TUJUAN PENDIDIKAN DIVERSIFIKASI
"AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR"
(Q. S Al-Hajj : 41)
Khabibatuzzulfa
NIM. (2117234)
KELAS
: E
JURUSAN PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2018
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,
puji syukur ke hadirat Allah swt. Atas izin-Nya makalah yang berjudul ”Amar
Ma’ruf Nahi Mungkar” ini dapat diselesaikan. Salawat dan salam semoga
tercurah kepada baginda Nabi Muhammad saw, sahabatnya, keluarganya, dan umatnya
hingga akhir zaman.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas
mata kuliah Tafsir Tarbawi.
Makalah ini menjelaskan tentang hakikat Amar ma’ruf nahi mungkar, dalilnya dan
maslahat mafsadat.
Penulis sudah berusaha untuk menyusun makalah
ini selengkap mungkin. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen yang
telah memberikan tugas ini kepada kelompok kami. Penulis juga menerima saran
dan kritik dari pembaca guna penyempurnaan penulisan makalah mendatang.
Akhirnya, makalah ini diharapkan bisa
bermanfaat. Amin yaa rabbal ‘alamin.
Selamat
membaca.
Pekalongan,
11 Oktober 2018
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama Islam adalah agama yang sangat memperhatikan penegakan
Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar. Amar Ma’ruf Nahi Munkar merupakan pilar dasar dari
pilar-pilar akhlak yang mulia lagi agung. Kewajiban menegakkan kedua hal itu adalah
merupakan hal yang sangat penting dan tidak bisa ditawar bagi siapa saja yang
mempunyai kekuatan dan kemampuan melakukannya. Sesungguhnya diantara
peran-peran terpenting dan sebaik-baiknya amalan yang mendekatkan diri kepada
Allah Ta’ala, adalah saling menasehati, mengarahkan kepada kebaikan,
nasehat-menasehati dalam kebenaran dan kesabaran. At-Tahdzir (memberikan
peringatan) terhadap yang bertentangan dengan hal tersebut, dan segala yang
dapat menimbulkan kemurkaan Allah Azza wa Jalla, serta yang menjauhkan dari
rahmat-Nya.Perkara al-amru bil ma’ruf wan nahyu ‘anil munkar (menyuruh berbuat
yang ma’ruf dan melarang kemungkaran) menempati kedudukan yang agung.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana hakikat amar ma’ruf nahi
mungkar?
2. Apa dalil yang mendasari amar ma’ruf nahi
mungkar?
3. Apa yang dimaksud dengan maslahat dan
mafsadat?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui hakikat amar ma’ruf nahi
mungkar.
2. Untuk mengetahui dalil dan tafsir tentang
amar ma’ruf nahi mungkar.
3. Untuk mengetahui maksud dari maslahat
mafsadat.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Amar
Ma’ruf Nahi Mungkar
Ma’ruf diambil dari kata ma’rifah
yang menurut bahasa Arab maknanya ialah : segala sesuatu yang diketahui oleh
hati, dan jiwa tentram kepadanya. Dan secara syar’i ma’ruf artinya adalah
segala sesuatu yang dicintai oleh Allah Swt. seperti taat kepada-Nya dan
berbuat kepada hamba-hambaNya.
Sedangkan mungkar menurut bahasa
maknanya adalah : suatu yang diingkari oleh jiwa, tidak disukai dan tidak
dikenalnya. Mungkar adalah lawan kata dari ma’ruf, dan secara syar’i makanya
adalah : segala sesuatu yang dikenal keburukannya secara syar’i dan akal,
seperti maksiat kenapa Allah Swt, dan zalim terhadap hamba-hambaNya.
Berdasarkan pada definisi tersebut
terdapat dua kejelasan. Yang pertama, standart untuk mengetahui ma’ruf dan
mungkar itu bukanlah adat dan kebiasaan manusia serta apa-apa yang telah
tersebar ditengah-tengah mereka. Karena adat manusia itu tidak tetap, boleh
jadi sekarang mereka mengaggap baik sesuatu, dan bukan mustahil esoknya mereka
mengingkari dan menentangnya, begitu juga sebaliknya, terkadang sekarang mereka
menentang sesuatu, kemudian esoknya itu dianggap baik dan mereka melakukannya.
Standar
yang kedua pada dasarnya masyarakat muslim mengenal ma’ruf kemudian
menetapkannya dan memerintahkannya, dan mereka mengingkari suatu kemungkaran,
menolak dan mecegahnya. Ijma’ sahabat termasuk dalil syar’i yang tidak
ditentang oleh seorangpun dari kaum muslimin. Oleh karena itu Imam Malik
berpegan dengan amalan penduduk Madinah, beliau menjelaskan amalan penduduk
madinah itu berdasarkan pada nubuwah,sedangkan amalan penduduk kota lain
berdasarkan perintah raja.[1]
B.
Dalil Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَءَاتَوُا
الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ وَلِلَّهِ
عَاقِبَةُ الْأُمُورِ(الـحج :41)
Artinya:
(Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi,
niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang
ma`ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali
segala urusan.
a. Tafsir Al-Maraghi
Orang-orang yang diusir dari kampung halamannya ialah orang-orang yang
apabila kami meneguhkan kedudukan mereka di dalam negeri, lalu mengalahkan kaum
musyrikin, lalu mereka taat kepada Allah, mendirikan sholat, seperti yang
diperintahkan kepada mereka, mengeluarkan zakat, menyuruh orang untuk
mengerjakan apa yang diperintahkan oleh syari’at dan melarang melakukan
kemusyrikan, serta kejahatan. Kemudian Allah menjanjikan akan meninggikan
apakah dia akan membalasnya dengan pahala ataukah dengan siksa di akhirat.
Mereka
adalah orang-orang yang menyempurnakan dirinya dengan menghadirkan Tuhan dan
menghadapkan diri kepadan-Nya di dalam sholatnya menurut kemampuan, dan mereka
menjadi penolong umat-umat mereka dengan menolong orang-orang fakir dan yang
butuh pertolongan diantara mereka. Disamping itu, mereka menyempurnakan orang
lain dengan memberikan sebagian ilmu dan adabnya, serta mencegah berbagai
kerusakan yang menghambat orang lain mencapai ahlak dan adab yang luhur.[2]
b. Tafsir Al-Azhar
“(Yaitu)
orang-orang yang apabila kami kokohkan mereka di bumi” (pangkal ayat 41).
Artinya telah kami tolong dan berhasil perjuangan mereka melawan kezaliman itu,
“Mereka mendirikan sembahyang dan memberikan zakat”. Dengan susunan ayat
seperti ini bukanlah berarti bahwa mereka baru mendirikan sembahyang dan kokoh
di muka bumi, atau setelah mereka menang menghadapi musuh-musuhnya, bahkan
sejak semula perjuangan keyakinan dan keimanan kepada Tuhan itulah pegangan
teguh mereka. Dalam pengalaman kita dimasa penjajahan Belanda, pada umumnya
orang shalih dan taat sembahyang lima waktu mereka kerjakan dengan tekun dan
zakat mereka berikan. Namun, setelah kedudukan kokoh di muka bumi orang mulai
melalikan agama.
Ayat
ini menceritakan umat Nabi Muhammad saw. dan memujikan ummat Muhammad dibawah
kepemimpinan Nabinya. Setelah mereka mulai mendapat kedudukan yang kokoh di
Madinah. Ayat inipun diturunkan di Madinah, bahwa kemenangan perjuangan bagi mereka
adalah semata-mata jembatan emas dalam menuju masyarakat yang selalu ridha
kepada Allah dan diridhai oleh Allah. Dalam perang ataupuan damai, mereka
selalu sembahyang yang langsung berhubungan dengan Allah, sehingga diajarkan
bagaimana caranya mendirikan sembahyang dalam keadaan sedang ada perang yang
berkecamuk.
Dan
tidak lupa mengeluarkan zakat, yaitu sebagian harta benda untuk membantu
orang-orang faqir miskin, orang berhutang, sabilillah dan lain-lain, sehingga
kebakhilan sebagai suatu penyakit berbahaya yang bisa merusakkan pertumbuhan
iman dapat dicegah. Dengan demikian terdapatlah keseimbangan diantara dua tali
hubungan. Pertama tali hubungan dengan Allah yaitu dengan sholat, yang kedua
tali hubungan dengan sesama manusia, dengan mengeluarkan zakat.
“Dan
mereka menyuruh yang ma’ruf”, maka timbullah berbagai anjuran agar sama-sama
berbuat yang ma’ruf. Arinya yang ma’ruf ialah anjuran-anjuran atau perbuatan
yang diterima baik dan disambut dengan segala senang hati oleh masyarakat
ramai. Bertambah banyak anjuran kepada yang ma’ruf bertambah majulah
masyarakat.
“Dan
mereka mencegah dari perbuatan yang mungkar”, Artinya yang mungkar ialah segala
anjuran atau perbuatan yang masyarakat bersama tidak senang melihat atau
menerimanya, karena tidak sesuai dengan garis-garis kebenaran. Meka dengan
terbiasanya masyarakat dapat ajuran yang ma’ruf, perasaannya akan lebih halus
dalam menolak yang mungkar. Lantaran itu maka amar ma’ruf nahi mungkar
hendaklah seimbang, atau dengan sendirinya timbul keseimbangan diantara
keduanya. Karena keduanya jadi hidupsubur sebab dipupuk oleh iman kepada Allah.
Karena
dasar yang mengkokohkan kedudukan ummat itu iman kepada Allah. Jika iman tidak
ada lagi maka hilanglah amar ma’ruf nahi mungkar. Dan pada ujung ayat 41 yang
artinya “Dan kepada Allah jualah akibat dari segala urusan”,artinya
bagaimanapun keadaan yang dihadapi, baik ketika lemah yang menghendaki
kesabaran, atau menghadapi perjuangan yang amat sengit dengan musuh karena
mempertahankan ajaran Allah atau seketika kemenangan telah tercapai,
sesekali-kali jangan lupa, bahwa semua keputusan terakhir kembali kepada Allah.[3]
c. Tafsir
al-Misbah
Ayat-ayat QS-Al Hajj ayat 41 menerangkan bahwa mereka
itu adalah orang-orang yang jika kami anugerahkan kepada kemenangan dan kami
teguhkan kedudukan mereka dimuka bumi, yakni kami berikan mereka
keleluasaan mengelola suatu wilayah dalam keadaan mereka merdeka dan berdaulat
niscaya mereka yakni masyarakat itu melaksanakan shalat secara sempurna rukun,
syarat dan sunnah-sunnahnya dan mereka juga menunaikan zakat sesuai kadar
waktu, sasaran dan cara penyuluran yang ditetapkan oleh Allah. Serta mereka
menyuruh anggota-anggota masyarakat agar berbuat yang ma’ruf, yakni nilai-nilai
luhur serta adat istiadat yang diakui baik dalam masyarakat itu, lagi tidak
bertentangan dengan nilai-nilai ilahiah dan mereka mencegah dari yang munkar,
yakni yang nilai buruk lagi diingkari oleh akal sehat masyarakat, dan kepada
Allah-lah kembali segala urusan.Allah- lah yang memenagkan siapa yang hendak
dimenangka-Nya dan Dia pula yang menjatuhkan kekalahan bagi siapa yang
dikehendaki-Nya dan Dia pula yang menentukan masa kemenangan dan kekalahan itu.
Ayat diatas mencerminkan sekelumit dari ciri-ciri
masyarakat yang diidamkan islam, kapan dan dimanapun dan yang telah terbukti
dalam sejarah melalui masyarakat Nabi Muhammad SAW. Dan para sahabat beliau.
Masyarakat itu adalah yang pemimpin dan anggotanya
dinilai kolektif bertakwa, sehingga hubungan mereka dengan Allah SWT. Baik dan
jauh dari kekejian dan kemunkaran, sebagaimana dicerminkan oleh sikap mereka
yang selalu melaksanakan shalat dan harmonis pula hubungan anggota masyarakat,
termasuk antara kaum yang punya dan lemah yang dicerminkan oleh ayat diatas
iringan menunaikan zakat. Disamping itu mereka juga menegakkan nilai-nilai yang
dianut masyarakat, yaitu nilai-nilai ma’ruf dan mencegah perbuatan yang munkar.
Pelaksanaan kedua hal tersebut menjadikan masyarakat melaksanakan kontrol
sosial, sehingga mereka saling mengingatkan dalam hal kebajikan, serta mencegah
terjadinya pelanggaran.[4]
Masalah
Maslahat dan Mafsadat
Tujuan melaksanakan amar ma’ruf dan
nahi mungkar adalah menghasilkan berbagai kemaslahatan dan menghilangkan
berbagai mafsadat, bahkan para Rasul
yang mulia diutus untuk mewujudkan berbagai kemaslahatan dan menyempurnakannya
dan mengurangi mafsadat serta melenyapkannya.
Oleh karena itu bila seorang Muslim
mengetahui bahwa amar ma’ruf dan nahi munkar
yang dilakukannya itu dalam suatu kondisi akan mengakibatkan mafsadat,
maka dalam kondisi yang demikian itu amar ma’aruf dan nahi munkar terlarang.
Diantara yang telah diriwayatkan
dalam masalah ini bahwa syaikhul islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, bersama
sebagian murid-muridnya pulang dari Dimasyq (Damaskus). Dalam perjalanannya
mereka melewati orang – orang Tatar yang sedang minum khamr. Melihat yang
demikian sebagai murid – muridnya ingin melakukan nahi mungkar kepada mereka,
namun Ibnu Taimiyah mengatakan: “Biarkan mereka”. Kemudian
murid-muridnya mengatakan: “Kita tiggalkan mereka diatas kemungkaran
tersebut ?”. “Ya”, jawab Ibnu Taimiyah. Kemudian dia melanjutkan
perkataannya: “Sesungguhnya mereka itu seandainya sadar dari mabuknya pasti
akan memasuki Damascus, kemudian akan melakukan pemerkosaan, perampokan, dan
pembunuhan”.
Hampir tidak ada di dunia ini
kemaslahatan saja, atau mafsadat saja. Masalahnya berimbang, apabila
kemaslahatan yang lebih menonjol dilestarikan, apabila mafsadat yang lebih
menonjol ditolak.
Mulailah dari kemungkinan yang besar
sebelum yang kecil, dan biarkanlah kemungkaran, yang bila dicegah akan
menimbulkan kemungkaran yang lebih besar. Inilah yang sesuai dengan maksud
syara’ dan akal, karena maksud dari keduanya adalah menghasilkan kebaikan yang
paling baik dan menolak kejahtan yang paling jahat.
Nahi
mungkar secara rahasia dan terang – terangan:
Di antara yang berkaitan dengan
masakah yang maslahat dan mafsadat adalah masalah rahasia dan terang – terangan
dalam nahi mungkar. Memilih salah satu dari dua cara tersebut berkaitan erat
dengan masalah maslahat dan mafsadat. Terkadang maslahat di dalam nahi mungkar
secara terang – terangan, dan terkadang terdapat didalam nahi mungkar secara
rahasia. Apabila pelaku kemungkaran
melakukan kemungkarannya secara terang- terangan. Dan apabila
kemungkaran dilakukan secara pribadi, atau dikhawatirkan pula menimbulkan
kemungkaran yang lebih besar bila dilakukan secara terang – terangan, maka
kemaslahatan terdapat didalam cara yang rahasia.
Mengenai kisah salafus shaleh
–ridwanallah alaihim- yang melakukan nahi mungkar secara terang–terangan banyak
sekali, karena mereka adanya kemaslahatan dalam cara tersebut.
Diantaranya adalah apa yang terdapat
di dalam shahihain, di mana Abu Sa’id Al Khudri pada hari raya keluar bersama
Marwan bin Al Hakam menuju tempat shalat Abi Sa’id berkata: Ketika kami telah
tiba ditempat shalat dimana disana ada sebuah mimbar yang di buat oleh Katsir
bin Solt, tiba – tiba Marwan ingin naik mimbar sebuah shalat dilakukan.
Kemudian ketarik bajunya, dan diapun menarikku, akhirnya dia naik dan
berkhutbah sebelum shalat. Lalu saya katakan kepadanya:
“Demi
Allah, anda telah berubah”. Dia
mengatakan: “Wabai Aba Sa’id, sungguh telah lenyap apa yang anda ketahui”.
Lalu saya katakana: “Demi Allah apa yang saya ketahui lebih baik dari apa
yang saya tidak ketahui”. (Bukhari 913 : Msulim 889).
Kedua kalinya Marwan keluar menuju
tempat shalat ‘led, kemudian berkhutbah sebelum shalat. Kemudian salah seorang
berdiri dan mengatakan:
“Shalat
dilakukan sebelum khutbah”. Lalu Marwan mengatakan: “Telah ditinggalkan
yang demikian”. (diriwayatkan oleh Muslim 49).
Demikianlah dia melakukan nahi
mungkar kepada Marwan secara terang – terangan, karena Marwan melakukan kemungkaran
secara terang – terangan, dan seorang yang melakukan nahi mungkar tersebut
termasuk orang orang yang terpandang, dan Marwan sendiri pernah dilarang oleh
Abu Sa’id namun tetep terus mengerjakannya. –Wallahu a’lam-.
Berapa banyak nahi mungkar yang
telah dilakukan oleh Amirul ma’minim Umar bin Khatab. Barang kali diantara
kasih yang paling benar dalam hal ini adalah apa yang diriwayatkan oleh
Syaikhan bahwasannya disaat terjadi pertentangan antara Umar bin Khatab dengan
seorang sahabat, Ubai bin Ka’ab berkata kepada Umar: “Wahai Ibnul Khatab,
janganlah anda menjadi azab bagi para sahabat Muhammad saw”.
Ketika Utsman bin Affan Radliyallahu
anhu melarang haji tamattu’ (yaitu menggabungkan antara umarah dan haji), Ali
bin Abi Thalib berkata: “Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah, aku
datang memenuhi panggilan-Mu untuk melakukan haji tamttu”. Kemudian
dikatakan kepadanya mengenai hal tersebut dia berkata: “Saya ingin
menjelaskan kepada manusia apa yang Utsaman perintahkan kepada kita
bertentangan dengan sunnah Nabi saw”. (diriwayatkan oleh Bukhari 1563)
Muawiyah Radliyallahu anhu pernah
menyentuh semua sudut ka’bah, tidak cukup dengan sudut Yamani dan hajar aswad
saja (didalam melakukan thawaf), kemudian Ibnu Abbas melakukan nahi mungkar
kepadanya – Sekalipun Mu’awiyah sebagai amir -, kemudian Mu.awiyah berkata: “Tidak
ada suatupun dari kita ka’bah yang ditingalkan”. Kemudian Ibnu Abbas
mengatakan:
“Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu” (Al
Ahzab: 21), dan Rasulullah saw. tidak menyentuh selain dua sudut: sudut
yamani dan hajar aswad”. (diriwayatkan oleh Bukhari 1608, Muslim 1269;
Tirmidzi 858; Ahmad I 332,372).
Demikianlah orang-orang salaf
melakukan nahi mungkar secara terang-terangan dan tidak secara tersembunyi,
disaat mereka terang-terangan dan kemaslahatan ada dalam hal tersebut.
Diantara
kesalahan-kesalahan manusia dalam masalah maslahah mafsadat
Sesungguhnya kejahilan mayoritas manusia
terhadap prinsip membandingkan dua tarjih antara maslahat dan mafsadat telah
menjrumuskan mereka didalam kesalahan-kesalahan yang besar.
Barangkali karena lemahnya pandangan,
akhirnya mencela orang lain yang melakukan perbuatan yang lebih minim. Atau
karena mereka lebih mengutamakan apa yang dia sangka sebagai keselamatan dan
wara’, hal ini karena lemahnya pengetahuan mereka. Dan jika tidak demikian,
maka wara’ itu tidak hanya meninggalkan sesuatu yang menyerupai haram atau yang
makruh, akan tetapi termasuk juga adalah melakukan perbuatan yang menyerupai
yang mustahab atau yang wajib.
Diantara kesalahan-kesalahan yang muncul
di jaman kita sekarang ini adalah:
1. Mendakwahkan untuk keselamatan diri
sendiri, dan takut terhadap fitnah, dengan menjauhi tempat-tempat kemungkaran
sekalipun mereka mampuuntuk mendatanginya dan melakukan nahi mungkar kepada
pelakunya. Yang demikian ini karena mereka khawatir debu-debu kemungkaran
tersebut sampai kepada dirinya, atau khawatir krgrlapan kemungkaran-kemungkaran
tersebut menyelimuti hatinya.
2. Diantara kesalahan-kesalahan juga adalah
apa yang terdapat pada para penuntut ilmu dan para da’i dijaman sekarang ini
yautu tidsk mau melakukan perbuatan-perbuatan yang didalamnya mengandung
kemaslahatan umum,dan menghindar tidak mau mengajar memberikan bimbingan atau
memimpin karena tidak berambisi terhadap popularitas dan kedudukan.[5]
BAB III
PENUTUP
A.
Keseimpulan
Ma’ruf
diambil dari kata ma’rifah secara syar’i ma’ruf artinya adalah segala sesuatu
yang dicintai oleh Allah Swt. Mungkar adalah lawan kata dari ma’ruf, dan secara
syar’i makanya adalah : segala sesuatu yang dikenal keburukannya secara syar’i
dan akal, seperti maksiat kenapa Allah Swt, dan zalim terhadap hamba-hambaNya.
Ayat ini
menceritakan umat Nabi Muhammad saw. dan memujikan umat Muhammad dibawah
kepemimpinan Nabinya. Setelah mereka mulai mendapat kedudukan yang kokoh di
Madinah.
Diantara
kesalahan-kesalahan manusia dalam masalah maslahah mafsadat
1. Mendakwahkan untuk keselamatan diri
sendiri, dan takut terhadap fitnah, dengan menjauhi tempat-tempat kemungkaran
sekalipun mereka mampu untuk mendatanginya dan melakukan nahi mungkar kepada
pelakunya.
2. Diantara kesalahan-kesalahan juga
adalah apa yang terdapat pada para penuntut ilmu dan para da’i dijaman sekarang
ini yautu tidsk mau melakukan perbuatan-perbuatan yang didalamnya mengandung
kemaslahatan umum,dan menghindar.
B. Saran-saran
Dengan
membaca makalah ini penulis berharap agar pembaca bisa lebih memahami isi dari
makalah ini dan tahu apa makna dari isi makalah ini. Pembaca agar bisa mengerti tentang hakikat amar ma"ruf
nahi mungkar,dalil yang mendasarinya dan juga maslahat mafsadat.
Demikianlah
makalah yang kami buat, apabila ada kesalahan baik dalam penulisan ataupun
pembahasan serta penjelasan yang kurang jelas, kami mohon maaf. Dan semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Kami ucapkan terima kasih.
[1] Salman Al-Audah, Amar
Ma’ruf Nahi Mungkar, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1993), hlm. 11-15
[2]Ahmad Mustafa Al-Maraghi,
Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1993), hlm. 209-210
[3] Prof. Dr. Hamka, Tafsir
Al-Azzhar, (Surabaya: Yayasan Latimojong,1981), hlm.214-216
[5] Salman Al-Audah, Amar
Ma’ruf Nahi Mungkar, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1993), hlm. 82-84
Tidak ada komentar:
Posting Komentar