Laman

new post

zzz

Rabu, 01 Maret 2017

tt2 b4d Patuhi Orang Tua Pasrah Kepada Allah (QS. ASH-SHAFAAT: 100-102)

“KEDUDUKAN ORANG TUA”
Patuhi Orang Tua Pasrah Kepada Allah
(QS. ASH-SHAFAAT: 100-102)

Nurul Hikmah (2021115114)
 Kelas B

FAKULTAS TARBIYAH / PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2017


KATA  PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “ KEDUDUKAN ORANG TUA “  ( Patuhi Orang Tua Pasrah Kepada Allah )  guna untuk memenuhi tugas tafsir tarbawi, telah terselesaikan tepat pada waktunya.
Dalam menyusun makalah penulis tidak mengalami kesulitan dan hambatan karena berkat dorongan, dan dukungan serta semangat dari orang terdekat sehingga makalah ini dapat terselesakan. Untuk itu tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Muhammad Ghufron Dimyati,M.S.I selaku dosen pengampu mata kuliyah Tafsir Tarbawi, kedua orang tua yang selalu memberi dukungan dengan ikhlas serta, teman-teman yang banyak membantu penulis dalam mengembangkan pemikiran.
Akhirul kalam, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang dada penulis membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberikan saran maupun kritik demi  perbaikan makalah di masa mendatang. Harapan penulis semoga makalah ini bermanfaat dan memenuhi harapan berbagai pihak. Amiin.



                                    Pekalongan, 15 mei 2017
                                                                                                            Nurul Hikmah


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Surat Ash-Shaffaat terdiri dari 182 ayat termasuk ke dalam surah Makiyyah. Tema utama dari surah Makiyyah adalah pembuktian keEsaan Allah swt, dengan memaparkan aneka ciptaan-Nya, kisah perjuangan para nabi yang diuraikan didalamnya, serta keniscayaan Hari Kiamat dan ganjaran orang yang berbuat taat dan siksa bagi yang berbuat maksiat. Surah ini diturunkan sesudah al-An’am. Dinamai dengan surah Ash-Shaffat karena penyebutannya bagaimana para malaikat berbaris di hadapan Tuhannya yang bersih jiwannya, tidak dapat digoda oleh syaitan.
            Mengenai makna pengorbanan, sejatinya pengorbanan merupakan sebuah wujud pembuktian dari cinta. Kecintaan seseorang akan nampak jelas terhadap sesuatu ataupun seseorang ketika ia mampu mewujudkan cinta tersebut dalam bentuk sebuah pengorbanan. Baik pengorbanan dalam bentuk materi seperti jiwa raga dan harta, maupun dalam bentuk ruhani seperti kepatuhan dalam sebuah ibadah sebagai ekspresi cinta terhadap tuhannya.
            Pengorbanan cinta yang akan diangkat dalam penulisan ini adalah pengorbanan cinta yang ditunjukkan oleh Abul Anbiya yakni Nabi Ibrahim as dan anaknya Nabi Ismail as dalam surah as-Saffaat ayat 100-102.
B.      Judul Makalah
Dalam kesempatan kali ini penulis akan membahas tentang “ Patuhi Orang Tua Pasrah kepada Allah swt ” Menyesuaikan dengan tugas yang telah penulis terima.

C.      Nash Dan Arti QS. Ash-Shaffat Ayat 100-102
رَبِّ هَبْ لِى مِنَ الصّٰلِحِيْنَ ﴿١٠٠﴾   فَبَشَّرْنٰهُ بِغُلٰمٍ حَلِيْمٍ ﴿١٠١﴾  فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ إِنِّيٓ أَرٰى فِى الْمَنَامِ أَنِّيٓ أَذْبَحَكَ فَانْظُرْ مَاذَاتَرٰى ۚ قَالَ يٰآبَتِ افْعَلْ مَاتَؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيٓ إِنْ  شَاءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ ﴿١٠٢﴾
Artinya :  Ya Tuhanku, anugerahkan kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang shalih (100) Maka Kami beri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang sangat sabar (Ismail) (101) Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! (102).
D.      Arti Penting Dikaji
Di dalam Surah Ash-Shaffaat ayat 100-102 ini adalah kisah nabi Ibrahim as, yang jika kita telusuri pada ayat sebelumnya menguraikan bagaimana perjuangan nabi Ibrahim untuk menegakan agama Allah SWT atas kaumnya. Dan pengorbannanya serta keikhlasannya saat menyembelih anak satu-satunya yaitu Nabi Ismail. ‘Cinta sejati berarti kesanggupan menangung derita dan kesengsaraan”. Inilah wujud maqam cinta yang dipertintahkan Allah kepada nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.






BAB II
PEMBAHASAN

A.      TEORI
Menurut bahasa, kata birrul walidain berasal dari penggabungan dua kata, yakni kata al-bir dan al-walidan.Dalam kamus bahasa Arab, al-bir dimaknai sebagai “suatu kebaikan”kata ini pula yang digunakan dalam al-Qur’an dan al-Hadist ketika berbicara tentang kebaikan. Birrul walidain adalah berbakti dan berbuat baik kepada kedua orang tua, mengasihi, menyayangi, mendoakan, taat dan patuh kepada apa yang mereka perintahkan, melakukan hal-hal yang mereka sukai. Hukum Birrul walidain adalah wajib. Allah SWT bahkan telah mengaitkan antara berbakti kepada orang tua dengan ibadah dan iman kepada-Nya. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an yang artinya: ”Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak....”( QS. An-Nisa: 36 ). [1]
Allah ‘ Azza wa jalla adalah yang berkompeten untuk ditakuti dan diharap. Andaipun Dia tidak menciptakan Surga dan Neraka, maka, taatilah Dia demi meraih Wajah-Nya, bukan karena anugreh atau siksaan-Nya, Menaatinya berarti menjalankan perintah-perintah-Nya, mencegah larangan-larangan-Nya, dan bersabar menghadapi ketentuan-ketentuan takdir-Nya, Bertaubatlah krmbali kepada-Nya. Menagislah dihadapan-Nya. Hinakanlah diri pada-Nya dengan tetesan air mata dan hatimu.[2]


B.      TAFSIR
1.     TAFSIR AL-AZHAR 
رَبِّ هَبْ لِى مِنَ الصّٰلِحِيْنَ ﴿١٠٠﴾  فَبَشَّرْنٰهُ بِغُلٰمٍ حَلِيْمٍ ﴿١٠١﴾ 
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ إِنِّيٓ أَرٰى فِى الْمَنَامِ أَنِّيٓ أَذْبَحَكَ فَانْظُرْ مَاذَاتَرٰى ۚ قَالَ يٰآبَتِ افْعَلْ مَاتَؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيٓ إِنْأ
 شَاءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ ﴿١٠٢﴾
Artinya :
100. Ya Tuhanku, anugerahkan kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang shalih
101. Maka Kami beri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang sangat sabar (Ismail)
102. Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu, Insya Allah engkau akan mendapatku termasuk orang yang sabar.”
Penafsiran :
Dia mengharapkan agar Allah memberinya keturunan. Karena sudah lama dia kawin, namun anak belum juga ada. Bertahun-tahun lamanya dia kawin, namun anak belum juga ada. Bertahun-tahun lamanya dia menunggu putera,tidak juga dapat. Ternyata kemudian bahwa isterinya yang bernama sarah itu mandul.
Dengan persetujuan anjuran isterinya Sarah itu,dia kawin lagi dengan Hajar,dayang dar sarah,karena mengharapkan dapat anak. Dalam usia 86 tahun barulah permohonannya terkabul.Hajar melahirkan anak laki-laki yang beliau beri nama Ismail. Inilah yang dilukiskan dalam ayat selanjutnya.

Dapatlah kita bayangkan betapa hebatnya Ibrahim menghadapi hidup. Setelah mengembara berpuluh tahun meninggalkan kampung halaman, hijrah, barulah setelah itu menjadi tua diberi kegembiraan oleh Tuhan beroleh putera laki-laki. Disebut itu ujung ayat sifat anak itu, yaitu HALIM, yang dapat diartikan sangat penyabar. Ibrahim sendiripun mempunya akhlak Halim itu. Sangat sabar dan tenang menghadapi berbagai kesukaran dan penderitaan hidup.[3]
2.     TAFSIR JALALAIN.
رَبِّ هَبْ لِى (Ya Tuhanku,anugerahkanlah kepadaku) seorang anak مِنَ الصّٰلِحِيْنَ (yang termasuk orang-orang yang sholeh) فَبَشَّرْنٰهُ بِغُلٰمٍ حَلِيْمٍ    ( Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar) yakni yang banyak memiliki kesabaran.
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْي ( Maka tatkala anak itu sampai-pada umur sangup berusaha bersama-sama Ibrahim ) yaitu telah mencapai usia sehingga dapat membantunya bekerja; menurut suatu pendapat umur anak itu telah mencapai tujuh tahun. Menurut pendapat yang lain, pada saat itu anak Nabi Ibrahim berusia tiga belas tahun. قَالَ يٰبُنَيَّ إِنِّيٓ أَرٰى (Ibrahim berkata : “Hai anakku, sesungguhnya aku melihat ) maksudnya telah melihat أَذْبَحَكَ فِى الْمَنَامِ أَنِّيٓ (dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu.! ) mimpi para nabi adalah mimpi yang benar, dan semua pekerjaan mereka berdasarkan perintah dari Allah SWT. فَانْظُرْ مَاذَاتَرٰى ( Maka pikirkanlah apa pendapatmu!”) tentang impianku itu; Nabi Ibrahim bermusyawarah dengannya supaya ia menurut, mau disembelih, dan taat kepada perintah-Nya قَالَ يٰآبَتِ  (Ia menjawabHai bapakku) kerjakanlah apa yang dperintahkan kepadamu) untuk melakukannya- (Ingsya Allah engkau akan mendapatkan termasuk orang-orang yang sabar”) menghadapi hal tersebut.[4]
3.     TAFSIR AL-MARAGHI.
Dan tatkala Ismail menjadi besar, tumbuh dan dapat pergi bersama ayahnya berusaha melakukan pekerjaan-pekerjaan dan memenuhi keperluan-keperluan hidupnya, maka berkatlah Ibrahim kepadanya, “Hai anakku, sesungguhnya aku telah bermimpi bahwa aku menyembelih kamu. Maka, bagaimanakah pendapatmu. Mimpinya itu dia ceritakan kepada anaknya, dia tahu bahwa yang diturunkan kepadanya adalah cobaan Allah SWT. Sehingga, ia hendak meneguhkan hatinya kalau-kalau dia gusar dan hendak menenteramkan jiwannya untuk menunaikan penyembelihan, disamping agar dia menginginkan pahala Allah SWT dengan tunduk kepada perintah-Nya. Kemudian, Allah SWT menerangkan bahwa Ismail itu mendengar dan patuh tunduk kepada apa yang diperintahkan kepada Ayahnya. Ismail berkata: “Hai ayahku, engkau telah menyeru kepada anak yang mendengar, dan engkau telah meminta kepada anak yang mengabulkan dan engkau telah meminta kepada anak yang mengabulkan dan engkau telah berhadapan dengan anak yang rela dengan cobaan dan putusan Allah SWT. Maka, Bapak tinggal melaksanakan saja yang diperintahkan, sedang aku hanyalah akan patuh dan tunduk kepada perintah, dan aku serahkan kepada Allah SWT pahalanya, karena Dia-lah cukup bagiku dan sebaik-baik tempat berserah diri. Setelah Ibrahim berbicara kepada anaknya dengan ucapannya, Ya Bunayya, sebagi ungkapan kasih sayang, maka dijawab anaknya dengan mengucapkan Ya Abati, sebagi ungkapan tunduk dan hormat, dan menyerahkan urusan kepada ayahnya, sebagaimana yabg dia rundingkan dengannya. Dan bahwa kewajibannya hanyalah melaksanakan apa yang dipandang baik oleh ayahnya.Kemudian, dia tegaskan tentang kepatuhannya kepada perintah dengan katanya : Aku akan sabar menerima putusan dan sanggup menanggung penderitaan tanpa gusar dan tanpa gentar dengan apa yang telah ditakdirkan dan diputuskan . Dan memang benar-benar Ismail menepati apa yang dia janjikan, dan melaksanakan dengan baik kepatuhan dalam menunaikan apa yang diperintahkan kepadanya. Oleh sebab itu, Allah SWT berfirman tentang dirinya dengan menguji kepadanya. “Dan ceritakanlah (Hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al-Qur’an. Sesungguhnya dia adalah seorang yang benar janjinya. (Maryam,19 : 54).[5]
C.      IMPLEMENTASI
1.     Mengajarkan kita bagaimana membangun harkat dan martabat manusia di sisi Allah SWT.
2.     Dapat menjadikan kita sadar dan  semakin patuh kepada Allah SWT serta kedua orang  tua.
3.     Kecintaan seseorang akan nampak jelas terhadap sesuatu ataupun seseorang ketika ia mampu mewujudkan cinta tersebut dalam bentuk sebuah pengorbanan baik, pengorbanan dalam bentuk materi seperti jiwa raga dan harta, maupun dalam bentuk ruhani seperti kepatuhan dalam sebuah ibadah sebagai ekspresi cinta terhadap tuhannya.
D.      ASPEK TARBAWI
1.     Semakin Patuh dan tunduk kepada Allah yang maha esa.
2.      Mematuhi segala yang diperintahkan kepada orang tua kita dan menjalankan tugas-tugas yang diperintahkannya.
3.      Dalam buku menceritakan keteguhan nabi ibrahim dalam menjalankan perintah Allah SWT.Nabi Ibrahim menyembelih anaknya Nabi Ismail walaupun merasa berat akan tetapi  beliau sangat tunduk dan patuh kepada Allah swt.







BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Pendidikan adalah suatu proses untuk mendewasakan manusia. Atau dengan kata lain pendidikan merupakan suatu upaya untuk memanusiakan manusia. Melalui pendidikan manusia dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan sempurna, sehingga ia dapat melaksanakan tugas sebagai manusia. Konsep pendidikan yang ditawarkan nabi Ibrahim melalui kisahnya bersama Ismail melupakan sebuah konsep pendidikan yang sangat sarat dengan maknanya. Di dalamnya terdapat berbagai sisi pendidikan ysng dilihat dari berbagai segi sehinggan mengantar anak didik kearah pencapaian tujuan pendidikan.
Inti dari pendidikan Ibrahim adalah pengharapan yang sangat besar akan generasinya kelak sebagai penerus yang akan melanjutkan perjuangannya dalam mewujudkan generasi shaleh yang yang menyembah kepada Allah SWT. Dengan pemantapan disegi aqidah maka terealisir semua pelaksanaan disegi lainnya. Disini terlihat kearifan Nabi Ibrahim sebagai pendidik yang profesional yang selalu yakin dengan keberhasilan pendidikan yang dilakukannya. Hal ini membuktikan bahwa beliau benar-benar sebagai Radul pilihan yang menjadi panutan seluruh umat.






DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Mustafa Al-Maragi,1993, Tafsir Al-Maragi, Semarang, Toha Putra.
Heri Gunawan, 2014, Keajaiban Berbakti kepada kedua orang tua,Bandung,
PT Remaja Rosdakarya.
Imam Jalaludin al-Mahalli, 2010,Tafsir Jalalain,Bandung ,Sinar Baru Algensindo.
Hamka,1982,Tafsir Al-Azhar juzu`XXIII, Jakarta , Pustaka Panjimas.
Syekh Abd al-Qadir al-Jailani, 2010, Renungan Sufi, Yogyakarta,
Beranda Publishing.















BIODATA DIRI



   
Nama                       : Nurul Hikmah
TTL                          : Batang, 25 juli 1998
Alamat                                 : Jl Raya Bandar Gg nanas rt 02 rw 03 kec Bandar kab Batang
Riwayat Pendidikan :
a.      MI Asyafiiyah Bandar
b.     MTs Simbang Kulon II Buaran Pekalongan
c.      MAS Simbang Kulon Buaran Pekalongan



[1]  Heri Gunawan, Keajaiban Berbakti kepada kedua orang tua, ( Bandung : Pt Remaja Rosdakarya,2014) hlm.2
[2] Syekh Abd al-Qadir al-Jailani, Renungan Sufi, (Yogyakarta :  Beranda Publishing, 2010) hlm.327
[3] Prof. Dr.Hamka,Tafsir Al-Azhar juzu`XXIII,( Jakarta : Pustaka Panjimas 1982),hlm.139-141
[4] Imam Jalaludin al-Mahalli dkk, Tafsir Jalalain,( Bandung : Sinar Baru Algensindo 2010 ),Hlm.631
[5] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi , ( Semarang : Toha Putra 1993) hlm.129-130

Tidak ada komentar:

Posting Komentar