Laman

new post

zzz

Kamis, 29 Maret 2012

H7-41 Lukmanul Ma'arif


MAKALAH
 MANUSIA DAN DIRINYA

Makalah di susun guna memenuhi tugas :
Mata Kuliah  : Hadits Tarbawi II
Dosen Pengampu : M. Hufron, M.S.I
STAIN_1








Di Susun oleh :
LUKMANUL MA’ARIF
2021110366


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN)
PEKALONGAN
2012

PENDAHULUAN
Dalam agama islam tidak hanya mengajarkan hubungan antara manusia dengan Tuhannya saja, akan tetapi juga mengajarkan tentang hubungan manusia dengan orang lain juga dengan dirinya sendiri. Disini akan dijjelaskan bagaimana hubungan manusia dengan dirinya sendiri, tetapi bukan berarti manusia hanya disibukkan dengan kehidupannya sendiri tanpa memikirkan hal lain. Termasuk juga dalam hal ibadah.
 Kita lihat bahwa Rosul melarang kita untuk berlebih-lebihan dalam beribadah, sampai kita melupakan diri kita, keluarga kita, maupun orang lain (tamu kita, sahabat kita dll). Kita diajarkan untuk juga memperhatikan keluarga kita, sahabat-sahabat kita, saudara-saudara kita. Karena sesungguhnya dari merekalah bantuan terdekat kita bila kita mengalami sakit, kekurangan pangan, dll.
PEMBAHASAN
A.  MATERI HADITS
عَنْ عَائِشَةَ: أَنَّ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ إِلَى عُثْمَانَ بْنِ مَظْعُوْنِ فَجَاءَهُفَقَالَ يَا عُثْمَانُ أَرْغِبْثَ عَنْ سُنَّتىِ قَالَ لاَ رَسُوْلَ اللهِ وَلَكِنْ سُنَّتِكَ أَطْلُبُ قَالَفَاِنِّىْ أَنَامُ وَأُصَلىِّ وَأَصُوْمُ وَأُفْطِرُ وَأَنْكِحُ النِّسَاءَ فَاتِّقِ اللهَ يَا عُثْمَانَ فَاِنَّ لِأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقَّا وَاِنَّ لِضَيْفِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَاِنَّ لِضَيْفِكَ عَلَيْكَ حَقًّا  وَاِنَّ لِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا فَصُمْ وَأَفْطِرْ وَضَلَّ وَنَعَم


B.  TARJAMAH
Dari Aisyah : sesungguhnya Nabi SAW mengutus utsman bin mad’un kemudian dia datang kepada Nabi dan Nabi berkata “Ya utsman apakah engkau benci sunnahku?”. Utsman menjawab “tidak ya Rasul bahkan sunnahmu yang aku cari”. Nabi berkata “sesungguhnya aku tidur, aku puasa, aku berbuka, dan aku menikahi para wanita, bertakwalah kepada Allah ya utsman, sesungguhnya keluarga bagimu punya hak dan tamu mu bagimu punya hak dan dalam dirimu juga punya hak, maka berpuasalah, berbukalah, shalatlah dan tidurlah”.









C.  MUFRODAT

Ngutus

بَعَثَ

Berkata

فَقَالَ

Benci

أَرْغِبْثَ

Sunnahku

سُنَّتىِ

Aku Cari

أَطْلُبُ

Aku Tidur

أَنَامُ

Aku Sholat

أُصَلىِّ

Aku Berpuasa

أَصُوْمُ

Aku berbuka

أُفْطِرُ

Aku menikah

َنْكِحُ

Para Wanita

النِّسَاءَ

Bagi keluargamu

لِأَهْلِكَ

Bagi Tamumu

ِضَيْفِكَ

Bagi dirimu

لِنَفْسِكَ

Hak

حَقًّا


D.  BIOGRAFI PERAWI HADITS
Aisyah ash-shidiqiyah adalah Aisyah bibti Abu Bakr ash-Shiddiq. Ibunda beliau bernama Ummu Ruman binti amr ibn al umaimir al-kinaniyah. Aissyah dilahirkan sesudah nabi SAW diangkat sebagai Rosul. Menurut riwayat yang masyhur, Nabi SAW menikahi beliau di Makkah diwaktu usia 6th sebulan Nabi SAW menikahi Saudah, yaitu 3th sebelum hijrah. Pada bulan syawal 8 bulan Nabi SAW berhijrah ke Madinah ketika itu Aisyah berusia 9th, baru Nabi SAW berumah tangga dengan beliau Nabi wafat ketika beliau berusia 13th. Beliau meriwayatkan 2210 hadits Al-Bukhary dan Muslim menyepakati sejumlah 174 hadits. Al-Bukhary sendiri meriwayatkan 64 hadits dan Muslim sendiri 63 hadits, beliau menerima hadits dari Nabi SAW dan dari para sahabat antara lain : ayahanda beliau sendiri, umar hamzah ibn al-aslami, sa’ad ibn abi waqqos, fatimah as-zahra. Hadits-haditsnya diriwayatkan oleh banyak sahabat dan tabi’in. Diantaranya said ibn al-musayyab abdullah ibn amr ibn Rabi’ah, urwah asy-sya’by, atha’, mujahid, mu’adzah al adawiyah, nafi’ maulana ibn umar.
Aisyah adalah orang yang keempat diantara 7 orang sahabat yang banyak meriwayatkan hadits. Beliau wafat dibulan ramadhan sesudah melakukan shalat witir pada tahun 57 atau 58 hijriah = 688 M.
E.   HADITS PENDUKUNG
بَابحَدَّثَنَاعَلِيُّبْنُعَبْدِاللَّهِحَدَّثَنَاسُفْيَانُعَنْعَمْرٍوعَنْأَبِيالْعَبَّاسِقَالَسَمِعْتُعَبْدَاللَّهِبْنَعَمْرٍورَضِيَاللَّهُعَنْهُمَاقَالَلِيالنَّبِيُّصَلَّىاللَّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَأَلَمْأُخْبَرْأَنَّكَتَقُومُاللَّيْلَوَتَصُومُالنَّهَارَقُلْتُإِنِّيأَفْعَلُذَلِكَقَالَفَإِنَّكَإِذَافَعَلْتَذَلِكَهَجَمَتْعَيْنُكَوَنَفِهَتْنَفْسُكَوَإِنَّلِنَفْسِكَحَقًّاوَلِأَهْلِكَحَقًّافَصُمْوَأَفْطِرْوَقُمْوَنَمْ

(BUKHARI - 1085) : Aku mendengar 'Abdullah bin 'Amru r.a berkata: "Nabi SAW berkata, kepadaku: "Benarkah kabar bahwa kamu selalu mendirikan shalat di malam hari dan shaum pada siang harinya? Aku jawab: 'Benar ". Nabi SAW bersabda: "Sungguh jika kamu lakukan terus menerus maka nanti matamu letih dan jiwamu lemah. Sungguh untuk dirimu ada haknya, juga keluargamu punya hak, maka shaumlah dan juga berbukalah, bangun untuk shalat malam dan juga tidurlah".

F.   ASPEK TARBAWI
Alangkah baiknya dimulai dari sekarang, kita manfaatkan waktu sebaik-baiknya, agar lebih adil antara waktu untuk diri sendiri, waktu untuk keluarga kita, maupun waktu untuk kerabat/orang lain disekitar kita. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak hidup sendiri, oleh karena itu sebagai manusia sosial kita harus bisa membagi kegiatan untuk diri sendiri dan juga untuk orang disekitar kita. Rasulullah juga mengajarkan untuk tidak berlebihan, dalam ibadah sekalipun.

1. Ibadah yang berlebihan
Ibadah merupakan amal yang begitu agung nilainya, bahkan merupakan salah satu tujuan sebuah pernikahan. Namun, beribadah yang tidak pada proporsinya justru buruk akibatnya. Suami yang terlalu disibukkan oleh urusan ibadah yang berlebihan bisa menjadi pemicu terjadinya pisah ranjang. Dan kasus seperti ini bahkan telah terjadi sejak masa sebaik-baik umat ini, yaitu pada beberapa sahabat Nabi rodhiallohu ‘anhum ajma’in.
2. Bekerja yang berlebihan
Memang bekerja untuk mengais nafkah merupakan kewajiban seorang suami. Namun bila bekerja dilakukan dengan cara berlebih-lebihan pun tidak baik akibatnya. Hal itu akan nampak misalnya tatkala seorang suami lebih banyak meninggalkan istrinya di rumah dengan banyak menghabiskan waktunya di luar rumah. Bahkan tak jarang seorang suami yang beranjak dari rumahnya pagi-pagi, lalu baru pulang ke rumahnya setelah larut malam dengan seonggok kepenatan dan beban kepayahan. Kalau sudah demikian, ia akan datang di rumah dan merasa tidak ada kebutuhan selain segera merebahkan badan di atas kasur tanpa sempat bersantai sejenak berbagi asa bersama istrinya.
Tidak semua pekerjaan dan amal-amal sholih harus dilakukan sampai lupa waktu bersama istri dan keluarga di rumah. Dan tak selamanya suami harus kerja lembur. Pekerjaan yang sudah menjadi rutinitas akan lebih mudah diatur, sehingga suami harus pintar membagi waktu dan aktivitas pekerjaannya agar tidak selamanya meninggalkan istri sendirian di rumah. Apalagi harus membiarkannya tidur sendirian sementara pekerjaannya sebenarnya bisa dilakukan di lain waktu. Begitu pula apabila memang pekerjaan suami tidak tertentu saat dan tempatnya, maka tetap saja pasutri harus pandai-pandai menjaga hubungan baik di antara mereka berdua, agar taman pasutri tidak gersang dan bunga-bunganya tidak menjadi layu lalu mengering.
3. Suami tak adil dalam ta’addud (menikah lagi)
Tidak semua laki-laki mampu menikahi lebih dari seorang wanita. Dan All
ah Ta’ala pun telah memakluminya dan tidak menjadikan hal tersebut sebagai alasan untuk tidak menikahi wanita sama sekali. Dia tetap memerintahkan agar laki-laki menikah meski hanya dengan seorang wanita saja.
Memang kenyataannya tidak semua suami yang menikah lagi bisa berbuat ma’ruf terhadap semua istrinya. Hal demikian jelas akan memadhorotkan diri suami sendiri, para istri juga rumah tangga. Adakalanya istri pertama yang merana, namun tak jarang juga istri kedua yang tertelantarkan. Padahal menikah lagi (ta’addud) bukanlah kezholiman, namun merupakan keadilan bagi suami juga bagi para istri. Sehingga dalam rumah tangga ta’addud diharamka
n kezholiman.






PENUTUP
Bahwa dalam hadits ini mengajarkan manusia agar bisa membagi waktu dan kegiatannya sebaik mungkin. Boleh saja memenuhi kebutuhan diri sendiri asalkan tidak melupakan kebutuhan orang-orang disekitarkan, seperti keluarga, tamu, anak, istri, suami, tetangga, dan orang lain yang ada hubungannya dengan kehidupan manusia tersebut.
Rasulullah juga mengajarkan untuk tidak berlebihan dalam melakukan sesuatu, begitu pula dalam hal ibadah. Walaupun ibadah itu sangat dianjurkan, tapi bila tidak sesuai dengan porsinnya dan menjadikan lupa terhadap orang-orang disekitarnya itu juga kurang baik.
Pada intinya hubungan manusia dengan dirinya itu memang sangat penting akan tetapi harus tetap melihat hal-hal disekitarnya, harus proporsional dalam melakukan kegiatan tanpa mengabaikan orang-orang yang berhubungan dengan kita.















DAFTAR PUSTAKA

 

·         Dr. Yusuf Al-Qardawy. 1997. As-sunnah sebagai sumber iptek dan peradaban. Kairo : Daar asy-syuruq.

·         Teungku Muhammad Hasbi ash-shidieqy.2009. Sejarah dan pengantar ilmu hadits. Semarang : pustaka rizki putra.

·         http://almawaddah.or.id/?p=40#more


13 komentar:

  1. 2021110367
    1. bagaimana cara kita bersikap adil kepada diri sendiri??
    2. menurut pemakalah,kita harus mamperhatikan urusan pribadi kita terlebih dahulu atau kita mendahulukan urusan orang lain??

    BalasHapus
    Balasan
    1. • special untuk pertanyaan pertama dari sekian pertanyaan dari ibu anistya kalo tentang "bgmana cara kita bersikap adil kepada diri sendiri" menurut sepengetahuan pemakalah ea penuhilah hak-hak kebutuhan dalam dirinya misal,tidur, makan pada waktunya. karna melakukan sesuatu yg israf juga tidak baik bagi diri kita.kemudian contekan makalah di atas kita harus bersikap adil untuk diri kita, ibadah kita, jg sosial kita pada orang lain dan ungkapan ini juga mewakili kegalauan mbak krisna yang NO 2 tentang keseimbangan perhatian terhadap diri,ibadah serta lingkungan/sosial kita yaitu meluangkan waktu dengan sebaik-baiknya untuk diri kita sendiri, ibadah kita maupun orang lain.. ^_^

      Hapus
    2. terus kalau tentang siapa dulu yg harus kita perhatikan menurut pemakalah ya diri kita dulu...
      ,bagaimana mungkin bisa memperhatikan orang lain sedang ia tidak bisa/belum memperhatikan dirinya dulu ... makasih

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. nyapo di hapus ,,koen koment apa donge c,, rak genah koyo awakmu tur :D wkwkw... pisss ^_^

      Hapus
  3. Krisna Ayu Diana (2021110348)

    1. Mengapa pada makalah anda tidak terdapat keterangan hadits?
    2. Bagaimana cara kita menyeimbangkan perhatian atau waktu kita untuk diri kita sendiri dan orang lain?

    BalasHapus
    Balasan
    1. 1.pada makalah saya asalnya ada keterangan hadistnya tapi waktu itu saya lupa dimana saya meletakkan filenya, tapi saya cuplikan hadist pendukung untuk menyempurnakan makalah tersebut.. makasih atas kritikanya *_#
      2. idem dengan di atas .. :)

      Hapus
  4. rohiman
    2021110356
    hai pemakalah,,,, saya mau bertanya,,tentang bagaimana caranya agar kita tidak melalaikan tugas kita akibat kita berlebihan dalam hal ibadah..?

    BalasHapus
    Balasan
    1. hai juga sob.. tentang bagaimana caranya agar kita tidak melalaikan tugas kita yach ??? emmm..ya kita harus pintar-pintar membagi waktu dunk sob..kurangi porsi ibadah kita yg berlebihan biar tugas lain kita tidak terbengkalai. udah tau kalo israf tu gak baik masih aja lue lakuin :D just kidd..^_^

      Hapus
  5. suswati (H)
    2021110358

    sampai batasan manakah sebuah amal bisa dikategorikan ibadah?

    BalasHapus
    Balasan
    1. nah lho kok ngelantur ato gimana nich ?
      kok tanya'nya tentang amal dan ibadah?, kita kan sedang mmbahas manusia dan dirinya yg identik dg berlebihan . tapi gpp.. nyanati aja ky di pantai bro..Hee ... Tudupoint :D
      Ibadah itu terbagi menjadi 2> ibadah hati/lisan dan anggota badan. Rasa khauf raja’ mahabbah tawakkal,dan rasa merendahkan diri serta tunduk. ketika amal tersebut kok memunculkan rasa seperti yg di atas menurut saya itulah amal yang menjadi sebuah ibadah ...

      Hapus
  6. Karimatul khasanah(2021110361)
    1.bagaimana cara menyeimbangkan waktu untuk diri sendiri, untuk bersosial, dan untuk beribadah?
    2.kalau ke-3nya itu harus di selesaikan di waktu yang bersamaan bagaimana solusinya?

    BalasHapus
  7. pada makalah di atas terdapat pernyataan "Ibadah merupakan amal yang begitu agung nilainya, bahkan merupakan salah satu tujuan sebuah pernikahan". apakah maksud dari pernyataan tersebut???
    apakah hubungan ibadah dengan pernikahan???

    BalasHapus