Lailalis Fitriani
2021 111 289
SETITIK NILA DI KAMPUS TERCINTA
Sepintas jika kita mendengar tentang Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pekalongan pastilah yang tersirat adalah segala sesuatu yang kental akan syarat agama islam, mulai dari mata kuliah yang diajarkan, sikap, tutur kata, etika dan sopan santun, sampai peraturan tentang cara berpakaian pastilah dituntut harus sesuai dengan syariat islam. Karena memang itu yang menjadi misi utama adanya STAIN Pekalongan yang ingin mengembangkan kualitas keilmuan dan kepribadian yang bernafaskan nilai-nilai islami serta mempunyai kepedulian tuntutan kebutuhan lokal dan tantangan global. Meski begitu ternyata tidak semua mahasiswa STAIN bersedia mematuhi aturan yang dibuat, bahkan mayoritas cenderung sengaja melanggar.
Optimisme penegakan moral di lingkungan kampus STAIN sering tidak disertai adanya kesadaran dari mahasiswa untuk merubah akhlaknya menjadi lebih baik. Hal ini menimbulkan kegelisahan dari berbagai pihak, seperti: Keresahan masyarakat sekitar kampus akibat ulah mahasiswa tak beretika yang naik motor ugal-ugalan di kawasan ramai penduduk. Hal itu menimbulkan ekses negatif dimata masyarakat, yang seharusnya mahasiswa STAIN itu bisa menjaga kelakuan baik, tapi ini malah bertingkah brutal dan tak pantas ditiru.
Selain itu, kegelisahan juga dirasakan oleh dosen, karyawan, serta mahasiswa STAIN termasuk saya, dimana mayoritas mahasiswa tidak memanfaatkan sarana dan prasarana kampus sesuai dengan fungsinya, seperti MUSKAM (Musholla Kampus). Mayoritas mahasiswa menggunakan musholla kampus bukan untuk melaksanakan sholat berjamaah melainkan untuk ajang temuan lawan jenis atau sekedar grumung-grumung dengan teman.
Banyak juga mahasiswa lawan jenis yang bukan muhrim saling berboncengan baik didalam maupun diluar area kampus, padahal semua itu sangat jelas dilarang dalam agama islam tetapi hal tersebut seolah sudah menjadi kebiasaan yang tak lagi dihiraukan madharatnya. Semuanya sudah terbiasa dengan peristiwa tersebut sehingga banyak mahasiswa melakukannya secara bebas.
Tidak jauh berbeda, kegelisahan juga sangat saya rasakan kala masih banyak mahasiswa STAIN Pekalongan terutama yang putri memakai pakaian yang tidak sesuai dengan peraturan, seperti memakai pakaian ketat (press body) yang bisa menimbulkan syahwat bagi lawan jenis. Padahal kita semua mengetahui bahwa dalam peraturan kampus STAIN sudah disebutkan ketentuan berpakaian bagi putri untuk memakai pakaian yang sopan (muslimah), berkerudung, serta menutup aurat, sedang untuk laki-laki memakai pakaian yang sopan dan dilarang memakai pakaian dengan bahan jins. Hal tersebut sudah termaktub secara jelas, tetapi masih banyak mahasiswa yang melanggar. Semua ini tidak mutlak kesalahan mahasiswa melainkan aparatur keamanan kampus dan dosen juga sangat berperan dalam terlaksananya peraturan tersebut. Benarkah demikian? Ya, karena seorang dosen sah saja bila mengeluarkan mahasiswanya dari kelas akibat tidak mematuhi peraturan berbusana. Selain itu aparatur keamanan kampus juga berwenang untuk memberikan sanksi tegas seperti melarang mahasiswa berkeliaran di lingkungan kampus dengan busana yang tidak sesuai peraturan atau menyuruhnya pulang dan mengganti busana mereka agar sesuai dengan peraturan, karena memang sudah menjadi tugas aparatur keamanan kampus untuk menertibkan mahasiswa dari segi perilaku, busana, dan berbagai hal demi terciptanya keamanan serta ketertiban agar visi dan misi STAIN bisa berjalan dengan sukses.
Begitulah huforia dalam kampus tercinta. Usaha yang dibangun dengan susah payah oleh pendiri STAIN dan mahasiswa terdahulu untuk menciptakan image positif bernafaskan islami bagi kampus STAIN terancam pupus oleh perilaku mahasiswa yang sudah terpengaruh oleh trend westernisasi baik dari segi busana maupun perilaku. Sungguh miris jika kita tengok kebelakang dimana dahulu Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri sangat disanjung dan dibanggakan oleh masyarakat luas karena berhasil menciptakan generasi muslim muslimah yang berwawasan luas serta mempunyai kecerdasan intelektual, tetapi sekarang telah mengalami perubahan yang fundamental, dimana saat ini nilai-nilai keislaman sudah jarang terlihat pada diri mahasiswa STAIN Pekalongan, sehingga orang tidak bisa lagi menciri khaskan siapa yang menjadi mahasiswa STAIN Pekalongan karena sudah tidak ada pembeda antara mahasiswa dari STAIN dengan mahasiswa dari Universitas lain. Semuanya terasa sama karena busana dan perilaku diantara mereka sama, seperti pepatah mengatakan “akibat nila setitik rusaklah susu sebelanga”, akibat perilaku mahasiswa yang masih menjalani tahap pencarian jati diri yang tidak mencerminkan nilai-nilai islami akhirnya jeleklah sudah nama STAIN Pekalongan sehinggga usaha pembentukan image baik oleh pendahulu-pendahulu kita pun sia-sia.
Alangkah sangat dinantikan supaya mahasiswa STAIN Pekalongan bisa menunjukkan perubahan kearah yang lebih baik dari segi tutur kata, sikap, dan tingkah laku walaupun hal tersebut terjadi secara bertahap, karena dari situlah perubahan total akan terwujud. Sehingga nama baik STAIN Pekalongan yang mengusung nilai keislaman pun akan kembali pulih seperti sediakala dan masyarakat juga kembali percaya terhadap kualitas serta kuantitas dari mahasiswa lulusan kampus STAIN Pekalongan.
Terlepas dari potret negatif sebagai mahasiswa islam, saya dan sebagian mahasiswa lain juga belum bisa mempraktikkan secara keseluruhan dari ajaran-ajaran islam dalam keseharian dengan baik dan benar, kami juga belum bisa menjadi sosok yang pantas menjadi panutan bagi masyarakat, tetapi kami masih terus berusaha untuk bisa mencapai pada tahap itu dengan senantiasa memperbaiki tutur kata dan perilaku dalam segi apapun serta dalam keadaan bagaimanapun agar bisa menjadi pribadi yang mempunyai akhlakul karimah serta bisa mendayagunakan kearifan lokal di lingkungan masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar