Laman

new post

zzz

Rabu, 14 Oktober 2015

s pendis M 5

PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA KEMUNDURAN

  Lailati Masroh
 Nur Zakiyah

Kelas: PGRA M

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pekalongan
Tahun 2015




 BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Pendidikan Islam dikenal dan diyakini oleh penganut agama Islam sebagai suatu kegiatan pendidikan yang bersumber dari pokok ajaran Islam (al-Quran) dan al-Hadits sebagai penjelasnya. Pendidikan Islam yang mulai dirintis sejak turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad SAW.
Puncak kejayaan pendidikan Islam dimulai dengan berkembang luasnya lembaga-lembaga pendidikan Islam dan madrasah-madrasah formal di berbagai pusat kebudayaan Islam. Hal ini dipengaruhi oleh jiwa dan semangat kaum muslimin pada waktu itu yang sangat dalam penghayatan dan pengamalannya terhadap ajaran Islam.
Namun pendidikan Islam yang pernah mengalami masa puncak tersebut, lambat laun mulai mengalami kemerosotan jika dibandingkan dengan masa sebelumnya. Peristiwa ini belangsung sejak jatuhnya kota Baghdad di bagian Timur dan kota Cordova di bagian Barat yang keduanya adalah menjadi pusat pendidikan Islam pada waktu itu.
B.            Rumusan Masalah
1.    Apa sebab-sebab terjadinya kemunduran pendidikan Islam?
2.    Bagaimana corak pendidikan kemunduran Islam?









BAB II
PEMBAHASAN

A.      Sebab-sebab Kemunduran Pendidikan Islam
Menurut M.M. Syarif, sebagaimana dikutip oleh Zuhairini, menjelaskan bahwa gejala kemunduran pendidikan Islam mulai tampak setelah abad ke 13 M yang ditandai dengan terus melemahnya pemikiran Islam sampai abad ke 18 M. Secara kuantitas, pendidikan Islam menunjukkan perkembangan yang baik. Madrasah telah diperkenalkan dan didirikan di beberapa wilayah Islam. Keterlibatan langsung penguasa terhadap pendidikan, memacu makin berkembangnya lembaga-lembaga pendidikan. Penguasa Dinasti Ayyubiyah, Mamluk, Usmani dan sebagainya terus memperbanyak bangunan madrasah-madrasah.
Kemunduran pendidikan Islam pada masa-masa ini terletak pada merosotnya mutu pendidikan dan pengajaran di lembaga-lembaa pendidikan Islam. Materi yang diajarkan hanyalah materi-materi dan ilmu keagamaan. Lembaga-lembaga pendidikan tidak lagi mengajarkan ilmu-ilmu filosofis, termasuk ilmu pengetahuan. Rasionalisme pun kehilangan peranannya, dalam arti semakin dijauhi. Kedudukan akal semakin surut. Dengan dicurigainya pemikiran rasional, daya penalaran umat Islam mengalami kebekuan sehingga pemikiran kritis, penelitian, dan ijtihad tidak lagi dikembangkan. Akibatnya, tidak ada lagi ulama-ulama yang menghasilkan karya-karya intelektualisme yang mengagumkan. Mereka lebih senang mengikuti pemikiran-pemikiran ulama terdahulu daripada berusaha melakukan pememuan-penemuan baru.[1]




Diantara sebab-sebab terjadinya kemunduran pendidikan Islam sebagai berikut.
1.      Runtuhnya Bagdad di Timur (1258 M), dan Cordova di Barat (1238 M)
Kehancuran total yang dialami oleh Baghdad dan Cordova sebagai pusat-pusat pendidikan dan kebudayaan Islam, menandai runtuhnya sendi-sendi pendidikan dan kebudayaan Islam. Sekitar 800.000 penduduk Bagdad dibunuh. Perpustakaan dihancurkan, ribuan rumah penduduk diratakan. Dalam peristiwa tersebut, umat Islam kehilangan lembaga-lembaga pendidikan dan buku-buku ilmu pengetahuan yang sangat berhaga nilainya bagi pendidikan Islam. Dunia Islam benar-benar mengalami suasana kegelapan. Daya intelektual umat Islam tidak mampu untuk mengatasi persoalan-persoalan baru yang dihadapi sebagai akibat perubahan dan perkembangan zaman. Sebagian besar kaum Muslimin tenggelam dengan ajaran tasawuf yang sudah jauh menyimpang dari roh Islam. Sebaliknya bangsa Eropa yang saat itu sedang sibuk melepaskan armada-armadanya untuk mengarungi lautan untuk menjarah kekayaan negeri-negeri Islam sambil memperluas ajaran Kristen ke negeri-negeri Islam yang mereka kuasai.
2.    Tenggelamnya Pola Pikir yang Rasional
Pada masa jayanya pendidikan Islam terdapat dua pola pendidikan yang menghiasi dunia Islam, yaitu pola pemikiran yang bersifat tradisional yang selalu mendasarkan pada wahyu, yang kemudian berkembang menjadi pola pemikiran sufistis dan mengembangkan pola pendidikan sufi. Pola pendidikan ini sangat memperhatikan aspek-aspek batiniah dan akhlak atau budi pekerti manusia. Sedangkan dari pola pemikiran yang rasional, yang mementingkan akal pikiran, menimbulkan pola pendidikan empiris rasional. Pola pendidikan bentuk kedua ini sangat memperhatikan pendidikan intelektual dan penguasaan material.
Setalah pola pemikiran rasional diambil alih pengembangannya oleh dunia Barat (Eropa) dan dunia Islampun meninggalkan pola berpikir tersebut, maka dalam dunia Islam tinggal pola pemikiran sufistis, yang sifatnya memang sangat memperhatikan kehidupan batin, sehingga mengabaikan dunia material. Pola pendidikan yang dikembangkannya pun tidak lagi menghasilkan perkembangan budaya Islam yang bersifat material. Dari aspek inilah dikatakan pendidikan dan kebudayaan Islam mengalami kemunduran, atau setidak-tidaknya dapat dikatakan pendidikan Islam mengalami kemandegan.[2]
M.M Syarif dalam Muslim Thought, mengungkapkan gejala kemunduran pendidikan dan kebudayaan Islam tersebut sebagai berikut, “…telah kita saksikan bahwa pikiran Islam telah malaksanakan satu kemajuan yang hebat dalam jangka waktu yang terletak di antara abad ke VIII dan abad ke XIII M….kemudian kita memperhatikan hasil-hasil yang diberikan kaum Muslimin kepada Eropa, sebagai satu perbekalan yang matang untuk menjadi dasar pokok dalam pembangkitan Eropa (renaissance)”.
Menurut M.M.Syarif sebab-sebab melemahnya pemikiran Islam antara lain:
a)    Telah berkelebihan filsafat Islam (yang bercorak sufistis) yang dimasukkan oleh Al-Ghazali dalam alam Islami di Timur, dan berkelebihan pula Ibnu Rusyd dalam memasukkan filsafat Islamnya (yang bercorak rasionalistis) ke dunia Islam di Barat. Al-Ghazali dengan filsafat Islamnya menuju ke arah bidang rohaniah hingga menghilang ia ke dalam mega alam tasawuf, sedangkan Ibnu Rusyd dengan filsafatnya menuju ke arah yang bertentangan dengan Al-Ghazali. Maka Ibnu Rusyd dengan filsafatnya menuju ke jurang materialisme.
Al-Ghazali mendapat sukses di Timur, hingga pendapat-pendapatnya merupakan satu aliran yang terpenting. Ibnu Rusyd mendapat sukses di Barat hingga pikiran-pikirannya menjadi pimpinan yang penting bagi alam pikiran Barat.
b)   Umat Islam, terutama para pemerintahannya (khalifah, sultan amir-amir) melalaikan ilmu pengetahuan dan kebudayaan, dan tidak memberi kesempatan untuk berkembang. Kalau pada mulanya para pejabat pemerintah sangat memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan, dengan memberikan penghargaan yang tinggi kepada para ahli ilmu pengetahuan, maka pada masa menurun dan melemahnya kehidupan umat Islam ini, para ahli ilmu pengetahuan umumnya terlibat dalam urusan-urusan pemerintahan, sehingga melupakan pengembangan ilmu pengetahuan.
c)    Terjadinya pemberontakan-pemberontakan yang dibarengi dengan serangan dari luar, sehinga menimbulkan kehancuran-kehancuran yang mengakibatkan berhentinya kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan di dunia Islam.[3]

B.       Corak kemunduran Pendidikan Islam dapat dilihat dari berbagai aspek berikut:
1.    Dalam Bidang Intelektual
Kemunduran dalam bidang intelektual ditandai dengan ketidakmampuan umat Islam untuk mempergunakan akalnya dalam mengembangkan ilmu-ilmu keislaman.
Ketidakmampuan intelektual tersebut terlihat dari pernyataan bahwa “pintu ijtihad telah tertutup”, dan muncul semboyan dari ajaran Thariqat yang menyatakan sebagai berikut: ad-dunya sijnun lil mukmin wa Jannah lil kafir, yang artinya dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir. Semboyan tersebut sangat popular di tengah-tengah masyarakat Islam sehingga melahirkan kemalasan dan tidak memiliki mental bersaing, Akibatnya terjadilah kebekuan intelektual secara total.[4]
2.    Dalam Bidang Aqidah dan Ibadah
Dalam bidang Aqidah, perbuatan syirik dan kufarat sudah membudaya. Sedangkan dalam bidang ibadah, telah masuk hal-hal yang bersifat bid’ah ke dalam pengamalan ibadah. Akibatnya guru-guru, pemimpin-pemimpin rohani dikultuskan dan dijadikan perantara antara hamba dengan Allah. Kuburan dan benda-benda peninggalan orang tua dikeramatkan.
Begitu pula adanya pembatasan konsep ibadah hanya dalam ritual peribadatan yang sempit. Ibadah hanya dimaknai dalam bentuk sholat, zakat, shaum, haji, membaca Al-Quran, dzikir, dan seterusnya. Aktivitas-aktivitas ibadah yang berdimensi sosial (amar makruf nahi mungkar, jihad fi sabilillah, pendidikan, pertahanan dan militar), atau aktivitas ibadah-ibadah yang lebih kental nuansa duniawinya (seperti aktivitas ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan penelitian, sosial budaya dan seterusnya) tidak dianggap sebagai bagian yang tak terpisahkan dari konsep ibadah. Alhasil, pelan namun pasti, secara tidak sadar syarat ikhlas dan mutaba’ah (mengikuti sunah rasul) mulai lepas dari sebagian besar aktivitas hidup umat Islam. Pelan dan pasti kerusakan merembet ke berbagai bidang kehidupan. Fenomena yang telah mewabah ini menimbulkan dampak buruk:
a)    Ritual-ritual ibadah dilakukan dengan cara taqlid, tidak mempunyai pengaruh dan faedah karena dipisahkan dari ajaran-ajaan Islam yang lain.
b)   Kaum muslimin meremehkan aktivitas-aktivitas ibadah yang lain, karena menganggapnya bukan ibadah.
c)    Memusatkan perhatian kepada aspek personal (keshalihan pribadi) dan mengabaikan aspek sosial (keshalihan masyarakat).
d)   Membuat ibadah-ibadah yang bid’ah.
e)    Ibadah (dalam artian ritual-ritual peribadatan) telah menggantikan kedudukan amal. Ritual membaca Al-Quran dan hadits sudah menggantikan posisi mengamalkan isi Al-Quran, membaca sejarah ketinggian akhlak salaf salih sudah menggantikan posisi beramal dengan akhlak yang mulia, dan seterusnya.[5]
3.    Dalam bidang Fiqh
Dalam bidang Fiqh, (karena menganggap pintu ijtihad telah tertutup) maka yang terjadi adalah berkembangnya taqlid buta dikalangan umat. Dengan sikap hidup yang fatalistis tersebut, kehidupan mereka sangat statis, tidak ada problem-problem baru dalam bidang fiqh. Apa yang sudah ada dalam kitab-kitab fiqh lama dianggapnya sebagai sesuatu yang sudah baku, mantap dan benar, dan harus diikuti serta dilaksanakan sebagaimana adanya.
4.    Dalam Bidang Pola Pikir
Kehancuran dan kemunduran-kemunduran yang dialami oleh umat Islam terutama dalam bidang kehidupan intelektual dan material ini, dan beralihnya secara drastis pusat-pusat kebudayaan dari dunia Islam ke Eropa, menimbulkan rasa lemah diri dan putus asa di kalangan masyarakat kaum Muslimin. Ini telah menyebabkan mereka lalu mencari pegangan dan sandaran hidup yang bisa mengarahkan kehidupan mereka. Aliran pemikiran tradisionalisme Jabariyah mendapatkan tempat di hati masyarakat secara meluas.
5.    Dalam Bidang Karya Ilmiah
Pada masa kejayaan Islam, umat Islam memelopori perkembangan ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang ilmu keislaman, bahkan kemajuan Eropa yang terus berkembang hingga saat ini banyak berhutang kepada khazanah ilmu pengetahuan Islam yang berkembang di periode klasik.
Namun pada masa kemunduran tidak ada lagi buku-buku ilmu keislaman yang dihasilkan oleh para sarjana muslim. Pembelajaran tidak menghasilkan ilmu yang baru tetapi hanya menghasilkan syarah (komentar), bahkan syarah dari syarah (komentar atas komentar).
Fazlur Rahman menjelaskan sebagai berikut,’…… Kebiasaan menulis komentar-komentar yang sistematis, pada mulanya, selalu disertai dengan penulisan karya-karya asli. Pada abad ke-6 H/12 M, misalnya Fakhruddin Ar-Razi menulis sebuah komentar atas Ibnu Sina, tetapi juga mengarang beberapa karya yang independen. Tetapi di kemudian hari berkembanglah kebiasaan untuk menulis komentar atas komentar, hingga karya yang asli yang menjadi subyek komentar tersebut hampir sama sekali terlupakan.[6]
Demikian gambaran umat Islam yang mengalami kemunduran tidak hanya dibidang pendidikan dan pemikiran tetapi juga pada aspek lainnya, seperti keagamaan, kemasyarakatan, politik, dan ekonomi. Umat Islam menjadi statis, jumud, dan terbelakang.[7]

























BAB III
PENUTUP

Sebab-sebab terjadinya kemunduran pendidikan Islam adalah Runtuhnya Bagdad di Timur (1258 M), dan Cordova di Barat (1238 M). dimana kedua kota tersebut merupakan pusat-pusat pendidikan dan kebudayaan Islam.  Penyebab selanjutnya adalah Tenggelamnya Pola Pikir yang Rasional, yaitu pola pendidikan yang memperhatikan pendidikan intelektual dan penguasaan material.
Corak kemunduran Pendidikan Islam juga terdapat dalam bidang intelektual, aqidah dan ibadah, fiqh, pola pikir, dan dalam bidang karya ilmiah.



















DAFTAR PUSTAKA

Asrahah, Hanun. 1999. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Logos.
Ramayulis. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Shafwan, Muhammad Hambal. 2014. Intisari Sejarah Pendidikan Islam. Solo: Pustaka Arafah.
Sukur, Fatah. 2012. Sejarah pendidikan Islam. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Syarif, M.M. MuslimThought.Terj. Fuad M. Fachrudin. Bandung: Diponegoro.
Zuhairini, dkk. 2004. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara



















Data Diri Pemakalah

Nama:         Lailati Masroh  
Nim:           2024214405                                                       
TTL:           Pekalongan 22 Januari 1990
Alamat:      Rowokembu Milahan Rt/Rw: 05/03 no. 384
                   Wonopringgo


Nama:  Nur Zakiyah
NIM:          2024214422
Alamat:      Batang




       [1] Hanun Asrahah, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Logos, cet. Ke-4, 1999), h. 120-121

       [2] Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1997) h. 109
       [3] M.M. Syarif, MuslimThought, Terj. Fuad M. Fachrudin (Bandung: Diponegoro) h. 161-64
       [4] Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2011) h.157
       [5] Fatah Syukur,Sejarah pendidikan Islam (semarang: Pustaka Rizki Putra, 2012), h. 81
       [6] Muhammad Hambal Shafwan, Intisari Sejarah Pendidikan Islam (Solo: Pustaka Arafah, 204) h. 208-211

       [7] Hanun Asrahah, Op. cit, h.126

Tidak ada komentar:

Posting Komentar