Laman

new post

zzz

Kamis, 03 Desember 2015

spi F 11 PERADABAN ISLAM DI INDONESIA DAN ORGANISASI-ORGANISASI ISLAM DI INDONESIA



PERADABAN ISLAM DI INDONESIA DAN
ORGANISASI-ORGANISASI ISLAM DI INDONESIA

Oleh:
1.     M. Fahrur Afif             (2021113074)
2.     Asni Furoida                (2021114128)
3.     Muh Wahyu Setiawan( 2021114195)
4.     Miftakul Ulum             (2021114300)


PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
 PEKALONGAN
                            2015                             














KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puja-puji hanya bagi Allah seru sekalian alam. Yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Kesadaran Anak dalam Menjalankan Ajaran Agama” Shalawat dan salam semoga tetap dicurahkan kepada Rasulullah rahmat bagi alam semesta, keluarga, para sahabat, dan ummatnya.
Makalah ini menjelaskan tentang “ Peradaban Islam dan Organisasi-organisasi Islam di Indonesia”. Materi makalah ini diharapkan dapat membantu proses belajar Mahasiswa dalam studi pembelajaran.
Penulis menyadari makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Hal ini terjadi semata-mata karena kurangnya pengetahuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang dapat dijadikan evaluasi bagi penulis.

Pekalongan, 16 September 2015

                            
Penulis


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................   i
DAFTAR ISI.....................................................................................................   ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah..........................................................................   1
B.     Rumusan Masalah...................................................................................   1
C.     Tujuan Penelitian.....................................................................................   1
D.    Metode Penelitian...................................................................................   2
E.     Sistematika Penulisan..............................................................................   2
BAB II PEMBAHASAN
A.      Kedatangan Imperialisme Barat ke Indonesia........................................   3
B.       Keberadaan Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia.................................   4
C.       Maksud dan Tujuan Kedatangan Belanda..............................................   6
D.      Strategi Politik Belanda..........................................................................   8
E.       Perlawanan Rakyat terhadap Imperialisme.............................................   11
F.        Peradaban Islam di Indonesia  ..................................................................17
G.      Organisasi-Organisasi Islam di Indonesia  .............................................  18
BAB III PENUTUP
A.    Simpulan...........................................................................................   22
B.     Saran ................................................................................................   22
DAFTAR PUSTAKA       ...............................................................................   23



 

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Menjelang kedatangan bangsa Eropa, masyarakat di wilayah Nusantara hidup dengan tenteram dibawah kekuasaan raja-raja. Kedatangan bangsa-bangsa Eropa di Indonesia mula-mula disambut baik oleh bangsa Indonesia, Kedatangan bangsa Eropa membawa perubahan terhadap gerak kehidupan di Nusantara. Monopoli perdagangan, dominasi politik dan usaha-usaha merusak nilai luhur Islam yang dimiliki oleh kerajaan pada masa itu. Timbul perlawanan dari kerajaan Islam dengan dorongan agama Islam sebagai dasar perjuangan.
Agama Islam pada mulanya dipakai untuk memperkuat diri dalam menghadapi pihak-pihak atau kerajaan-kerajaan yang bukan Islam, terutama yang mengancam kehidupan politik atau ekonomi. Hal ini dapat dilihat pada persekutuan kerajaan-kerajaan Islam dalam menghadapi Kompeni Belanda, dan kekuatan-kekuatan yang berusaha memonopoli pelayaran dan perdagangan yang dapat merugikan kerajaan-kerajaan Islam itu. tetapi lama-kelamaan rakyat Indonesia mengadakan perlawanan karena sifat-sifat dan niat-niat jahat bangsa Eropa mulai terkuak dan diketahui oleh bangsa Indonesia.
Perlawanan-perlawanan yang dilakukan rakyat Indonesia disebabkan orang-orang Barat ingin memaksakan monopoli perdagangan dan berusaha mencampuri urusan kerajaan-kerajaan di Indonesia. Dengan alasan itulah timbul perlawanan di berbagai daerah untuk memerangi imperialisme belanda.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Kedatangan Imperialisme Barat ke Indonesia?
2.      Bagaimana Keberadaan Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia ketika Belanda Datang?
3.      Apa Maksud dan Tujuan Kedatangan Belanda?
4.      Bagaimana Strategi Politik Belanda?
5.      Bagaimana Perlawanan Rakyat terhadap Imperialisme?
6.      Bagaimana Peradaban Islam di Indonesia?
7.      Apa saja Organisasi Islam di Indonesia?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui Bagaimana Kedatangan Imperialisme Barat ke Indonesia?
2.        Untuk mengetahui Keberadaan Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia ketika Belanda Datang
3.        Untuk mengetahui Maksud dan Tujuan Kedatangan Belanda.
4.        Untuk mengetahui Strategi Politik Belanda.
5.        Untuk mengetahui Perlawanan Rakyat terhadap Imperialisme.
6.        Untuk mengetahui Peradaban Islam di Indonesia.
7.        Untuk mengetahui Organisasi Islam di Indonesia.

D.    Metode Pemecahan Masalah
Metode pemecahan masalah yang dilakukan melalui studi literature/metode kajian pustaka, yaitu dengan menggunakan beberapa referensi buku atau dari referensi lainnya yang merujuk pada permasalahan yang dibahas.

E.     Sistematika Penulisan Makalah
Makalah ini ditulis dalam tiga bagian, meliputi: Bab I, bagian pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, metode pemecahan masalah, dan sistematika penulisan makalah; Bab II, adalah Pembahasan; Bab III, bagian penutup yang terdiri dari Simpulan dan Saran.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    KEDATANGAN IMPERIALISME BARAT DI INDONESIA
Sejak abad ke-16 di Perairan Nusantara muncul pelaut-pelaut dari Eropa. Kemajuan ilmu dan teknik pelayaran, menyebabkan pelaut-pelaut Eropa itu mampu berlayar dengan menggunakan kapal sampai di perairan Indonesia.[1]
Orang-orang Portugislah yang mula-mula muncul di Indonesia. Kedatangan mereka ke Indonesia, disebabkan beberapa faktor yaitu dorongan ekonomi, mereka ingin membeli rempah-rempah di Maluku dengan harga rendah dan menjualnya di Eropa dengan harga tinggi, dan hasrat untuk menyebarkan agama Kristen serta melawan orang Islam.
Perang agama dan perang ekonomi menjadi satu karena kaum muslimin di Timur Tengah menghalang-halangi masuknya rempah-rempah dari Indonesia ke negara-negara yang dianggap musuhnya. Pihak Kristen dengan dipelopori oleh Portugis berusaha mematahkan halangan itu dengan mencari rute pelayaran ke Asia dan di sana langsung mengadakan konfrontasi terhadap musuh mereka, para pdagang Islam.
Faktor lainnya yaitu hasrat berpetualang yang timbul karena sikap hidup yang dinamis. Pelaut-pelaut Portugis itu ingin melihat dunia di luar tanah air nya. Dengan faktor-faktor dorongan tersebut, orang Portugis berlayar menyusuri pantai barat Afrika terus ke selatan dan melingkari Tanjung Harapan, dan menuju ke India. Disana mereka mendirikan pangkalan, dan meneruskan operasinya ke Asia Tenggara.[2]
Pimpinan orang Portugis, yaitu Alfonso de Albuquerque. Pada abad ke-16, perairan Indonesia kedatangan orang Eropa lainnya, yaitu orang Belanda, Inggris, Denmark, dan Prancis. Pelaut Inggris mengikuti jejak Belanda. Setelah Kompeni dikepalai oleh Gubernur Jendral J.P. Coen, maka tujuan mereka makin jelas, yakni menguasai perdagangan rempah-rempah di Indonesia, secara sendirian atau monopoli. Dalam upaya melaksanakan monopoli, mereka tidak segan-segan menggunakan kekerasan. Praktik sedemikian itu sudah tentu merugikan kerajaan-kerajaan di Indonesia, sehingga di mana-mana mulai timbul perlawanan terhadap kompeni. Sekitar tahun 1618-1619, Belanda menyerang Pangeran Wijakrama dan dapat merebut Jayakarta, diatas runtuhan kota tersebut dibangun sebuah kota baru yang diberi nama Batavia.

B.     Keberadaan Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia Ketika Belanda Datang
Menjelang kedatangan Belanda di Indonesia pada akhir abad ke-16 dan abad ke-17 keadaan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia tidaklah sama. Perbedaan keadaan tersebut bukan hanya berkenaan dengan kemajuan politik, tetapi juga dalam proses pengembangan Islam di kerajaan-kerajaan tersebut. Misalnya di Sumatera, sudah memeluk Islam sekitar tiga abad, sementara di Maluku dan Sulawesi penyebaran agama Islam baru saja berlangsung.
Di Sumatera, setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis, percaturan politik di kawasan Selat Malaka merupakan perjuangan segi tiga: Aceh, Portugis,dan Johor yang merupakan kelanjutan dari kerajaan Malaka Islam. Pada abad ke-16, tampaknya Aceh menjadi lebih dominan, terutama karena para pedagang muslim menghindar dari Malaka, dan memilih Aceh sebagai pelabuhan transit. Aceh berusaha menarik perdagangan internasional dan antar kepulauan Nusantara.[3]
Ketika itu Aceh memang sedang berada pada masa kejayaannya, dibawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Iskandar Muda wafat dalam usia 46 tahun pada 27 September 1636. Ia digantikan oleh Sultan Iskandar Tsani. Sultan ini masih mampu mempertahankan kebesaran Aceh. Akan tetapi, setelah ia meninggal dunia 15 Februari 1641, Aceh secara berturut- turut dipimpin oleh tiga orang wanita selama 59 tahun. Pada saat itulah Aceh mulai mengalami kemunduran. Daerah-daerah di Sumatera yang berada dibawah kekuasaannya mulai memerdekakan diri.[4]
Di Jawa, pusat kerajaan Islam sudah pindah dari pesisir ke pedalaman, yaitu dari Demak ke Pajang kemudian ke Mataram. Berpindahnya pusat pemerintah itu membawa pengaruh besar yang sangat menentukan perkembangan sejarah Islam di Jawa, diantaranya adalah kekuasaan dan sistem politik didasarkan atas basis agraris, peranan daerah pesisir dalam perdagangan dan pelayaran mundur, demikian juga peranan pedagang dan pelayaran Jawa, dan terjadinya pergeseran pusat-pusat perdagangan dalam abad ke-17 dengan segala akibatnya.
Pada tahun 1619, seluruh Jawa Timur praktis sudah berada dibawah kekuasaan Mataram, yang ketika itu dibawah pemerintahan Sultan Agung. Pada masa pemerintahan Sultan Agung inilah kontak-kontak bersenjata antara kerajaan Mataram dengan VOC mulai terjadi. Meskipun Ekspansi Mataram telah menghancurkan kota-kota pesisir dan mengakibatkan perdagangan setengahnya menjadi lumpuh, namun sebagai penghasil utama dan pengekspor beras, posisi Mataram dalam jaringan perdagangan di Nusantara masih berpengaruh.
Banten di pantai Jawa Barat muncul sebagai simpul penting antara lain karena perdagangan ladanya dan tempat penampungan pelarian dari pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur. Disamping itu, Banten juga menarik perdagangan lada dari Indrapura, Lampung dan Palembang. Produksi ladanya sendiri sebenarnya kurang berarti. Merosotnya peran pelabuhan-pelabuhan Jawa Timur akibat politik Mataram dan munculnya Makassar sebagai pusat perdagangan membuat jaringan perdagangan dan rute pelayaran dagang di Indonesia bergeser.
Di sulawesi, pada akhir abad ke-16, pelabuhan Makassar berkembang dengan pesat. Letaknya memang strategis, yaitu tempat persinggahan ke Maluku, Filipina, Cina, Patani, Kepulauan Nusa Tenggara, dan kepulauan Indonesia bagian barat. Akan tetapi, ada faktor historis lain yang mempercepat perkembangan itu. Pertama, pendudukan Malaka oleh Portugis mengakibatkan terjadinya migrasi pedagang Melayu, antara lain ke Makasar. Kedua, arus migrasi Melayu bertambah besar setelah aceh mengadakan ekspedisi terus-menerus ke Johor dan pelabuhan-pelabuhan di semenanjung Melayu. Ketiga, blokade Belanda terhadap Malaka dihindari oleh pedagang-pedagang, baik Indonesia maupun India, Asia barat dan Asia timur. Keempat, merosotnya pelabuhan Jawa timur mengakibatkan fungsinya diambil oleh pelabuhan Makasar. Kelima, usaha Belanda memonopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku membuat Makasar mempunyai kedudukan sentral bagi perdagangan antara Malaka dan Maluku. Itu semua membuat pasar berbagai macam berkembang di sana.
Sementara itu Maluku, Banda, Seram dan Ambon Sebagaimana pangkal atau ujung perdagangan rempah-rempah menjadi sasaran pedagang barat yang ingin menguasainya dengan politik monopolinya.

C.    Maksud dan Tujuan Kedatangan Belanda
Tujuan belanda datang ke Indonesia, pertama-tama adalah untuk mengembangkan usaha perdagangan, yaitu mendapatkan rempah-rempah yang mahal harganya di Eropa. Perseroan amsterdam mengirim kapal daganganya pertama kali ke Indonesia tahun 1595, terdiri dari 4 kapal dibawah pimpinan Cornelis De Houtman. Selain dari Amsterdam, juga datang beberapa kapal dari berbagai kota di Belanda.[5]
Melihat hasil yang diperoleh perseroan Amsterdam itu, banyak perseroan lain yang juga ingin berdagang dan berlayar di Indonesia. Pada bulan Maret 1602, perseroan-perseroan itu bergabung dan disahkan oleh Staten-General Republik dengan satu piagam yang memberi hak khusus kepada perseroan gabungan untuk berdagang, berlayar, dan memegang kekuasaan di kawasan antara Tanjung Harapan dan kepulauan solomon, termasuk kepulauan Nusantara, perseroan itu bernama Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC).
Dalam pelayaran pertama, VOC sudah mencapai Banten dan Selat Bali. Pada pelayaran kedua, mereka sampai ke Maluku untuk membeli rempah-rempah. Dalam angkatan ketiga, mereka sudah terlibat perang dengan Portugis di Ambon, tetapi gagal, yang memaksa mereka untuk mendirikan benteng tersendiri. Dalam angkatan keempat, mereka berhasil membuka perdagangan dengan Banten, dan Ternate, tetapi mereka gagal merebut benteng portugis di Tidore.
Dalam usaha mengembangkan perdagangan, VOC nampak ingin melakukan monopoli. Sistem monopoli itu bertentangan dengan sistem tradisional yang dianut masyarakat. Sikap Belanda yang memaksakan kehendak dengan kekerasan semakin memperkuat sikap permusuhan pribumi tersebut. Namun secara politis VOC dapat menguasai sebagian besar wilayah Indonesia dalam waktu yang cepat.
 Pada tahun 1798, VOC dibubarkan dengan saldo kerugian sebesar 134,7 juta gulden. Dan pada 1795 izin operasinya dicabut. Kemunduran, kebangkrutan dan di bubarkannya VOC disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: pembukuan yang curang, pegawai yang tidak cakap dan korup, utang besar, dan sistem monopoli serta sistem paksa dalam pengumpulan bahan-bahan atau hasil tanaman penduduk sehingga mmenimbulkan kemerosotan moril baik para penguasa maupun penduduk yang sangat menderita.
Dengan bubarnya VOC, pada pergantian abad ke-18 secara resmi Indonesia pindah ke tangan pemerintahan Belanda. Pemerintahan Belanda ini berlangsung sampai tahun 1942, dan hanya diInterupsi pemerintahan inggris selama beberapa tahun pada 1811-1816. Sampai tahun 1811, pemerintahan Hindia Belanda tidak mengadakan perubahan yang berarti. Bahkan pada tahun 1816, Belanda justru memanfaatkan daerah jajahan untuk memberi keuntungan sebanyak-banyaknya kepada negara induk, guna menanggulangi masalah ekonomi belanda yang sedang mengalami kebangkrutan akibat perang. Pada tahun 1830 pemerintahan Hindia Belanda menjalankan sistem tanam paksa. Setelah terusan suez dibuka dan industri di Negeri Belanda sudah berkembang pemerintah menerapkan politik liberal di Indonesia. Meskipun dalam politik liberal itu kepentingan dan hak pribumi mendapat perhatian tetapi pada dasarnya tidak mengalami perubahan yang berarti. Baru pada tahun 1901 Belanda menerapkan politik etis, politik balas budi.

D.    Strategi Politik Belanda
VOC sejak semula memang diberi izin oleh pemerintahan Belanda untuk melakukan kegiatan politik dalam rangka mendapatkan hak monopoli dagang di Indonesia.[6] Oleh karena itu VOC dibantu oleh kekuatan militer dan armada tentara serta hak-hak yang bersifat kenegaraan memiliki wilayah, mengadakan perjanjian politik, dan sebagainya. Dengan perlengkapan yang lebih maju, VOC melakukan politik ekspansi dan monopoli dalam sejarah colonial di Indonesia.
Raja Mataram (Jawa) Sultan Agung sejak semula sudah melihat bahwa Belanda adalah ancaman. Pada tahun 1628 dan 1629, Mataram dua kali melakukan  serangan ke Batavia, tetapi gagal. Masuknya pengaruh Belanda ke pusat kekuasaan Mataram adalah karena Amangkurat II (1677-1703) meminta bantuan VOC untuk memadamkan pemberontakan Trunojoyo, Adipati Madura, dan pemberontakan Kajoaran. Pada masa Amangkurat III Mataram mengalami krisis, sementara Belanda telah menggerogoti wilayah dan kekuasaannya.
Sejak awal Belanda melihat bahwa dalam jaringan perdagangan di Indonesia bagian barat, kedudukan Malaka, Johor, dan Banten adalah sangat penting. Mereka berpendapat, pelabuhan-pelabuhan itu harus dikuasai. Akhirnya mereka memilih Jakarta, daerah yang paling lemah, sebagai basis kegiatannya.
Sebagai tetangga terdekat dari basis VOC di Batavia (Jakarta), Banten mengalami kemunduran disebabakan oleh politik monopoli VOC.[7] Hubungan dagang antara Banten dan Malaka sebelumnya sangat baik. Rempah-rempah dan lada diperoleh Portugis dari Banten dan Portugis menjual bahan pakaian di Bnaten. Namun ketika Ambon dan Banda diblokade Belanda, perdagangan rempah-rempah di Banten menyusut drastic karena perdagangan beralih ke Makassar.
Hubungan Banten dengan Belanda menjadi meruncing, ketika Sultan Ageng Tirtayasa naik tahta tahun 1651. Sultan Ageng Tirtayasa sangat memusuhi Belanada karena Belanda dipandang menghalangi usaha Banten memajukan dunia perdagangan. Sultan Haji anak dari Sultan Ageng Tirtayasa yang diangkat sebagai kerajaan muda tidak menyenangi sikap politik ayahnya yang memusuhi Belanda. Pada 27 Februari 1682, Sultan Ageng Tirtayasa menyerang Surosawan, istana sultan Haji, yang ketika itu sudah menjadi pimpinan kerajaan Banten. Serangan ini dapat dipatahkan berkat bantuan Belanda, tetapi dengan demikian , Banten praktis berada dibawah kekuasaan Belanda.[8]
Di Sulawesi, Gowa-Tallo melakukan ekspedisi ke daerah-daerah sekitar, terutama dalam rangka menghadapi ekspansi Belanda yang mulai besar disana. Menurut Belanda kerajaan Makassar (Gowa-Tallo) menjadi rintangan baginya dalam menerapkan monopoli. Sementara itu, sebagai dua kerajaan yang selalu bersaing, Gowa-Tallo dan Bone terus terlibat konflik. Ketika terjadi pertentangan mengenai monopoli antara Gowa-Tallo dan VOC, sultan Gowa, Sultan Hasanuddin mengambil langkah mengadakan pengawasan ketat terhadap Bone dan mengarahkan tenaga kerja untuk memperkuat pertahanan Makassar. Kemudian pada tahun berikutnya peperangan antara Makassar di satu pihak VOC dan Bugis di pihak lain berkobar lagi. Makassar kembali dilanda kekalahan. Bahkan istananya mendapat seranagn pada tahun 1669. Sultan Hasanuddin turun dari tahta dan diganti oleh putra I Mappasomba, Sultan Amir Hamzah. Kekalahan Gowa ini membuatnya berada dibawah kekuasaan Bone.
Penetrasi politik Belanda juga terjadi di Kerajaan Banjarmasin. Belanda datang pertama kali ke kerajaan ini pada awal abad ke-11 M.  Mereka dengan susah payah mendapatka izin untuk berdagang. Karena dipandang merugikan pedagang Banjar sendiri, pada akhirnya Belanda diusir  dari sana. Posisi mereka kemudian diisi para pedagang asal inggris, namun pada akhirnya mereka pun juga diusir dengan alasan yang sama. Kemudian pada abad ke-18 pedagang Belanda dating lagi ke Banjarmasin. Mereka mendekati sultan Tahliliyah dan pada tahun 1734 mereka berhasil mengadakan perjanjian dengan mendapatkan fasilitas perdagangan di kerajaan tersebit. Pada mulanya mereka masih tergantung pada kebijakan sultan. Kesempatan untuk memperbesar pengaruh dalam kerajaan Banjar baru mereka peroleh ketika terjadi konflik antara pangeran Amir dan pangeran Nata.
Pangeran Amir yang lebih disenangi rakyat tersingkir dalam persaingannya memperebutkan tahta kerajaan dengan pangeran Nata yang mendapat bantuan Belanda. Setelah pangeran ini mendapat bantuan tersebut, pangeran Amir akhirnya dapat ditangkap dan dibuang ke Ceylon. Sejak kemenangan pangeran Nata terhadap pangeran Amir , sedikit demi sedikit kekuasaan Belanda semakin besar dan kokoh. Setiap kali perjanjian yang diadakan Belanda dan Sultan, kekuasaan sultan semakin bertambah. Hal ini berlangsung terus dan hanya diselingi  oleh Inggris antara tahun 1816-1817 M. seluruh kesultanan Banjarmasin kecuali  daerah Hulu sungai, Martapura, dan Banjarmasin sudah masuk ke wilayah Belanda.
Di Sumatra, kecuali Aceh, kerajaan-kerajaan islam dengan cepat jatuh ketangan Belanda. Setelah Malak dikuasai Portugis, Jambi menjadi pelabuhan penting, sebagaimana halnya Aceh. Karena Aceh melakukan ekspansi ke daerah-daerah lain, terbentuklah aliansi antara Jambi, Johor, Palembang, dan Banten. Setelah Malaka jatuh ke Belanda tahun 1641, terbentuk aliansi baru antara Jambi, Palembang, dan Makassar. Akan tetapi Alainsi tersebut menjadi berantakan karena satu per satu para anggotanya terpaksa menandatangani kontrak dengan VOC. Johor sudah menandatangani pada tahun 1606, Palembang tahun 1641, dan Jambi pada tahun 1643.
Indonesia merupakan negeri berpenduduk mayoritas muslim. Agama islam secara terus menerus menyadarkan pemeluknya bahwa mereka harus membebaskan diri dari cengkeraman pemerintahan kafir. Perlawanan dari raja-raja islam terhadap pemerintahan colonial seakan tidak pernah henti. Ketika perlawanan disuatu tempat telah padam, akan muncul perlawanan di tempat lain. Belanda menyadari bahwa perlawanan tersebut diinspirasi oleh ajaran islam. Oleh karena itu, agama Islam dipelajari secara ilmiah di negeri Belanda. Seiring dengan itu, di Belanda juga diselenggarakan indologie. Hasil dari pengkajian itu, lahirlah apa yang dikenal dengan “politik islam”.
Untuk membendung pengaruh islam, pemerintah Belanda mendirikan lembaga pendidikan bagi bangsa Indonesia, terutama untuk kalangan bangsawan. Mereka harus ditarik ke arah westernisasi. Dalam pandangan Snouck Hurgronje, Indonesia harus melangkah ke arah dunia modern sehingga secara perlahan Indonesia menjadi bagian dari dunia modern. Oleh karena itu menurut lembaga pendidikan Belanda tersebut, bangsa Indonesia harus dituntun untuk bisa bersosialisasi dengan kebudayaan belanda. Karena pendidikan barat adalah alat yang paling pasti untuk mengurangi dan akhirnya mengalahkan pengaruh islam di Indonesia.

E.     Perlawanan Rakyat terhadap Imperialisme Belanda[9]
Penjajahan belanda terhadap bangsa Indonesia, mendapat perlawanan sengit dari rakyat dan bangsa Indonesia pada umumnya. Mereka mengadakan perlawanan terhadap penjajah Belanda, karena bangsa Indonesia merasa di jajah dan diperlakukan semena-mena oleh Belanda. Perlawanan tersebut tidak hanya bermotif politik kebangsaan, melainkan juga karena bermotif agama. Penjajah belanda di samping ingin menguasai Indonesia, juga menyebarkan agama mereka, yaitu kristenisasi terhadap penduduk pribumi. Akibatnya rakyat dan bangsa indonesia dihampir semua wilayah mengadakan perlawanan terhadap penjajahan belanda.
Perlawanan terhadap penjajahan selalu berkobar dari bangsa Indonesia dalam setiap waktu. Pada abad ke-17 beberapa perlawanan terhadap penjajahan antara lain :
1.      Sultan Agung Mataram
2.      Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam Aceh
3.      Sultan Hasanuddun Makassar
4.      Sultan Ageng Tirtayasa
5.      Raja Iskandar Minangkabau
6.      Trunojoyo Madura, dan lain-lain.[10]
Disamping itu perlawaan rakyat terhadap penjajahan juga dilakukan terus menerus saling dan berkesinambungan satu wilayah dengan wilayah lainnya. Perlawanan itu antara lain, sebagai berikut :
1.      Perang padri di Minangkabau
Perang padri terjadi di Minangkabau Sumatra Barat antara tahun 1821-1837. Perang padri dimpin oleh Tuanku Imam Bonjol. Pusat kekuasaan Minangkabau adalah Pagaruyun. Walaupun islam sudah masuk sejak abad 16 tetapi proses sinkretisme berlangsung lama. Pemurnian islam dimulai oleh Tuanku Koto Tuo dengan pendekatan damai. Akan tetapi, pendekatan tersebut tidak diterima oleh murid-muridnya yang lebih radikal, terutama Tuanku Nan Renceh, seorang yang amat berpengaruh dan memiliki banyak murid di daerah Luhak agam.
Kelompok radikal ini mendapat kekuatan baru tahun 1803 ketika tiga ulama: Haji Miskin dari Pandai Sikat, Haji Sumanik dari delapan kota, dan Haji Piobang dari lima puluh kota pulang dari Mekkah. Meraka datang membawa semangat yang diilhami oleh gerakan wahabi yang puritan. Mereka melihat bahwa penduduk Minangkabau baru masuk islam secara formal dan belum mengamalkan ajaran agama secara murni.
Sebenarnya banyak kaum adat yang mendukung dan berpihak kepada kaum Padri. Tantangan keras yang di hadapi padri berasal dari keturunan Raja-raja. Golongan terakhir ini kemudian meminta bantuan kepada pemerintah Hindia Belanda yang di sambut dengan senang hati.
Kaum paderi memperkuat benteng yang tangguh di Bonjol. Dalam peperangan pertama, Belanda banyak mendapatkan kesulitan dan membujuk kaum paderi untuk berdamai pada 22 Januari 1824. Perdamaian itu bagi belanda hanyalah untuk memperpanjang waktu konsolidasi. Dalam pertempuran selanjutnya belanda masih mengalami kesulitan, sehingga pada 15 september 1825 kembali mengadakan perjanjian damai.[11]
Setelah perang Diponegoro selesai, Belanda kembali melakukan pengkhiyanatan dan mengalami kerugian yang memaksa mereka membuat pengumuman damai yang dikenal dengn Plakat Panjang 23 Oktober 1833. Tetapi, kaum padri tidak meyakininya.  Namun kaum paderi akhirnya dapat dikalahkan Belanda dengan menggunakan tipu muslihat dan kelicikan. Mereka menyerang benteng Bonjol secara mendadak. Mereka dapat menduduki bonjol 16 Agustus 1837, dan Tuanku Imam Bonjol juga dijebak dan ditangkap 28 Oktober 183. Ia diasingkan di Cianjur kemudian Ambon dan Manado, sampai ia meninggal.
Walaupun paderi kalah ditangan Belanda, gerakan ini berhasil memperkuat posisi agama disamping adat, terjadi asimilasi doktrin agama kedalam plot Minangkabau sebagai pola perilaku ideal. Adat islamiyah yang dilahirkanya menjadi adat yang berlaku.
2.      Perang diponegoro di Jawa
Perang Diponegoro disebut juga dengan perang jawa. Perang Diponegoro berlangsung hampir diseluruh jawa antara tahun 1825-1830. Perang ini merupakan perang terbesar yang dihadapi pemerintah kolonial Belanda di Jawa. Latar Belakangnya perlu dilacak kondisi hidup rakyat, lebih-lebih dalam bidang sosial ekonomi.
Faktor ekonomi yang menimbulkan kegelisahan rakyat adalah peraturan pemerintah Hindia Belanda yang menetapkan bahwa semula penyewa tanah oleh penguasa Eropa dari penguasa dan bangsawan pribumi dibatalkan dengan mengembalikan uang sewa atau pembayaran lain yang telah dilakukan.
Peristiwa yang memicu peperangan adalah rencana pemerintah Hindia Belanda untuk membuat jalan yang menerobos tanah milik Pangeran Diponegoro dan harus membongkar makam keramat. Pangeran Diponegoro menggariskan maksud dan tujuan perlawanan terhadap Belanda. Tekad yang luhur itu memantapkan hati para pengikutnya untuk memulai peperangan besar melawan Belanda.[12]
Perang Di Ponegoro berlangsung selama 5 tahun dimulai pada tanggal 20 Juli 1825 hingga 28 Maret 1830. Perang tersebut bernafaskan Islam, bertujuan mengusir penjajahan untuk menegakkan kemerdekaan dan keadilan.
3.      Perang Aceh
Perang Aceh berlangsung selam 31 tahun, antara tahun 1873-1904. Mengingat perang ini melibatkan seluruh rakyat Aceh, semangat perjuangan rakyat Aceh diperkuat oleh penghayatan keagamaan. Perang melawan belanda adalah orang Sabil sehingga rakyat bersedia bertempur sampai titik darah penghabisan. Dukungan rakyat Aceh juga dikarenakan perangan para Uleebalang (Hulubalang) dan Ulama. Kewibawaan mereka disambut loyalitas yang tinggi dari rakyat.[13]
Pada tahun 1877, Belanda menyerbu dengan kekuatan penuh dari darat dan laut. Beberapa daerah berhasil dikuasai. Ditempat-tempat ini segera didirikan pos-pos militer yang berhubungan satu sama lain. Pembangunan pos-pos ini mempersempit ruang gerak laskar aceh. Antara tahun 1903-1930an, didaerah Pidie Aceh Tengah dan Tenggara, Aceh Barat dan Aceh Timur masih sering muncul perlawanan sengit yang sebagian besar dipimpin oleh para Ulama. Belanda sangat kewalahan untuk menundukkan perlawanan rakyat Aceh.
4.      Perang Banjar di Kalimantan
Banjar berlangsung antara tahun 1854-1964 M, berawal dari ketidaksenangan rakyat banjar terhadap tindakan campur tangan pemerintah kolonial dalam urusan intern kerajaan. Ketidaksenangan memuncak saat pemerintah mengakui pangeran Tamjidillah sebagai sultan Banjar.
Pasukan Banjar sempat menyerang beberapa pos Belanda, yang kemudian terpaksa meminta bantuan dari Batavia. Setelah Tamjidillah dicopot dari kedudukannya, jabatan mangkubumi pun yang semula dipegang pangeran hidayat, ditiadakan. Pengangkatan pangeran Tamjid menjadi sultan menimbulkan kekecewaaan dikalangan rakyat dan para pembesar lainnya[14].
Namun akhirnya, beberapa pembesar kerajaan yang melawan Belanda satu persatu dapat dikalahkan atau menyerah. Tujuh bulan setelah proklamasi, pangeran Antasari jatuh sakit dan pada tanggal 11 Oktober 1862, ia wafat di Hulu Taweh. Perlawanan terus berlangsung sampai tahun 1905, ketika raja ini terbunuh sebagai syahid dalam medan pertempuran.
5.      Pemberontakan Rakyat di Cilegon Banten
Perlawanan rakyat terhadap penjajahan Belanda ini terjadi pada tanggal  9 Juli 1888, pukul 16.00 pemberontakan mengepung Cilegon. Pemicu pemberontakan disebabkan oleh banyak faktor, yaitu yang paling pokok menjadi landasan pemberontakan adalah karena sikap penjajah yang menghalangi kebebasan beragama, dan juga perlakuan semena-mena pihak penjajah terhadap para petani Banten. Dalam hal ini peran para ulama, ketika bangsa Indonesia melawan penjajah, tidak sedikit peran para ulama yang ikut andil bagian sebagai pejuang.[15]
6.      Perang Makasar
Raja Gowa ke 12 adalah Daeng Mattawang yang bergelar Sultan Hasanudin. Perang Makasar bermula akibat sikap Belanda yang mau menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku. Oleh karena itu untuk melaksanakan keinginan tersebut, belanda mau menaklukan kerajaan Gowa dan kerajaan Bone di sulawesi selatan. Langkah pertama VOC menduduki Buton yang merupakan daerah kekuasaan Gowa.
Perang pertama kali terjadi pada bulan april 1655, dalam hal ini angkatan laut Gowa menyerang belanda di pulau Buton di bawah pimpinan Sultan Hasanudin dan berhasil memukul mundur Belanda.[16]
7.      Perang Jambi (1858-1907)
Perang Jambi terjadi di Jambi antara Belanda dengan pihak kesultanan Jambi. Awalnya hubungan kesultanan jambi dengan Belanda dimulai sejak sultan Abdul Kahar (1615-1643 M). Sultan ini mengizinkan Belanda membuka perwakilan dagangannya di Jambi.
Dengan berbagai tipu muslihat, Belanda melakukan perlawanan terhadap rakyat Jambi, tetapi perlawanan rakyat jambi tidak padam. Sultan Thaha Saifuddin tidak pernah di tangkap Belanda. Ia meninggal dimuara Tabo pada 26 April 1904 karena usia tua. Sultan Thaha Saifuddin diakui sebagai pahlawan nasional dari pemerintah RI. Berbagai perlawanan tersebut berlangsung cukup lama dibawah pimpinan Sultan Mahmud Badaruddin II dari kesultanan Palembang[17].

F.     Peradaban Islam di Indonesia
Islam datang di indonesia dengan membawa peradaban baru yang memiliki corak keislaman secara khusus. Peradaban islam yang dibawa oleh para mubaligh islam dari arab dikulturasikan dengan tradisi dan budaya setempat. Akulturasi antara peradaban islam dan peradaban masyarakat setempat menjadi terpadu yang membawa dampak positif bagi perkembangan budaya islam di Indonesia. Diantara peradaban islam di Indonesia antara lain sebagai berikut:
1.      Sistem birokrasi keagamaan.
Oleh pertumbuhan penyebaran islam di indonesia pertama tama di lakukan oleh para pedagang, pertumbuhan komunikasi islam bermula di berbagai pelabuhan penting di sumatra, jawa dan pulau lainya. Kerajaan kerajaan islam yang pertama berdiri juga didaerah pesisir. Demikian halnya dengan kerajaan samudra pasai, aceh, demak,banten dan cirebon.
2.      Peran para ulama dan karya karyanya
Penyebaran dan pertumbuhan kebudayaan umat islam di Indonesia terutama terletak di pundak para Ulama’. Ada dua cara yang dilakukan; pertama, Membentuk para kader ulama’ yang akan bertugas sebagai mubaligh ke berbagai daerah. Kedua, melalui karya-karya yang tersebar. Karya karya tersebut mencerminkan perkembangan pemikiran dan ilmu ilmu keagamaan di indonesia pada masa itu.
3.      Corak bangunan arsitek
Perbedaan latar belakang budaya, arsitektur bangunan bangunan islam di indonesia berbeda dengan yang terdapat di dunia islam lainya. Hasil seni bangunan pada zaman pertumbuhan dan perkembangan islam di Indonesia antara lain masjid kuno demak, masjid agung banten, dan lain-lain.
4.      Lembaga pendidikan islam
Lembaga lembaga pendidikan islam sudah berkembang sejak zaman penjajahan belanda. Salah satu bentuk pendidikan islam tertua di Indonesia adalah pesantren yang tersebar di berbagai pelosok. Pesantren sebagai lembaga pendidikan islam mempunyai kontribusi yang sangat besar dalam pembentukan budaya masyarakat islam di Indonesia.[18]

G.    Organisasi Islam di Indonesia
Beberapa organisasi islam indonesia telah memiliki andil yang cukup besar terhadap proses pengembangan agama islam. Termasuk dalam pembentukan budaya islam dalam masyarakat luas. Peran tersebut terus berlangsung hingga sekarang, namun dalam perjuangan yang berbeda dengan perjuangan pada masa masa awal bangsa ini menghadapi penjajahan.
Negara-negara penjajah disamping membawa senjata-senjata penghancur kelas berat dalam memasuki negara lainnya, juga tidak ketinggalan membawa senjata yang jauh lebih  ampuh dan menimbulkan kerusakan banyak.[19] Diantara organisasi-organisasi Islam di Indonesia adalah sebagai berikut;
1.      Jam’iyatul Khair
Jamiyatul khair berdiri 17 juli 1905 di jakarta, dengan tokoh tokohnya seperti sayyid shihab bin shihab. Pada awalnya merupakan satu-satunya organisasi yang menerapkan sistem pendidikan modern. Dalam hal pembaruan pendidikan, para guru didatangkan dari sudan, tunisia, Maroko, Mesir dan Arab.
2.      Syarikat Islam(SI)
Awalnya syarikat islam merupakan organisasi yang bergerak di bidang keagamaan, tetapi kemudian menjadi gerakan politik. Dan saat ini SI juga banyak bergerak di bidang dakwah islam dan sosial.
3.      Muhamadiyah
Tujuan organisasi muhamadiyah yaitu menegakkan dakwah islamiyah dalam arti seluas luasnya, bidang mencakup bidang bidang ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan dan dakwah.
 Organisasi ini didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 desember 1912 bertepatan dalam tanggsl 18 Dzulhijjah 1330 H, oleh KH. Ahmad Dahlan[20].
4.      Nahdlatul Ulama’ (NU)
Lapangan usaha NU meliputi bidang bidang pendidikan, dakwah, dan sosial. NU memiliki pondok pesantren besar yang menyebar di indonesia, seperti pesantren Tebuireng jombang, pesantren peterongan jombang, pesantren lasem lembang, pesantren kali beber wonosobo, dan lain-lain, serta sekolah-sekolah formal.
5.      Jam’iyatul Washilah
Al jamiyatul washilah banyak memiliki sekolah dan madrasah yang telah mengeluarkan lulusanya sebagai tokoh   gun sumatra utara.
6.      Al-irsyad Al-islamiyah
Al irsyat bergerak terutama di bidang pendidikan dan dakwah. Tujuan utama dari sekolah atau madrasah al irsyat untuk mempermahir bahasa arab sebagai bahasa al-quran
7.      Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI)
PERTI memiliki bidang usaha dalam bidang pendidikan dan dakwah. PERTI pernah terjun di bidang politik sebagai partai politik.
8.      Persatuan Umat Islam (PUI)
Dalam perkembangan berikutnya PUI memiliki banyak sekolah dan pondok pesantren yang menyebar diseluruh jawa barat.
9.      Mathlaul Anwar (MA)
Organisasi ini juga merupakan organisasi islam yang bergerak di bidang pendidikan dan dakwah islamiyah. Mathlaul anwar cukup berjasa dalam pengembangan agama islam didaerah banten dan lebih khusus bagi masyarakat banten selatan
10.  Persatuan Islam
Persatuan Islam merupakan organisasi yang bergerak dalam bidang pembaruan. Usahanya terutama membasmi bid’ah, khurafat, takhayul, taqlid dan syirik dikalangan umat islam, memperluas tabligh dan dakwah islam.
11.  Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia
Merupakan organisasi dakwah yang banyak berjasa dalam bidang dakwah di perkotaan, baik melalui dakwah pengajian pengajian maupun berbagai aktivitas dakwah yang lain.
12.  Majlis Dakwah Islamiyah
MDI merupakan organisasi dakwah yang cukup berjasa dalam bidang dakwah pembangunan melalui pengiriman tenaga dakwah dilokasi transmigrasi, khususnya diluar jawa.
13.  Majlis Ulama’ Indonesia (MUI)
Lembaga ini bertugas memberikan fatwa dan nasihat  seputar masalah keagamaan dan kemasyarakatan sebagai bahan pertimbangan pemerintah dalam menjalankan pembangunan.
14.  Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI)
ICMI banyak berjasa dalam penegakan dakwah islam melalui jalur struktural dan birokrasi negara. Tokoh-tokoh ICMI merupakan gabungan dari berbagai organisasi islam di indonesia yang ada.
Organisasi-organisasinya antara lain: Gabungan Usaha-Usaha Pembaharuan Pendidikan Islam, persatuan ulama seluruh aceh, Forum Umat Islam, Persatuan Muslimin Indonesia, dan lain-lain.[21]
Meskipun muncul berbagai organisasi yang berbeda, akan tetapi islam tetap mampu memberi warna pada pergerakan-pergerakan dalam setiap organisasi yang mana masing-masing mempunyai peran tersendiri. Peradaban Islam mampu mengakar dan memberikan kontribusi yang besar bagi kemajuan masyarakat.[22]

BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Sejak abad ke-16 di Perairan Nusantara muncul pelaut-pelaut dari Eropa. Kemajuan ilmu dan teknik pelayaran, menyebabkan pelaut-pelaut Eropa itu berlayar dengan menggunakan kapal sampai diperairan Indonesia. Menjelang kedatangan Belanda abad 16 dn 17 ke Indonesia ,keadaan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia tidaklah sama. Tujuan Belanda datang ke Indonesia adalah untuk mengembangkan usaha perdagangan, yaitu mendapatkan rempah-rempah. VOC semula memang diberi izin oleh pemerintahan Belanda untuk melakukan kegiatan politik dalam rangka mendapatkan hak monopoli dagang di Indonesia.
Penjajahan Belanda terhadap bangsa Indonesia, mendapat perlawanan sengit dari rakyat dan bangsa Indonesia pada umumnya. Mereka mengadakan perlawanan terhadap penjajah Belanda, karena bangsa Indonesia merasa di jajah dan diperlakukan semena-mena oleh Belanda. Perlawanan tersebut tidak hanya bermotif politik kebangsaan, melainkan juga karena bermotif agama.
Diantara peradaban islam di Indonesia yaitu Sistem birokrasi keagamaan, Peran para ulama dan karya karyanya, Corak bangunan arsitek, dan Lembaga pendidikan islam. Dan diantara organisasi islam di Indonesia adalah Jam’iyatul khair, Syarikat islam, Muhamadiyah, Nahdlatul ulama’, dan lain-lain.
B.     Saran
Demikianlah hasil makalah dari kelompok kami. Penulis menyadari makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Hal ini terjadi semata-mata karena kurangnya pengetahuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang dapat dijadikan evaluasi dan membantu kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Dudung, Sejarah Peradaban Islam dari Masa klasik hingga          Modern.Yogyakarta: Fak.Adab
Amin, Samsul Munir. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.
Karim. Abdul. 2011. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Bagaskara:          Yogyakarta.
Sayyid Al-Wakil.1998. Wajah Dunia Islam. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Yatim, Badri. 2014. Sejarah Peradaban Islam Disah Islamiyah II. Jakarta: Rajawali Pers.
Zuhairini, dkk. 1997. Sejarah Pendidikan Islam.  Jakarta: Bumi Aksara.

















Profil :

Nama               : Fahrul Afif
Nim                 : 202111
IMG_20150920_090524.jpg
Nama               :  Asni Furoida
Nim                 :  2021114128
Alamat            : Simbang Kulon gang 4 , Rt.20/Rw.07
12047205_178002825873828_3217646734971665280_n-001.jpg
Nama               : Muh Wahyu Setiawan
Nim                 : 2021114195
Alamat            : Desa Ketandan, kec. Wiradesa, Rt.09/Rw.02

Nama               : Miftakul Ulum
Nim                 : 2021114300



[1]  Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta, Amzah, 2010).hlm.372
[2]  Ibid,. hlm.373
[3] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta, Rajawali Pers, 2014).hlm.231
[4] Samsul Munir Amin. Op.cit. hlm.375          
[5] Ibid,. hlm.377
[6] Badri Yatim, op.cit, (Jakarta, Rajawali Pers, 2014).hlm.236
[7]Ibid,.hlm.237
[8]Ibid,.hlm.238
[9] Samsul Munir Amin, op.cit, (Jakarta, Amzah, 2010).hlm.388
[10]Ibid.hlm.389
[11]Ibid,.hlm.391
[12]Ibid.hlm.393
[13] Ibid,.hlm.395
[14] Badri Yatim, Op.cit. hlm.248
[15] Samsul Munir Amin, Op.Cit.hlm.403
[16] Ibid,.hl m.404                                                            
[17]Ibid,.hlm.407.
[18]Ibid,. hlm. 372-406.
[19]Sayyid Al-Wakil, Dr. Muhammad, Wajah Dunia Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1998) hlm.329.
[20]Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997). Hlm.17
[21]Amin Samsul Munir, Op.cit, hlm 422-429.
[22]Abdurrahman, Dudung, Sejarah Peradaban Islam dari Masa klasik hingga Modern.  (Yogyakarta, Fak. Adab, 2002).Hlm.215.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar