KEDUDUKAN ILMU PENGETAHUAN
KESEMPURNAAN AKAL MANUSIA
QS. AL-QASHAH, 28:14
Sugeng Priyanto
2117001
Kelas A
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI
PEKALONGAN
2018
Alhamdullilah, puji syukur kehadirat
Allah swt. atas segala nikmat dan karunia-Nya sehinggamakalah yang bertema “Menjelaskan
kedudukan ilmu pengetahuan (Qs. Al-qashash, 28:14)” ini dapat diselesaikan.
Salawat dan salam senantiasa tercurah kepada sebaik-baik manusia, nabi Muhammad
saw. Keluarganya dan sahabatnya.
Makalah ini tentu tidak terlepas dari kekurangan
dan kesalahan. Oleh karena itu penulis dengan senang hati menerima saran dan
kritik konstruktif dari pembaca guna penyempurnaan penulisan makalah ini.
Akhirnya, semoga makalah ini menambah khasanah keilmuan dan bermanfaat bagi
mahasiswa. Amin yaa robbal ‘alamin.
Pekalongan, 6 september 2018
Penulis
DAFTAR
ISI
Kata
pengantar.........................................................................................................................
Daftar
isi...................................................................................................................................
BAB
1 PEMBAHASAN
A.
ILMU DAN AKAL MANUSIA.....................................................................................
B.
DALIL HIKMAH DAN ILMU : KESEMPURNAAN AKAL MANUSIA..........................................
C.
FUNGSI ILMU DAN ILMU HIKMAH..............................................................................................
BAB
II
PENUTUP...............................................................................................................................
A.
KESIMPULAN ................................................................................................................................
B.
DAFTAR
PUSTAKA.........................................................................................................................
C.
BIODATA
PENULIS........................................................................................................................
A.
iImu dan akal manusia
1. Ilmu
Ilmu adalah yang menjadi landasan bukti petunjuk, dan yang bermanfaat
dari ilmu adalah yang menjadi landasan bukti petunjuk, dan yang bermanfaat dari
ilmu adalah yang dibawa rasulullah shallallahu alaihi wasalam. Ilmu lebih baik
daripada keadaan. Ilmu merupakan penentu hukum dan keadaan yang diberi
ketentuan hukum, ilmu adalah yang memerintah dan melarang, sedangkan keadaan
merupakan pedang, yang jika tidak diikuti ilmu akan menjadi pembabat di tangan
orang yang suka main-main. Keadaan merupakan kendaraan yang tidak bisa berjalan
sendiri. Jika tidak disertai ilmu, maka ia akan berjalan di suatu tempat yang
merusak. Keadaan seperti: harta, yang bisa di tangan orang baik dan orang
jahat. Jika tidak disertai cahaya ilmu, maka ia akan menjadi pelakunya. Keadaan
tanpa ilmu seperti api yang tidak ada penghembusnya. Manfaat keadaan hanya bagi
pemiliknya, sedangkan manfaat ilmu seperti air hujan yang merambah permukaan
tanah yang tinggi dan rendah, perut dan lembah dan semua pepohonan. Wilayah
ilmu mencakup dunia dan akhirat, sedangkan wilayah keadaan tidak keluar dari
pemiliknya atau bahkan lebih sempit lagi. Ilmu merupakan penentu yang
membedakan antara keraguan dan yaqin, penyimpangan dan kelurusan, petunjuk dan
kesesatan. Allah dapat diketahui dengan ilmu, lalu disembah, diesakan, dipuji
dan diagungkan. Dengan ilmu, orang-orang yang berjalan bisa sampai kepada
allah.
Dengan ilmu bisa diketahui
berbagai macam syariat dan hukum, bisa dibedakan antara yang halal dan yang
haram. Dengan ilmu persaudaraan bisa terjalin, dengan ilmu keridhaan kekasih
bisa ketahui, dengan ilmu bisa menghantarkan ke tujuan yang dekat. Ilmu
merupakan iman dan amal merupakan makmum. Ilmu merupakan pemimpin dan amal
merupakan pengikut. Mengingat-mengingat ilmu merupakan tasbih, mencarinya
dengan jihad dan taqarub, mengajarkanya merupakan shadaqoh, mempelajarinya sama
dengan pahala puasa dan mendirikan sholat malam. Kebutuhan terhadap ilmu lebih
besar dari pada kebutuhan terhadap makan dan minum.
Al-imam ahmad berkata, “manusia lebih
membutuhkan dari pada kebutuhan terhadap makanan dan minuman. Sebab seseorang
membutuhkan makanan dan minuman sekali atau dua kali dalam se-hari, sementara
kebutuhannya terhadap ilmu sebannyak hembusan nafasnya.” Kami meriwayatkan dari
Asy-syafi’y, dia berkata, “mencari ilmu utama dari pada shalat Nafililah.”
Pernyataan serupa juga ditanyakan abu hanifah.
Ada tiga derajat ilmu, yaitu:
1. Ilmu jali (nyata), yaitu yang
tampak mata, bisa didengar dan bisa disebar secara benar serta juga benar
berdasarkan eksprimen. Ilmu yang nyata artinya tidak bersembunyi, yang terdiri
dari 3 jenis:1. yang bisa diterima penglihatan mata 2. Yang disandarkan kepada
pendengaran, yang juga disebut ilmu penyebaran 3. Yang disandarkan kepada akal,
yang juga disebut ilmu eksprimen.
2. Ilmu khafy(yang tak tampak
dan tersembunyi),yaitu: yang tumbuh didalam rahasia-rahasia yang suci dari
badan yang suci pula, karena disirami air latihan yang murni, tampak dalam
napas-napas yang benar, dimiliki orang-orang yang mempunyai hasrat yang tinggi,
pada saat-saat yang yang senggang. Ini merupakan ilmu yang menampakan hal yang
ghaib meniadakan yang ada dan mengisyaratkan
perpaduan.
3. Ilmu ladunny, jalan ilmu ini
adalah keberadaanya, pengetahuannya adalah kesaksian, sifatnya adalah hukumnya,
antara ilmu ini dan antara yang ghaib tidak ada hijab. Ilmu ladunny
diisyaratkan kepada ilmu yang diperoleh hamba tanpa mengunakan sarana, tapi
berdasarkan ilham dari allah, yang
diperkenalkan allah kepada hamba-nya, seperti ilmu khidhir yang diperoleh tanpa
sarana seperti halnya musa.[1]
2. Akal manusia
Akal bagi ‘bagi
Abd al-jabbar yang membicarakan akal dalam kerangaka pembicaraan tentang
taklif, akal adalah: “sekempulan pengetahuan tertentu, yang manakala
terdapat pada seseorang mukalaf, maka
salah darinya penalaran dan penyimpulan serta pelaksanaanya kewajiban yang dibebankan
kepadanya.”dengan kata lain, akal adalah pengetahuan-pengetahuan lain dan
menjalankanya perbuatan-perbuatan yang menjadi kewajibannya.
Dikatakan disini bahwa pengetahuan itu
diperoleh, sementara bagi’Abd al-jabar pengetahuan ada dua macam:(1) yang
dibuat oleh allah dalam diri manusia tanpa kemampuan manusia untuk
menghilangkanya (al-ilmi al-daruri) dan (2) pengetahuan yang diperoleh manusia
melalui penalaran (al-ilm al-muktasab)
Kemudian dinyatakan bahwa di antara
pengetahuan-pengetahuan itu ada yang termasuk ke dalam kesempurnaan akal. Kalau
dikatakan bahwa akal adalah pengetahuan yang dengarnya manusia dapat memperoleh
pengetahuan lain, maka mau tidak mau pengetahuan yang termasukdalam kesmpurnaan
akal ini adalah: jenis pertama, yakni
yang ada pada manusia karena diciptakan allah didalamnya tanpa kemampuan
manusia untuk menolakny: namun tidak semua pengetahuan yang demikian ini
termasuk kedalam jenis kesempurnaan akal, adalah:
1. Pengetahuan tentang bagaimana
keadaan khusus yang dialami orang yang punya akal, semisal bahwa berkehendaki,
tidak suka dan berkayakinan.
2. Pengetahuan tentang tabiat
atau keadaan hal-hal yang jelek, yang baik sebagai baik dan yang wajib sebagai
wajib.
3. Pengetahuan tentang
motif-motif
Paling tidak,
ada tiga hal yang terkait dengan pengunaan dalil-dalil akal dalam mencari
pengetahuan tentang hal yang ghaib. Pertama, nazar atau penalaran yang
merupakan aktivis mukalaf melihat dalil-dalil akal. Kedua akal, yang merupakan
pengetahuan dasar atau aksioma-aksioama yang ada begitu saja dalam diri mukalaf
dan memungknkannya untuk melakukanya berdasarkan penalaran. Ketiga, dalil-dalil
akal yang merupakan data-data didunia nyata yang dapat ditangkap manusia
berkait, selain al-qur’an, sunnah dan ijmak.
Jadi dalam hal ini manusia menalar dengan
mengunakan aksioma-aksioma dalam berfikir terhadap data-data dunia nyata ini
untuk sampai kepada pengetahuan lain yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya
dengan pencocokan dengan kenyataan. Pengetahuan dapat disimpulkan dengan ukuran
kebenaran apa yang disebut dengan koherensi.[2]
B. Dalil hikmah dan ilmu(kesempurnaan akal
manusia)
وَلَمَّا بَلَغَ أَشُدَّهُ
وَاسْتَوَىٰ آتَيْنَاهُ حُكْمًا وَعِلْمًا ۚ وَكَذَٰلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ
Artinya: “Dan
setelah cukup umurnya dan dewasa, kami berikanlah kepadanya hukum dan ilmu. Dan
demikianlah kami mengajari orang-orang yang berbuat baik.”
Kata )
(اشدهassyudahu terambil dari kata )
(الشدal-assyud
yang oleh
sementara pakar dinilai sebagai bentuk jamak dari kataشد) (syiddah/keras atau syadd. Kata tersebut dipahami dalam arti kesempurnaan
kekuatan. Berbeda pendapat ulama tentang usia kesempurnaan manusia. Ada yang
menyatakan 20 tahun, tetapi kebanyakan menilai dimulai dari usia 33 tahun atau
35 tahun.[3]
Ayat diatas menambah kata ) (استوي istiwa setelah kata assyuddahu.
Kata ini ada yang memahami berfungsi menguatkan kata assyuddahu, tetapi
pendapat yang lebih tepat adalah usia puncak kesempurnaan kekuatan.
Thabathaba’i
memahami kata (حكما) hukman dalam arti “ketepatan pandangan menyangkut
subtansi satu pekerjaan serta penerapan keputusan itu”.
Kata al muhsinin (المحسنين) adalah jamak dari kata ا(المحسين)al muhsin kata ihsan menurut
ar-rali sebagaimana dikutip al-bikai adalah puncak kebaikan amal perbuatan
terhadap hamba, ia tercapai saat orang memandang diri pada diri orang lain
sehingga ia memberi untuknya apa yang seharusnya dia beri untuk dirinya
sedangkan ihsan antara hamba dengan Allah adalah leburnya dirinya sehingga dia
hanya “melihat” Allah Swt
Tafsirnya: Telah
dapat dikira-kira kurang lebih 30 tahun dia menjadi ‘Anak angkat’ fir’aun.
Tetapi sejak kecil dibesarkan didalam istana fir’aun, tetapi sejak kecil itu
pula ibunya telah membiasakanya membawanya pulang dari keistana, bahkan dia
diasuh, dibimbing di rumah ibunya sendiri dan di saat-saat yang perlu dibawa ke
istana. Dengan demikian maka keluarga imran, yaitu nama ayah nabi musa telah
pula mendapatkanya keuntungan dari hubungan anaknya dengan istana. Abangnya
harun pun telah mendapatkan pekerjaa yang layak di istana dan leluasa masuk
istana. Keluarga musa, sebagai bani israil golongan yang tertindas dan
dipandang hina, karena musa jadi anak israil yang lain. Keadaan ini pernah
diuraikan oleh musa dihapan fir’aun sendiri kemudiannya, sebagai yang tersebut
ayat 22 dari surat 26 asy-syu’ara.
Lantaran itu, meskipun dia dianggap
sebagai”orang istana”, dia tidak terpisah dari kaumnnya. Dia mengetahui apa
yang dialami oleh kaumnya. Dia terlalu melihat perilaku yang tidak adil yang
dilakukan oleh kekuasaan fir’aun dan segala kaki tangannya terhadap kaum nya.
Sebab itu maka pengalaman-pengalaman yang pahit, yang dilihat, yang didengar,
menambah pengetahuannya tentang mana yang adil dan mana yang dholim. Kalau
terasah baginya, bahwa kalau dia yang memegang hukum tentu tidak begini yang
akan diputuskan tentang hukum, tentu begitu mestinya. Dia pun melihat perbedaan
mencolokmata tentang perlakuan kepada rakyat. Kalau yang bersalah itu kaum
qubthi, kaum fir’aun sendiri, kesalahan itu akan ditutup-tutup. Tetapi kalau
bani israil yang bersalah, maka hukumnya sangat kejam, tidak sepadan dengan
kesalahan atau pelangaran yang diperbuatnya. Keadaan yang disaksikan tiap hari
ini menambah matang pribadi musa, menambah dia cerdik dan pandai. Allah telah
memberikannya anugrah hukum dan ilmu. Sebab dalam istana niscaya dia diajar
sebagai anak-anak orang bangsawan dan dalam masyarakat diajar pengalaman-pengalaman
dan melihat kepincangan-kepincangan yang berlaku terhadap rakyat yang lemah.
“dan demikian lah kami mengajari orang-orang yang berbuat baik “.(ujung ayat
14).
Pada ujung ayat ini dapat kita mengali
suatu kenyataan. Yaitu bahwa disamping apa yang ditentukan oleh allah bahwa
musa kelak akan kemudian hari akan dijadikan nabi dan rasul, dengan kehendak
tuhan juga telah kemudian hari akan dijadikan nabi dan rasul, dengan kehendak
tuhan juga telah ada orang-orang yang berbuat baik, yang telah berhasil
usahanya sehingga musa menjadi seseorang yang mengerti hukum dan berilmu. Tentu
saja yang berusaha berbuat baik ini adalah orang-orang yang mendidik dan
mengasuhnya. Terutama ibu kandungnya, kedua isteri fir’aun yang budiman itu.
Dipujikan di sini bahwa usaha mereka yang baik itu berhasil.[4]
C. Fungsi ilmu dan ilmu hikmah
Potensi pada
manusia yang mempunyai ilmu akan ditempatkan yang tinggi. Allah berfirman dalam
surah Al-mujadalah ayat 11. Allah mengangkat orang-orang yang beriman di
kalangan kamu dan orang-orang yang berilmu dengan beberapa derajat.”
Jin ifrit tidak sangup menggoda manusia
yang memilki ilmu. Pada zaman nabi
sulaiman,beliau mengarahkan bala tentaranya membawa singasananya permaisuri
balqis ke hadapanya. Jin ifrit berjanji akan membawa sebelum nabi bangun dari
tempat duduknya. Kemampuan jin ifrit dapat ditandingi oleh seseorang laki-laki
yang tinggi ilmunya, yang dapat mendatangkan singgasana itu dalam sekejab mata.
Kategori ilmu yang harus dikuasai:
Ilmu yang dituntut
untuk dikuasai dalam islam terbagi menjadi 2yaitu;fardhui ain dan fardhu
kifayah.dalam kitab ihya ulumudin, imam ghazali mendifinisikan ilmu fardhu ain
adalah ilmu yang wajib dituntut oleh setiap hamba allah yang berakal dan baligh
sedangkan ilmu fardhu kifayah adalah ilmu yang wajib dikuasai umat islam dalam
bidang-bidang yang diperlukan dalam masyarakat.
Hikmah menurut imam malik berpendapat
bahwa hikmah adalah kepahaman yang mendalam tentang agama allah. Menurut imam
mujahid hikmah adalah percakapan yang benar. Imam bukhori dan muslim mengatakan
bahwa nabi muhamad bersabda:”tidak ada perasaan dengki melainkan dalam 2
perkara, yaitu(terhadap) seorang laki-laki yang dikaruniakan allah dengan harta
benda dan diamengunakannya dijalan yang benar, dan terhadap seorang laki-laki
yang dikaruniakan hikmah lantas dia bertindak dan mengajar berdasarkan hikmah
tersebut.” Berkenaaan dengan hadits itu, syekh syaikh said hawa berkata didalam
al asas fit tafsir, “hadits ini menunjukan maksud hikmah ialah pemahaman
tentang kitab al-qur’an dan sunnah serta kepemahaman agama.
Jadi ilmu dan hikmah dapat diumpamakan
seperti: manis dan gula yang tidak dapat dipisahkan. Hikmah lebih menjurus pada
aspek iman dan agama. Sementara ilmu menjurus pada aspek agama dan yang
lain-lainnya secara umum. Ada juga ilmu yang haram untuk dipelajari seperti:
ilmu sihir dan ilmu yang membuat arak.[5]
BAB II
PENUTUP
Dalam ayat yang terkandung dalam
QS.AL-QASHASH ini telah diterangkan bagaimana allah memberikan akal fikiran
manusia kepada kita yang sudah diuraikan pada makalah ini dan kita mendapatkan
wawasan cakrawala serta ilmu pengetahuan yang tujuannya sebagai bekal umat
manusia dalam kehidupan sehari-harinnya. Dari sekian banyak masalah dan
peristiwa yang telah berlalu kita harus mengetahui pada masa kegelapan terdapat
orang-orang yang istimewa. Untuk mengetahui sesuatu senantiasa diikuti oleh
pengetahuan itu sendiri. Dan semoga bermanfaat bahkan berkualitas yang
diharapkan tercapai memahami akal dan fikiran sebaik mungkin. amin amin
yarobbal alamiin.
DAFTAR PUSTAKA
Al-jauziyah,qayyim ibnu.1998 madarijus
salikin. Jakarta pustaka al-qautsar .
Abd al-jabar, al-qadi.2000 tafsir
al-qur’an. Yogyakarta pustaka Lkis
Shihab, quraish. 2005 tafsir
al-misbah. Jakarta leniera hati
Abidin, zainal danial. 2007
al-qur’an for live excellence. Jakarta PT.Mizan publika
Hamka, 2004 tafsir
al-azhar. Jakarta PT.Citra serumpun
BIODATA HIDUP SAYA:
NAMA :SUGENG PRIYANTO
NIM :2117001
ALAMAT:PRUPUK UTARA MARGASAR TEGAL
TTL :JAKARTA 09 SEPTEMBER 1998
NO
:082326351171
MOTTO
:”HIDUP ADALAH ANUGRAH “
[1] Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, madarijus
salikin. (Jakarta pustaka al-kautsar 1998) hlm, 326-328
[2]Al-Qadi Abd al-Jabar, Tafsir
Al-qur’an. (Yogyakarta Lkis ogyakarta 2000) hlm, 68-70
[3] Quraish shihab, Tafsir al-misbah(Jakarta: leniera hati, 2005),
hlm 317-318
[4] Hamka, Tafsir al-azhar.
(Jakarta: Pt.citra serumpun 2004) hlm 59-61
[5]Danial Zainal Abidin, Al-qur’an
for live excellence {jakarta:PT. Mizan publika 2007) hlm 28-30
Tidak ada komentar:
Posting Komentar