Pendidikan Sosial Universal
”Persamaan Derajat Manusia” Q. S. Al-Hujurat Ayat 13
Nisbatul
Urbakh (2021115375)
Kelas
C
JURUSAN PAI
FAKULTAS
TARBIYAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam raya yang telah
melimpahkan taufiq serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalahyang
berjudul “METODE TANYA JAWAB”, guna memenuhi tugas Tafsir Tarbawi.
Sholawat serta salam
semoga terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Sebagai nabi akhir
zaman dan penerang kegelapan di dunia ini. Dan semoga kesejahteraan tetap
kepada seluruh keluarga serta sahabat-sahabat beliau.
Penulis sangat
bersyukur dan lega atas terselesainya makalah ini. Dan penulis hanya bisa
berharap semoga makalah ini bisa
bermanfaat dan menjadi pelajaran bagi para pembaca khususnya penulis sendiri.
Pekalongan, 07 Mei 2017
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam
kehidupan ini banyak fenomena yang menunjukkan kebesaran, keagungan dan
kekuasaan sang pencipta. Fenomena-fenomena tersebut ditunjukkan oleh adanya
penciptaan makhluk yang ada di alam jagad raya ini, dengan berbagai macam
bentuk dan karakteristiknya yang berabeka ragam.
Salah
satu ajaran pokok Islamadalah kesamaan derajat antara manusia. Allah
menciptakan manusia menjadi berbagai bangsa dan etnis agar mereka saling
mengenal, mengasihi dan saling menolong. Pada dasranya manusia dilahirkan
dengan potensi yang sama. Sebab semua manusia merupakan satu keluarga yang
selurunya adalahketurunan Adam yang diciptakan dari tanah.
B.
Judul Makalah
Dalam
kesempatan kali ini penulis akan membahas tentang “Persamaan Derajat Manusia”
yang termaktub dalam QS. Al-Hujuraat ayat 13. Menyesuaikan dengan tugas yang
telah penulis terima.
C.
Nash
dan Terjemah
Nash
QS. Al-Hujuraat ayat 13
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ
ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ
أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal. (Al-hujjurat ayat 13)
D.
Arti Penting
Surat
Al-Hujuraat ayat 13 ini sangat penting untuk dikaji karena ayat ini menjelaskan
tentang persamaan derajat manusia, sehingga tidak timbul rasa sombong dan
merendahkan orang lain.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori
Derajat kemanusiaan adalah tingatan
martabat dan kedudukan manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang
memiliki kemampuan kodrat, hak dan kewajiban asasi.
Dengan adanya persamaan
harkat, derajat, dan martabat manusia , setiap orang harus mengakui serta
menghormati akan adanya hak - hak, derajat dan martabat manusia. Sikap ini
harus ditumbuhkan dan dipelihara dalam hubungan kemanusiaan, baik dalam
lingkungan keluarga, sekolah, maupun di lingkungan masyarakat. Manusia
dikaruniai potensi berpikir, rasa dan cipta,kodrat yang sama sebagai mahluk
pribadi ( individu ) dan sebagai mahluk masyarakat ( sosial ).[1]
Salah satu ajaran pokok Islam adalah
kesamaan derajat antar manusia. Allah menciptakan manusia menjadi berbagai
bangsa dan etnis agar mereka saling mengenal, saling mengasihi dan saling
menolong. Semua manusia adalah keturunan Adam yang diciptakan dari tanah.
Islam telah menghapuskan kesombongan
jahiliyah yang membanggakan dinasti / keturunan. Tidak patut satu bangsa merasa
lebih unggul dari bangsa lainnya. Tidak pantas satu golongan merendahkan
golongan lainnya. Islam mengukur derajat seseorang berdasarkan tingkat
ketaqwaannya.
Dalam Islam
hanya dikenal 2 golongan manusia.
Golongan pertama adalah mereka yang berbuat bagus,
bertaqwa dan mulya disisi Allah. Golongan kedua
adalah orang-orang durhaka
(fajir), celaka dan hina di sisi Allah.[2]
B.
Tafsir
1. Tafsir Al-Misbah
Penggalan pertama ayat
diatas sesungguhnya kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan adalah pengantar untuk
nemegaskan bahwa semua manusia derajat kemanusiaannya sama disisi Allah, tidak
ada perbedaan antara sat suku dengan yang lain. Tidak ada juga perbedaan pada
nilai kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan karena semua diciptakan dari
seorang laki-laki dan perempuan. Pengantar tersebut mengantar pada kesimpulan
yang disebut dengan pengantar terakhir ayat ini yakni “Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah yang
paling bertakwa.”Karena itu berusahalah untk meningkatkan ketakwaan agar
menjadi yang termulia disisi Allah.
Adapun sebab nuzul-nya, ayat diatas menegaskan
kesatuan asal usul manusia dengan menunjukkan kesamaan derajat kemanusiaan
manusia. Tidak wajar seseorang berbangga dan merasa diri lebih tinggi dari yang
lain, bukan saja antar satu bangsa, suku, atau warna kulit dengan selainnya,
tetapi antar jenis kelamin mereka.
Dalam konteks ini,
sewaktu haji wada’ (perpisahan), Nabi saw. Berpesan antara lain: “ Wahai
seluruh manusia, sesungguhnya Tuhan kamu Esa, ayah kamu satu, tiada kelebihan
orang Arab atas non Arab, tidak juga non Arab atas orang Arab, atau orang
(berkulit) hitam atas yang (berkulit) merah (yakni putih) tidak juga sebaliknya
kecuali dengan takwa, sesungguhnya semulia-mulia kamu di sisi Allah adalah yang
paling bertakwa.” (HR. Al-Baihaqi melalui Jabir Ibn Abdillah)[3]
2. Tafsir Ibnu Katsir
Allah memberitahukan
kepada umat manusia bahwa Dia telah menciptakan mereka dari satu jiwa dan telah
menjadikan dari jiwa itu pasangannya. Itulah Adam dan Hawa. Dan Allah juga
telah menciptakan mereka berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Maka kemuliaan
manusia dipandang dari ketanahannya dengan Adam dan Hawa a.s. adalah sama.
Hanya saja kemuliaan mereka itu bertingkat-tingkat bila dilihat dari sudut
keagamaan, seperti dalam hal ketaatan kepada Allah SWT dan kepatuhan kepada
Rasul-Nya. Karena itu, setelah Allah melarang manusia berbuat ghibah dan
menghina satu sama lain, maka Dia mengingatkan bahwa mereka itu sama dalam segi
kemanusiaannya. ‘’Hai manusia sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal.” Yaitu, agar tercapailah ta’aruf
‘saling kenal’ diantara mereka. Masing-masing berpulang ke kabilah sendiri. Abu
Isa Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi saw. Bersabda,
“pelajarilah silsilah kamu yang dengannya kamu akan menyambungkan tali
kekeluargaan, kerena menimbulkan tali kekeluargaan menimbulkan kecintaan
didalam keluarga, kekayaan dalam harta, dan tongkat dalam mengusik jejak.”
Firman
Allah SWT, “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu.” Yaitu, yang membedakan derajat
kamu disisi Allah hanyalah ketakwaan, bukan keturunan.
Firman
Allah SWT selanjutnya, “ Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha
mengenal.” Yaitu, sesungguhnya Allah itu peling mengetahui terhadapmu dan
sangat mengetahui urusan-urusan kamu. Dialah yang mempunyai kehendak terhadap
kamu, didalam memberikan hidayah, kesesatan, rahmat, siksa, dan memberikan
keutamaan. Dan Dia adalah maha bijaksana, maha mengetahui, maha mengenali
tentang semua hal itu.[4]
3. Tafsir Jalalain
(Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan
kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan) yakni dari Adam dan
Hawa.(dan kami menjadikan kalian
berbangsa-bangsa) lafaz syu’uban adalah bentuk jamak dari lafaz sya’bun,
yang artinya tingkatan nasab keturunan yang paling tinggi (dan bersuku-suku) kedudukan suku berada dibawah suku bangsa,
setelah suku atau kabilah disebut Imarah, lalu batn, sesudah batn adalah Fakhz
dan yang paling bawah adalah Fasilah. Contohnya ialah Khuzaimah adalah nama
suatu bangsa, Kinanah adalah nama suatu kabilah atau suku, Quraisy adalah nama
suatu Imarah, Qusay adalah nama suatu Batn, Hasyim adalah nama suku Fakhz, dan
Al-Abbas adalah nama suatu Fasilah (supaya
kalian saling mengenal) lafaz ta’arufu
asalnya adalah tata’arafu, kemudian
salah satu dari kedua huruf ta’ dibuang sehingga jadilah ta’arafu maksudnya supaya sebagian dari kalian saling mengenal
sebagian yang lain, bukan untuk saling membanggakan ketinggian nasab atau
keturunan, karena sesungguhnya kebanggaan itu dinilai dari segi ketaqwaan.
......(sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kalian disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa.
Sesungguhnya Allah maha mengetahui) tentang kalian .....(lagi maha mengenal) apa yang tersimpan
didalam bati kalian.[5]
C.
Aplikasi
Dalam Kehidupan
1. Senantiasa mempunyai sifat toleransi terhadap sesama manusia.
2. Senantiasa
meningkatkan ketakwaan, supaya mendapat derajat yang mulia di sisi Allah SWT.
3. Senantiasa menghilangkan sifat sombong, karena manusia
mempunyai derajat yang sama, yang membedakannya hanya ketakwaan kepada Allah
SWT.
D.
Aspek
Tarbawi
1. setiap manusia mempunyai derajat yang sama, yang
membedakan hanya ketakwaan.
2. Derajat
yang mulia bukan terletak pada kecanggihan akal yang dimiliki sesorang,
melainkan terletak pada kualitas ketakwaan kepada Allah SWT. Karena dengan
kualitas ketakwaan yang baik akan menjadikan derajat manusia mulia disisi-Nya.
3. kemuliaan manusia jika dibandingkan
dengan makhluk lainnya merupakan sebuah amanah yang harus dijaga dan
dilestarikan oleh setiap
manusia. Karena kemuliaan manusia dapat berkutrang apabila manusia malakukan
perbuatan-perbuatan yang mengarah pada kemaksiatan dan kekufuran kepada-Nya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Dalam Islam
hanya dikenal 2 golongan manusia.
Golongan pertama adalah mereka yang berbuat bagus,
bertaqwa dan mulya
disisi Allah.
Golongan kedua adalah
orang-orang durhaka (fajir), celaka dan hina di sisi Allah.
2.
Berdasarkan Tafsir
Jalalain, (Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kalian dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan) yakni
dari Adam dan Hawa.(dan kami menjadikan kalian berbangsa-bangsa)
(dan bersuku-suku) kedudukan suku
berada dibawah suku bangsa, setelah suku atau kabilah disebut Imarah, lalu
batn, sesudah batn adalah Fakhz dan yang paling bawah adalah Fasilah. nama
Contohnya (supaya kalian saling mengenal)
lafaz ta’arufu asalnya adalah tata’arafu, kemudian salah satu dari
kedua huruf ta’ dibuang sehingga jadilah ta’arafu
maksudnya supaya sebagian dari kalian saling mengenal sebagian yang lain, bukan
untuk saling membanggakan ketinggian nasab atau keturunan, karena sesungguhnya
kebanggaan itu dinilai dari segi ketaqwaan. ......(sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian disisi Allah ialah
orang yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah maha mengetahui) tentang
kalian .....(lagi maha mengenal) apa
yang tersimpan didalam bati kalian
3.
Implementasi dalam kehidupan, meliputi : menghindari sifat Sombong, dan
merendahkan orang lain, meningkatkan ketakwaan kepada Allah, serta mempunyai
sifat toleransi terhadap sesama.
4.
Aspek tarbawi yang bisa kita ambil, meliputi: manusia mempunyai derajat
yang sama, hanya ketakwaan yang membedakan.
DAFTAR PUSTAKA
As-Mahalli, Imam
Jalaludin dan Imam Jalaludin As-Suyuti. 2010. Terjemah Tafsir Jalalain
Berikut Asbabun Nuzul. Bandung: Sinar Baru Algensido.
Ar-Rifa’I, Muhammad Nasib. 2000. Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Gema Insani.
Shihab, M. Quraish. 2005. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati.
Nama : Nisbatul
Urbakh
TTL : Pemalang, 08 Juli 1997
Alamat : Ds.
Samong Rt.03 Rw.05 Kec. Ulujami Kab. Pemalang
Nama Orang Tua:
Ayah : H.
Sarokhi
Ibu : Hj. Ulinnuha
Riwayatpendidikan:
SD : SDN 03 Samong, Ulujami, Pemalang
SMP
: Mts. Walisongo Ulujami, Pemalang
SMA : MA Perguruan Mu’alimat Cukir
Jombang
S1 : IAIN Pekalongan (Semester Tiga )
[1] http://edukasihary.blogspot.co.id/2010/11/hakikat-persamaan-derajat-manusia.html//
diakses pada hari selasa, 03 Mei 2017, pukul 20.00 WIB.
[2] https://pengajian-ldii.net/2014/12/07/kesamaan-derajat-dalam-islam//
diakses pada hari selasa, 03 Mei 2017, pukul 20.00 WIB.
[3] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Lentera
Hati, 2005), hlm. 260-261.
[4] Muhammad Nasib
Ar-Rifa’i, Tafsir Ibnu Katsir,
(Jakarta: Gema Insani, 2000), hlm. 437-440
[5] Imam Jalaludidin
Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Terjemah
Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul, (Bandung: Sinar Baru Algensindo,
2010), hlm. 895
Tidak ada komentar:
Posting Komentar