PERINTAH
MEMBACA DAN BELAJAR
(QS. AL-ALAQ, 96: 1-5)
Lailatus Syarifah
Nim: (2117037)
Kelas : C
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2018
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah dan
Puji Syukur senantiasa kelompok 3 panjatkan kehadirat Allah SWT, karena rahmat
dan hidayah–Nya maka kelompok 3 dapat menyelesaikan penulisan makalah yang
berjudul “Perintah Membaca dan Belajar (QS. Al-Alaq,96: 1-5)”.
Makalah ini kami
buat dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah Tafsir Tarbawi di semester 3. Kami
dari kelompok 3 sudah berusaha menyusun makalah dengan semaksimal mungkin ,
akan tetapi kami sadar dalam penulisan makalah masih banyak kekurangan.
Kami berharap
dalam penyusunan makalah ini ada manfaatnya,
Amin ya Robal Alamin .
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Seringkali
kita mendengar kata membaca dan belajar. Kata tersebut sangat populer
dikalangan masyarakat terutama yang sedang berada dibangku sekolah. Para guru
pun sering memerintahkan kepada para siswanya untuk membaca dan belajar karena
hal tersebut merupakan kewajiban bagi setiap siswa. Perintah tersebut juga
terdapat dalam Al-Quran. Allah memerintahkan manusia untuk membaca dan belajar
yang mana perintah tersebut diantaranya tertera dalam wahyu pertama yaitu QS. Al-Alaq ayat 1-5.
Membaca
merupakan sarana untuk belajar dan kunci ilmu pengetahuan. Untuk dapat
mengetahui banyak hal maka kita harus banyak membaca dan belajar agar
mendapatkan pengetahuan atau wawasan yang luas. Sebenarnya apa sih yang
dimaksud dengan membaca? Dan apa yang dimaksud dengan belajar? Dalam makalah
ini penulis akan memaparkan tentang pengertian membaca dan belajar, membaca
adalah jendela ilmu pengetahuan, dalil-dalil yang menjelaskan tentang perintah
membaca dan belajar atas nama Tuhan (Religius) serta pengertian membaca teks
dan konteks.
B.
Rumusan
masalah
1.
Bagaimana penjelasan dari membaca adalah jendela ilmu pengetahuan?
2.
Apa sajakah dalil perintah membaca dan belajar atas nama tuhan (Religius)?
3.
Bagaimana penjelasan membaca teks dan konteks?
C.
Tujuan
1.
Untuk
memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi
2.
Untuk mengetahui penjelasan dari membaca adalah jendela ilmu
pengetahuan
3.
Untuk mengetahui dalil perintah membaca dan belajar atas
nama tuhan (Religius).
4.
Untuk mengetahui penjelasan tentang membaca teks dan konteks.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Membaca Adalah Jendela Ilmu Pengetahuan
Di dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, pengertian belajar yaitu berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Istilah
belajar yaitu sebagai upaya perubahan tingkah laku dengan serangkaian kegiatan
seperti membaca, mendengar, mengamati, meniru dan lain sebagainya. Atau dengan
kata lain, belajar sebagai kegiatan psikofisik untuk menuju perkembangan
pribadi seutuhnya.[1]
Adapun pengertian belajar menurut
para ahli Psikologi yaitu:
1)
skinner yang dikutip oleh
Barlow dalam bukunya Educational Psychologi: The Teaching-Learning Process berpendapat
bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang
berlangsung secara progresif.
2)
Wittig dalam bukunya Psychologi Of Learning mendefinisikan
belajar sebagai: any relatively permanent change in an organism’s behavioral
repertoire that occurs as a result of experience. Belajar adalah perubahan
yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam atau keseluruhan tingkah laku
suatu organisme sebagai hasil pengalaman.[2]
Pengertian belajar menurut para
tokoh Islam yaitu:
1)
Imam Ghazali mendefinisikan bahwa belajar yaitu suatu kewajiban
yang begitu suci sehingga seseorang harus berangkat sekalipun ke negeri Cina
demi ilmu pengetahuan.
2)
Qardhawi mendefinisikan belajar adalah suatu upaya untuk mengikis
habis kebodohan dan membuka cakrawala alam semesta serta mendekatkan diri
kepada Tuhan.
3)
Chabib Toha mendefinisikan belajar merupakan suatu proses psikologi
yang menghasilkan perubahan-perubahan ke arah kesempurnaan.[3]
Adapun pengertian membaca di dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, kata membaca berasal dari kata dasar baca
yang artinya melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis baik dengan melisankan
atau hanya dalam hati. Membaca merupakan suatu kegiatan atau proses kognitif
yang berupaya untuk menemukan berbagai informasi yang terdapat dalam tulisan.
Hal ini berarti membaca merupakan proses berfikir untuk memahami isi teks yang
dibaca.[4]
Menurut Ahmad S. Harjasujana membaca adalah kegiatan merespon
lambang-lambang cetakan atau tulisan dengan menggunakan pengertian yang tepat.
Menurut Tarigan membaca adalah kunci ke gudang ilmu. Ilmu yang tersimpan dalam
teks harus digali dan dicari melalui kegiatan membaca.[5] Membaca
adalah sarana untuk belajar dan kunci ilmu pengetahuan, baik secara etimologis
berupa membaca huruf-huruf yang tertulis dalam buku-buku, maupun terminologis
yaitu membaca dalam arti yang lebih luas. Maksudnya yaitu membaca alam semesta.[6]
Membaca merupakan sebuah alat untuk
belajar. Membaca sangatlah penting bagi kehidupan manusia. Kegiatan membaca
buku merupakan kegiatan kognitif yang mencakup proses penyerapan pengetahuan,
pemahaman, kemampuan analisis, kemampuan sintesis dan kemampuan evaluasi.
Dengan terbiasa membaca maka seseorang akan memiliki cakrawala pengetahuan yang
luas, memiliki kreativitas yang tinggi, imajinasi yang tinggi, pemikiran yang
maju dan berkembang serta menjadi cikal bakal manusia yang cerdas.[7] Maka
sangatlah pantas jika buku disebut sebagai jendela dunia dan membaca adalah
jendela ilmu pengetahuan.
B.
Dalil Perintah Membaca Dan Belajar Atas Nama Tuhan (Religius)
Dalil perintah membaca dan belajar atas nama Tuhan (religius)
terdapat dalam QS. Al-Alaq. 96: 1-5 yang berbunyi:
1)
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan
2)
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah
3)
Bacalah, dan Tuhanmulah yang maha pemurah
4)
Yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam/pena
5)
Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya
tafsir mufrodat QS. Al-Alaq,
96: 1-5
Terjemah
|
Arab
|
bacalah
|
اِقْرَأْ
|
dengan
(menyebut) nama
|
بِاسْمِ
|
Tuhanmu
|
رَبِّكَ
|
yang
|
الَّذِيْ
|
telah
menciptakan (segalanya)
|
خَلَقَ
|
Dia
telah menciptakan
|
خَلَقَ
|
manusia
|
اْلاِنْسَانَ
|
dari
|
مِنْ
|
Segumpal
darah (keras)
|
عَلَقٍ
|
bacalah
|
اِقْرَأْ
|
Dan
Tuhan penciptamu
|
وَرَبُّكَ
|
Yang
maha mulia
|
اْلاَكْرَمُ
|
yang
|
الَّذِيْ
|
Mengajar
(manusia menulis)
|
عَلَّمَ
|
Dengan
pena
|
بِالْقَلَمِ
|
Dia
mengajar
|
عَلَّمَ
|
manusia
|
اْلاِنْسَانَ
|
apa
|
مَا
|
Yang
tidak
|
لَمْ
|
Dia
ketahui[8]
|
يَعْلَمْ
|
adapun kandungan ayat tersebut yaitu:
1)
Alam semesta dan isinya (termasuk manusia) diciptakan oleh Allah Swt.
Dan dihubungkannya dengan penyebutan namaNya mengandung makna bahwa semua
penciptaan berkat adanya pertolongan-Nya. Ayat pertama ini berisi perintah
membaca dengan menyebut namaNya memberikan petunjuk bahwa pembacaan tersebut
hendaknya didasarkan pada semangat mengembangkan kreatifitas dan spiritualitas.
Setiap pengembangan kreatifitas harus di iringi pengembangan spiritualitas
karena secara fitrah manusia merupakan makhluk religius.
2)
Manusia diciptakan melalui ‘alaq sebagai fase kedua yaitu embrio
yang menempel pada dinding rahim. Sedangkan fase pertamanya yaitu nuthfah.
Dengan melihat asal kejadiannya, menunjukkan bahwa betapa tak berartinya asal
muasal manusia itu. Bila melihat arti lain dari’alaq menunjukkan bahwa manusia
diciptakan olehNya dari kecintaan. Adanya ayat khusus menyebut kejadian manusia
menunjukkan kedudukan sentral manusia di dunia karena ia diberi akal dan agama.
3)
Tuhan adalah rabb yang maha mulia dan bila manusia mengikuti
agamaNya yang dibawa oleh NabiNya, pasti akan memperoleh kemuliaan dan kejayaan
4)
Pena sebagai alat tulis menulis adalah sarana untuk
mendokumentasikan pengetahuan. Rasulullah saw sebagai orang yangtidak bisa baca
tulis, penyebutan pena adalah sesuatu yang baru dan sangat maju bagi masyarakat
Arab saat itu.
5)
Semua ilmu berasal dari Tuhan. Dengan kemurahanNya manusia
diberikan potensi untuk mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan.[9]
Makna ayat
pertama QS. Al-Alaq (yakni “bacalah dengan nama Tuhanmu”) adalah bahwa perintah
tersebut termasuk dalam kategori amr takwiniy (perintah atau titah Allah
untuk menjadikan sesuatu). Nabi Muhammad Saw. ketika itu memang tidak pandai
membaca ataupun menulis. Karena itu beliau mengulang-ulang ucapannya “aku tidak
pandai membaca!” maka datanglah perintah Ilahi agar ia menjadi pandai membaca
walaupun tetap tidak dapat menulis. Sebab, akan diturunkan kepadanya kitab yang
akan dibacanya, walaupun ia tidak dapat menuliskannya.
Itulah sebabnya
ayat tersebut melukiskan Tuhan sebagai ‘yang menciptakan’ yakni yang
menciptakan segalanya yang ada di alam semesta ini. sebab, Dzat yang menyandang
sifat–sifat yang dengannya Ia mampu menanamkan pengaruh-Nya pada segala macam
ciptaan-Nya yang tak terhingga. Pastilah Ia mampu juga menciptakan membaca pada
dirimu meskipun engkau belum pernah mempelajarinya. Dalam kalimat ini, yang
dibaca adalah ‘nama’ (nama Tuhanmu). Sebab, ‘nama’ mengantarkan kepada
pengetahuan tentang Dzat. Penciptaan kemampuan membaca akan menarik perhatian
ke arah pengetahuan tentang Dzat (Allah Swt). Serta sifat-sifatNya semua.
Membaca merupakan suatu ilmu yang tersimpan dalam jiwa yang aktif. Sedangkan
pengetahuan tersebut masuk ke dalam pikiran manusia atas izin Allah, melalui
kemurahan-Nya, ilmu-Nya, qudrat-Nya, serta iradat-Nya.
Akan tetapi
apabila kita mengartikan perintah ini sebagai suatu kewajiban yang dibebankan
atau amr taklifiy (bukan amr takwiniy) maknanya adalah bahwa kamu
diperintah ketika membaca sesuatu agar membacanya dengan nama Allah. Makna ayat
kedua yang artinya ‘yang menciptakan manusia dari segumpal darah’. Ayat ini
difirmankan Allah swt setelah ayat sebelumnya, untuk lebih menguatkan maknanya.
Seolah-olah Ia mengatakan kepada Nabi Muhammad yang berulang kali mengaku
dirinya tidak pandai membaca “yakinlah bahwa kamu kini dapat membaca dengan
izin Tuhanmu yang telah menciptakan segala sesuatu yang ada termasuk kemampuan
membaca yang juga merupakan salah satu dari hasil ciptaan-Nya dan yang telah
menjadikan manusia sebagai ciptaan yang sempurna, meski berasal dari segumpal
darah beku, tidak berbentuk atau berupa. Sedangkan kepandaian membaca hanyalah
suatu sifat tambahan bagi makhluk manusia yang sempurna itu, sehingga
penciptaannya jauh lebih mudah daripada penciptaan manusia itu sendiri.
Dan mengingat
bahwa kepandaian membaca merupakan suatu kemampuan yang tak dapat dikuasai oleh
seseorang kecuali dengan mengulang-ulang serta membiasakan diri dengan apa yang
ada pada manusia lainnya, maka pengulangan perintah Ilahi (dalam wahyu diatas)
menggantikan pengulangan bacaan yang diperlukan dalam belajar membaca, dalam
hal menjadikan Nabi saw memiliki kemampuan seperti itu. Itulah sebabnya Allah
swt mengulangi lagi perintah-Nya dalam ayat selanjutnya “Bacalah, dan
Tuhanmulah yang maha pemurah” yakni
bahwa Allah swt adalah yang paling pemurah. Yakni bahwa Allah swt adalah yang
paling pemurah dari siapa saja yang diharapkan pemberian darinya, dan
karenanya, amat mudah bagi-Nya untuk melimpahkan kepadamu karunia ini (karunia
kemampuan membaca) dari samudra kemurahan-Nya.
Setelah itu,
Allah swt ingin memberikan kepadanya tambahan ketenangan dengan kemampuan
barunya ini. yaitu dengan menggambarkan bahwa Dialah sang pemberi karunia ini
“yang mengajar dengan perantara pena” yakni menjadikan manusia mengerti dan
belajar dengan perantara pena, sebagaimana Ia juga mengajari mereka dengan
perantara lisan. Adapun pena adalah suatu alat terbuat dari benda mati, tak ada
kehidupan padanya, dan tidak memiliki kemampuan untuk memberikan pemahaman
kepada manusia. Maka Dia (Allah swt.) yang telah menjadikan dari benda mati ini
alat untuk pemahaman dan penjelasan.
Kemudian Allah
swt ingin menghilangkan sama sekali keraguan yang mungkin ada dalam diri Nabi
saw. mengenai kepandaian membaca yang dikaruniakan Allah kepadanya, sedangkan
ia sebelumnya tidak pandai membaca, “Dia mengajarkan kepada manusia apa yang
tidak diketahuinya” yakni bahwa Dia (Allah) yang keluar dari-Nya perintah untuk
menjadikanmu seorang pembaca dan yang membacakan, dan menimbulkan dalam dirimu
kepandaian itu, bahkan kelak akan menyampaikanmu kepada tingkatan
setinggi-tingginya yang tak seorang pun selainmu akan mencapainya di bidang
ini. Dia pulalah yang telah mengajarkan kepada manusia segala ilmu pengetahuan
yang dinikmatinya, sedangkan ia dihari-hari permulaan penciptaannya, tak
mengetahui apapun.[10]
C.
Membaca Teks dan Konteks
1)
Membaca Teks
Kata teks dalam bahasa Arab disebut nash, telah dipakai dalam
wacana keilmuan islam klasik khususnya dalam bidang hukum islam. nash diartikan
dengan mengangkat atau batas akhir sesuatu. Dikalangan ulama ushul fiqih nash
berarti lafal yang hanya bermakna sesuai dengan ungkapannya dan tidak dapat
dialihkan pada makna lain.
Nash dalam pengertian teks Al-quran dibagi menjadi nash qath’iy dan
nash zhanniy. Nash qath’iy diartikan dengan teks yang jelas dan pasti. Nash ini
terbagi dalam dua wilayah yaitu nash qath’iy al-wurud atau qath’iy al-subut dan
nash qath’iy al-dalalah. nash qath’iy al-wurud atau qath’iy al-subut adalah teks
yang pasti datangnya dari Allah swt dan sudah menjadi konsensus kaum muslimin,
sedangkan nash qath’iy al-dalalah adalah
teks yang sudah jelas penunjukkan maknanya sehingga tidak mengandung
kemungkinan takwil serta tidak ada peluang untuk memahami selain makna yang
tertera pada teksnya. Nash zhanniy adalah teks yang relatif atau nisbi sehingga
memungkinkan adanya takwil yang menghasilkan pengertian lain.
2)
Membaca Konteks
Konteks dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai bagian
suatu uraian atau kalimat yang dapat
mendukung atau menambah kejelasan makna. Atau dengan pengertian lain, situasi
yang ada hubungannya dengan suatu kejadian. Dalam kaitannya dengan kajian
Al-Quran setidaknya terdapat dua makna konteks:
a.
Konteks teks yaitu konteks yang berkaitan dengan pembentukan teks
Al-Quran, dalam hal ini adalah sosio historis dan antropologis masyarakat yang
bertindak sebagai audiens ketika Al-Quran diturunka.
b.
Konteks penafsir yaitu konteks yang ada dan melingkupi pembaca saat
ini. pembaca saat ini dimaksudkan bukan lagi sebagai audiens pertama dari
munculnya teks, tetapi yang melakukan proses interpretasi sudah berada diluar
medan audiens dan jauh dari masa munculnya teks.[11]
BAB III
PENUTUP
Simpulan
belajar yaitu
sebagai upaya perubahan tingkah laku dengan serangkaian kegiatan seperti
membaca, mendengar, mengamati, meniru dan lain sebagainya. Atau dengan kata
lain, belajar sebagai kegiatan psikofisik untuk menuju perkembangan pribadi
seutuhnya. Sedangkan membaca yaitu sebuah alat untuk belajar. Membaca sangatlah
penting bagi kehidupan manusia. Dengan membaca maka manusia akan memperoleh
banyak ilmu pengetahuan dan mendapatkan wawasan yang luas. Maka dari itu,
membaca dapat dikatakan sebagai jendela ilmu pengetahuan. Dalam kajian Al-Quran
membaca dapat dilakukan dengan dua cara yaitu membaca teks dan konteks.
Adapun tafsir
dari QS. Al-Alaq, 96: 1-5 yaitu pada intinya adalah Allah swt memerintahkan
kepada umatnya untuk membaca dan belajar. Dimana perintah tersebut atau wahyu
tersebut diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui perantara Malaikat Jibril yang
pada awalnya Nabi Muhammad ragu untuk membacanya dikarenakan Beliau tidak bisa
membaca. Tetapi atas kehendak Allah, Nabi Muhammad bisa membaca dan dalam surat
tersebut Allah swt juga meyakinkan manusia bahwa Allah lah yang maha
segalanya dan atas kehendak Allah apapun
bisa terjadi bahkan manusia pun dapat diciptakan-Nya dari segumpal darah.
DAFTAR PUSTAKA
A. Syafi’ AS. 2017. Kajian Tentang Belajar Dalam Al-Quran Surat
Al-Alaq 1-5. Jurnal Sumbala, Vol. 2 No. 2:32-43
Abduh, Muhammad. 1999. Tafsir Juz ‘Amma. Bandung: Mizan
Asrori. 2012. Tafsir Al-Asraar. Yogyakarta: DaarutTajdiid
Dahlia, Patiung. 2016. Membaca Sebagai Sumber Pengembangan
Intelektual. Jurnal al-daulah, Vol. 5
No. 2: 23-45
Dalman. 2017. Keterampilan Membaca. Jakarta: Rajawali Pers
M. Shadiq Shabry. 2011. Perdebatan Antara Teks Dan Konteks. Jurnal
al-Fikr, Vol. 15 No. 1: 22-24
Muhibbinsyah. 2014. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Munirah. 2016. Petunjuk Al-quran Tentang Belajar Dan Pembelajaran. Jurnal
Lentera Pendidikan, Vol. 19 No. 1: 42-51
Qardhawi,Yusuf . 1999. Al-Quran Berbicara Tentang Akal Dan Ilmu
Pengetahuan . Jakarta: Gema Insani Press
Shofaussamawati. 2014. Menumbuhkan Minat Baca Dengan Pengenalan
Perpustakaan Pada Anak Sejak Dini. Jurnal Libraria, Vol. 2 No. 1:1-6
BIODATA DIRI
Nama :
Lailatus Syarifah
Nim :
2117037
Tempat, tanggal lahir :
Pekalongan, 10 Maret 1999
Prodi :
Pendidikan Agama Islam
Fakultas :
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Semester :
3
Moto hidup :
Menjadi orang yang bermanfaat dan selalu menyertakan doa
dan ridho orang tua dalam setiap langkah.
[1] Munirah. 2016. Petunjuk Al-quran Tentang Belajar Dan Pembelajaran. Jurnal
Lentera Pendidikan, Vol. 19 No. 1: 42-51
[3] A. Syafi’ AS. 2017. Kajian Tentang Belajar Dalam Al-Quran Surat
Al-Alaq 1-5. Jurnal Sumbala, Vol. 2 No. 2:32-43
[4] Dalman, Keterampilan Membaca (Jakarta: Rajawali Pers, 2017)
hlm. 5
[5] Dahlia, Patiung. 2016. Membaca Sebagai Sumber Pengembangan Intelektual.
Jurnal al-daulah, Vol. 5 No. 2:
23-45
[6] Yusuf Qardhawi, Al-Quran
Berbicara Tentang Akal Dan Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Gema Insani Press, 1999) hlm. 235
[7] Shofaussamawati. 2014. Menumbuhkan Minat Baca Dengan Pengenalan
Perpustakaan Pada Anak Sejak Dini. Jurnal Libraria, Vol. 2 No. 1:1-6
[8] Al-Quran Tafsir Per Kata Tajwid Kode Angka (Tangerang: Kalim)
[10] Muhammad Abduh, Tafsir Juz ‘Amma (Bandung: Mizan, 1999) hlm.
248-252
[11] M. Shadiq Shabry. 2011. Perdebatan Antara Teks Dan Konteks. Jurnal
al-Fikr, Vol. 15 No. 1: 22-24
Tidak ada komentar:
Posting Komentar