Laman

new post

zzz

Jumat, 21 Oktober 2011

Psikologi Agama (5) Kelas B


MAKALAH
CIRI-CIRI PERILAKU PENGANUT AGAMA
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Psikologi Agama 
Dosen Pengampu : M. Ghufron Dimyati, M.S.I




Disusun Oleh :
1.    Ati’ Nafilah (2022110046)
2.    Abdul Ghoni(2022110047)
3.   Satria Nyala Sena(2022110048)

Kelas B 

JURUSAN TARBIYAH (PBA)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2011





PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Usia anak-anak adalah masa dimana segala sesuatu dengan mudah dibentuk dan akan asangan menentukan bagaimana selanjutnya dimasa yang akan datang. Hal itulah yang mendasari betapa pentingnya penalaran dan penelitian dilakukan sehingga kita tidak akan melakukan kesalahan-kesalahan fatal dalam membentuk karakter anak yang tentunya akan menjadi penerus kita.
            Dapat dikatakan bahwa sikap atau kepribadian seseprang ditentukan oleh pendidikan, pengalama, dan latihan-latihan yang dilalui pada masa anak-anak

B.     Permasalahan
1.      Identifikasi timbulnya kesadaran beragama pada anak-anak
2.      Identifikasi kematangan kesadaran beragama pada remaja
3.      Identifikasi kematangan kesadaran beragama bagi orang dewasa

C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui identifikasi timbulnya kesadaran beragama pada anak-anak
2.    Untuk mengetahui identifikasi kematangan kesadaran beragama pada remaja
3.      Untuk mengetahui Identifikasi kematangan kesadaran beragama bagi orang dewasa


PEMBAHASAN

1.         Timbulnya Kesadaran Beragama pada Anak
Menurut para ahli, anak dilahirkan bukanlah sebagai makhluk yang religius, anak yang dilahirkan lebih mirip binatang. Adapula yang berpendapat sebaliknya, bahwa anak sejak dilahirkan telah membawa fitrah keagamaan. Fitrah itu baru berfungsi di kemudian hari melalui proses bimbingan dan latihan[1]. Ada beberapa teori mengenai pertumbuhan agama pada anak, antara lain:
ü  Rasa ketergantungan (sense of depend)
Thomas melalui teori  four wishes mengatakan bahwa manusia dilahirkan di dunia ini memiliki empat keinginan yaitu: keinginan untuk perlindungan (security), keinginan akan pengalaman baru (new experience), keinginan untuk mendapatkan tanggapan (response), dan keinginan untuk dikenal (recognation). Berdasarkan kenyataan dan kerja sama dari keempat keinginan itu, maka sejak bayi dilahirkan hidup dalam ketergantungan, melalui pengalaman-pengalaman yang diterimanya dai lingkungan itu kemudian terbentuklah rasa keagamaan pada diri anak.
ü  Insting keagamaan
Menurut Woodworth, bayi  yang dilahirkan sudah memiliki beberapa insting di antaranya insting keagamaan.[2]

v  Perkembangan Agama pada Anak-anak
Sejalan dengan kecerdasannya, perkembangan jiwa beragama pada anak dapat dibagi menjadi tiga bagian:
·      The Fairly Tale Stage (Tingkat Dongeng)
Pada tahap ini anak yang berumur 3 – 6 tahun, konsep mengeanai Tuhan banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi, sehingga dalam menanggapi agama anak masih menggunakan konsep fantastis yang diliputi oleh dongeng- dongeng yang kurang masuk akal. Cerita akan Nabi akan dikhayalkan seperti yang ada dalam dongeng- dongeng. Pada usia ini, perhatian anak lebih tertuju pada para pemuka agama daripada isi ajarannya dan cerita akan lebih menarik jika berhubungan dengan masa anak-anak karena sesuai dengan jiwa kekanak- kanakannya. Dengan caranya sendiri anak mengungkapkan pandangan teologisnya, pernyataan dan ungkapannya tentang Tuhan lebih bernada individual, emosional dan spontan tapi penuh arti teologis.
·         The Realistic Stage (Tingkat Kepercayaan)
Pada tingkat ini pemikiran anak tentang Tuhan sebagai bapak beralih pada Tuhan sebagai pencipta. Hubungan dengan Tuhan yang pada awalnya terbatas pada emosi berubah pada hubungan dengan menggunakan pikiran atau logika. Pada tahap ini teradapat satu hal yang perlu digaris bawahi bahwa anak pada usia 7 tahun dipandang sebagai permulaan pertumbuhan logis, sehingga wajarlah bila anak harus diberi pelajaran dan dibiasakan melakukan shalat pada usia dini.
·         The Individual Stage (Tingkat Individu)
Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang tinggi, sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang diindividualistik ini terbagi menjadi tiga golongan:
a.  Konsep ketuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi.
b.  Konsep ketuhanan yang lebih murni, dinyatakan dengan pandangan yang bersifat personal (perorangan).
c. Konsep ketuhanan yang bersifat humanistik, yaitu agama telah menjadi etos humanis dalam diri mereka dalam menghayati ajaran agama.[3]

v  Sifat-sifat Agama pada anak-anak
            Bentuk dan sifat Agama bagi anak-anak dapat dibagi atas:
·         Unreflective (kurang mendalam/ tanpa kritik)
kebenaran yang mereka terima tidak begitu mendalam, cukup sekedarnya saja.Dan mereka merasa puas dengan keterangan yang kadang- kadang kurang masuk akal. Menurut penelitian, pikiran kritis baru muncul pada anak  berusia 12 tahun, sejalan dengan perkembangan moral.
·           Egosentris
Anak memiliki kesadaran akan dirinya sendiri sejak tahun pertama usia perkembangannya dan akan berkembang sejalan dengan pertambahan pengalamannya. Apabila kesadaran akan diri itu mulai subur pada diri anak, maka akan tumbuh keraguan pada rasa egonya, semakin bertumbuh semakin meningkat pula egonya.   
·           Anthromorphis
Pada umumnya, konsep mengenai ke-Tuhanan pada anak dari hasil pengalamannya di kala ia berhibungan dengan orang lain. Tapi suatu kenyataan bahwa konsep ke-Tuhanan mereka tampak jelas menggambarkan aspek-aspek kemanusiaan
·           Verbalis dan Ritualis
Dari kenyataan yang kita alami ternyata, kehidupan agama pada anak-anak sebagian besar tumbuh mula-mula secara verbal (ucapan).
·           Imitatif
Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita saksikan tindakan keagamaan yang dilakukan oleh anak-anak pada dasarnya diperoleh dari meniru. Seperti berdo’a dan shalat
·           Rasa Heran
Rasa kagum pada anak belum bersifat kritis dan kreatif. Mereka hanya kagum terhadap keindahan lahiriah saja. Hal ini merupakan langkah pertama dari pernyataan kebutuhan anak akan dorongan untuk mengenal sesuatu yang baru (new experience). Rasa kagum mereka dapat disalurkan melalui cerita-cerita yang menimbulkan rasa takjub.[4]

2.         Perkembangan Jiwa Keagamaan pada Remaja
Perkembangan agama pada remaja ditandai oleh beberapa factor perkembangan rohani dan jasmaninya. Perkembangan itu antara lain menurut W.Starbuck adalah:
·         Pertumbuhan Pikiran dan Mental
Ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari masa kanak-kanaknya sudah tidak begitu menarik bagi mereka. Sifat kritis terhadap ajaran agama mulai timbul. Selain masalah agama mereka pun sudah tertark pada masalah kebudayaan, social, ekonomi, dan norma-norma kehidupan lainnya.
·         Perkembangan Perasaan
Berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja. Perasaan social, etis, dan estesis mendorong remaja untuk menghayati perikehidupan yang terbiasa dalan lingkungannya. Kehidupan religius akan cenderung mendorong dirinya lebih dekat kearah hidup yang religius pula. Sebaliknya bagi remaja tang kurang mendapat pendidikan dan siraman ajaran agama akan mudah didominasi dorongn seksual. Masa remaja merupakan masa kematangn seksual. Dorongn oleh perasaan tahu dan super, remaja lebih mudah terprosok kearah tindakan seksual yang negative.
·           Pertimbangan Sosial
Dalam kehidupan keagamaan mereka timbul konflik antara pertimbangan moral dan material. Karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi lebih dipengaruhi kepentingan akan meteri, maka para remaja lebih cenderung jiwanya untuk bersikap matrealitis.
·           Perkembangan Moral
Perkembangan moral para remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari proteksi
·           Sikap dan Minat
Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan sangat kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaan masa kecil serta lingkungan agama yang dipengaruhi mereka (besar kecil minatnya)
·           Ibadah
Sebagian remaja mengatakan bahwa beribadah bermanfaat untuk berkomunikasi kepada tuhan, sebagian lagi menganggap bahwa ibadah hanyalah merupakan media untuk bermeditasi.[5]

3.         Sikap keberagamaan pada orang dewasa
Sikap keberaagamaan orang dewasa memiliki prespektif yang luas didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya. Selain itu sikap keberagamaan ini umumnya juga dilandasi oleh pendalaman pengertian dan perluasan pemahaman tentang ajaran agama yang dianutnya. Beragama bagi orang dewasa sudah merupakan sikap hidup bukan sekedar ikut-ikutan.
Sejalan dengan tingkat perkembangan usianya, maka sikap keberagamaan pada orang dewasa antara lain memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
1.      Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut-ikutan
2.      Cenderung bersikap realis, sehingga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkahlaku.
3.      Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama, dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan.
4.      Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri hingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup.
5.      Bersikap lebih dewasa dan wawasan yang lebih luas.
6.      Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan atas pertimbangan hati nurani.
7.      Sikap keberagamaan cenderung mengarah pada tipe-tipe kepribadian masing-masing, sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerim, memahami serta melaksanakan ajaran agama yang diyakininya.
8.      Terlihat adanya hubungan antara sikap keberagamaan dengan kehidupan social, sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi social keagamaan sudah berkembang.[6]  

4.        Agama Pada Usia Lanjut
Proses perkembangan manusia setelah dilahirkan secara fisiologis semakin lama menjadi lebih tua. Dengan bertambahnya usia, maka jaringan- jaringan dan sel- sel menjadi tua, sebagian regenerasi dan sebagian yang lain akan mati. Usia lanjut ini, biasanya dimulai pada usia 65 tahun. Pada usia lanjut ini, biasanya akan mengahadapi berbagai persoalan. Persoalan pertama adalah penurunan kemampuan fisik hingga kekuatan fisik berkurang, aktivitas menurun, sering mengalami gangguan kesehatan yang menyebebkan mereka kehilangan semangat. Pengaruh dari semua itu, mereka yang berada dalam usia lanjut merasa dirinya sudah tidak berharga lagi.
·         Ciri- Ciri Keagamaan Pada Usia Lanjut
Secara garis besar ciri- ciri keberagamaan di usia lanjut adalah:
1. Kehidupan keagamaan pada usia lanjut sudah mencapai tingkat kemantapan.
2.    Meningkatnya kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan.
3.    Mulai muncul pengakuan terhadap relitas tentang kehidupan akherat secara lebih sungguh- sungguh.
4. Sikap keagamaan cenderung mengarah kepada kebutuhan saling cinta antara sesama manusia serta sifat- sifat luhur.
5. Timbul rasa takut kepada kematian yang meningkat sejalan dengan pertambahan usia lanjutnya.
6. Perasaan takut pada kematian ini berdampak pada peningkatan pembentukan sikap keagamaan dan kepercayaan terhadap adanya kehidupan abadi (akherat).[7]

PENUTUP

Anak mengenal Tuhan pertama kali melalui bahasa dari kata-kata orang yang ada dalam lingkungannya, yang pada awalnya diterima secara acuh.
Perkembangan agama pada remaja ditandai oleh beberapa factor rohani dan jasmaninya. Perkembangan itu antara lain menurut W. starbuck adalah:
·         Perkembangan pikiran dan mental
·         Perkembangan perasaan
·         Pertimbangan Sosial
·         Perkembangan moral
·         Sikap dan minat
·         Ibadah
Sikap keberaagamaan orang dewasa memiliki prespektif yang luas didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya. Selain itu sikap keberagamaan ini umumnya juga dilandasi oleh pendalaman pengertian dan perluasan pemahaman tentang ajaran agama yang dianutnya. Beragama bagi orang dewasa sudah merupakan sikap hidup bukan sekedar ikut-ikutan.















DAFTAR PUSTAKA

1.       Jalaluddin. 2003. Psikologi Agama. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada
2.       Taufiq, Izudin Muhammad. 2006. Panduan Lengkap dan Praktis Psikologi islam. Jakarta: Gema Insani.
3.       Rahmat, Jalaludin. 2003. Psikologi Agama Sebuah Pengantar. Bandung: PT. Mizan Pustaka
4.       http://www.scribd.com/doc/39103637/psikologi-agama 18/10/2011 pukul 11.00





[1]. Jalaluddin, Psikologi agama,(Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.2003)  hal.63
[2] Ibid hal. 65
[4] Jalaluddin, Psikologi agama,(Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.2003)hal.70
[5]Ibid hal.74
[6] Ibid. hal. 106

Tidak ada komentar:

Posting Komentar