Mata Kuliah : Hadits Tarbawi II
Yuni Rohmawati (2021113099)
Kelas : E
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur
penulis haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan
nikmatnya yang tak terhingga, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
makalah yang bertema “Khutbah Media Menyebarkan Ilmu Pengetahuan” dengan lancar
dan tepat waktu.
Shalawat serta
salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Saw. sebagai pembawa risalah
agama Islam dan yang telah membawa umat manusia dari zaman jahiliyah ke zaman
yang terang benderang.
Makalah ini selain
untuk menambah wawasan keislaman kita, juga sebagai penyadaran bahwa khutbah
bukan hanya sebagai formalitas Jumat belaka, namun memiliki posisi strategis
dalam menyebarkan ilmu pengetahuan.
Penulis menyadari
dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Karena sesungguhnya
Yang Maha Sempurna hanyalah Allah SWT. Oleh karenanya, penulis meminta maaf
sekaligus mengharapkan kritikan dan saran yang membangun dari para pembaca demi
kebaikan untuk ke depannya.
Semoga makalah ini
dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri maupun bagi para pembaca.
Pekalongan, 19 Februari 2015
Penulis
BAB I
A.
Latar Belakang
Shalat Jumat
merupakan salah satu ibadah rutin yang dilakukan tiap hari jumat. Berbeda
dengan shalat-shalat yang lain, dalam shalat jumat terdapat satu kegiatan khas,
yakni khutbah jumat.
Khutbah Jumat
memiliki posisi yang sangat strategis sebagai media dakwah. Jika peran ini
dioptimalkan maka hasilnya akan sesuai harapan, umat Muslim akan peka terhadap
ilmu pengetahuan dan perkembangan zaman. Tak hanya itu, umat Muslim juga tahu
cara bersikap menghadapi tantangan zaman.
Namun, khutbah
Jumat juga memiliki aturan-aturan tertentu dalam pelaksanaannya. Tidak bisa
dilakukan kapan pun, melainkan hanya pada hari Jumat.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar
belakang masalah tersebut, bisa ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Apa pengertian
khutbah Jumat?
2.
Apa saja syarat
dan rukun khutbah Jumat?
3.
Bagaimana
hadits yang menjelaskan tentang khutbah Jumat media menyebarkan ilmu
pengetahuan?
4.
Bagaimana
refleksi hadits tersebut dalam kehidupan?
5.
Apa saja aspek
tarbawi yang diperoleh dari hadits tersebut?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Khutbah Jumat
Khutbah jumat
merupakan pidato keagamaan yng termasuk tuntunan ibadah formal kepada Allah
Swt.[1]Khotbah
adalah salah satu cara yang dipakai untuk mengkomunikasikan pesan.[2]
Khutbah jumat
merupakan rangkaian dari ibadah dalam shalat Jumat. Khatib dalam menyampaikan
khutbahnya ada unsur kekhusyu’an lain dengan pidato atau ceramah-ceramah,
bersuara yang lantang sebagaimana seorang komandan memberikan komando kepada
para pasukannya, dengan jelas, fasih dalam mengucapkan kata-kata sehingga dapat
dipahami dan tidak terjadi kesalahfahaman.[3]
B.
Teori Pendukung
Berbeda dengan
pidato atau ceramah pada umumnya, khutbah diikat oleh rukun-rukun yang wajib
dipenuhi di dalam pelaksanaannya. Di samping itu ditetapkan juga adanya
syarat-syarat khutbah serta sunah-sunahnya yang perlu diperhatikan guna
mencapai kesempurnaanya. Berikut ini adalah hal-hal yang menjadi rukun, syarat
dan sunah-sunah khutbah:
Rukun khutbah jumat:
1.
Alhamdalah,
mengucapkan puji-pujian kepada Allah Swt.
2.
Mengucapkan dua
kalimat syahadat
3.
Attasliyah,
membaca shalawat atas Nabi Muhammad Saw.
4.
Attausiyah,
berwasiat takwa dan memberi nasihat
5.
Membaca ayat
Al-Qur’an pada salah satu kedua khutbah
6.
Berdo’a untuk
orang-orang mukmin
7.
Berdiri bila
mampu
8.
Duduk sejenak
di antara dua khutbah
Syarat-syarat khutbah:
1.
Khutbah dimulai
sesudah matahari tergelincir
2.
Khatib harus
suci dari hadas dan najis
3.
Khatib harus
menutup auratnya
4.
Tertib, baik
rukun-rukun maupun jarak waktu antara dua khutbah, dan antara shalat jumat harus
berurutan
Sunah-sunah khutbah:
1.
Khatib memberi
salam dengan berdiri menghadap jama’ah, lalu duduk di atas mimbar
2.
Khutbah
disampaikan dengan bahasa yang fasih dan sederhana, tidak terlalu panjang dan
tidak terlalu singkat
3.
Bersuara keras
dan jelas
4.
Khatib bersikap
tenang, tidak banyak menggerakkan anggota badan
5.
Membaca surat
Al-Ikhlas ketika duduk antara dua khutbah
6.
Khutbah
dilakukan di atas mimbar atau tempat yang tinggi dan khatib dapat bersandar
dengan tongkat.[4]
C.
Materi Hadits
عَنْ سَالِم عَنْ
أَبِيْهِ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيّ صَلَّى اللَهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يَخْطُبُ
عَلَى الْمِنْبَرِ فَقَالَ : مَنْ جَاءَ إِلَى الْجُمْعَةِ فَلْيَسْتَغْسِلْ
(رواه البخاري فى الصحيح ˛
كتاب الجمعة ˛
باب الخطبة على المنبر)
"Dari Salim dari
bapaknya, ia berkata, aku mendengar Rasul berkhotbah di atas mimbar beliau
bersabda: “Barang siapa yang hendak menghadiri shalat Jum’at, maka hendaknya ia
ghuzul terlebih dahulu” (Riwayat Al
Bukhari dalam As Shahihah, Kitab al Jumu’atu, Bab Khotbah di Mimbar)[5]
Arti mufradat
-
Berkhutbah.
Khutbah adalah perkataan yang tersusun : يَخْطُبُ
yang
berisi nasihat dan pemberitahuan.[6]
-
Barangsiapa : مَنْ
-
Hendak menuju /
ke :
جَاءَ إِلَى
-
Al-Jumuat
(shalat Jumat) : Bentuk jamak dari Jum’at, : الجُمْعَة
yaitu jamak muannas salim (menunjukkan feminin),
dan huruf mim dapat di-harakat-i dengan tiga harakat,
dan harakat dhammah adalah lebih tepat.[7]
-
Maka mandillah. : فَلْيَسْتَغْسِلْ
Ghasala tanpa tasydid artinya mandi.[8]
Keterangan
hadits
Nabi duduk di atas mimbar dan menghadap kepada kami serta
membelakangi kiblat; hal ini dilakukannya sewaktu ia berkhutbah. Sedangkan kami
duduk di sekitarnyaseraya melihat kepadanya. Hal ini menggambarkan tentang
berhadap-hadapannya khatib dan para hadirin. Menurut jumhur ulama hal ini
disunatkan, yaitu khatib menghadap kepada para hadirin, dan para hadirin
menghadap kepada khatib.[9]
Dalam hadits tersebut juga disebutkan perintah untuk mandi ketika
hendak shalat Jumat. Diceritakan bahwa sahabat Utsman r.a. datang ke shalat
Jumat padahal Khalifah Umar r.a. sedang berkhutbah di atas mimbar. Lalu
Khalifah Umar r.a. menyindirnya melalui perkataannya, “Apakah gerangan yang
menyebabkan kaum laki-laki lambat datangnya sesudah seruan?” Maka sahabat
Utsman menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, sewaktu aku mendengar seruan azan, aku
tidak menambahkan sesuatu pun kecuali hanya berwudhu lalu aku segera datang.”
Khalifah Umar berkata, “Apakah wudhu dikatakan sebagai tambahan, bukankah
Rasulullah telah bersabda, “Apabila seseorang di antara kalian akan mendatangi
shalat Jumat, maka hendaklah ia mandi.”
Mandi pada hari Jumat diwajibkan secara kukuh bagi setiap orang
balig yang hendak berangkat menuju ke shalat Jumat, karena diduga besar
badannya telah kotor sebab pekerjaan sehari-harinya.[10]
D.
Refleksi dalam
kehidupan
Shalat Jumat
merupakan salah satu ibadah rutin yang dilakukan tiap hari Jumat. Di dalamnya
terdapat khutbah Jumat yang disampaikan oleh seorang khatib. Khutbah Jumat
bukan sekedar pidato biasa, karena di dalamnya berisi nasihat-nasihat. Inilah
mengapa dikatakan khutbah sebagai salah satu media menyebarkan ilmu
pengetahuan.
Dalam sebuah
hadits shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim menjelaskan bahwa Nabi
selalu menggunakan mimbar tempat menyampaikan khotbah maupun tempat
pembelajaran berlangsung. Mimbar adalah salah satu sarana penting dalam
pembelajaran.
Mimbar baik
pada masa Nabi maupun pada masa berikutnya memang dibuat sedemikian rupa yang
lebih tinggi daripada tempat jemaah, dimaksudkan agar seluruh jemaah bisa
menyaksikan seorang khatib dan dapat mendengar dengan baik.
Dunia
pendidikan modern sekalipun tidak ada mimbar di setiap kelas, namun prinsipnya
sama yakni ada tempat duduk guru pada posisi yang mudah dilihat, mudah
disaksikan dan mudah didengar suara guru. Teori belajar mendengar dan melihat
lebih baik daripada hanya mendengar saja tanpa melihat. Sebagaimana Edgar Dale
dalam kesimpulan penelitiannya bahwa belajar hanya dengan pendengaran saja akan
dapat menyerap 20%, dengan penglihatan dapat menyerap 30% sedang dengan
pendengaran dan penglihatan dapat menyerap 50%, dan belum lagi dengan menulis,
mengatakan dan melakukan akan dapat menyerap 90%.
Mimbar salah
satu alat pendidikan seperti halnya kursi, meja, bangku, dan papan tulis. Semua
itu diperlukan demi menunjang kelancaran proses pembelajaran. Guru perlu
memiliki keterampilan dalam merancang suatu media. Kemampuan merancang media
merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru
profesional. Dengan perancangan media yang dianggap cocok akan memudahkan
proses pembelajaran, sehingga tujuan pun tercapai secara optimal.[11]
E.
Aspek Tarbawi
Dari penjelasan di atas, dapat diperoleh aspek tarbawi dari hadits
tersebut, antara lain:
1.
Menyebarkan
ilmu pengetahuan tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Khutbah bisa dijadikan
media untuk mengajar dan belajar.
2.
Khutbah Jumat
bisa dijadikan sebagai media dakwah yang strategis.
3.
Dalam
menyampaikan ilmu, diperlukan persiapan yang matang dan pengetahuan yang
mendalam.
4.
Materi yang
disampaikan disesuaikan dengan perkembangan zaman dan dengan bahasa yang mudah
dipahami.
5.
Seperti seorang
khatib yang menyampaikan khutbah di atas mimbar, guru pun dalam menyampaikan
materi mempunyai posisi tersendiri agar mudah dilihat dan didengar oleh
muridnya.
6.
Dalam dunia
pendidikan, seorang guru harus memiliki kreativitas dalam mengembangkan media
pembelajaran agar murid tidak cepat merasa bosan dan mudah mencerna materi
pelajaran.
BAB III
PENUTUP
Khutbah Jumat merupakan rangkaian dari ibadah shalat Jumat. Khutbah
Jumat berbeda dengan pidato atau ceramah pada umumnya karena khutbah Jumat
harus memenuhi syarat dan rukun tertentu.
Sebagai media menyebarkan ilmu pengetahuan, khutbah Jumat memiliki
posisi strategis. Karena di dalamnya juga disampaikan hal-hal yang sedang up to
date, agar kita tahu bagaimana harus menyikapi hal-hal tersebut.
Seorang khatib dalam menyampaikan materi tidak boleh sesuka hati,
karena dia harus memiliki pengetahuan yang mendalam dan persiapan yang matang.
Dalam dunia pendidikan, seorang guru harus memiliki persiapan yang
matang ketika akan menyampaikan materi kepada muridnya dan harus menguasai apa
yang akan disampaikan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah bin
Abdurrahman. 2006. Syarah Bulughul Maram, (edisi terjemahan oleh Aan
Anwariyah, dkk). Jakarta: Pustaka Azzam.
Ahmadi, Abu dan
Mifatkhurrobbani. 1994. Himpunan Khutbah Setahun. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Al-Imam
Zainuddin Ahmad bin Abdul Lathif Az-Zabidi. 2004. Ringkasan Shahih
Al-Bukhari, cet. ke-IX, (edisi terjemahan oleh Cecep Syamsul Hari dan Thalib
Anis). Bandung: PT Mizan Pustaka.
Ali Nashif,
Syekh Mansur. 1993. Mutiara Pokok-Pokok Hadis Rasulullah SAW Jilid 1,
(edisi terjemahan oleh Bahrun Abu Bakar). Bandung: CV. Sinar Baru.
Khon, Abdul
Majid. 2014. Hadis Tarbawi: Hadis-Hadis Pendidikan, cet. ke-2. Jakarta:
Prenadamedia Group.
Suyuti, Ahmad.
1998. Selekta Khutbah Jumat. Jakarta: Pustaka Amani.
http://www.wikidata.org/wiki/Q738826#sitelinks-wikipedia,
di akses pada tanggal 17 Februari 2015 pukul 08:48 WIB.
TENTANG
PENULIS
Yuni Rohmawati, lahir di Pekalongan pada tanggal 23 Juni 19 tahun
yang lalu. Riwayat pendidikannya dimulai dari MIS Jenggot 03, MTs.S. Simbang
Kulon 02, dan MAS Simbang Kulon. Sekarang penulis sedang melanjutkan studinya
di STAIN Pekalongan konsentrasi program Pendidikan Agama Islam.
Sekarang sedang mencoba untuk aktif dalam beberapa kegiatan.
Hobinya adalah membaca dan menulis, karena dengan tulisan mampu mengubah dunia,
Motto penulis adalah “There is no excuse to be success”. “Dunia
tidak akan mengenalmu jika kamu hanya berpangku tangan menanti perubahan,
mungkin kamu tak bisa keliling dunia, tapi biarkan tulisanmu yang akan
memperkenalkanmu kepada dunia”.
[1] Ahmad Suyuti, Selekta
Khutbah Jumat (Jakarta: Pustaka Amani, 1998), hlm. 202.
[2]http://www.wikidata.org/wiki/Q738826#sitelinks-wikipedia, di akses pada
tanggal 17 Februari 2015 pukul 08:48 WIB.
[3] Abu Ahmadi
& Miftakhurrobbani, Himpunan Khutbah Setahun (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 1994), hlm. 1.
[4] Ahmad Suyuti, op.
cit., hlm. 202-203.
[5] Al-Imam
Zainuddin Ahmad bin Abdul Lathif Az-Zabidi, Ringkasan Shahih Al-Bukhari,
(edisi terjemahan oleh Cecep Syamsul Hari dan Thalib Anis), cet. ke-IX
(Bandung: PT Mizan Pustaka, 2004), hlm. 210.
[8] Syekh Mansur
Ali Nashif, Mutiara Pokok-Pokok Hadis Rasulullah SAW Jilid 1, (edisi
terjemahan oleh Bahrun Abu Bakar), (Bandung: CV. Sinar Baru, 1993), hlm. 861.
[9] Syekh Manshur
Ali Nashief, op. cit., hlm. 882.
[10] Syekh Manshur
Ali Nashief, op. cit., hlm. 855-856.
[11] Abdul Majid
Khon, Hadis Tarbawi: Hadis-Hadis Pendidikan, cet. ke-2 (Jakarta: Prenadamedia
Group, 2014), hlm. 357-361.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar