Laman

new post

zzz

Rabu, 13 Maret 2013

f5-2 aminah balgis: SUNNAH SUMBER ILMU

MAKALAH
HADITS TENTANG SUNNAH SEBAGAI SUMBER ILMU PENGETAHUAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas :
Mata Kuliah            : Hadits Tarbawi
Dosen Pengampu    : Muhammad Ghufron Dimyati, M. S. I.


 







Disusun oleh :
AMINAH BALGIS ALATAS
NIM:   2021 111 221

Kelas: F


JURUSAN TARBIYAH PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PEKALONGAN
2013

BAB I
PENDAHULUAN

Setelah kita mengetahui betapa tinggi perhatian Islam terhadap ilmu pengetahuan dan betapa Allah SWT mewajibkan kepada kaum muslimin untuk belajar dan terus belajar, maka Islampun telah mengatur dan menggariskan kepada ummatnya agar mereka menjadi ummat yang terbaik (dalam ilmu pengetahuan dan dalam segala hal) dan agar mereka tidak salah dan tersesat, dengan memberikan bingkai sumber ilmu pengetahuan.
Allah SWT telah memerintahkan hamba-Nya untuk menjadikan al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber pertama ilmu pengetahuan. Hal ini dikarenakan keduanya adalah langsung dari sisi Allah SWT dan dalam pengawasannya, sehingga terjaga dari kesalahan, dan terbebas dari segala vested interest apapun, karena ia diturunkan dari Yang Maha Berilmu dan Yang Maha Adil. Sehingga tentang kewajiban mengambil ilmu dari keduanya, disampaikan Allah SWT melalui berbagai perintah untuk memikirkan ayat-ayat-Nya (QS 12/1-3) dan menjadikan Nabi SAW sebagai pemimpin dalam segala hal (QS 33/21).
Diantara sumber ilmu pengetahuan yang ada dalam ajaran Islam yaitu As-sunnah, yang merupakan segala sesuatu yang berasal dari Rasulullah Saw baik berupa ucapannya, perbuatan maupun ketetapannya.
Sekiranya Allah tdak mengutus Rasulullah untuk menjadi guru manusia, tentulah masyarakat manusia terus menerus berada dalam kebodohan sepanjang masa. Walaupun akal dan otak manusia mungkin menghasilkan berbagai ilmu pengetahuan, namun masih ada juga hal-hal yang tidak bisa dijangkaunya, yaitu hal-hal yang di luar akal manusia.
Di dalam makalah ini penulis akan mencoba memaparkan salah satu hadits tentang sunnah sebagai sumber ilmu pengetahuan yaitu karena sunnah merupakan informasi yang benar yang bersumber dari Rasulullah SAW. Berikut adalah pemaparan hadits beserta keterangan-keterangannya.


BAB II
PEMBAHASAN
SUNNAH SEBAGAI SUMBER ILMU PENGETAHUAN

A.    MATERI HADITS
عَنْ اَلْعِرْ بَاضِ بِنْ سَارِيَةَ السُّلَمِيِّ قَالَ: (نَزَ لْنَا مَعَ النَّبِيَّ صَلَّى الله ُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْبَرَ وَمَعَهُ مَنْ مَعَهُ مِنْ اَصْحَابِهِ وَكَانَ صَاحِبُ خَيْبَرَ رَجُلاً مَارِدًا مَنْكَرًا فَاَقْبَلَ إِلَى النَّبِيَّ صَلَّى الله ُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ يَا ابْنُ عَوْفٍ اِرْكَيْ قَرَسَكَ ثُمَّ نَادِ أَلاَ إِنَّ الْجَنَّةَ لاَ تَحِلُّ إِلاَّ لِمُؤْمِنٍ وَاَنِ اجْتَمِعُوْا لِلصَّلاَةِ قَالَ فَاجْتَمَعُوْا ثُمَّ صَلَّى بِهِمْ النَّبِيُّ صَلَّى الله ُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ فَقَالَ أَيَحْسَبُ اَحَدُكُمْ مُتَّكِئًا عَلَى أَرِيْكَتِهِ قَدْ يَظُنُّ أَنَّ الله َ لَمْ يُحِرِّمْ شَيْئًا اِلاَّ مَافِي هَذَا الْقُرْآنِ. أّلاَ وَإِنِّى وَاللهِ قَدْ وَعَظْتُ وَاَمَرْتُ وَنَهَيْتُ عَنْ اَشْيَاءَ إِنَّهَا لَمِثْلُ الْقُرْآنِ أَوْ اَكْثَرُ وَاِنَّ الله َ عَزَّ وَجَلَّ لَمْ يَحِلَّ لَكُمْ أَنْ تَدْ خُلُوْا بُيُوْتَ أَهْلِ الْكِتَابِ اِلاَّ بِاذْتٍ وَلاَ ضَرْبَ نِسَائِهِمْ وَلاَ أَكَلَ ثِمَأرِهِمْ اِذَا اَعْطَوْكُمْ الَّذِيْ عَلَيْهِمْ)
(رواه أبو داود فى السنن, كتاب الخراج والإمارة والفيء, باب في تعشير أهل الذمه اذا اختلفوا با التجارات)
B.     TARJAMAH HADITS
Dari ‘Irbadh bin Sariyah as-Sulami ra, dia berkata : kami pergi ke Khaibar. Beliau disertai sahabat yang menyertainya. Pemilik tanah Khaibar adalah seorang laki-laki durhaka lagi melampaui batas. Dia datang menghadap Nabi Saw berkata: “Wahai Muhammad, apakah kalian hendak menyembelih keledai-keledai kami, memakan buah-buah kami dan memukuli kaum wanita kami?” mendengar hal itu Nabi Saw marah dan bersabda: “Wahai Ibnu Auf naikilah kudamu lalu bersabda: Sesungguhnya surga tidak halal, kecuali untuk orang mukmin. Dan hendaklah kamu berkumpul untuk sholat!” kata irbadh: maka mereka berkumpul, kemudian Nabi Saw mengerjakan sholat bersama mereka, lalu berdiri, setelah itu beliau bersabda: “Apakah seseorang diantara kamu mengira seraya duduk-duduk di atas singgasananya lalu ia menduga, bahwa Allah tidak pernah mengharamkan sesuatu kecuali yang terdapat di dalam Al-Qur’an ini? Ketahuilah, demi Allah sesungguhnya aku telah memeintahkan dan memberi peringatan, dan aku melarang beberapa perkara! Sesungguhnya Allah A.W.J. belum pernah menghalalkan untuk kamu memasuki rumah-rumah ahlul kitab, kecuali dengan meminta izin. Tidak pula memukul kaum wanita mereka, dan tidak pula memakan buah-buahan mereka, apabila mereka telah memberi kewajiban mereka kepadamu (berupa upeti)”.[1]

C.    MUFRADAT (KATA-KATA PENTING)
                                                                                    
Orang yang durhaka lagi melampaui batas
   مَارِدًا
Keledai-keledai milik kami
حُمُرَنَا
Diatas pelaminannya (singgasananya) yang :
Dihiasi dengan berbagai macam perhiasan
أَرِيْكَتِهِ
Kuda
فرس

     
       
D.    BIOGRAFI PERAWI
Irbadh     عِرْباض    “ kasroh huruf awal dan sukun huruf ro’ ” Yaitu IbnU Sariyah As-Salami atau dikenal dengan nama Abu Najih.
Beliau adalah salah seorang sahabat yang berasal dari Suffah dan dia salah satu sebab turunnya ayat  :
﴿ وَلا عَلَى الَّذِينَ إِذَا مَا أَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لا أَجِدُ مَا أَحْمِلُكُمْ ﴾
       Dan tiada (pula) berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu."”QS. At-Taubah : 93.[2]
     Ada yang mengatakan bahwa beliau termasuk dari ahli Suffah  yang kemudian tinggal di negri Hamsh.[3]
     Julukan beliau adalah Abu Najih. Sedangkan periwayat dari beliau diantaranya  Abduarrahman Bin Amr, Jubair Bin Nufair, Kholid Bin Ma’bad dan lain-lain. Beliau tinggal di Syam. Al-irbad meninggal pada tahun 75 H, saat fitnah Ibnu Az-Zubair muncul.[4]
     Muhammad Bin Auf berkata beliau termasuk orang yang  masuk islam terdahulu.  Kholifah berkata : menginggal pada saat finah  Ibnu  Az-zubair muncul. Abu Ashar  berkata beliau meninggal setelah itu pada tahun 75 H.
     Imam Abu Daud rahimahullahu Ta’ala adalah Imam Sulaiman bin Al-Asy’asy bin Ishaq Al Asadi As-Sijistani. Beliau telah melakukan rihlah untuk mencari ilmu hadits, mengumpulkan, serta telah menyusun kitab dalam jumlah yang banyak. Beliau menulis hadits yang diriwayatkan dari para ulama kawasan Irak, Syam, Mesir, dan Khurasan. Lahir pada tahun 202 H dan wafat di Basrah pada malam hari tanggal 16 Syawwal 275 H.
Imam Abu Daud telah meriwayatkan hadits dari para syaikh (guru) Imam Bukhari dan Muslim. Diantara mereka adalah Ahmad bin Hambal, Utsman bin abi Syaibah, Qutaibah bih Sa’id, dan para imam hadits yang lainnya. Sedangkan diantara murid yang meriwayatkan hadits dari beliau adalah putranya sendiri yang bernama Abdullah, Abu Abdirrahman, An-Nasa’i, Abu Ali Al-lu’lui, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Ketika kitabnya yakni kitab As-Sunan disodorkan kepada Ahmad bin Hambal, maka Imam Ahmad pun menganggapnya sebagai kitab yang bagus.
Abu Daud  rahimahullahu Ta’ala berkata, “Aku telah menulis hadits Rasulullah sebanyak 500.000 riwayat. Kemudian aku menyelesaikan menjadi 4.800 hadits yang kemudian aku himpun di dalam kitab ini. Aku menyebutkan riwayat-riwayat yang berstatus shahih dan juga yang mendekati status tersebut. Dari kesemua riwayat hadits tersebut, ada empat riwayat hadits yang cukup bisa dijadikan pegangan orang-orang. Yang pertama adalah sabda Rasulullah SAW “ Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niat”. Kedua sabda Rasulullah SAW, “Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan pembicaraan yang tidak bermakna”. Ketiga sabda Rasulullah SAW, Seorang mukmin tidak menjadi mukmin sampai dia bisa merasa ridha kepada saudaranya sebagaimana kalau dia ridha kepada dirinya sendiri”. Keempat adalah sabda Rasulullah SAW, “Sesuatu yang halal sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas…”
Imam Abu Daud rahimahullahu Ta’ala tergolong imam yang sanagt alim, ahli Ibadah dan Wara’. Disebutkan bahwa beliau memiliki lengan baju yang berukuran lebar dan sempit, beliau pun ditanyai mengenal hal ini, “Apa gunanya ini ??” beliau menjawab, lengan baju yang sempit tidak dibutuhkan untuk hal itu.”
Al-Khaththabi berkata, “Belum pernah dikarang sebuah kita agama yang menyerupai kitab As-Sunan karya Abu Daud. Kitab tersebut dapat diterima oleh semua kalangan yang bermadzhab cukup beragam.
Abu daud berkata, “Aku tidak menyebutkan di dalam kitab sebuah hadits yang telah disepakati untuk ditinggalkan.”
Ibnu A’rabi berkata, “Seandainya seseorang tidak memiliki ilmu kecuali hanya dari Al-Qur’an dan kitab ini, maksudnya kitab As-Sunnan karya Abu Daud maka dia tidak perlu lagi ilmu penegtahuan yang lainnya.”
Para ulama setelah generasi Abu Daud banyak yang menyusun kitab Al-Jaami’, Al Musnad dan yang semisalnya. Kitab-kitab tersebut menghimpun berbagai macam sunah, produk hukum, kabar berita, kisah-kisah, mau’izhah (nasihat) dan pelajaran tentang etika. Tidak tidak ada seorang pun dari penyusun kitab yang bermaksud untuk menghimpun sunan secara khusus, dan tidak ada seorang pun dari mereka yang melakukan sesuatu seperti yang telah diperbuat oleh Imam Abu Daud. Ibrahim Al-Harabi berkata, “Ketika Abu Daud menyusun kitab ini, Hadits seakan menjadi mudah bagi beliau sebagaimana logam besi terasa lunak bagi Nabi Daud As.”[5]

E.     KETERANGAN HADITS.

           Dalam mengartikan as-sunnah secara istilah atau terminologi, antara ulama hadits dan ulama ushul fiqih terjadi perbedaan pendapat.
Menurut ulama hadits, arti hadits adalah
ما أضيف إلى النبي صلى الله عليه وسلم من قول أو فعل أو تقرير أو صفة
            “Sesuatau yang disandarkan kepada nabi shalallahu 'alaihi wasallam, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir maupun sifat. (Mahmud al-Thahan, 1985: 15)”.[6]

            Sedangkan ulama ahli ushul fiqh mengatakan bahwa yang dimaksud dengan hadits adalah
أقواله وأفعاله وتقريرته التي تثبت الحكام
            “Segala perkataan, perbuatan dan taqrir nabi shalallahu 'alaihi wasallam yang berkaitan dengan penetapan hukum”.
      As-sunnah dalam penegertian etimologi, dapat dilihat dalm Al-Qur'an surat al-Kahfi ayat 55; surat Fathir ayat 43; surat al-Ahzab ayat 38 dan ayat 62. Adapun pengertian as-sunnah  secara istilah (terminologi), seperti dikemukakan oleh Muhammad Ajaj al-Khatib (1981 : 89), adalah
كل ما أثر عن الرسول صلى الله عليه وسلم من قول أو فعل أو تقرير أوصفة خلقية أو سية أكان ذلك قبل البعثة أم بعدها
            “Segala yang bersumber dari Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, sifat kahalaqa atau khuluqiyah maupun perjalanan hidupnya sebelum atau sesudah ia diangkat.”
Dan dari keterangan hadits di atas, kata رجلا مارد, عن اشياء, الا با ذ ن memiliki makna di bawah ini:
رجلا مارد memiliki makna seorang laki-laki durhaka. Dalam islam hal tersebut merupakan salah satu perkara yang dilarang dan tidak disukai oleh Allah swt.
عن اشياء memiliki makna dari berbagai sesuatu. Maksudnya bahwa rasul telah memberikan nasehat, memberi perintah dan melarang pada berbagai sesuatu.
الا با ذ ن memiliki makna kecuali meminta izin. Apabila akan mendatangi tempat yang bukan wilayah kita atau meminjam sesuatu dari orang lain maka diwajibkan bagi setiap muslim untuk meminta izin kepada sang pemilik terlebih dahulu.[7]
Keterkaitan antara isi kandungan hadits dengan judul makalah terletak pada sumber ilmunya yaitu Rasulullah SAW, baik yang berupa perintah, larangan, dan tingkah laku yang dicontohkan beliau kepada umatnya.
Dan dari keterangan diatas juga memiliki maksud bahwasanya sunnah adalah sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Hal ini sesuai dengan ayat al-Qur’an.

!$tBur ãNä39s?#uä ãAqߧ9$# çnräãsù $tBur öNä39pktX çm÷Ytã (#qßgtFR$$sù 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$#
Artinya : Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya. (QS. Al-Hasyr 7).

`¨B ÆìÏÜムtAqߧ9$# ôs)sù tí$sÛr& ©!$# ( `tBur 4¯<uqs? !$yJsù y7»oYù=yör& öNÎgøŠn=tæ $ZàŠÏÿym 
Artinya : Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan Barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka. (QS. An-Nisa’ 80).

F.       ASPEK TARBAWI
Berdasarkan pada uraian-uraian di atas, kita dapat mengambil beberapa aspek tarbawi yang terkandung dalam hadits tersebut:
1.      Dalam mendidik, jadikanlah sunnah sebagai sumber ilmu pengetahuan setelah al-Qur’an.
2.      Kita diperintahkan meminta izin terlebih dahulu ketika kita akan memasuki rumah orang lain.
3.      Kita hendaknya bersifat tegas terhadap orang yang berbeda agama, tetapi tidak berlaku kasar terhadap mereka.
4.      Dalam mendidik, kita dianjurkan untuk bersikap lemah lembut dan tidak berlaku kasar terhadap anak didik kita.
5.      Sunnah dijadikan sumber ilmu pengetahuan terletak pada sumber ilmunya yaitu Rasulullah, baik yang berupa perintah, larangan, dan tingkah laku yang dicontohkan Rasulullah kepada umatnya.














BAB III
PENUTUP

Ø  Simpulan
Selain Al-Qur’an, Sunnah bisa juga dijadikan sumber ilmu pengetahuan. Ia merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur’an. Sunnah merupakan sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir maupun sifat beliau. Sumber ilmu pengetahuan tersebut terletak pada sumber ilmunya yaitu Rasulullah.
Rasulullah mengajarkan kepada umatnya banyak hal perihal sesuatu yang baik seperti meminta izin terlebih dahulu ketika kita akan memasuki rumah orang lain, dianjurkannya untuk bersikap lemah lembut dan tidak berlaku kasar terhadap anak didik kita, serta bersifat tegas terhadap orang yang berbeda agama, tetapi tidak berlaku kasar terhadap mereka, dll.

Ø  Saran
Apabila terdapat kesalahan dalam penyusunan makalah ini, kami mohon ma’af yang sebesar-besarnya serta memohon keikhlasannya epada pembaca untuk bisa lebih mengkritisi perihal makalah kami yang benar-benar jauh dari kesempurnaan. Hal ini karena kekurangan adalah milik kita dan kesempurnaan hanya milik Allah SWT.









DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Bey.1992. Tarjamah Sunan Abu Daud. Semarang: CV. Asy-Syifa.
Al-‘Ishobah Fi Tamyiz Ash-Shohabah : Juz : 4.
Tarikh Madinah Damsyiq Juz : 40.
Asadu Al-Gobah Fi Ma’rifat i Ash-Shohabah Juz : 4.
M.Usman, Abdur Rahman, Aunul Ma’bud Syarah Sunan Abi Daud Juz. VIII.
Soffandi, Wawan Djunaedi. 2003. Syarah Hadits Qudsi. Jakarta: Pustaka Azzam.




         [1] Bey Arifin, Tarjamah Sunan Abui Daud (Semarang: CV. Asy-Syifa, 1992), hlm. 673-675
         [2] Al-‘Ishobah Fi Tamyiz Ash-Shohabah : Juz : 4 .Hal : 234
         [3] Tarikh Madinah Damsyiq Juz : 40 .Hal : 176
        [4] Asadu Al-Gobah Fi Ma’rifat i Ash-Shohabah Juz : 4 Hal : 19

[5] Wawan Djunaedi Soffandi, Syarah Hadits Qudsi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2003), hlm 20-21.
[6] Taqrir adalah perbuatan yang dilakukan oleh sahabat di hadapan Nabi Muhammad shalallahu dan beliau mengetahui; Nabi tidak ikut melakukan perbuatan tersebut, juga tidak melarang sahabat melakukannya.
[7] Abdur Rahman M.Usman, Aunul Ma’bud Syarah Sunan Abi Daud Juz. VIII, hlm. 302.

33 komentar:

  1. Najmul Karimah 202111078 f
    Kita hendaknya bersifat tegas terhadap orang yang berbeda agama, Bagaimana implikasinya dalam masyarakat yang diajarkan Dalam kehidupan Rasul sendiri dan apakah bisa digunakan dimasa sekarang?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menurut saya kita sebagai makhluk sosial pastilah tidak akan terlepas dan tetao akan berhubungan serta berkomunikasi dengan orang yang berbeda agama. Namun dalam hal ini, kita haruslah berpegang teguh (tegas) terhadap ajaran agama Islam serta harus tegas dan jangan sampai kita meniru perbuatan-perbuatan mereka yang bertentangan dengan ajaran Islam. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :

      مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
      “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka”.
      Inti dari hadits diatas bahwasanya jikalau kita meniru perbuatan-perbuatan mereka (yang berbeda agama dan bertentangan dengan Islam) maka kita juga termasuk dari golongan mereka.

      Menurut saya, bersifat tegas terhadap orang yang berbeda agama yang diajarkan dalam kehidupan Rasul itu sendiri bisa digunakan dimasa sekarang. Dan semua itu juga tergantung dari diri seseorang tersebut, bisa atau tidak meniru bersifat tegas terhadap orang yang berbeda agama seperti yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. nur daningsih 2021111046 kelas F

    assalamu'alaikum
    bagaimana bila anda melihat pendidik atau tokoh masyarakat yang selalu mengungkapkan dalil-dalilnya ketika bercerita atau menasehati orang,,namun kenyataannya dia sendiri belum tahu kedudukan hadits tersebut????
    terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wa'alaikumussalam Warohmatullah Wabarokatuh,..

      Menurut saya seharusnya sebagai seorang pendidik haruslah menela’ah terlebih dahulu mengenai dalil-dalil yang telah ia angkat untuk menjawab suatu permasalahan hukum ataupun untuk bercerita maupun menasehati orang lain seperti yang ditanyakan tadi. Seandainya ia seorang pendidik belum pasti mengetahui hal tersebut ataupun sama sekali belum tahu kedudukan hadits tersebut ada baiknya diungkapkan bahwa ia belum begitu mengetahui status dalil tersebut (jujur belum paham betul mengenai hadits itu). Jadi intinya sebagai seorang pendidik tidak boleh asal menerapkan dalil saat dia bercerita maupun menasehati orang lain. Akan tetapi jika seorang pendidik itu sedikit tahu mengenai apa yang ia tahu dari orang yang benar-benar tahu (sumber yang jelas) maka silahkan di ungkapkan. Sebagaimana potongan hadits : “

      بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ آيَةً

      yang atinya: "Sampaikan dari ku walaupun sepotong ayat".

      Hapus
  4. Fatkhu Rohmah
    2021 111 307
    F

    Di dalam aspek tarbawi ini kan kita dianjurkan untuk bersikap lemah lembut dan tidak berlaku kasar terhadap anak didik kita. Sedangkan manusia itu kan pastinya memiliki sifat yang emosian dan kadang-kadang juga bisa berikap kasar. Nah bagaimana agar kita itu selalu bisa bersikap lemah lembut, sabar dan tidak bersikap kasar terhadap peserta didik kita?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dalam melakukan metode pembelajaran dan pengajaran kepada peserta didik memang dianjurkan dengan proses pengajaran yang bersikap lemah lembut dan tidak berlaku kasar terhadap anak didik kita agar materi pembelajaran yang telah kita sampaikan mudah di cerna oleh mereka. Dan memang tak dapat dipungkiri pula bahwa sifat manusia itu sangatlah jauh dari kata “kesempurnaan”. Manusia masih saja mempunyai nafsu untuk marah, bersikap kasar dan lain sebagainya. Ini pun tak memandang status seseorang. Entah itu seorang presiden, para menteri, dokter bahkan seorang pendidik pun bisa saja bersikap demikian. Namun, alangkah baiknya sebagai seorang yang berintelektual tinggi juga mampu terhadap penguasaan dirinya. Ia harus bisa memilah-milah suasana hatinya. Seorang pendidik itu jangan sampai membawa urusan pribadi ke urusan publik.

      Hapus
  5. 2021111365
    F
    Assalamu'alaikum..

    berbicara soal sunnah pasti yang ada di fikiran kita adalah tingkah laku Nabi Muhammad SAW, kita sebagai umatnya pasti akan meniru sunnah2 Rasul.
    namun masalahnya bagaimana jika yang di contoh/ditiru itu hanya sunnah2 Nabi yang lebih bersifat kesenangan saja?? contonya soal rasul yang menikah lebih dari satu kali. tidak meniru sunnah Nabi dalam hal ibadah.
    bagaimana menurut pemakalah menanggapi hal tersebut?
    matur tengkyu..
    wassalam

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wa’alaikumussalam Warohmatullah Wabarokatuh…

      Kita kembalikan saja pada orangnya masing-masing. hal yang seperti itu sebenarnya bagus juga, tetapi dengan seperti itu saya rasa kurang etis karena dia hanya mengambil sesuatu yang berpihak pada dirinya saja. Nah menurut saya alangkah baiknya mengenai mu’amalah dengan ibadah dilaksanakan secara seimbang. Tidak hanya mengambil sesuatu yang bersifat kesenangan untuk dirinya saja.

      Was’alaikumussalam Warohmatullah Wabarokatuh…

      Hapus
  6. MUSTAQIMAH
    2021 111 252
    KELAS f

    Adalah kenyataan bahwa di kalangan kaum muslimin sunnah telah masyhur sebagai sumber kedua tasyri' setelah Al-Quran, dan ini benar adanya. Namun studi yang ini telah mencoba melihat sunnah dari sisi lain, dan studi ini menegaskan bahwa sunnah ternyata juga menjadi sumber ilmu pengetahuan dan peradaban.Bagaimana pendapat pemakalah, tolong jelaskan ...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Inilah yang membuktikan bahwa hukum Allah dan Rasul-Nya shohihun likulli zaman wa makan. Yang menjadi fondasi awal mengenai hadist Rasul itu memang ia hanya sebagai sumber pensyari’atan kedua setelah al-Qur’an. Namun, terdapat kemanfaatan yang pada awalnya semu di balik itu semua. Hadist Rasul sebenarnya juga merupakan sumber ilmu pengetahuan dan peradaban. Hal ini dibuktikan lagi dengan kemampuannya dalam menjawab persoalan-persoalan kontemporer atau problematika-problematika yang belum ada pada zaman dahulu.

      Hapus
  7. assalamualaikum
    bagaimana cara kita berlindung dari hadits2 palsu?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. Wa'alaikumussalam Waromatullah Wabarokatuh,..

      Menurut saya cara kita berlindung dari hadits-hadits palsu dengan cara kita mepelajari ulumul hadits, karena dengan adanya kita mempelajari ilmu hadits maka kita akan mengetahui mana yang termasuk hadist palsu mana yang tidak, dan juga apabila kita tidak mengetahui maka kita tanyakan pada yang lebih tau terlebih dahulu, sebagaimana firman ALLAH “Fas’alu ila ahla dzikri,in kuntum mala ta’lamun”

      Hapus
  8. kukuh dwi atmono
    2021111323
    F

    bolehkah kita menafsirkan hadits sendiri?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menurut saya, boleh asalkan tidak hanya sesuai dengan akal saja, tidak sesuai dengan pendapatnya sendiri, tidak mengedepankan hawa nafsunya, dan harus sesuai dengan syara’ dan juga kita harus mengetahui ilmunya.

      Hapus
  9. sebagaimana kita ketahui bahwa hadits adalah sumber hukum islam kedua setelah Alquran, dan juga macam-macam hadits sngatlah banyak, ada hadits shohih,hasan, dan dloif, dan realita zaman sekarang banyak orang mengajar yang berdalilkan hadits akan tetapi belum mengetahui keabsahan haditsnya. menurut pemakalah bagaimana agar kita terhindar dari hal yang demikian,sewdangkan seumpama kita belum menguasai ilmu hadits.....?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menurut saya, ketika kita belum menguasai sesuatu, jangan sekali-kali mencoba-coba menjelaskan sesuatu itu ke pihak yang lain yang justru akan bisa membawa mereka pada dunia kegelapan dalam jurang kesalahan. Maka dari itu, kita selalu dituntut untuk selalu belajar baik itu perihal ilmu agama yang bersumber dari Al-Qur’an maupun hadist. Banyak sekali nash-nash yang menjelaskan hal-hal yang mewajibkan manusia untuk berfikir dimana sudah terdapat perbekalan otak yang mampu berfikir yang membedakan mereka dengan makhluk yang lainnya.

      Hapus
  10. asalamualaikaum,,,
    bagaimana jika kita lebih mangengutamakan sumber ilmu yang datang pda zaman sekarang dan mengesampingkan ilmu yang bersumber dari sunah-sunah??

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menurut saya boleh mengambil sumber ilmu yang datang pada zaman sekarang asalkan tidak bertentangan dengan syari’at Islam dan akan lebih baik lagi seandainya kita mengkombinasikan sumber ilmu pengetahuan zaman sekarang dengan ilmu yang bersumber dari sunah-sunah dengan kata lain mengambil nilai-nilai laa yang baik dan menggunakan nilai-nilai baru yang baik. Sebagaimana qaidah arab al-Muhafadhotu ‘ala Qadimi al-Shalih wa al-Akhdzu bi al-Jadid al-Ashlah” (Menjaga khazanah klasik dan menerima modernitas yang lebih baik).

      Hapus
  11. M. Maulida Yulianto
    2021 111 314
    F


    Dlam mkalah disebutkan bahwa "Dalam mendidik, kita dianjurkan untuk bersikap lemah lembut dan tidak berlaku kasar terhadap anak didik kita."
    namun bagaimana kalo kita menghadapi anak didik yang nakal,, bagaimanakah tuntunan al quran dan sunnah dalam menghadapi permasalahan seperti itu??

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menurut saya, dalam menghadapi anak didik yang nakal, kita hendaknya tetap bersikap sabar dan tidak kasar terhadapnya( bersikap lemah lembut). Hal ini sesuai dengan ayat al-Qur'an :

      ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ

      “Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah (lemah lembut) dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An-Nahl: 125)

      Hapus
  12. Sudianto
    2021 111 310
    F

    "asSunnah adalah Sesuatau yang disandarkan kepada nabi shalallahu 'alaihi wasallam, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir maupun sifat."

    apakah ada batasan2 tertentu dalam kita mengikuti atau melaksanakan sunnah atau hadits Rosul SAW?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menurut saya, selama hadits itu diperkuat dengan keshohihannya maka kita harus mengikuti sunnah-sunnah tersebut, namun apabila hadits tersebut dho'if maka ada batasan-batasan tersendiri untuk kita bisa menggunakan hadits tersebut ataukah tidak.
      Maka dari itu kita harus mengerti akan cabang-cabang ilmu hadits tersebut seperti bagaimana caranya kita bisa mengetahui tingkatan-tingkatan hadits, takhrij hadits, dan lain sebagainya.
      Jadi, mengenai batasan-batasan tertentu dalam kita mengetahui atau melaksanakan sunnah atau hadits Rasul SAW itu ya benar ada batasan-batasannya akan tetapi terletak pada hadits dho’if saja. Apabila hadits tersebut diperkuat dengan keshohihannya yang sudah dijabarkan di atas maka tidak ada batasan-batasannya.

      Hapus
  13. 2021 111 189

    Assalaualaikum Wr. Wb.

    kita sebagai seorang muslim dan seorang mahasiswa di sekolah Islam yang minimal tau akan sunnah Rasul, seperti adab makan menurut Rasulullah, tetapi masih banyak dari kita yang tidak menghiraukan hal itu, masih banyak yang makan sambil jalan, makan dengan tangan kiri.. dll, bagaimana pemakalah menanggapi hal ini, sedangkan ini saja hal yang setiap hari dijalani..

    Wassalamualaikum Wr Wb.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wa’alaikumussalam Warohmatullah Wabarokatuh,..

      Sebenarnya bicara mengenai hadits, al-Qur’an dan lain sebagainya itu bukan hanya kita mengerti tentang hal itu, akan tetapi kita juga harus mau mengamalkannya. Dan menurut saya, orang yang seperti itu belum mengerti akan urgensi sunnah Rasul.

      Wa’alaikumussalam Warohmatullah Wabarokatuh,..

      Hapus
  14. 2021 111 216

    Assalamualaikum ....
    menurut mbak balgis apa si kelebihan dan manfaat adanya sunnah sebagai ilmu pengetahuan bagi kehidupan umat muslim ?, jelasskan .
    dan apakah ada kekurangannya, kalo ada jelaskan
    terima kasih mbak balgiss
    wassalamualaikum ...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. Wa'alaikumussalam Warohmatullah Wabarokatuh,..

      Mbk riezka yang berbahagia, mengenai kelebihan dan manfaat adannya sunnah sebagai sumber ilmu pengetahuan bagi kehidupan umat Islam adalah bahwa sebagai umat Islam itu tentunya kita bisa mendapatkan informasi dan juga mendapatkan ilmu pengetahuan serta penjelasan tentang sesuatu yang belum kita ketahui.dan sunnah sendiri memiliki fungsi sebagai pengukuh terhadap ayat- ayat Al-qur'an, sebagai penjelasan terhadap maksud ayat- ayat Al-qur'an, menetapkan hukum yang tidak disebutkan dalam Al-qur'an.

      Menurut saya, sunnah sebagai ilmu pengetahuan tetap ada kekurangan. salah satunya tidak semua ilmu pengetahuan bisa kita ketahui dengan menggunakan sunnah dan terkadang sunnah juga perlu penjelasan, penafsiran, dan juga pemahaman lebih lanjut.

      Wa'alaikumussalam Warohmatullah Wabarokatuh,..

      Hapus
  15. Nur Latifah
    2021 111 215
    F
    "Sesungguhnya Allah A.W.J. belum pernah menghalalkan untuk kamu memasuki rumah-rumah ahlul kitab, kecuali dengan meminta izin. Tidak pula memukul kaum wanita mereka, dan tidak pula memakan buah-buahan mereka, apabila mereka telah memberi kewajiban mereka kepadamu (berupa upeti)”. mohon jelaskan kalimat tersebut dan bagaimana aspek tarbawi yang dapat dipetik dari hal tersebut!!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Berdasarkan cuplikan hadits tersebut kita dapat mengambil beberapa aspek tarbawi yang terkandung dalam hadits tersebut. Diantaranya yaitu Rasulullah memerintahkan kepada kita untuk meminta izin ketika kita akan memasuki rumah orang lain. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat An-Nuur ayat 27-28 yang artinya:

      “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. Jika kamu tidak menemui seorangpun didalamnya, Maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. dan jika dikatakan kepadamu: "Kembali (saja)lah, Maka hendaklah kamu kembali. itu bersih bagimu dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

      Perihal meminta izin ketika akan memasuki rumah orang lain ini berkaitan dengan adab, yaitu perbuatan apa pun yang terpuji, baik berupa perkataan maupun pekerjaan. Suatu pendapat mengatakan bahwa adab artinya memakai akhlak-akhlak yang mulia. Menurut pendapat yang lainnya adab ialah menghormati orang yang lebih tinggi darimu dan belas kasihan kepada orang yang lebih bawah darimu. Menurut pendapat yang lainnya lagi adab ialah menetapi perbuatan-perbuatan yang baik. Pengertian semuanya berdekatan.
      Pasal ini menerangkan tentang meminta izin untuk masuk dan mengenai bilangannya. Tentang meminta izin sampai tiga kali itu diriwayatkan dari jalan riwayat yang banyak sekali. Menurut sunnah yang dilakukan memberi salam dahulu kemudian minta izin sambil berdiri di sisi pintu sekira-kira tidak memandang kepada orang yang berada didalamnya.
      Apabila tidak ada jawaban seorang pun, ia usapkan dua kali sampai tiga kali, apabila tidak ada jawaban lagi hendaklah ia pulang. Apa yang telah disebutkan tentang
      mendahulukan salam sebelum minta izin adalah pendapat yang shahih. Sedang al-Mawardi tentang ini mengemukakan tiga buah pendapat. Pertama sebagaimana di atas. Kedua, minta izin diucapkan sebelum salam dan pendapat ketiga, terserah orang yang akan bertamu boleh salma boleh minta izin lebih dahulu. Jika orang yang akan bertamu melihat shahibul bait (penghuni rumah) sebelum ia masuk ke rumah itu, maka salam lebih dahulu diucapkan. Jika ia tidak melihat shahibul bait maka minta izin lebih dahulu sebelum salam.
      Selain hal minta izin di atas, dalam hadits Rasulullah juga mengajarkan kepada kita untuk bersikap tegas dengan orang berbeda agama tetapi tidak berarti berlaku kasar terhadap mereka. Dalam konteks hadits ini yang dimaksud “kaum wanita kami” yaitu para wanita kafir dzimi yang mereka tunduk pada penguasa Islam serta membayar pajak.
      Adapun aspek tarbawi lain yang dapat dipetik dari hadits yaitu bahwa sumber ilmu pengetahuan yang berupa sunnah merupakan sumber ilmu serta sumber hukum kedua setelah al-Qur’an.

      Hapus
  16. Ning Yuliati
    2021 111 214
    F
    Menurut anda mengapa as Sunnah (hadits) dijadikan sebagai sumber ilmu pengetahuan yang kedua setelah al-Qur'an? dan apakah semua hadits dapat dijadikan sebagai sumber imu pengetahuan? mohon jelaskan!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Allah SWT telah memerintahkan hamba-Nya untuk menjadikan al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber pertama ilmu pengetahuan. Hal ini dikarenakan keduanya adalah langsung dari sisi Allah SWT dan dalam pengawasannya, sehingga terjaga dari kesalahan, dan terbebas dari segala vested interest apapun, karena ia diturunkan dari Yang Maha Berilmu dan Yang Maha Adil. Sehingga tentang kewajiban mengambil ilmu dari keduanya, disampaikan Allah SWT melalui berbagai perintah untuk memikirkan ayat-ayat-Nya (QS 12/1-3) dan menjadikan Nabi SAW sebagai pemimpin dalam segala hal (QS 33/21).

      Mengenai as-Sunnah dijadikan sebagai sumber ilmu pengetahuan yang kedua setelah al-Qur’an menurut saya karena as-Sunnah merupakan sumber yang datangnya dari Nabi Muhammad SAW yang mana beliau mendapatkan jaminan langsung dari Allah SWT yang berupa kema’suman beliau (terpelihara kesalahannya). Dan beliaupun merupakan panutan orang muslim di seluruh dunia dan membawa Islam datang dan menyebar kepada kita semua yaitu melalui perantara beliau. Jadi saya rasa tidak ada salahnya ketika as-Sunnah kita jadikan sebagai sumber ilmu pengetahuan yang kedua setelah al-Qur’an.

      Hapus