KEDUDUKAN ORANG TUA
“PATUHI KEDUA ORANG TUA
PASRAH KEPADA ALLAH”
“QS. AşŞāffāt [037]
ayat 100–102”
Ramadhan Maulana Hasbi
202 1115 087
Kelas C
JURUSAN PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN
ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI (IAIN)PEKALONGAN
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia–Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga
tercurah kepada Rasulullah SAW beserta keluarga, shahabat, tabi’in, tabi’ut
tabi’in dan para pengikutnya yang selalu setia kepada Al Qur’an dan As Sunnah
sampai akhir zaman.
Penulis
menyadari bahwa dalam menyelesaikan penulisan makalah ini bukan hanya karena
usaha keras dari penulis sendiri, akan tetapi karena adanya dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin berterima kasih kepada :
1. Bpk. Dr. H. Ade Dedi Rohayana, M.Ag.,
selaku Rektor IAIN Pekalongan
2. Bpk. Dr. M. Sugeng Sholehuddin, M.Ag.,
selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Pekalongan
3. Bpk. Dr. H. Salafudin, M.Si., selaku
Ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam
4. Bpk. Muhammad Hufron, MSI, selaku Dosen
Pengampu Mata Kuliah Tafsir Tarbawi II
5. Orang tua (Bapak dan Ibu) yang sudah
mendukung saya dalam mengikuti perkuliahan di IAIN Pekalongan
6. Dan semua pihak yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam penulisan makalah
ini. Oleh karena itu, penulis minta maaf kepada semua pihak yang merasa kurang
berkenan. Namun demikian, penulis selalu berusaha untuk memberikan yang
terbaik. Kiranya makalah ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak yang
membacanya. Terima kasih.
Pekalongan, Maret 2017
Ramadhan Maulana Hasbi
202 1115 087
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Orang
tua mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam mendidik karakter anaknya,
hingga ridha Allah SWT adalah ridha orang tua juga. Sangat disayangkan bila
orang tua membiarkan anaknya terombang–ambing dalam kehidupan yang sementara
ini tanpa adanya pendidikan.
Orang
tua yang mendidik anaknya dengan baik, maka anak akan menuruti semua perkataan
orang tuanya dengan baik pula. Karena kasih sayang dan perhatian yang diberikan
itu membuat mereka menuruti.
Mematuhi
perintah orang tua merupakan satu tanda taat kita kepada Allah SWT diantara
ketaatan yang lain. Namun mentaati orang tua jauh lebih tinggi daripada
segalanya. Bila diibaratkan, dunia ini tidak ada apa–apa kalau tidak ada orang
tua.
Nabi
Ibrahim alayhissalaam telah mencontohkan bagaimana kedekatan dengan
istri–istrinya serta anak–anaknya dan mendidik mereka agar selalu dekat kepada
Allah SWT. Hal ini sangat diperlukan untuk menghasilkan pribadi yang shalih
shalihah.
Pendidikan
yang diberikan kepada anak–anaknya dapat mendorong anaknya untuk tetap dekat
kepada orang tuanya, hal ini dicontohkan oleh puteranya Nabi Ismail alayhissalaam
karena beliau sangat sabar dalam menerima cobaan dari Allah SWT.
Namun
pointnya adalah membangun hubungan baik dengan Allah SWT itu merupakan satu
indikator keberhasilan dari orang tua untuk mendidik agar anaknya menuruti
perintah orang tua.
B. Judul Makalah
Makalah
ini bertemakan “Kedudukan Orang Tua”, sedangkan judulnya “Patuhi Kedua Orang
Tua Pasrah Kepada Allah” dalam QS. AşŞāffāt [037] ayat 100–102
C. Nash dan Terjemahan QS. Aş Şāffāt [037]
ayat 100–102
رَبِّ
هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِيْنَ ١٠٠فَبَشِّرْ
نٰهُ
بِغُلٰمٍ
حَلِيْمٍ ١٠١فَلَمَّا
بَلَغَ مَعَهُ السَّعْىَقَالَ يٰبُنَيَّ
إِنِّىٓ اَرٰىفِى
الْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَفَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىقَالَ
يٰٓأَبَتِافْعَلْ
مَاتُؤْمَرُۖسَتَجِدُنِىٓ إِنْ شَآءَ اللّٰهُ
مِنَ الصَّابِرِيْنَ ١٠٢
100. Ya Tuhanku, anugrahkanlah
kepadaku (seorang anak) yang Termasuk orang-orang yang saleh.
101.
Maka Kami beri Dia khabar gembira dengan seorang anak yang Amat sabar[1283].
102.
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim,
Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa
aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab:
"Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah
kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar".
[1283] Yang dimaksud ialah Nabi Ismail a.s.
D. Arti Penting untuk dikaji
Setiap
ayat perlu untuk dikaji agar bisa diimplementasikan dalam kehidupan serta
membuat hidup ini terartur. Dalam QS. AşŞāffāt [037] ayat 100–102 ini penting
untuk dikaji karena kesabaran seorang ayah untuk berdo’a kepada Allah SWT agar
dikarunia seorang anak. Serta kerelaan seorang anak terhadap ayahnya dalam
menuruti kemauannya dalam hal ibadah. Ini perlu dicontoh dan dikaji, agar
semakin mendekat kepada Allah SWT.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Patuhi Orang Tua Pasrah pada Allah
Untai
do’a diatas, berisi permohonan kepada Allah SWT agar kita dikaruniai seorang
anak atau keturunan yang shalih dan baik. Doa yang pertama pernah dihaturkan
oleh Nabi Ibrahim alayhissalaam, yang lantas dikaruniai seorang anak
yang shalih bernama Ismail.
Untuk
itu, kepada siapapun yang ingin mempunyai anak maka sewajarnya jika mengamalkan
do’a tersebut. Selain secara khusus mohon dikaruniai seorang anak, do’a diatas
juga berisi permohonan agar anak yang dikaruniakan kepada kita merupakan anak
yang shalih dan baik.[1]
Patuh
mempunyai arti taat atau tunduk terhadap ketentuan atau aturan yang berlaku.
Sedangkan patuhi adalah aktivitas menuruti terhadap suatu ketentuan atau aturan
yang diperintahkan. Orang tua adalah ayah dan ibu, orang yang dianggap tua,
orang–orang yang dihormati. Orang tua yang dimaksudkan dalam makalah ini lebih
kepada orang tua yang melahirkan (ibu) dan membesarkan (ibu dan ayah).
Pasrah
dalam hal ini adalah tawakkal. Imam Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Hakikat
tawakkal adalah hati benar–benar bergantung kepada Allah dalam rangka
memperoleh mashlahat (hal–hal yang baik) dan menolak mudhorot (hal–hal yang
buruk) dari urusan–urusan dunia dan akhirat.”
Tawakkal
harus dibangun diatas dua hal pokok yaitu bersandarnya hati kepada Allah dan
mengupayakan sebab yang halal. Tawakkal bukanlah pasrah tanpa usaha, namun
harus disertai ikhtiyar atau usaha. Rasulullah SAW telah memberikan contoh
tawakkal yang disertai usaha yang memperjelas bahwa tawakkal tidak lepas dari
ikhtiyar dan penyandaran diri kepada Allah.[2]
Jadi
pengertian patuhi orang tua pasrah pada Allah adalah aktivitas dalam rangka
mentaati perintah orang tua sebagai ikhtiyar untuk mendapatkan keridhaan Allah
melalui orang tua.
B. Tafsir QS. Aş Şāffāt [037] ayat 100–102
1. Tafsir Al Azhar
“Ya Tuhanku! Karunialah aku dari
keturunan yang baik–baik.” (ayat 100). Dia
mengharapkan agar Allah memberinya keturunan. Karena sudah lama dia nikah,
namun anak belum juga ada. Bertahun–tahun lamanya dia menunggu putera, tidak
juga dapat. Ternyata kemudian bahwa isterinya yang bernama Sarah itu mandul.
Dengan persetujuan anjuran isterinya
Sarah itu, dia nikah lagi dengan Hajar, dayang dari Sarah, karena mengharapkan
anak, ketika menikahi Hajar barulah permohonan itu terkabul. Hajar melahirkan
anak laki–laki yang beliau beri nama Ismail. Inilah yang dilukiskan dalam ayat
berikutnya.
“Maka Kami gembirakan dia dengan seorang
anak yang sangat penyabar.” (ayat 101). Dapatlah
kita bayangkan betapa hebatnya Ibrahim menghadapi hidup. Setelah mengembara
berpuluh tahun meninggalkan kampung halaman, hijrah, barulah setelah itu
menjadi tua diberik kegembiraan oleh Tuhan beroleh putera laki–laki. Disebut di
ujung ayat sifat anak itu, yaitu HALIIM, yang dapat diartikan sangat penyabar.
“Berkatalah dia; “Sesungguhnya aku
melihat dalam mimpi bahwasannya aku menyembelih engkau. Maka fikirkanlah, apa
pendapatmu!” Dengan kata–kata yang halus mendalam, si
ayah berkata kepada anaknya. Dalam pertanyaan ini Tuhan telah membayangkan
kepada kita bagaimana seorang manusia yang terjadi dari darah daging, sebab itu
merasa juga sedih dan rawan, tetapi sedikit juga ragu atau bimbang bahwa dia
adalah Nabi. Disuruh anaknya memikirkan mimpinya itu dan kemudian diharapnya
anaknya menyatakan pendapat.
“Berkata dia – yaitu Ismail – ; “Ya
ayahku! Perbuatlah apa yang diperintahkan kepada engkau. Akan engkau dapati aku
InysaAllah termasuk orang yang sabar” (ayat
102). Alangkah mengharukan jawaban si anak. Benar–benar terkabul doa ayahnya
yang memohon diberi keturunan yang shalih. Benar–benar tepat apa yang dikatakan
Tuhan tentang dirinya, yaitu seorang anak yang sangat penyabar. Dia percaya
bahwa mimpi ayahnya adalah wahyu dari Allah, bukan mimpi sembarangan mimpi.
Sebab itu dianjukan ayahnya melaksanakan apa yang diperintahkan.[3]
2. Tafsir Ibnu Katsir
رَبِّ هَبْ لِيمِنَ الصَّالِحِيْنَ ١٠٠
“Yaa
Rabb–ku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang–orang yang
shalih”
Yakni anak–anak yang
taat, yang menjadi pengganti kaum dan keluarga yang dia tinggalkan.
فَبَشِّرْ نٰهُ
بِغُلٰمٍ
حَلِيْمٍ ١٠١
“Maka
Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar”
Ia adalah Isma’il alayhissalaam.
Dia adalah anak pertama yang dengannya Ibrahim alayhissalaamdiberi
kabar gembira, dan ia lebih tua atau lebih besar dari Ishaq alayhissalaam, menurut
kesepakatan kaum Muslimin dan Ahli Kitab.
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ
السَّعْىَقَالَ يٰبُنَيَّ
إِنِّىٓ اَرٰىفِى
الْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَفَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىقَالَ
يٰٓأَبَتِافْعَلْ
مَاتُؤْمَرُۖسَتَجِدُنِىٓ إِنْ شَآءَ اللّٰهُ
مِنَ الصَّابِرِيْنَ ١٠٢
“Maka
tatkala anak itu sampai (pada umur yang sanggup) berusaha bersama–sama Ibrahim,
Ibrahim berkata; ‘Hai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku
menyembelihmu, maka fikirkanlah apa pendapatmu!’ Ia menjawab; ‘Wahai ayahku,
kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, InsyaAllah engkau akan mendapatiku
termasuk orang–orang yang sabar’.”
Sekelompok ulama
berpendapat bahwa anak yang disembelih adalah Ishaq. Hal itu juga dikisahkan
dari sekelompok ulama Salaf, bahkan ada nukilan dari sebagian sahabat radhiyallahu
anhum. Tetapi itu tidak terdapat di dalam al Qur’an maupun as Sunnah. Dan
saya kira hal itu tidak diperoleh melainkan dari para tokoh Ahlul Kitab, dan
diambil begitu saja tanpa dalil sama sekali.
Dan inilah Kitab Allah
yang menjadi saksi dan petunjuk, bahwa anak yang disembelih oleh Ibrahim alayhissalam
itu adalah Ismail alayhissalam, yaitu puteranya. Sebab Kitab ini
menyampaikan kabar gembira dengan kedatangan seorang anak yang sabar. Dan al
Qur’an juga menyebutkan bahwa anak itulah yang disembelih.[4]
3. Tafsir Jalalain
رَبِّ هَبْ لِي (Ya
tuhanku, anugerahkanlah kepadaku) seorang anak
مِنَ الصَّالِحِيْنَ ١٠٠ (Seorang
anak yang termasuk orang-orang yang saleh)
فَبَشِّرْ نٰهُ
بِغُلٰمٍ
حَلِيْمٍ ١٠١
(Seorang anak yang
termasuk orang-orang yang saleh) yakni yang banyak memiliki kesabaran
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ
السَّعْىَ
(Maka tatkala anak
itu sampai pada umur sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim) yaitu telah
mencapai usia sehingga dapat membantuknya bekerja; menurut suatu pendapat umur
anak itu telah mencapai tujuh tahun. Menurut pendapat yang lain, pada saat itu
anak Nabi Ibrahim berusia tiga belas tahun
قَالَ يٰبُنَيَّ
إِنِّىٓ اَرٰى
(Ibrahim berkata:
“Hai anakku, sesungguhnya aku melihat) maksudnya telah melihat
فِى الْمَنَامِ أَنِّىٓ
أَذْبَحُكَ
(Aku dalam mimpi
bahwa aku menyembelihmu!) Mimpi para nabi adalah mimpi yang benar, dan
semua pekerjaan mereka berdasarkan perintah dari Allah SWT
فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰى
(Maka pikirkanlah
apa pendapatmu!”) Tentang impianku itu; Nabi Ibrahim bermusyawarah
dengannya supaya iya menurut, mau disembelih, dan taat kepada perintah-Nya
قَالَ يٰٓأَبَتِ
(Ia menjawab: “ Hai
bapakku) huruf ta pada lafad abati ini merupakan pergantian dari ya idafah
افْعَلْ مَاتُؤْمَرُۖ
(kerjakanlah apa
yang diperintahkan kepadamu) untuk melakukannya
سَتَجِدُنِىٓ إِنْ شَآءَ اللّٰهُ
مِنَ الصَّابِرِيْنَ ١٠٢
(Insya Allah engkau
akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”) menghadapi hal tersebut [5]
C. Aplikasi dalam Kehidupan
Bagi
Allah SWT mudah untuk memberikan anak kepada seseorang yang sudah berkeluarga,
namun point nya adalah Allah SWT ingin menguji hamba–Nya sejauh mana dia
berusaha untuk tetap bersama Allah SWT.
Ikhtiyar
untuk memperoleh buah hati harus dijalankan oleh setiap keluarga, orang tua
tetap terus berdoa kepada Allah SWT untuk memberikan anak yang shalih disamping
melakukan aktivitas yang menjadikan dirinya shalih. Dan ketika diberi anak
shalih maka didiklah anak tersebut agar tetap dekat dengan Allah SWT dan orang
tua, agar ketika dewasa hidupnya akan bergantung dengan persetujuan orang tua.
Hal
ini perlu diaplikasikan karena mengingat pendidikan kesabaran dan kerelaan dari
kedua hamba Allah SWT itu perlu dijadikan renungan dan teladan bagi kita semua,
supaya kita bisa menjadi orang yang sabar dan ridha.
D. Aspek Tarbawi
Nilai
pendidikan yang dapat diambil dalam QS. AşŞāffāt [037] ayat 100–102 antara lain
:
1. Berdo’a kepada Allah SWT
2. Memohon kepada Allah SWT supaya diberikan
anak yang shalih
3. Bersabar dalam menjalani kehidupan
4. Ikhlas dan ridha terhadap apa yang
disuruh oleh Allah SWT
5. Patuhi perintah orang tua selama tidak
bertentangan dengan syariat
BAB
III
PENUTUP
Simpulan
Mematuhi
orang tua adalah satu ketaqwaan kepada Allah SWT, dengan begitu ridha Allah SWT
mudah tercurahkan kepada hamba–Nya. Melalui pendidikan yang dicontohkan oleh
Nabi Ibrahim alayhissalaam dan puteranya Nabi Ismail alayhissalaam bisa
kita terapkan dalam kehidupan.
Menjadi
orang yang bersabar memang membutuhkan proses yang tidak langsung, melainkan
dengan suatu proses yang lama, dengan proses yang lama itu bisa membentuk
karakter yang berkepribadian penyabar.
Orang
tua yang merupakan pendidik pertama dalam peranannya mendidik anaknya harus
terus memberikan pendidikan kepada anaknya, agar anaknya dekat dengan Allah SWT
dan orang tuanya.
Selain
melakukan pendidikan, orang tua dianjurkan untuk terus berdo’a kepada Allah SWT
untuk kebaikan anak–anaknya serta bersabar dalam berdo’a. Untuk itu apapun
hasilnya, itulah pemberiaan dari Allah SWT yang harus disyukuri dan diridhai,
karena Allah SWT memberikan apa yang kita butuhkan.
DAFTAR
PUSTAKA
al_Qur’ān
dan terjemahan
al_Sheikh,
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq. 2003. Lubaabut Tafsiir min
Ibnu Katsiir (Tafsir Ibnu Katsir) Juz 7, penj. Tim Abdul Ghoffar. Bogor:
Pustaka Imam Asy Syafi’i
asy_Syuyuthi,
Jalaluddin dan Jalaludin Muhammad ibn Ahmad al_Mahalliy. 2009. Tafsir
Jalalain berikut Asbābun Nuzūl Ayat Surat al_Kaĥfi s.d. an_Nās Jilid II. penj,.
Bahrun Abubakar. Bandung: Sinar Baru Algensido
Hamka.
2005. Tafsir al Azhar Juz XXIII. Jakarta: Pustaka Panjimas
A. Data Diri
Nama
Lengkap : Ramadhan Maulana Hasbi
Tempat,
Tanggal Lahir : Tegal, 19 Februari 1996
Agama : Islām
Jenis
Kelamin : Laki–Laki
Kebangsaan : Indonesia
Status : Belum Menikah
Alamat : Jl. Kramat, Kedungrejo Rt. 06 Rw. 05
Kecamatan Batang,
Kabupaten Batang
No
Hp : +62 857 8669 6013
B. Riwayat Pendidikan
SD/MI/Sederajat : SD Negeri 8 Proyonanggan, Batang 2002
– 2009
SMP/MTs/Sederajat : SMP
Negeri 6 Batang 2009
– 2012
SMK/SMA/MA/Sederajat : SMK
Bhakti Praja Batang 2012
– 2015
Perguruan
Tinggi : STAIN/IAIN Pekalongan 2015 – sekarang
C. Pengalaman Organisasi
OSIS : SMP Negeri 6 Batang 2010 – 2011
PMR : SMK Bhakti Praja Batang 2013 – 2014
PMI : Relawan PMI Kabupaten Batang 2013 – sekarang
[1] M. Arief Hakim, Doa-Doa Terpilih: Munajat Hamba Allah dalam
Suka dan Duka, (Bandung: Marja’, 2004), hlm. 133–134
[3] Hamka, Tafsir al Azhar Juz XXIII, (Jakarta: Pustaka Panjimas,
2005), hlm. 141–144
[4] Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq al Sheikh, Lubaabut
Tafsiir min Ibnu Katsiir (Tafsir Ibnu Katsir) Juz 7, penj. Tim Abdul Ghoffar, (Bogor:
Pustaka Imam Asy Syafi’i, 2003) hlm. 27
[5] Jalaludin Muhammad ibn Ahmad al_Mahalliy dan
Jalaluddin asy_Syuyuthi, Tafsir Jalalain berikut Asbābun Nuzūl Ayat Surat
al_Kaĥfi s.d. an_Nās Jilid II. penj,. Bahrun Abubakar, (Bandung: Sinar Baru
Algensido, 2009) hlm. 631
Tidak ada komentar:
Posting Komentar