PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA KEMUNDURAN
Kelas: PGRA M
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pekalongan
Tahun 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pendidikan Islam dikenal dan diyakini oleh penganut
agama Islam sebagai suatu kegiatan pendidikan yang bersumber dari pokok ajaran
Islam (al-Quran) dan al-Hadits sebagai penjelasnya. Pendidikan Islam yang mulai
dirintis sejak turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad SAW.
Puncak kejayaan pendidikan Islam dimulai dengan
berkembang luasnya lembaga-lembaga pendidikan Islam dan madrasah-madrasah
formal di berbagai pusat kebudayaan Islam. Hal ini dipengaruhi oleh jiwa dan
semangat kaum muslimin pada waktu itu yang sangat dalam penghayatan dan pengamalannya
terhadap ajaran Islam.
Namun pendidikan Islam yang pernah mengalami masa
puncak tersebut, lambat laun mulai mengalami kemerosotan jika dibandingkan
dengan masa sebelumnya. Peristiwa ini belangsung sejak jatuhnya kota Baghdad di
bagian Timur dan kota Cordova di bagian Barat yang keduanya adalah menjadi
pusat pendidikan Islam pada waktu itu.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
sebab-sebab terjadinya kemunduran pendidikan Islam?
2.
Bagaimana
corak pendidikan kemunduran Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sebab-sebab Kemunduran Pendidikan Islam
Menurut M.M. Syarif, sebagaimana dikutip oleh
Zuhairini, menjelaskan bahwa gejala kemunduran pendidikan Islam mulai tampak
setelah abad ke 13 M yang ditandai dengan terus melemahnya pemikiran Islam
sampai abad ke 18 M. Secara kuantitas, pendidikan Islam menunjukkan
perkembangan yang baik. Madrasah telah diperkenalkan dan didirikan di beberapa
wilayah Islam. Keterlibatan langsung penguasa terhadap pendidikan, memacu makin
berkembangnya lembaga-lembaga pendidikan. Penguasa Dinasti Ayyubiyah, Mamluk,
Usmani dan sebagainya terus memperbanyak bangunan madrasah-madrasah.
Kemunduran pendidikan Islam pada masa-masa ini
terletak pada merosotnya mutu pendidikan dan pengajaran di lembaga-lembaa
pendidikan Islam. Materi yang diajarkan hanyalah materi-materi dan ilmu
keagamaan. Lembaga-lembaga pendidikan tidak lagi mengajarkan ilmu-ilmu
filosofis, termasuk ilmu pengetahuan. Rasionalisme pun kehilangan peranannya,
dalam arti semakin dijauhi. Kedudukan akal semakin surut. Dengan dicurigainya
pemikiran rasional, daya penalaran umat Islam mengalami kebekuan sehingga
pemikiran kritis, penelitian, dan ijtihad tidak lagi dikembangkan. Akibatnya,
tidak ada lagi ulama-ulama yang menghasilkan karya-karya intelektualisme yang
mengagumkan. Mereka lebih senang mengikuti pemikiran-pemikiran ulama terdahulu
daripada berusaha melakukan pememuan-penemuan baru.[1]
Diantara sebab-sebab terjadinya kemunduran pendidikan
Islam sebagai berikut.
1.
Runtuhnya Bagdad di Timur (1258
M), dan Cordova di Barat (1238 M)
Kehancuran total yang dialami oleh Baghdad dan Cordova
sebagai pusat-pusat pendidikan dan kebudayaan Islam, menandai runtuhnya
sendi-sendi pendidikan dan kebudayaan Islam. Sekitar 800.000 penduduk Bagdad
dibunuh. Perpustakaan dihancurkan, ribuan rumah penduduk diratakan. Dalam
peristiwa tersebut, umat Islam kehilangan lembaga-lembaga pendidikan dan
buku-buku ilmu pengetahuan yang sangat berhaga nilainya bagi pendidikan Islam. Dunia
Islam benar-benar mengalami suasana kegelapan. Daya intelektual umat Islam
tidak mampu untuk mengatasi persoalan-persoalan baru yang dihadapi sebagai
akibat perubahan dan perkembangan zaman. Sebagian besar kaum Muslimin tenggelam
dengan ajaran tasawuf yang sudah jauh menyimpang dari roh Islam. Sebaliknya
bangsa Eropa yang saat itu sedang sibuk melepaskan armada-armadanya untuk
mengarungi lautan untuk menjarah kekayaan negeri-negeri Islam sambil memperluas
ajaran Kristen ke negeri-negeri Islam yang mereka kuasai.
2.
Tenggelamnya Pola Pikir yang Rasional
Pada masa jayanya pendidikan Islam terdapat dua pola
pendidikan yang menghiasi dunia Islam, yaitu pola pemikiran yang bersifat
tradisional yang selalu mendasarkan pada wahyu, yang kemudian berkembang
menjadi pola pemikiran sufistis dan mengembangkan pola pendidikan sufi. Pola
pendidikan ini sangat memperhatikan aspek-aspek batiniah dan akhlak atau budi
pekerti manusia. Sedangkan dari pola pemikiran yang rasional, yang mementingkan
akal pikiran, menimbulkan pola pendidikan empiris rasional. Pola pendidikan
bentuk kedua ini sangat memperhatikan pendidikan intelektual dan penguasaan
material.
Setalah pola pemikiran rasional diambil alih
pengembangannya oleh dunia Barat (Eropa) dan dunia Islampun meninggalkan pola
berpikir tersebut, maka dalam dunia Islam tinggal pola pemikiran sufistis, yang
sifatnya memang sangat memperhatikan kehidupan batin, sehingga mengabaikan
dunia material. Pola pendidikan yang dikembangkannya pun tidak lagi
menghasilkan perkembangan budaya Islam yang bersifat material. Dari aspek
inilah dikatakan pendidikan dan kebudayaan Islam mengalami kemunduran, atau
setidak-tidaknya dapat dikatakan pendidikan Islam mengalami kemandegan.[2]
M.M Syarif dalam Muslim Thought, mengungkapkan
gejala kemunduran pendidikan dan kebudayaan Islam tersebut sebagai berikut,
“…telah kita saksikan bahwa pikiran Islam telah malaksanakan satu kemajuan yang
hebat dalam jangka waktu yang terletak di antara abad ke VIII dan abad ke XIII
M….kemudian kita memperhatikan hasil-hasil yang diberikan kaum Muslimin kepada
Eropa, sebagai satu perbekalan yang matang untuk menjadi dasar pokok dalam
pembangkitan Eropa (renaissance)”.
Menurut M.M.Syarif sebab-sebab melemahnya pemikiran
Islam antara lain:
a)
Telah berkelebihan filsafat Islam (yang bercorak sufistis) yang
dimasukkan oleh Al-Ghazali dalam alam Islami di Timur, dan berkelebihan pula
Ibnu Rusyd dalam memasukkan filsafat Islamnya (yang bercorak rasionalistis) ke
dunia Islam di Barat. Al-Ghazali dengan filsafat Islamnya menuju ke arah bidang
rohaniah hingga menghilang ia ke dalam mega alam tasawuf, sedangkan Ibnu Rusyd
dengan filsafatnya menuju ke arah yang bertentangan dengan Al-Ghazali. Maka
Ibnu Rusyd dengan filsafatnya menuju ke jurang materialisme.
Al-Ghazali
mendapat sukses di Timur, hingga pendapat-pendapatnya merupakan satu aliran
yang terpenting. Ibnu Rusyd mendapat sukses di Barat hingga pikiran-pikirannya
menjadi pimpinan yang penting bagi alam pikiran Barat.
b)
Umat Islam, terutama para pemerintahannya (khalifah, sultan amir-amir)
melalaikan ilmu pengetahuan dan kebudayaan, dan tidak memberi kesempatan untuk
berkembang. Kalau pada mulanya para pejabat pemerintah sangat memperhatikan
perkembangan ilmu pengetahuan, dengan memberikan penghargaan yang tinggi kepada
para ahli ilmu pengetahuan, maka pada masa menurun dan melemahnya kehidupan
umat Islam ini, para ahli ilmu pengetahuan umumnya terlibat dalam urusan-urusan
pemerintahan, sehingga melupakan pengembangan ilmu pengetahuan.
c)
Terjadinya pemberontakan-pemberontakan yang dibarengi dengan serangan
dari luar, sehinga menimbulkan kehancuran-kehancuran yang mengakibatkan
berhentinya kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan di dunia
Islam.[3]
B.
Corak kemunduran Pendidikan Islam dapat dilihat dari berbagai aspek
berikut:
1.
Dalam Bidang Intelektual
Kemunduran dalam bidang intelektual ditandai dengan
ketidakmampuan umat Islam untuk mempergunakan akalnya dalam mengembangkan
ilmu-ilmu keislaman.
Ketidakmampuan intelektual tersebut terlihat dari
pernyataan bahwa “pintu ijtihad telah tertutup”, dan muncul semboyan dari
ajaran Thariqat yang menyatakan sebagai berikut: ad-dunya sijnun lil mukmin
wa Jannah lil kafir, yang artinya dunia adalah penjara bagi orang mukmin
dan surga bagi orang kafir. Semboyan tersebut sangat popular di tengah-tengah
masyarakat Islam sehingga melahirkan kemalasan dan tidak memiliki mental
bersaing, Akibatnya terjadilah kebekuan intelektual secara total.[4]
2.
Dalam Bidang Aqidah dan Ibadah
Dalam bidang Aqidah, perbuatan syirik dan kufarat
sudah membudaya. Sedangkan dalam bidang ibadah, telah masuk hal-hal yang bersifat
bid’ah ke dalam pengamalan ibadah. Akibatnya guru-guru, pemimpin-pemimpin
rohani dikultuskan dan dijadikan perantara antara hamba dengan Allah. Kuburan
dan benda-benda peninggalan orang tua dikeramatkan.
Begitu pula adanya pembatasan konsep ibadah hanya
dalam ritual peribadatan yang sempit. Ibadah hanya dimaknai dalam bentuk
sholat, zakat, shaum, haji, membaca Al-Quran, dzikir, dan seterusnya.
Aktivitas-aktivitas ibadah yang berdimensi sosial (amar makruf nahi mungkar,
jihad fi sabilillah, pendidikan, pertahanan dan militar), atau aktivitas
ibadah-ibadah yang lebih kental nuansa duniawinya (seperti aktivitas ekonomi,
politik, ilmu pengetahuan dan penelitian, sosial budaya dan seterusnya) tidak
dianggap sebagai bagian yang tak terpisahkan dari konsep ibadah. Alhasil, pelan
namun pasti, secara tidak sadar syarat ikhlas dan mutaba’ah
(mengikuti sunah rasul) mulai lepas dari sebagian besar aktivitas hidup umat
Islam. Pelan dan pasti kerusakan merembet ke berbagai bidang kehidupan.
Fenomena yang telah mewabah ini menimbulkan dampak buruk:
a)
Ritual-ritual ibadah dilakukan dengan cara taqlid, tidak mempunyai
pengaruh dan faedah karena dipisahkan dari ajaran-ajaan Islam yang lain.
b)
Kaum muslimin meremehkan aktivitas-aktivitas ibadah yang lain, karena
menganggapnya bukan ibadah.
c)
Memusatkan perhatian kepada aspek personal (keshalihan pribadi) dan
mengabaikan aspek sosial (keshalihan masyarakat).
d)
Membuat ibadah-ibadah yang bid’ah.
e)
Ibadah (dalam artian ritual-ritual peribadatan) telah menggantikan
kedudukan amal. Ritual membaca Al-Quran dan hadits sudah menggantikan posisi
mengamalkan isi Al-Quran, membaca sejarah ketinggian akhlak salaf salih sudah
menggantikan posisi beramal dengan akhlak yang mulia, dan seterusnya.[5]
3.
Dalam bidang Fiqh
Dalam bidang Fiqh, (karena menganggap pintu ijtihad
telah tertutup) maka yang terjadi adalah berkembangnya taqlid buta dikalangan
umat. Dengan sikap hidup yang fatalistis tersebut, kehidupan mereka sangat
statis, tidak ada problem-problem baru dalam bidang fiqh. Apa yang sudah ada
dalam kitab-kitab fiqh lama dianggapnya sebagai sesuatu yang sudah baku, mantap
dan benar, dan harus diikuti serta dilaksanakan sebagaimana adanya.
4.
Dalam Bidang Pola Pikir
Kehancuran dan kemunduran-kemunduran yang dialami oleh
umat Islam terutama dalam bidang kehidupan intelektual dan material ini, dan
beralihnya secara drastis pusat-pusat kebudayaan dari dunia Islam ke Eropa,
menimbulkan rasa lemah diri dan putus asa di kalangan masyarakat kaum Muslimin.
Ini telah menyebabkan mereka lalu mencari pegangan dan sandaran hidup yang bisa
mengarahkan kehidupan mereka. Aliran pemikiran tradisionalisme Jabariyah
mendapatkan tempat di hati masyarakat secara meluas.
5.
Dalam Bidang Karya Ilmiah
Pada masa kejayaan Islam, umat Islam memelopori
perkembangan ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang ilmu keislaman, bahkan
kemajuan Eropa yang terus berkembang hingga saat ini banyak berhutang kepada
khazanah ilmu pengetahuan Islam yang berkembang di periode klasik.
Namun pada masa kemunduran tidak ada lagi buku-buku
ilmu keislaman yang dihasilkan oleh para sarjana muslim. Pembelajaran tidak
menghasilkan ilmu yang baru tetapi hanya menghasilkan syarah (komentar),
bahkan syarah dari syarah (komentar atas komentar).
Fazlur Rahman menjelaskan sebagai berikut,’……
Kebiasaan menulis komentar-komentar yang sistematis, pada mulanya, selalu
disertai dengan penulisan karya-karya asli. Pada abad ke-6 H/12 M, misalnya
Fakhruddin Ar-Razi menulis sebuah komentar atas Ibnu Sina, tetapi juga
mengarang beberapa karya yang independen. Tetapi di kemudian hari berkembanglah
kebiasaan untuk menulis komentar atas komentar, hingga karya yang asli yang menjadi
subyek komentar tersebut hampir sama sekali terlupakan.[6]
Demikian gambaran umat Islam yang mengalami kemunduran
tidak hanya dibidang pendidikan dan pemikiran tetapi juga pada aspek lainnya,
seperti keagamaan, kemasyarakatan, politik, dan ekonomi. Umat Islam menjadi
statis, jumud, dan terbelakang.[7]
BAB III
PENUTUP
Sebab-sebab terjadinya kemunduran pendidikan Islam
adalah Runtuhnya Bagdad di Timur (1258 M), dan Cordova di Barat (1238 M).
dimana kedua kota tersebut merupakan pusat-pusat pendidikan dan kebudayaan
Islam. Penyebab selanjutnya adalah
Tenggelamnya Pola Pikir yang Rasional, yaitu pola pendidikan yang memperhatikan
pendidikan intelektual dan penguasaan material.
Corak kemunduran Pendidikan Islam juga terdapat dalam
bidang intelektual, aqidah dan ibadah, fiqh, pola pikir, dan dalam bidang karya
ilmiah.
DAFTAR PUSTAKA
Asrahah,
Hanun. 1999. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Logos.
Ramayulis. 2011. Sejarah
Pendidikan Islam. Jakarta:
Kalam Mulia.
Shafwan,
Muhammad Hambal. 2014. Intisari Sejarah Pendidikan Islam. Solo: Pustaka
Arafah.
Sukur, Fatah. 2012. Sejarah pendidikan Islam. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Syarif, M.M. MuslimThought.Terj. Fuad M. Fachrudin. Bandung: Diponegoro.
Zuhairini, dkk. 2004. Sejarah Pendidikan Islam.
Jakarta: Bumi Aksara
Data Diri Pemakalah
Nama: Lailati
Masroh
Nim: 2024214405
TTL: Pekalongan
22 Januari 1990
Alamat: Rowokembu
Milahan Rt/Rw: 05/03 no. 384
Wonopringgo
Nama: Nur Zakiyah
NIM: 2024214422
Alamat: Batang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar