AKAL, ILMU dan AMAL
Mata Kuliah: Hadist Tarbawi II
Disusun Oleh:
Sahurip (2021113010)
Kelas: G
JURUSAN TARBIYAH PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2015
KATA PENGANTAR
Dengan
menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah Hadist Tarbawi II “Akal, Ilmu dan Amal” dapat terselesaikan dengan
baik.
Penulis
berterima kasih kepada Bapak Muhammad
Hufron, M.S.I selaku dosen pengampu Mata Kuliah Hadits Tarbawi II. Tak lupa
kepada teman-teman kelas PAI G yang memberikan motivasi kepada penulis untuk
bisa menyelesaikan tugas makalah ini.
Penulis
menyadari dalam makalah ini jauh lebih dari kata sempurna, semoga makalah ini
bisa bermanfaat bagi pembacanya.
Pekalongan, 13 Maret 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Hadits
sebagai sumber kedua setelah Al – Qur’an selain mempunyai fungsi menjelaskan,
menguatkan hukum yang ada dalam AL –
Qur’an juga merupakan sumber ilmu pengetahuan (keagamaan), humaniora
(kemanusiaan) dan pengetahuan sosial yang dibutuhkan umat manusia.
Hadits dari Aisyah mengatakan bahwa manusia
bisa utama baik di dunia maupun di akhirat dengan akalnya. Allah SWT
menganugerahkan akal kepada manusia, dengan akal itulah manusia berbeda dari
makhluk – makhluk lainnya. Dan dengan akal juga manusia dikenai kewajiban oleh
Allah SWT. Agar manusia tidak sesat, maka akal manusia harus dibekali dengan
ilmu yang bermanfaat sehingga manusia mendapatkan keutamaan baik di dunia
maupun di akhirat.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Akal adalah sarana terpenting yang
dapat membantu manusia membangun peradaban dibumi dan melaksanakan tugas
kekhalifahan sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah SWT. Allah SWT
menganugerahkan kepada manusia suatu petunjuk yang tinggi, yaitu petunjuk akal.
Akal itulah yang membedakan manusia dari semua makhluk lainnya. Dengan akal,
manusia dapat mengetahui dirinya sendiri dan dunianya serta Rabbnya. Dan
akal itulah yang menjadikan manath al-taklif ( sebab manusia dikenakan
kewajiban oleh Allah SWT ).
Akal juga sering tergesa-gesa,
sombong atau dikuasai oleh ambisi. Akal juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan,
latar belakang keagamaan, dan budaya masyarakat yang ia warisi, baik pengaruh
ini merupakan pengaruh positif ataupun negatif.[1]
Karena itu, akal sebagaimana
dikatakan oleh Imam Muhammad Abduh memerlukan penolong yang dapat membimbingnya
kejalan yang benar, pembimbing itu akan memberikan perasaan damai apa yang akan
dicapai oleh akal, pembimbing akal ini adalah wahyu Ilahi.[2]
Sedangkan Ilmu menurut etimologi
berasal dari kata bahasa Arab عَلِمَ artinya
mengetahui, sedangkan menurut istilah yaitu:
اَ لْعِلْمُ صِفَة ٌيَنْكَشِفُ بِهاَ ا لْمَطْلُوْ بِ ا
ِنْكِشاَ فاً تاَ ماً
“ilmu adalah suatu sifat yang
dengan sifat tersebut sesuatu yang dituntut bisa terungkap dengan senpurna”.
Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa ilmu merupakan sarana untuk mengungkap, mengatasi, menyelesaikan dan
menjawab persoalan yang sedang dihadapi dalam hidup dan kehidupan manusia.
Dengan ilmunya orang akan dapat memikirkan semesta dengan segala kemahakuasaan
Penciptanya, dimana proses berfikir itu melibatkan akalnya.[3]
Sedangkan amal adalah perbuatan
manusia yang biasanya mengacu pada perbuatan positif atau aplikasi ilmu dalam
kehidupan.
Bisa dikatakan bahwa setiap
perbuatan atau amalan manusia itu semua dapat dilakukan karena adanya akal dan
ilmu yang telah Allah berikan kepada tiap-tiap manusia agar mereka dapat
melakukan sesuatu dalam kehidupannya. Dari akal manusia dapat memikirkan
sesuatu dan mencoba mencari tahunya secara terus menerus yang disebut dengan
ilmu yang kemudian ilmu tersebut akan disampaikan kepada orang lain atau
sebagai amal.
Seorang muslim yang unggul dengan akal dan kebersihan pikirannya adalah
manusia yang lurus, seimbang dan realitas, bukan manusia yang gelisah dan
goncang jiwanya. Orang seperti ini akan menyingsingkan lengan baju untuk segera
bersungguh-sungguh dalam beramal sholeh tanpa bersandar kepada asal keturunan,
kemuliaan nenek moyang dan tempat tinggal.[4]
2.
Teori
Pendukung
Manusia
adalah makhluk yang dilengkapi Allah sarana berpikir,namun sayang kebanyakan
dari mereka tidak menggunakan sarana yang teramat penting ini sebagaimana
mestinya. Sebenarnya, setiap orang memiliki tingkat kemampuan berpikir
tersebut, semakin dalam ia berpikir semakin bertambahlah kemampuan berpikirnya
dan hal ini mungkin sekali berlaku bagi setiap orang. Tiap orang mempunyai
kebutuhan untuk berpikir serta menggunakan akalnya semaksimal mungkin.[5]
Fungsi dan
peran ilmu :
a.
Ilmu
merupakan sarana dan alat untuk mengenal Allah SWT.
b.
Ilmu akan
menunjukkan jalan menuju kebenaran dan meninggalkan kebodohan
c.
Ilmu
merupakan syarat utama diterimanya seluruh amalan seorang hamba, maka orang
yang beramal tanpa ilmu akan tertolak seluruh amalannya.
Dan sebaik-baiknya ilmu adalah ilmu yang diamalkan, sedang beramal
sendiri diperlukan akal agar pengamalan ilmunya tepat sesusai dengan apa yang
diharapkan. Dengan demikian menjadikannya ilmu yang bermanfaat.
3.
Materi Hadist
a.
Hadits 21 : Proses Akal Sehat ( Akal, Ilmu dan Amal )
عَنْ عَائِشة
قَالَتْ:﴿ قُلْتُ يَا رَسُوْلَ
اللهِ بِأَيِّ شَئٍ يَتَفَاضَلُ النَّاسُ فِى الدُّنْيَا ؟ قَالَ: بِالْعَقْلِ,
قَلَتْ فَفِى اْلأَخِرَةِ ؟ قَالَ: بِالْعَقْلِ. فَقَالَتْ عَائِشَةُ: اِنَّمَا
يُجْزَوْنَ بِأَعْمَالِهِمْ ؟ قَالَ وَهَلْ عَمِلُوْا اِلاَّ بِقَدْرِمَا أَعْطَاهُمْ
اللهُ مِنَ الْعَقْلِ فَبِقَدْرِمَا أُعْطُوْا مِنَ الْعَقْلِ كَانَتْ
أَعْمَالُهُمْ وَبِقَدْرِمَا عَمِلُوْا يُجْزَوِنَ﴾ ( رَاوَهُ الحَارث فِى الْمُسْنَد )
b.
Terjemah Hadits
Dari ‘Aisyah-ra- ia berkata : saya
bertanya kepada Rasulullah, dengan apakah manusia bisa utama di dunia.
Rasulullah berkata ; dengan akal. Aisyah bertanya lagi : kalau diakhirat?,
Rasulullah menjawab ; dengan akal. Maka Aisyah bertanya lagi : (bukankah)
manusia sesungguhnya manusia itu dibalas hanya karena amal-amalnya. Rasulullah
menjawab : dan tidaklah manusia-manusia beramal kecuali dengan sekedar yang
Allah SWT berikan yaitu akal. Maka dengan sekedar apa yang telah diberikan
kepada mereka (akal) itulah amal-amal mereka. Dan atas sekedar apa yang mereka
kerjakan, maka mereka mendapat balasan.
4.
Refleksi Hadist
Pedoman
berpikir umat islam pada dasarnya juga sebaiknya meniru dan mengacu pada sunnah
Rasulullah dalam berpikir, dan bukanlah Muhammad SAW, juga seorang filosof dan
bahkan teladan berpikir ini menjadi lebih penting daripada yang lainnya, karena
berpikirlah yang menentukan kualitas manusia, sehingga mempunyai kedudukan yang
lebih tinggi daripada makhluk Tuhan lainnya. Akal pada hakikatnya merupakan
potensi ruhaniah yang dapat membedakan mana yang hak dan mana yang batal, mana
yang benar dan mana yang salah. Akal dalam pandangan islam bukanlah otak,
tetapi merupakan daya berpikir yang terdapat dalam jiwa manusia, daya yang
dalam Al-Qur’an digambarkan memperoleh pengetahuan dengan memperhatikan alam
sekitarnya.[6]
Sebaik-baiknya
ilmu adalah ilmu yang diamalkan, sedang beramal sendiri diperlukan akal agar
pengamalan ilmunya tepat sesuai dengan apa yang diharapkan. Dengan demikian
menjadikannya ilmu yang bermanfaat.
5.
Aspek Tarbawi
a.
Dengan akal manusia mempunyai kelebihan-kelebihan dibanding
makhluk-makhluk lainnya sehingga akal memudahkan urusan mereka di dunia
tentunya diimbangi dengan ilmu yang ada.
b.
Menggunakan akal dalam rangka mendapatkan hal-hal yang bermanfaat
bagi kehidupannya, seperti memikirkan dan merenungi ciptaan-ciptan Allah SWT
dan syariat-syariat Nya.
c.
Memuliakan dan menjaga akal dengan hal-hal positif.
PENUTUP
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa akal merupakan
sesuatu yang hanya dimiliki manusia yang membedakannya dengan makhluk-makhluk
lain. Dari akal manusia dapat memikirkan sesuatu dan mencoba mencari tahunya
secara terus menerus yang disebut dengan ilmu yang kemudian ilmu tersebut akan
disampaikan kepada orang lain atau sebagai amal dan manusia akan mendapat
balasan sesuai dengan amal-amal yang diperbuatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qardhawy,
Yusuf. 1998. As-Sunnah sebagai Sumber IPTEK dan Peradaban. Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar.
Asy’arie,
Musa. 2002. Filsafat Islam Sunnah Nabi dalam Berpikir. Yogyakarta: LESFI.
Dieb
Al Bugh, Musthafa. 2002. Al-Wafi Syarah hadist Arba’in. Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar.
Jawariyah.
2010. Hadist Tarbawi. Yogyakarta: Teras.
Yahya,
Harun. 2003. Bagaimana Seorang Muslim Berpikir. Jakarta: Robbani Press.
TENTANG PENULIS
Nama :
Sahurip
TTL :
Pekalongan, 23 Maret 1995
Alamat : Sumub
Kidul RT 10/03
Kec. Sragi Kab. Pekalongan
Riwayat
Pendidikan :- SD N 01 Sumud Kidul
-
SMP N 02 Sragi
-SMA N 01 Sragi
-STAIN
Pekalongan
Hobi :
Membaca
Motto Hidup :
Jangan jadikan cobaan itu sebagai musibah jadikanlah cobaan itu sebagai acuan
hidup kita.
[1] Dr. Yusuf Al Qardhawy. As Sunnah Sebagai IPTEK Dan Peradaban,
(Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 1997), hlm. 98-99
[2] Ibid., hlm. 100
[3] Dr Juwariyah, M.Ag. Hadist Tarbawi, (Yogyakarta: Teras, 2010),
hlm 139
[4] Musthafa Dieb Al bugh. Al Wafi Syarah hadist Arba’in, (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2002), hlm 375
[5] Harun Yahya. Bagaimana Seorang Muslim Berpikir, (Jakarta:
Robbani Press, 2003), hlm 4-5
[6] Prof. Dr. Musa Asy’arie. FILSAFAT ISLAM Sunnah Nabi dalam Berpikir,
(Yogyakarta: LESFI, 2002), hlm 25-26
Tidak ada komentar:
Posting Komentar