batang
Alamat Sekarang : PP Al-Hadi Min Ahlusunnah Wal Jama’ah
Panjang
Wetan – Pekalongan
[1] H. SofyanS.
Willis, Konseling Keluarga, cet 2 (Bandung :ALFABETA cv, 2011 ), hlm. 9
[3] Kathryn Geldard dan David Geldard, Konseling
Keluarga (Membangun Relasi untuk Saling Memandirikan Antaranggota Keluarga),
(Yogyakarta: PUSTAKA BELAJAR, 2011), 80-81
[4]H. Sofyan S.
Willis, Op. Cit, hlm. 148,156
[5]Ibn Qayyim al-Jauziyyah,
Mengantar Balita Menuju Dewasa (Panduan Fiqih Mewujudkan Anak Saleh), cet 1
(Penerbit: PT SERAMBI ILMU SEMESTA, 2001), hlm. 185
[6]Dr. Abdul Karim
Zaidan, Ensiklopedi Hukum Wanita dan Keluarga Jilid 1, cet 1 (Jakarta: Robbani
Press, 1997), hlm. 227
[7]Ibn Qayyim
al-Jauziyyah, Op. Cit, hlm. 243-244
[8]Ibid,
hlm 189-190
Tidak ada komentar:
Posting Komentar