Laman

new post

zzz

Jumat, 20 Februari 2015

E-2-06: YUNI ROHMAWATI




KHUTBAH MEDIA MENYEBARKAN ILMU PENGETAHUAN 
Mata Kuliah        :       Hadits Tarbawi II



Disusun oleh :

Yuni Rohmawati       (2021113099) 
Kelas : E

JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN 
2015

 
KATA PENGANTAR

            Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan nikmatnya yang tak terhingga, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah yang bertema “Khutbah Media Menyebarkan Ilmu Pengetahuan” dengan lancar dan tepat waktu.
            Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Saw. sebagai pembawa risalah agama Islam dan yang telah membawa umat manusia dari zaman jahiliyah ke zaman yang terang benderang.
            Makalah ini selain untuk menambah wawasan keislaman kita, juga sebagai penyadaran bahwa khutbah bukan hanya sebagai formalitas Jumat belaka, namun memiliki posisi strategis dalam menyebarkan ilmu pengetahuan.
            Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Karena sesungguhnya Yang Maha Sempurna hanyalah Allah SWT. Oleh karenanya, penulis meminta maaf sekaligus mengharapkan kritikan dan saran yang membangun dari para pembaca demi kebaikan untuk ke depannya.
            Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri maupun bagi para pembaca.


Pekalongan, 19 Februari 2015

Penulis
BAB I


PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Shalat Jumat merupakan salah satu ibadah rutin yang dilakukan tiap hari jumat. Berbeda dengan shalat-shalat yang lain, dalam shalat jumat terdapat satu kegiatan khas, yakni khutbah jumat.
Khutbah Jumat memiliki posisi yang sangat strategis sebagai media dakwah. Jika peran ini dioptimalkan maka hasilnya akan sesuai harapan, umat Muslim akan peka terhadap ilmu pengetahuan dan perkembangan zaman. Tak hanya itu, umat Muslim juga tahu cara bersikap menghadapi tantangan zaman.
Namun, khutbah Jumat juga memiliki aturan-aturan tertentu dalam pelaksanaannya. Tidak bisa dilakukan kapan pun, melainkan hanya pada hari Jumat.
B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah tersebut, bisa ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apa pengertian khutbah Jumat?
2.      Apa saja syarat dan rukun khutbah Jumat?
3.      Bagaimana hadits yang menjelaskan tentang khutbah Jumat media menyebarkan ilmu pengetahuan?
4.      Bagaimana refleksi hadits tersebut dalam kehidupan?
5.      Apa saja aspek tarbawi yang diperoleh dari hadits tersebut?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Khutbah Jumat
Khutbah jumat merupakan pidato keagamaan yng termasuk tuntunan ibadah formal kepada Allah Swt.[1]Khotbah adalah salah satu cara yang dipakai untuk mengkomunikasikan pesan.[2]
Khutbah jumat merupakan rangkaian dari ibadah dalam shalat Jumat. Khatib dalam menyampaikan khutbahnya ada unsur kekhusyu’an lain dengan pidato atau ceramah-ceramah, bersuara yang lantang sebagaimana seorang komandan memberikan komando kepada para pasukannya, dengan jelas, fasih dalam mengucapkan kata-kata sehingga dapat dipahami dan tidak terjadi kesalahfahaman.[3]

B.     Teori Pendukung
Berbeda dengan pidato atau ceramah pada umumnya, khutbah diikat oleh rukun-rukun yang wajib dipenuhi di dalam pelaksanaannya. Di samping itu ditetapkan juga adanya syarat-syarat khutbah serta sunah-sunahnya yang perlu diperhatikan guna mencapai kesempurnaanya. Berikut ini adalah hal-hal yang menjadi rukun, syarat dan sunah-sunah khutbah:
Rukun khutbah jumat:
1.      Alhamdalah, mengucapkan puji-pujian kepada Allah Swt.
2.      Mengucapkan dua kalimat syahadat
3.      Attasliyah, membaca shalawat atas Nabi Muhammad Saw.
4.      Attausiyah, berwasiat takwa dan memberi nasihat
5.      Membaca ayat Al-Qur’an pada salah satu kedua khutbah
6.      Berdo’a untuk orang-orang mukmin
7.      Berdiri bila mampu
8.      Duduk sejenak di antara dua khutbah
Syarat-syarat khutbah:
1.      Khutbah dimulai sesudah matahari tergelincir
2.      Khatib harus suci dari hadas dan najis
3.      Khatib harus menutup auratnya
4.      Tertib, baik rukun-rukun maupun jarak waktu antara dua khutbah, dan antara shalat jumat harus berurutan
Sunah-sunah khutbah:
1.      Khatib memberi salam dengan berdiri menghadap jama’ah, lalu duduk di atas mimbar
2.      Khutbah disampaikan dengan bahasa yang fasih dan sederhana, tidak terlalu panjang dan tidak terlalu singkat
3.      Bersuara keras dan jelas
4.      Khatib bersikap tenang, tidak banyak menggerakkan anggota badan
5.      Membaca surat Al-Ikhlas ketika duduk antara dua khutbah
6.      Khutbah dilakukan di atas mimbar atau tempat yang tinggi dan khatib dapat bersandar dengan tongkat.[4]



C.    Materi Hadits
عَنْ سَالِم عَنْ أَبِيْهِ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيّ صَلَّى اللَهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يَخْطُبُ عَلَى الْمِنْبَرِ فَقَالَ : مَنْ جَاءَ إِلَى الْجُمْعَةِ فَلْيَسْتَغْسِلْ
(رواه البخاري فى الصحيح ˛ كتاب الجمعة ˛ باب الخطبة على المنبر)
"Dari Salim dari bapaknya, ia berkata, aku mendengar Rasul berkhotbah di atas mimbar beliau bersabda: “Barang siapa yang hendak menghadiri shalat Jum’at, maka hendaknya ia ghuzul terlebih dahulu” (Riwayat Al Bukhari dalam As Shahihah, Kitab al Jumu’atu, Bab Khotbah di Mimbar)[5]
Arti mufradat
-          Berkhutbah. Khutbah adalah perkataan yang tersusun         :           يَخْطُبُ
yang berisi nasihat dan pemberitahuan.[6]
-          Barangsiapa                                                                            :           مَنْ
-          Hendak menuju / ke                                                               :             جَاءَ إِلَى
-          Al-Jumuat (shalat Jumat) : Bentuk jamak dari Jum’at,          :           الجُمْعَة
yaitu jamak muannas salim (menunjukkan feminin),
dan huruf mim dapat di-harakat-i dengan tiga harakat,
dan harakat dhammah adalah lebih tepat.[7]                                        
-          Maka mandillah.                                                                    :           فَلْيَسْتَغْسِلْ           
Ghasala tanpa tasydid artinya mandi.[8]
Keterangan hadits         
Nabi duduk di atas mimbar dan menghadap kepada kami serta membelakangi kiblat; hal ini dilakukannya sewaktu ia berkhutbah. Sedangkan kami duduk di sekitarnyaseraya melihat kepadanya. Hal ini menggambarkan tentang berhadap-hadapannya khatib dan para hadirin. Menurut jumhur ulama hal ini disunatkan, yaitu khatib menghadap kepada para hadirin, dan para hadirin menghadap kepada khatib.[9]
Dalam hadits tersebut juga disebutkan perintah untuk mandi ketika hendak shalat Jumat. Diceritakan bahwa sahabat Utsman r.a. datang ke shalat Jumat padahal Khalifah Umar r.a. sedang berkhutbah di atas mimbar. Lalu Khalifah Umar r.a. menyindirnya melalui perkataannya, “Apakah gerangan yang menyebabkan kaum laki-laki lambat datangnya sesudah seruan?” Maka sahabat Utsman menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, sewaktu aku mendengar seruan azan, aku tidak menambahkan sesuatu pun kecuali hanya berwudhu lalu aku segera datang.” Khalifah Umar berkata, “Apakah wudhu dikatakan sebagai tambahan, bukankah Rasulullah telah bersabda, “Apabila seseorang di antara kalian akan mendatangi shalat Jumat, maka hendaklah ia mandi.”
Mandi pada hari Jumat diwajibkan secara kukuh bagi setiap orang balig yang hendak berangkat menuju ke shalat Jumat, karena diduga besar badannya telah kotor sebab pekerjaan sehari-harinya.[10]

D.    Refleksi dalam kehidupan
Shalat Jumat merupakan salah satu ibadah rutin yang dilakukan tiap hari Jumat. Di dalamnya terdapat khutbah Jumat yang disampaikan oleh seorang khatib. Khutbah Jumat bukan sekedar pidato biasa, karena di dalamnya berisi nasihat-nasihat. Inilah mengapa dikatakan khutbah sebagai salah satu media menyebarkan ilmu pengetahuan.
Dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim menjelaskan bahwa Nabi selalu menggunakan mimbar tempat menyampaikan khotbah maupun tempat pembelajaran berlangsung. Mimbar adalah salah satu sarana penting dalam pembelajaran.
Mimbar baik pada masa Nabi maupun pada masa berikutnya memang dibuat sedemikian rupa yang lebih tinggi daripada tempat jemaah, dimaksudkan agar seluruh jemaah bisa menyaksikan seorang khatib dan dapat mendengar dengan baik.
Dunia pendidikan modern sekalipun tidak ada mimbar di setiap kelas, namun prinsipnya sama yakni ada tempat duduk guru pada posisi yang mudah dilihat, mudah disaksikan dan mudah didengar suara guru. Teori belajar mendengar dan melihat lebih baik daripada hanya mendengar saja tanpa melihat. Sebagaimana Edgar Dale dalam kesimpulan penelitiannya bahwa belajar hanya dengan pendengaran saja akan dapat menyerap 20%, dengan penglihatan dapat menyerap 30% sedang dengan pendengaran dan penglihatan dapat menyerap 50%, dan belum lagi dengan menulis, mengatakan dan melakukan akan dapat menyerap 90%.
Mimbar salah satu alat pendidikan seperti halnya kursi, meja, bangku, dan papan tulis. Semua itu diperlukan demi menunjang kelancaran proses pembelajaran. Guru perlu memiliki keterampilan dalam merancang suatu media. Kemampuan merancang media merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru profesional. Dengan perancangan media yang dianggap cocok akan memudahkan proses pembelajaran, sehingga tujuan pun tercapai secara optimal.[11]


E.     Aspek Tarbawi
Dari penjelasan di atas, dapat diperoleh aspek tarbawi dari hadits tersebut, antara lain:
1.      Menyebarkan ilmu pengetahuan tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Khutbah bisa dijadikan media untuk mengajar dan belajar.
2.      Khutbah Jumat bisa dijadikan sebagai media dakwah yang strategis.
3.      Dalam menyampaikan ilmu, diperlukan persiapan yang matang dan pengetahuan yang mendalam.
4.      Materi yang disampaikan disesuaikan dengan perkembangan zaman dan dengan bahasa yang mudah dipahami.
5.      Seperti seorang khatib yang menyampaikan khutbah di atas mimbar, guru pun dalam menyampaikan materi mempunyai posisi tersendiri agar mudah dilihat dan didengar oleh muridnya.
6.      Dalam dunia pendidikan, seorang guru harus memiliki kreativitas dalam mengembangkan media pembelajaran agar murid tidak cepat merasa bosan dan mudah mencerna materi pelajaran.










BAB III
PENUTUP

Khutbah Jumat merupakan rangkaian dari ibadah shalat Jumat. Khutbah Jumat berbeda dengan pidato atau ceramah pada umumnya karena khutbah Jumat harus memenuhi syarat dan rukun tertentu.
Sebagai media menyebarkan ilmu pengetahuan, khutbah Jumat memiliki posisi strategis. Karena di dalamnya juga disampaikan hal-hal yang sedang up to date, agar kita tahu bagaimana harus menyikapi hal-hal tersebut.
Seorang khatib dalam menyampaikan materi tidak boleh sesuka hati, karena dia harus memiliki pengetahuan yang mendalam dan persiapan yang matang.
Dalam dunia pendidikan, seorang guru harus memiliki persiapan yang matang ketika akan menyampaikan materi kepada muridnya dan harus menguasai apa yang akan disampaikan.








DAFTAR PUSTAKA

Abdullah bin Abdurrahman. 2006. Syarah Bulughul Maram, (edisi terjemahan oleh Aan Anwariyah, dkk). Jakarta: Pustaka Azzam.
Ahmadi, Abu dan Mifatkhurrobbani. 1994. Himpunan Khutbah Setahun. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Al-Imam Zainuddin Ahmad bin Abdul Lathif Az-Zabidi. 2004. Ringkasan Shahih Al-Bukhari, cet. ke-IX, (edisi terjemahan oleh Cecep Syamsul Hari dan Thalib Anis). Bandung: PT Mizan Pustaka.
Ali Nashif, Syekh Mansur. 1993. Mutiara Pokok-Pokok Hadis Rasulullah SAW Jilid 1, (edisi terjemahan oleh Bahrun Abu Bakar). Bandung: CV. Sinar Baru.
Khon, Abdul Majid. 2014. Hadis Tarbawi: Hadis-Hadis Pendidikan, cet. ke-2. Jakarta: Prenadamedia Group.
Suyuti, Ahmad. 1998. Selekta Khutbah Jumat. Jakarta: Pustaka Amani.
http://www.wikidata.org/wiki/Q738826#sitelinks-wikipedia, di akses pada tanggal 17 Februari 2015 pukul 08:48 WIB.






TENTANG PENULIS


         
Yuni Rohmawati, lahir di Pekalongan pada tanggal 23 Juni 19 tahun yang lalu. Riwayat pendidikannya dimulai dari MIS Jenggot 03, MTs.S. Simbang Kulon 02, dan MAS Simbang Kulon. Sekarang penulis sedang melanjutkan studinya di STAIN Pekalongan konsentrasi program Pendidikan Agama Islam.
Sekarang sedang mencoba untuk aktif dalam beberapa kegiatan. Hobinya adalah membaca dan menulis, karena dengan tulisan mampu mengubah dunia,
Motto penulis adalah “There is no excuse to be success”. “Dunia tidak akan mengenalmu jika kamu hanya berpangku tangan menanti perubahan, mungkin kamu tak bisa keliling dunia, tapi biarkan tulisanmu yang akan memperkenalkanmu kepada dunia”.



[1] Ahmad Suyuti, Selekta Khutbah Jumat (Jakarta: Pustaka Amani, 1998), hlm. 202.
[2]http://www.wikidata.org/wiki/Q738826#sitelinks-wikipedia, di akses pada tanggal 17 Februari 2015 pukul 08:48 WIB.
[3] Abu Ahmadi & Miftakhurrobbani, Himpunan Khutbah Setahun (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994), hlm. 1.
[4] Ahmad Suyuti, op. cit., hlm. 202-203.
[5] Al-Imam Zainuddin Ahmad bin Abdul Lathif Az-Zabidi, Ringkasan Shahih Al-Bukhari, (edisi terjemahan oleh Cecep Syamsul Hari dan Thalib Anis), cet. ke-IX (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2004), hlm. 210.
                [6] Abdullah bin Abdurrahman, Syarah Bulughul Maram, edisi terjemahan oleh Aan Anwariyah, dkk (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), hlm. 587.
[7]Ibid., hlm. 600.
[8] Syekh Mansur Ali Nashif, Mutiara Pokok-Pokok Hadis Rasulullah SAW Jilid 1, (edisi terjemahan oleh Bahrun Abu Bakar), (Bandung: CV. Sinar Baru, 1993), hlm. 861.
[9] Syekh Manshur Ali Nashief, op. cit., hlm. 882.
[10] Syekh Manshur Ali Nashief, op. cit., hlm. 855-856.
[11] Abdul Majid Khon, Hadis Tarbawi: Hadis-Hadis Pendidikan, cet. ke-2 (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), hlm. 357-361.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar