“KEDUDUKAN ORANG TUA”
Patuhi Orang Tua Pasrah Kepada Allah
(QS. ASH-SHAFAAT: 100-102)
Nurul Hikmah (2021115114)
Kelas B
FAKULTAS TARBIYAH / PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2017
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah yang berjudul “
KEDUDUKAN ORANG TUA “ ( Patuhi Orang
Tua Pasrah Kepada Allah ) guna untuk
memenuhi tugas tafsir tarbawi, telah terselesaikan tepat pada waktunya.
Dalam menyusun makalah penulis
tidak mengalami kesulitan dan hambatan karena berkat dorongan, dan dukungan
serta semangat dari orang terdekat sehingga makalah ini dapat terselesakan.
Untuk itu tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Muhammad
Ghufron Dimyati,M.S.I selaku dosen pengampu mata kuliyah Tafsir Tarbawi, kedua
orang tua yang selalu memberi dukungan dengan ikhlas serta, teman-teman yang
banyak membantu penulis dalam mengembangkan pemikiran.
Akhirul kalam, penulis menyadari
sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan
aspek lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang dada penulis membuka
selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberikan saran maupun
kritik demi perbaikan makalah di masa
mendatang. Harapan penulis semoga makalah ini bermanfaat dan memenuhi harapan
berbagai pihak. Amiin.
Pekalongan,
15 mei 2017
Nurul Hikmah
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Surat
Ash-Shaffaat terdiri dari 182 ayat termasuk ke dalam surah Makiyyah. Tema utama
dari surah Makiyyah adalah pembuktian keEsaan Allah swt, dengan memaparkan
aneka ciptaan-Nya, kisah perjuangan para nabi yang diuraikan didalamnya, serta
keniscayaan Hari Kiamat dan ganjaran orang yang berbuat taat dan siksa bagi
yang berbuat maksiat. Surah ini diturunkan sesudah al-An’am. Dinamai dengan
surah Ash-Shaffat karena penyebutannya bagaimana para malaikat berbaris di
hadapan Tuhannya yang bersih jiwannya, tidak dapat digoda oleh syaitan.
Mengenai makna pengorbanan,
sejatinya pengorbanan merupakan sebuah wujud pembuktian dari cinta. Kecintaan
seseorang akan nampak jelas terhadap sesuatu ataupun seseorang ketika ia mampu
mewujudkan cinta tersebut dalam bentuk sebuah pengorbanan. Baik pengorbanan
dalam bentuk materi seperti jiwa raga dan harta, maupun dalam bentuk ruhani
seperti kepatuhan dalam sebuah ibadah sebagai ekspresi cinta terhadap tuhannya.
Pengorbanan cinta yang akan diangkat
dalam penulisan ini adalah pengorbanan cinta yang ditunjukkan oleh Abul Anbiya
yakni Nabi Ibrahim as dan anaknya Nabi Ismail as dalam surah as-Saffaat ayat
100-102.
B. Judul Makalah
Dalam kesempatan kali ini penulis
akan membahas tentang “ Patuhi Orang Tua Pasrah kepada Allah swt ” Menyesuaikan
dengan tugas yang telah penulis terima.
C.
Nash Dan
Arti QS. Ash-Shaffat Ayat 100-102
رَبِّ هَبْ لِى مِنَ الصّٰلِحِيْنَ ﴿١٠٠﴾ فَبَشَّرْنٰهُ بِغُلٰمٍ حَلِيْمٍ ﴿١٠١﴾ فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ إِنِّيٓ أَرٰى فِى
الْمَنَامِ أَنِّيٓ أَذْبَحَكَ فَانْظُرْ مَاذَاتَرٰى ۚ قَالَ يٰآبَتِ افْعَلْ
مَاتَؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيٓ إِنْ شَاءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ ﴿١٠٢﴾
Artinya : “Ya Tuhanku, anugerahkan kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang
yang shalih (100) Maka Kami beri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran)
seorang anak yang sangat sabar (Ismail) (101) Maka ketika anak itu sampai (pada
umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku!
Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana
pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! “(102).
D. Arti Penting Dikaji
Di dalam Surah Ash-Shaffaat ayat 100-102
ini adalah kisah nabi Ibrahim as, yang jika kita telusuri pada ayat sebelumnya
menguraikan bagaimana perjuangan nabi Ibrahim untuk menegakan agama Allah SWT
atas kaumnya. Dan pengorbannanya serta keikhlasannya saat menyembelih anak
satu-satunya yaitu Nabi Ismail. ‘Cinta sejati berarti kesanggupan menangung
derita dan kesengsaraan”. Inilah wujud maqam cinta yang dipertintahkan Allah
kepada nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
TEORI
Menurut bahasa, kata birrul
walidain berasal dari penggabungan dua kata, yakni kata al-bir dan al-walidan.Dalam kamus bahasa Arab, al-bir dimaknai sebagai “suatu kebaikan”kata ini pula yang
digunakan dalam al-Qur’an dan al-Hadist ketika berbicara tentang kebaikan. Birrul walidain adalah berbakti dan
berbuat baik kepada kedua orang tua, mengasihi, menyayangi, mendoakan, taat dan
patuh kepada apa yang mereka perintahkan, melakukan hal-hal yang mereka sukai.
Hukum Birrul walidain adalah wajib.
Allah SWT bahkan telah mengaitkan antara berbakti kepada orang tua dengan
ibadah dan iman kepada-Nya. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an yang
artinya: ”Sembahlah Allah dan janganlah
kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang
ibu-bapak....”( QS. An-Nisa: 36 ). [1]
Allah ‘ Azza wa jalla adalah yang berkompeten untuk ditakuti dan
diharap. Andaipun Dia tidak menciptakan Surga dan Neraka, maka, taatilah Dia
demi meraih Wajah-Nya, bukan karena anugreh atau siksaan-Nya, Menaatinya berarti
menjalankan perintah-perintah-Nya, mencegah larangan-larangan-Nya, dan bersabar
menghadapi ketentuan-ketentuan takdir-Nya, Bertaubatlah krmbali kepada-Nya.
Menagislah dihadapan-Nya. Hinakanlah diri pada-Nya dengan tetesan air mata dan
hatimu.[2]
B.
TAFSIR
1.
TAFSIR AL-AZHAR
رَبِّ هَبْ لِى
مِنَ الصّٰلِحِيْنَ ﴿١٠٠﴾ فَبَشَّرْنٰهُ بِغُلٰمٍ حَلِيْمٍ ﴿١٠١﴾
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ إِنِّيٓ أَرٰى فِى
الْمَنَامِ أَنِّيٓ أَذْبَحَكَ
فَانْظُرْ مَاذَاتَرٰى ۚ قَالَ يٰآبَتِ افْعَلْ مَاتَؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيٓ إِنْأ
شَاءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ ﴿١٠٢﴾
Artinya :
100. Ya
Tuhanku, anugerahkan kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang shalih
101. Maka
Kami beri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang sangat
sabar (Ismail)
102. Maka ketika
anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata,
“Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka
pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku!
Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu, Insya Allah engkau akan
mendapatku termasuk orang yang sabar.”
Penafsiran :
Dia
mengharapkan agar Allah memberinya keturunan. Karena sudah lama dia kawin,
namun anak belum juga ada. Bertahun-tahun lamanya dia kawin, namun anak belum
juga ada. Bertahun-tahun lamanya dia menunggu putera,tidak juga dapat. Ternyata
kemudian bahwa isterinya yang bernama sarah itu mandul.
Dengan
persetujuan anjuran isterinya Sarah itu,dia kawin lagi dengan Hajar,dayang dar
sarah,karena mengharapkan dapat anak. Dalam usia 86 tahun barulah permohonannya
terkabul.Hajar melahirkan anak laki-laki yang beliau beri nama Ismail. Inilah
yang dilukiskan dalam ayat selanjutnya.
Dapatlah
kita bayangkan betapa hebatnya Ibrahim menghadapi hidup. Setelah mengembara
berpuluh tahun meninggalkan kampung halaman, hijrah, barulah setelah itu
menjadi tua diberi kegembiraan oleh Tuhan beroleh putera laki-laki. Disebut itu
ujung ayat sifat anak itu, yaitu HALIM, yang dapat diartikan sangat penyabar.
Ibrahim sendiripun mempunya akhlak Halim itu. Sangat sabar dan tenang
menghadapi berbagai kesukaran dan penderitaan hidup.[3]
2.
TAFSIR JALALAIN.
رَبِّ هَبْ لِى (Ya Tuhanku,anugerahkanlah kepadaku) seorang
anak مِنَ
الصّٰلِحِيْنَ (yang termasuk orang-orang yang sholeh) فَبَشَّرْنٰهُ بِغُلٰمٍ حَلِيْمٍ (
Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar) yakni
yang banyak memiliki kesabaran.
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْي ( Maka tatkala anak itu sampai-pada umur
sangup berusaha bersama-sama Ibrahim ) yaitu telah mencapai usia sehingga dapat
membantunya bekerja; menurut suatu pendapat umur anak itu telah mencapai tujuh
tahun. Menurut pendapat yang lain, pada saat itu anak Nabi Ibrahim berusia tiga
belas tahun. قَالَ يٰبُنَيَّ إِنِّيٓ أَرٰى
(Ibrahim berkata : “Hai anakku, sesungguhnya aku melihat ) maksudnya telah
melihat أَذْبَحَكَ
فِى الْمَنَامِ أَنِّيٓ
(dalam
mimpi bahwa aku menyembelihmu.! )
mimpi para nabi adalah mimpi yang benar, dan semua pekerjaan mereka berdasarkan
perintah dari Allah SWT. فَانْظُرْ
مَاذَاتَرٰى ( Maka pikirkanlah apa pendapatmu!”) tentang impianku itu; Nabi Ibrahim bermusyawarah dengannya supaya
ia menurut, mau disembelih, dan taat kepada perintah-Nya قَالَ يٰآبَتِ (Ia
menjawab”Hai bapakku) kerjakanlah apa yang dperintahkan kepadamu)
untuk melakukannya- (Ingsya Allah engkau
akan mendapatkan termasuk orang-orang yang sabar”) menghadapi hal tersebut.[4]
3.
TAFSIR AL-MARAGHI.
Dan tatkala
Ismail menjadi besar, tumbuh dan dapat pergi bersama ayahnya berusaha melakukan
pekerjaan-pekerjaan dan memenuhi keperluan-keperluan hidupnya, maka berkatlah
Ibrahim kepadanya, “Hai anakku, sesungguhnya aku telah bermimpi bahwa aku
menyembelih kamu. Maka, bagaimanakah pendapatmu. Mimpinya itu dia ceritakan
kepada anaknya, dia tahu bahwa yang diturunkan kepadanya adalah cobaan Allah
SWT. Sehingga, ia hendak meneguhkan hatinya kalau-kalau dia gusar dan hendak
menenteramkan jiwannya untuk menunaikan penyembelihan, disamping agar dia
menginginkan pahala Allah SWT dengan tunduk kepada perintah-Nya. Kemudian,
Allah SWT menerangkan bahwa Ismail itu mendengar dan patuh tunduk kepada apa
yang diperintahkan kepada Ayahnya. Ismail berkata: “Hai ayahku, engkau telah
menyeru kepada anak yang mendengar, dan engkau telah meminta kepada anak yang
mengabulkan dan engkau telah meminta kepada anak yang mengabulkan dan engkau
telah berhadapan dengan anak yang rela dengan cobaan dan putusan Allah SWT.
Maka, Bapak tinggal melaksanakan saja yang diperintahkan, sedang aku hanyalah
akan patuh dan tunduk kepada perintah, dan aku serahkan kepada Allah SWT
pahalanya, karena Dia-lah cukup bagiku dan sebaik-baik tempat berserah diri.
Setelah Ibrahim berbicara kepada anaknya dengan ucapannya, Ya Bunayya, sebagi
ungkapan kasih sayang, maka dijawab anaknya dengan mengucapkan Ya Abati, sebagi
ungkapan tunduk dan hormat, dan menyerahkan urusan kepada ayahnya, sebagaimana
yabg dia rundingkan dengannya. Dan bahwa kewajibannya hanyalah melaksanakan apa
yang dipandang baik oleh ayahnya.Kemudian, dia tegaskan tentang kepatuhannya
kepada perintah dengan katanya : Aku akan sabar menerima putusan dan sanggup
menanggung penderitaan tanpa gusar dan tanpa gentar dengan apa yang telah
ditakdirkan dan diputuskan . Dan memang benar-benar Ismail menepati apa yang
dia janjikan, dan melaksanakan dengan baik kepatuhan dalam menunaikan apa yang
diperintahkan kepadanya. Oleh sebab itu, Allah SWT berfirman tentang dirinya
dengan menguji kepadanya. “Dan ceritakanlah
(Hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al-Qur’an.
Sesungguhnya dia adalah seorang yang benar janjinya. (Maryam,19 : 54).[5]
C.
IMPLEMENTASI
1.
Mengajarkan kita bagaimana membangun harkat dan martabat manusia di
sisi Allah SWT.
2.
Dapat menjadikan kita sadar dan
semakin patuh kepada Allah SWT serta kedua orang tua.
3.
Kecintaan seseorang akan nampak jelas terhadap sesuatu ataupun
seseorang ketika ia mampu mewujudkan cinta tersebut dalam bentuk sebuah
pengorbanan baik, pengorbanan dalam bentuk materi seperti jiwa raga dan harta,
maupun dalam bentuk ruhani seperti kepatuhan dalam sebuah ibadah sebagai
ekspresi cinta terhadap tuhannya.
D.
ASPEK TARBAWI
1.
Semakin Patuh dan tunduk kepada Allah yang maha esa.
2.
Mematuhi segala yang diperintahkan kepada orang tua kita dan menjalankan
tugas-tugas yang diperintahkannya.
3.
Dalam buku menceritakan keteguhan nabi ibrahim dalam menjalankan
perintah Allah SWT.Nabi Ibrahim menyembelih anaknya Nabi Ismail walaupun merasa
berat akan tetapi beliau sangat tunduk
dan patuh kepada Allah swt.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pendidikan adalah suatu proses untuk mendewasakan manusia. Atau
dengan kata lain pendidikan merupakan suatu upaya untuk memanusiakan manusia.
Melalui pendidikan manusia dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan
sempurna, sehingga ia dapat melaksanakan tugas sebagai manusia. Konsep
pendidikan yang ditawarkan nabi Ibrahim melalui kisahnya bersama Ismail
melupakan sebuah konsep pendidikan yang sangat sarat dengan maknanya. Di
dalamnya terdapat berbagai sisi pendidikan ysng dilihat dari berbagai segi
sehinggan mengantar anak didik kearah pencapaian tujuan pendidikan.
Inti dari pendidikan Ibrahim adalah pengharapan yang sangat besar
akan generasinya kelak sebagai penerus yang akan melanjutkan perjuangannya
dalam mewujudkan generasi shaleh yang yang menyembah kepada Allah SWT. Dengan
pemantapan disegi aqidah maka terealisir semua pelaksanaan disegi lainnya.
Disini terlihat kearifan Nabi Ibrahim sebagai pendidik yang profesional yang
selalu yakin dengan keberhasilan pendidikan yang dilakukannya. Hal ini
membuktikan bahwa beliau benar-benar sebagai Radul pilihan yang menjadi panutan
seluruh umat.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Mustafa Al-Maragi,1993, Tafsir
Al-Maragi, Semarang, Toha Putra.
Heri Gunawan, 2014, Keajaiban Berbakti kepada kedua orang tua,Bandung,
PT
Remaja Rosdakarya.
Imam Jalaludin al-Mahalli, 2010,Tafsir
Jalalain,Bandung ,Sinar Baru Algensindo.
Hamka,1982,Tafsir Al-Azhar juzu`XXIII, Jakarta , Pustaka
Panjimas.
Syekh Abd al-Qadir al-Jailani, 2010, Renungan Sufi, Yogyakarta,
Beranda
Publishing.
BIODATA DIRI
Nama
: Nurul Hikmah
TTL : Batang, 25 juli 1998
Alamat : Jl Raya Bandar Gg nanas rt 02 rw 03
kec Bandar kab Batang
Riwayat
Pendidikan :
a.
MI Asyafiiyah Bandar
b.
MTs Simbang Kulon II Buaran Pekalongan
c.
MAS Simbang Kulon Buaran Pekalongan
[1] Heri Gunawan, Keajaiban Berbakti kepada kedua orang tua, (
Bandung : Pt Remaja Rosdakarya,2014) hlm.2
[2] Syekh Abd al-Qadir al-Jailani, Renungan
Sufi, (Yogyakarta : Beranda
Publishing, 2010) hlm.327
[3] Prof. Dr.Hamka,Tafsir Al-Azhar juzu`XXIII,( Jakarta : Pustaka
Panjimas 1982),hlm.139-141
[4] Imam Jalaludin al-Mahalli dkk, Tafsir
Jalalain,( Bandung : Sinar Baru Algensindo 2010 ),Hlm.631
[5] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir
Al-Maragi , ( Semarang : Toha Putra 1993) hlm.129-130
Tidak ada komentar:
Posting Komentar