Laman

new post

zzz

Jumat, 09 Maret 2012

D52. Dewi Shofiana, 25: SUNNAH SUMBER ILMU PENGETAHUAN


SUNNAH
SUMBER ILMU PENGETAHUAN

Disusun guna memenuhi tugas: 
Mata Kuliah :  Hadits Tarbawi II
Dosen Pengampu : Muhammad Hufron, M.S.I





Disusun Oleh :
DEWI SHOFIANA
2021110164
KELAS D



JURUSAN TARBIYAH (PAI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2012
BAB I
PENDAHULUAN


Hadits atau sering disebut juga sebagai sunnah merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an. Kedudukan yang sangat penting ini membuat kita kaum muslim sudah selayaknya mempelajarinya. Dengan memahami dan mengamalkan apa yang ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah akan membuat hidup kita berjalan pada arah yang benar. Sehingga fungsi Al-Qur’an dan Hadits ini sebagai petunjuk bagi manusia.
Selain berfungsi sebagai sumber hukum dan petunjuk bagi manusia, Al-Qur’an dan Sunnah memiliki fungsi sebagai sumber ilmu pengetahuan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya ayat dan hadits yang menjadi referensi dan inspirasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Jadi, penelaahan dan pembahasan terhadap hadits harus dilakukan secara hati-hati dan mendalam, termasuk menelusuri perowinya, karena banyak sekali hadits dhoif dan hadits palsu yang keberadaannya justru dapat menyesatkan.
Mengacu pada hal tersebut, disini kita akan membahas sebuah hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Irbadh bin Suriyah. Hadits ini membahas mengenai kemarahan Rasulullah saat ada salah satu tokoh kaum kafir di Khaibar, saat beliau berkunjung kesana setelah perang selesai. Selain itu, hadits ini memberikan tambahan pengetahuan yang menegaskan bahwa Rasulullah tidak pernah memberikan perintah atau melarang suatu perkara tanpa ada dasarnya di dalam Al-Qur’an.
           






BAB II
PEMBAHASAN


A.      MATERI HADITS
عن العر باض بن سارية السلمي قال : (نزلنا مع النبي صلى الله عليه وسلم خيبر ومعه من معه من اصحابه وكان صاحب خيبررجلا ماردا منكرا فاقبل الي النبي صلي الله عليه وسلم فقال يا محمد الكم ان تذبحوا حمرنا وتاءكلوا ثمرنا وتضربوا نساءنا فغضب يعني النبيي صلي الله عليه وسلم وقال يا ابن عوف اركب فرسك ثم ناد الا ان الجنة لا تحل الا لمؤمن وان اجتمعوا للصلاة قال فاجتمعوا ثم صلى بهم النبي صلى الله عليه وسلم ثم قام فقال ايحسب احدكم متكئا على اريكته قد يظن ان الله لم يحرم شيئا الا ما في هذا القران الا واني والله قد وعظت وامرت ونهبت عن اشياء انها لمثل القران اواكثر وان الله عز وجل لم يحل لكم ان تدخلوا بيوت اهل الكتاب الا باذن ولا ضرب نسا ئهم ولا اكل ثمارهم اذا اعطوكم الذي عليهم ) 

B.       TERJEMAHAN
Dari Irbadh bin Suriyah Assulamy r.a, dia berkata : Kami pergi ke Khaibar, Beliau disertai sahabat yang menyertainya. Tokoh khaibar adalah seorang laki-laki durhaka yang cerdik. Dia datang menghadap Nabi SAW. Berkata “ wahai Muhammad, apakah kalian hendak menyembelih keledai kami, memakan buah-buah kami dan memukuli kaum wanita kami?”. Mendengar itu Nabi SAW marah dan bersabda : “Wahai Ibnu Auf, naikilah kudamu lalu berserulah : sesungguhnya surga tidak halal, kecuali untuk orang mukmin. Dan hendaklah kamu berkumpul untuk sholat!”, kata Irbadh : maka mereka berkumpul, kemudian nabi SAW mengerjakan shalat bersama mereka, lalu berdiri : setelah itu beliau bersabda: “Apakah seorang diantara kamu mengira, seraya duduk-duduk diatas singgasana, bahwa Allah tidak pernah mengharamkan sesuatu kecuali yang terdapat di dalam Al-Qur’an ini ? ketahuilah, demi Allah, sesungguhnya aku telah memerintahkan dan memberi peringatan, dan aku melarang beberapa perkara!, sesungguhnya hal itu seperti Al-Qur’an, atau lebih banyak. Dan sesungguhnya Allah Azza Wa Jala belum pernah menghalalkan untuk kamu memasuki rumah-rumah ahlul kitab, kecuali dengan meminta izin. Tidak pula memukul kaum wanita mereka, dan tidak pula memakan buah-buahan mereka, apabila mereka telah memberi kewajiban mereka kepadamu (berupa upeti)”.[1]

C.      MUFRODAT
kami pergi
:
نزلنا
laki-laki durhaka yang cerdik

رجلا ماردا منكرا
menyembelih keledai kami

تذبحوا حمرنا
memakan buah-buah kami
:
وتاءكلوا ثمرنا
memukuli kaum wanita kami
:
وتضربوا نساءنا
marah
:
فغضب
naikilah kudamu
:
اركب فرسك
lalu berserulah

ثم ناد
berkumpul untuk sholat
:
وان اجتمعوا للصلاة
Apakah seorang diantara kamu mengira
:
ايحسب احدكم متكئا
memerintahkan dan memberi peringatan, dan aku melarang beberapa perkara
:
وعظت وامرت ونهبت عن اشياء
kewajiban mereka

اعطوكم




D.      BIOGRAFI PEROWI
Abu Tujaih Al-Irbadh bin Suriyah
     Dia adalah sahabat dari kalangan ahli Suffah. Julukan beliau adalah Abu Najih. Sedangkan periwayat dari beliau diantaranya Abdurrahman Bin Amr, Jubair Bin Nufair, Kholid Bin Ma’bad dan lain-lain[2]. Dia merupakan salah satu sebab turunnya ayat :
Ÿwur n?tã šúïÏ%©!$# #sŒÎ) !$tB x8öqs?r& óOßgn=ÏJóstGÏ9 |Mù=è% Iw ßÅ_r& !$tB öNà6è=ÏH÷qr& Ïmøn=tã (#q©9uqs? óOßgãZãôãr&¨r âÙÏÿs? z`ÏB ÆìøB¤$!$# $ºRtym žwr& (#rßÅgs $tB tbqà)ÏÿZムÇÒËÈ  
Dan tiada (pula) berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu." lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan “.
Dia adalah sahabat yang sering menangis yang menginginkan untuk berjihad dan berperang bersama Rasulullah dalam perak Tabuk, perang yang sangat sulit. Rasulullah tidak memiliki perbekalan untuk memberangkatkannya, maka mereka keluar sambil menangis. Al-Irbadh generasi terdahulu dari orang yang masuk Islam. Dia berkata bahwa dia orang keempat yang masuk Islam. Pernah singgah di Syam lalu tinggal di Hamsh dan meninggal disana tahun 75 H.[3] Al-Irbadh meninggal saat fitnah Ibnu Az-Zubair muncul.

E.       KETERANGAN HADITS
Hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Al-Irbadh bin Suriyah tersebut masuk dalam bab hadits ta’syir ahli dhimmah, yaitu hadits yang membahas mengenai perlakuan yang harus diberikan kepada kaum non muslim yang telah berada di bawah kekuasaan negara muslim. Hal ini dapat dilihat pada hadits yang didalamnya menceritakan pada saat Rasulullah pergi ke Khaibar dan disana ia bertemu salah seorang laki-laki. Laki-laki tersebut mengira bahwa kedatangan Rasulullah untuk menyembelih keledai, memakan buah-buahan dan memukuli kaum wanita. Mendengar hal tersebut nabi Muhammad marah karena kedatangan beliau tidak ada maksud untuk itu. Beliau menjelaskan bahwa Beliau tidak pernah mengharamkan sesuatu kecuali yang sudah ada di dalam Al-Qur’an. Segala sesuatu, baik itu perintah, peringatan maupun larangan telah diatur dalam Al-Qur’an, termasuk memasuki rumah ahli kitab tanpa izin, memakan buah-buahan mereka dan memukul kaum wanita mereka apabila mereka telah memberi kewajiban (berupa upeti/jizyah).
 Berkaitan dengan ahli dzimmah ini ada beberapa hukum yang berkaitan dengan keberadaaan mereka. Kaum dzimmi atau ahli dzimmah ini diawali dengan adanya ‘aqad adz-dzimah yaitu sebuah perjanjian keamanan, dimana adz-dzimmah sendiri berarti aman. ‘aqad dzimmah adalah bahwa hakim atau wakilnya mengakui sebagian ahlul kitab atau lainnya dari orang-orang kafir atas kekafirannya dengan dua syarat, yaitu :
1.         Bahwa mereka mereka mengikuti hukum islam secara umum
2.         Bahwa mereka membayar jizyah
Aqad ini berlangsung bagi orang yang menandatangani sepanjang hidupnya dan berlaku juga bagi keturunannya, artinya tidak terbatas waktunya sebelum ada sebab yang menghapuskannya. Diantara yang membatalkan perjanjian ini diantaranya tidak mau mengeluarkan jizyah, melakukan pembangkangan terhadap hukum Islam atau jika ia telah masuk Islam. Apabila aqad ini telah berlangsung, maka dengan sendirinya haram hukumnya memerangi mereka, wajib memelihara harta mereka, menjaga kehormatan, menjamin kemerdekaan dan tidak menyakiti mereka. Sedangkan hukum yang berlaku bagi mereka ada dua aspek, yaitu mu’amalah dalam keuangan, dimana mereka tidak boleh menggunakan harta mereka ke jalan yang tidak diperbolehkan Islam, seperti aqad riba dan sebagainya. Aspek kedua adalah ‘uqubat (sangsi) yang telah ditetapkan dari dan untuk mereka, manakala mereka melakukan pelanggaran hukum, maka dijalankan sanksi (hudud).
Jizyah berasal dari kata jaza, yaitu sejumlah uang yang terpikul pada pundak orang yang berada di bawah tanggungan kaum muslimin dan melakukan perjanjian dengan mereka (muslimin) dari ahlul kitab. Islam mewajibkan jizyah bagi kaum dzimmi sejalan dengan kewajiban zakat bagi kaum muslimin, sehingga kedudukannya sejajar. Karena kewajiban ini telah ditunaikan, maka kaum muslimin harus melindungi mereka.
Dalam pengambilan jizyah ini tidak sembarangan, harus disesuaikan dengan kondisi kaum dzimmi tersebut. Syarat pemungutannya adalah merdeka, adil dan rahmah. Oleh karena itu, yang dapat ditarik adalah laki-laki, mukallah (sudah baligh), dan merdeka. Untuk besarnya pemungutan ada aturan tersendiri, yang pada intinya tidak memberatkan kaum dzimmi.
Selain membahas masalah perlakuan terhadap ahli dzimmah, pada hadits tersebut juga ditegaskan bahwa Rasulullah tidak pernah memberikan perintah atau melarang suatu perkara kepada kaumnya kecuali sudah ada dasarnya di dalam Al-Qur’an. Jadi, tidak mungkin apabila Nabi memberikan instruksi kepada sahabat ataupun kaumnya untuk melakukan sesuatu perkara yang bertentangan. Dengan adanya ketegasan tersebut, Rasulullah berusaha memberikan peringatan kepada kaum muslim untuk menjalankan ibadah atau meninggalkan perkara yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Hadits, artinya jangan sampai terjebak pada bid’ah yang justru dapat menyesatkan.
 Beliau juga menegaskan bahwa balasan surga hanya dikhususkan bagi orang mukmin. Taraf mukmin ini bukanlah suatu hal yang mudah di dapatkan, melainkan memerlukan ketaatan untuk menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya. Dengan demikian, dapat memberikan motivasi bagi kaum muslim untuk terus memperbaiki diri dan berlomba-lomba dalam kebaikan.

F.       ASPEK TARBAWI
Terdapat beberapa aspek tarbawi yang dapat diambil dari hadits ini, diantaranya :
1.    Perlindungan terhadap kaum dzimmi
Dengan adanya perlindungan terhadap kaum dzimmi yang telah melakukan kewajibannya, maka tidak ada alasan untuk memerangi dan memusuhi mereka. Hal ini mengajarkan pada kita akan pentingnya pengakuan dan perlindungan akan hak-hak warga negara tanpa membedakan agama, termasuk kaum kafir selama mereka juga mentaati hukum Islam. Toleransi ini sangat diperlukan agar kehidupan masyarakat menjadi aman dan damai. Perlindungan dan kesamaan hak-hak asasi seperti ini saat ini digembor-gemborkan di beberapa negara, karena dengan adanya jaminan terhadap hak asasi manusia inilah kesejahteraan dan kemajuan bangsa dapat terwujud.
2.    Surga sebagai balasan bagi kaum mukmin
Surga yang merupakan suatu kenikmatan di akhirat diberikan oleh Allah SWT. khusus kepada orang mukmin. Kenikmatan ini dapat menjadi pemicu bagi kaum muslim untuk terus menjalankan perintah dan menjauhi larangan sebagaimana yang telah disyariatkan. Untuk mencapai predikat mukmin sejati selain diperlukan ketaatan juga diperlukan kegigihan untuk terus mendalami ilmu agama karena dengan ilmu inilah ia bisa memahami tentang apa-apa yang diperintahkan dan apa yang dilarang kepadanya. Ilmu ini dapat diperoleh dengan mengkaji dan memahami Al-Qur’an dan Hadits yang merupakan sumber ilmu agama utama bagi kaum muslim.
3.    Fungsi Al-Qur’an sebagai petunjuk dan sumber ilmu pengetahuan
Al-Qur’an yang merupakan salah satu mukjizat yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW mengandung beberapa hal yang berkaitan dengan perintah dan larangan. Sehingga setiap tindak tanduk ataupun amalan ibadah yang kita lakukan seharusnya mengacu pada Al-Qur’an agar tidak tersesat. Dengan tambahan Hadits atau sunnah diharapkan mampu menjadi pedoman hidup seorang muslim dan mukmin. Dengan sumber hukum dan petunjuk yang berupa Al-Qur’an dan Hadits ini, diharapkan kita tidak terjebak pada perbuatan bid’ah (amalan baru yang tidak ada contoh dan syariatnya dari Nabi atau sahabat) yang justru akan menyesatkan.
Selain itu, Al-Qur’an dan Hadits merupakan sumber ilmu pengetahuan yang dapat digunakan sebagai bekal manusia untuk hidup didunia dan menyiapkan kehidupan di akhirat. Dari sini menunjukkan bahwa Al-Qur’an dan hadits menjadi media tarbiyah yang lengkap bagi umat yang berlaku universal hingga akhir zaman.


























BAB III
PENUTUP


Dari pembahasan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa kita sebagai seorang muslim hendaknya berlaku baik terhadap kaum ahli dzimmah yang telah menunaikan kewajibannya. Kita dilarang untuk merampas apa yang menjadi miliknya dan melakukan kekerasan selama mereka telah melakukan perjanjian untuk tunduk di bawah kekuasaan Islam. Selain itu, Hadits tersebut memberikan penegasan bagi kita kaum muslim bahwa semua ibadah, yang berupa perintah dan larangan harus berdasar pada Al-Qur’an. Al-Qur’an merupakan sumber hukum dan ilmu yang berlaku universal hingga akhir zaman, sehingga Al-Qur’an merupakan media tarbiyah sangat perlu dikaji dan dipelajari kaum muslim.
Sebagai seorang muslim, sudah selayaknya kita bertoleransi kepada umat yang lain sebagaimana dicontohkan Rasulullah. Kita juga seharusnya mempelajari dan menggali apa yang ada dalam Al-Qur’an dan Hadits sebagai dasar amal ibadah dan perbuatan kita dalam kehidupan sehari-hari. Al-Qur’an dan hadits harus menjadi sarana tarbiyah (pembelajaran) utama bagi kita sebagai bekal kehidupan kita di dunia dan akhirat kelak.












DAFTAR PUSTAKA


Al-Bughra, Musthafa Dreb dan Syaikh Muhyiddin Mistu. 2008. Al-Wafi Syarah Hadits Arba’in Imam An-Nawawi. Jakarta : Pustaka Al-Kautsar
Arifin, Bey dkk. 1992. Tarjamah sunan Abi daud. Cet. 1. Semarang : CV. Asy-Syifa
Sabiq, Sayyid. 1987. Fikih Sunnah, Bandung : PT. Al-Ma’arif bandung


[1]        Tarjamah sunan Abi daud, penerjemah H. Bey Arifin, dkk. Cet. 1, 1992, Semarang : CV. Asy-Syifa, hlm 673-675
[3]        Al-Wafi Syarah Hadits Arba’in Imam An-Nawawi, Dr. Musthafa dreb Al-Bugha Syaikh Muhyiddin Mistu, 2008, Jakarta : Pustaka Al-Kautsar

23 komentar:

  1. Nama : Himatul hidayah
    Nim : 2021110174
    Kelas : D
    Bagaimana jika seseorang beribadah dikarenakan syurga bukan mencri Ridho Allah SWT semata?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dalam beribadah dan beramal memang yang lebih utama adalah meniatkan hanya kepada Allah dan mencari ridho-Nya, karena dengan ridho Allah lah kelak surga itu akan diberikan kepada orang mukmin dan hamba yang dikehendaki-Nya. Meskipun demikian, beribadah karena mengharap surga itu bukanlah suatu kesalahan, karena Allah sendirilah yang menjanjikan surga sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an dan disebutkan lebih dari 100 kali, misalnya :. Berlomba-lombalah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. (QS. Al-Hadid: 21). Jadi, ketika seseorang yang awalnya beribadah karena mengharap surga itu tidak apa-apa, karena apabila ibadah itu telah dilakukannya secara kontinyu dan konsisten, maka orang tersebut akan semakin menyadari bahwa ibadah itu adalah kewajibannya dan bukti kesyukurannya pada Allah. Setelah orang tersebut merasakan kenikmatan dalam beribadah, maka keikhlasan itu akan timbul dengan sendirinya. Karena pada dasarnya, harap (Roja’) dan takut (Khouf) itu tidak bertentangan dengan keikhlasan, sebagaimana tercantum dalam ayat berikut : Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas (QS. Al Anbiya : 85).

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Nama : Iman Nugroho
    NIM 2021110184
    KELAS : D
    bagamaimana menurut pandanag anda jika kita beribadah karena janji Allah bukan karena dzatnya.... misal sadakah... yang kan dilipatkan hingga 70.000 persen oleh Allah, misalkan kita niatkan untuk nabung sama Allah, bukan karena iklas karena dzatnya.... terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pada dasarnya beramal dan beribadah itu kita niatkan hanya karena Allah dan penjelasannya dapat dilihat di atas. Ketika seseorang beribadah menginginkan balasan di dunia, sebagaimana yang Anda contohkan tentang sedekah, itu akan kembali pada niat awalnya, misalnya setelah mendapat hasil yang berlipat itu akan digunakan untuk apa dan bagaimana kadar manfaat dan mudharatnya. Karena ketika manusia terlena dengan kenikmatan semu seperti ini dia akan lupa akan tujuan utama dalam beribadah. Meskipun demikian, meminta sesuatu kepada Allah itu tidaklah bertentangan, sebagaimana tercantum dalam beberapa ayat Al-Qur’an, misalnya : Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan (QS. Al Fatihah : 5), Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran (QS. Al Baqarah : 186)

      Hapus
  4. NAMA : IFADA ROUDHOTUL CHUSNA
    NIM : 2021110173
    KELAS: D

    jelaskan Mengapa syarat pemungutan jizah hanya diperuntukan untuk laki-laki saja?
    padahal kewajiban jizah dan kewajiban zakat kedudukannya disejajarkan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. Menurut hukum dasar dari penarikan jizyah memang hanya diperuntukkan untuk laki-laki. Hal ini berdasarkan hadits, Dari Mu’adz bin Jabal, ia berkata: Nabi saw. mengutus saya ke Yaman, dan ia memerintahkan saya agar mengambil dari setiap orang dewasa satu dinar atau seharga itu dari kain Ma’afiri. Dikeluarkan oleh Tiga ahli hadits dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan Hakim. Tirmidzi berkata ini hadis hasan. Oleh karena itu, ulama fikih sepakat menyatakan bahwa orang non muslim yang diwajibkan membayar jizyah itu adalah yang memenuhi 3 persyaratan: 1) laki-laki, 2) baligh, 3) merdeka. Dengan demikian tidak dipungut jizyah dari wanita, anak kecil yang belum baligh, orang gila dan budak. Meskipun demikian, kita harus memperhatikan bahwa kewajiban jizyah ini berlaku jika non muslim berada dalam negeri atau pemerintah Islam.

      Hapus
  5. Nama : Taufiq Kurniawan
    NIM : 2021110181
    dari hadits diatas, mana yang menerangkan sunnah sebagia sumber ilmu pengetahuan???

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sunnah sendiri secara bahasa artinya cara atau metode ( lebih ditekankan pada perbuatan) dan sunnah itu bersifat khusus pada perbuatan nabi. Berarti dari terjemahan hadits dapat kita lihat pada kalimat, “Kemudian Nabi SAW mengerjakan sholah bersama mereka”, mungkin itu bisa dikatakan sebagai sumber ilmu pengetahuan, dimana ilmu pengetahuan itu dijadikan rujukan bagi kaumnya ketika menghadapi situasi dan kondisi yang sama.

      Hapus
  6. NAMA: SUCI WIDIATMI
    NIM: 2021110187
    KELAS: D

    Pada zaman sekarang ini,Hadis ataupun sunah jarang sekali dikaji/diperdalam dalam kehidupan sekarang ini. Karena semakin banyak buku-buku yang berisi tentang pengetahuan yang sangat modern.
    Bagaimana cara kita memanfaatkan sunah /hadis sebagai sumber ilmu pengetahuan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cara kita memanfaatkan sunnah atau hadits sebagai sumber ilmu pengetahuan adalah dengan mengkaji dan mempelajarinya. Hal ini dikarenakan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Dengan mengkaji lebih dalam, bukan tidak mungkin kita akan menemukan jawaban atas fenomena yang terjadi pada zaman sekarang atau menemukan pengetahuan baru, sebagaimana terjadi pada beberapa ilmuwan yang berhasil menemukan pengetahuan dan jawaban atas fenomena setelah mempelajari dan terinspirasi oleh Al-Qur’an dan Hadits, misalnya penemuan tentang obat dari madu dll. Sehingga kita sudah selayaknya mempelajari Al-Qur'an dan sunnah beserta ilmu pengetahuan agar wawasan kita luas dan tidak terpaku pada satu pandangan yang sempit dikarenakan menggunakan satu sumber rujukan.

      Hapus
  7. Nama: Dina Luthfiana
    NIM: 2021110143
    Kelas: D
    Jelaskan filosofi tentang sunnah, dan alasan apa sunnah menjadi sumber ilmu pengetahuan??????

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada beberapa pendapat yang menyamakan sunnah dan hadits. Menurut beberapa ulama sunnah dan hadits adalah segala yang bersumber dari Nabi SAW., baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabiat, budi pekerti, atau perjalanan hidupnya. Sedangkan pihak yang membedakan keduanya adalah dari sisi hukum syara’, jadi sunnah adalah segala yang dinukilkan dari Nabi Muhammad SAW., baik berupa perkataan, perbuatan maupun taqrirnya yang ada sangkut pautnya dengan hukum. Dari hal tersebut dapat dijelaskan mengenai ketinggian makna dari sunnah/hadits karena bersandar pada suri tauladan kita, nabi Muhammad SAW. Kita percaya bahwa apa yang dikatakan dan dilakukan oleh Rosul adalah benar dan bersumber dari Allah, maka ini bisa menjadi sumber hukum dan pengetahuan bagi kita umatnya. Alasan inilah yang menyebabkan kita menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber hukum dan ilmu pengetahuan, tentunya setelah al-Qur’an. Namun, kita juga perlu pendapat dan ijtihad ulama yang lebih paham dalam penafsiran dan pemanfaatannya agar kita tidak tersesat.
      Alasan sunnah dijadikan sebagai suumber ilmu pengetahuan adalah ayat yang artinya, “sesungguhnya pada diri Nabi terdapat suri tauladan yang baik”. Jadi segala apa yang dilakukan nabi itu bisa dijadikan sebagai ilmu pengetahuan.

      Hapus
  8. nama : Amanullah Jaya Wardana
    kelas : D
    nim : 2021110162

    Bagaimana hukum orang yang mengamalkan hadits dhoif secara rutin?bahkan kadang mengamalkan seseuatu dalam kontek aqidah dan ibadahh yang sama sekali tidak ada contohnya dari Rasulullah?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Suatu hadits dikatakan dhaif karena hadits tersebut terputus sanadnya atau ada cacat/cela pada perawinya, misalnya : berbuat dusta, bertentangan dengan perawi yang lain yang lebih baik, jelek hafalannya, dll. Ulama-ulama hadits telah sepakat bahwa kita tidak boleh mengamalkan hadits dhaif dalam bidang hukum/menentukan hukum sesuatu, Tetapi mereka berbeda pendapat tentang mempergunakannya dalam bidang keutamaan-keutamaan amal, motivasi, menakuti, kisah tentang nabi dan orang-orang sholeh, serta doa dan dzikir. Penggunaan hadits dalam bidang-bidang yang masih diperselisihkannya pun terdapat persyaratan tertentu sehingga hadits itu dapat digunakan. Apabila ada orang yang menjalankan hadits dhoif dalam ibadah, seharusnya itu tidak boleh. Hal ini didasarkan pada masalah ijtihad, yang memiliki persyaratan tertentu dalam menafsirkan dan memutuskan suatu hukum. Kita tidak boleh taqlid buta yang mendasarkan suatu amal ibadah tanpa dasar yang kuat dan jelas. Kita harus menelusuri sumber ia melakukannya dan perlu penegasan Al-Qur’an dan hadits yang yang lebih kuat yang menunjukkan bahwa apa yang dilakukannya itu bertentangan. Tentunya perlu peran ulama untuk lebih memahamkan tentang amalan ibadah dan aqidah yang benar dan sesuai.

      Hapus
  9. nama: M. Iqbal Majdi
    Kelas: D
    NIM: 2021110170
    aplikasi sunnah dalam dunia pendidikan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aplikasi dan penerapan hadits dalam dunia pendidikan banyak ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya dalam pendidikan akhlak dan moral, pada pendidikan anak, seperti pemberian pembiasaan yang baik dan doa sehari-hari. Contoh lain dalam dunia pendidikan, metode pembelajarn dapat dilakukan melalui ceramah dan di dalam masjid, bahasa yang fasih, waktu dan kondisi yang tepat, tidak bertele-tele. Sebagaimana telah dijelaskan pada semester 3, yaitu hadits tentang mempunyai kemampuan untuk mengkondisikan kelas supaya kondusif, “Bahwa Babi SAW memilih waktu yang tepat bagi kami untuk memberi nasihat, karena Beliau takut kami akan merasa bosan.

      Hapus
  10. Nama : Himatul Aliyah
    NIM : 2021110167
    Kelas : D

    apa kaitannya ahli dzimmah dengan isi hadits diatas?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kaitannya dengan hadits tersebut, yaitu hadits tersebut masuk ke dalam bab hadits ta’syir ahli dhimmah. Ahli dzimmah yaitu kaum non muslim (kafir) yang telah tunduk terhadap pemerintah muslim, di bawah penjagaan dan perlindungan kaum muslim dan ia wajib membayar jizyah dan mentaati hukum yang berlaku. Dalam hadits tersebut disebutkan tokoh Khaibar. Nah tokoh Khaibar tersebut termasuk salah satu ahli dzimmah.

      Hapus
  11. Nama : Ana Shofiana
    NIM : 2021110176
    Kelas : D

    menurut anda, apa kelebihan dan manfaat sunnah sebagai sumber ilmu pengetahuan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sunnah sebagai sumber ilmu pengetahuan itu sudah menjadi kelebihan sendiri. , berarti ilmu pengetahuan salah satu sumbernya adalah dari Sunnah, dimana kita dapat mengetahui amal ibadah yang kita lakukan itu bersumber dari sunnah. Misalnya : dalam Al-Qur'an dijelaskan perintah mendirikan sholat, namun bersifat global. Sedangkan bagaimana cara melakukan sholat dijelaskan dalam hadits, “ Shollu kamaa roaitumuunii usholli. Dari hal tersebut, menunjukkan bahwa gerak gerik nabi dalam sholat bisa disebut sebagai sunnah. Intinya sunnah merupakan penjelasan dari Al-Qur'an yang bersifat global.

      Hapus
  12. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus