Laman

new post

zzz

Kamis, 20 September 2012

psikologi agama B3: kesadaran beragama

psikologi agama B3: kesadaran beragama - word

psikologi agama B3: kesadaran beragama - ppt





MAKALAH
“KESADARAN BERAGAMA”


Disusun untuk memenuhi tugas :
                                               Mata kuliah         :  Psikologi Agama
Dosen Pengampu : M. Ghufron Dimyati, M.Si.


Disusun oleh :
PBA B

1.      Indah Kharis Septian              (2022111079)
2.      Washilatul Khasanah              (2022111080)
3.      Laili Munah                             (2022111081)
4.      M. Sholikhin                           (2022111082)

JURUSAN TARBIYAH
PENDIDIKAN BAHASA ARAB
STAIN PEKALONGAN
2012

BAB I
PENDAHULUAN

Manusia sebagai khalifah di bumi ini telah dibekali berbagai potensi.Dengan mengembangkan potensi tersebut diharapkan manusia mampu menjalankan tugasnya sebagai hamba Allah dan khalifah Allah.Di antara potensi tersebut adalah potensi beragama.Fitrah beragama pada diri manusia merupakan naluri yang menggerakkan hatinya untuk melakukan perbuatan suci yang diilhami oleh Tuhan Yang maha Esa. Seperti Firman Allah yang artinya :
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
Ayat tersebut menyatakan bahwa menurut fitrahnya, manusia adalah makhluk beragama. Dalam istilah lain disebut sebagai Homo Religion atau Homo Dividian (makhluk yang bertuhan), karena secara naluri manusia pada hakikatnya selalu         meyakini adanya Tuhan Yang Maha Kuasa.
Perkembangan jiwa manusia dalam hal beragama mulai dari anak-anak sampai usia lanjut,sangat signifikan terhadap pendidikan agama dan sangat berpengaruh terhadap pembentukan jiwa beragama manusia pada umumnya. Sebagaimana diketahui bahwa sikap keberagamaan manusia selalu mengalami proses sesuai perkembangan jiwanya. Dalam makalah ini, akan membahas pertumbuhan dan perkembangan jiwa beragama seseorang yang juga mempengaruhi kesadarannya dalam beragama serta factor yang mempengeruhinya.


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Kesadaran Beragama
Orang dewasa mungkin yang sudah berumur 45 tahun belum tentu memiliki kesadaran beragama yang mantab bahkan mungkin kepribadiannya masih belum dewasa atau masih ‘immature’. Umur kalender atau umur seseorang yang menggunakan ukuran waktu almanac belum tentu sejalan dengan kedewasaan kepribadiannya, kematangan mental atau kemantapan kesadaran beragama.Banyak orang yang telah melewati umur 25 tahun, yang berarti telah dewasa menurut umur kalender, namun kehidupan agamanyamasih belum matang.Ada pula remaja yng berumur dibawah 23 tahun telah memiliki kesadaran beragama yang cukup dewasa.Tercapainya kematangan kesadaran beragama seseorang tergantung pada kecerdasan, kematangan alam perasaan, kehidupan motivasi, pengalaman hidup, dan keadaan lingkungan sosial budaya.
Pengertian kesadaran beragama dalam pembahasan ini meliputi rasa keagamaan, pengalaman ke-Tuhanan, keimanan, sikap dan tingkah lakukeagamaan, yang terorganisasi dalam sistem mental dan kepribadian.Karena melibatkan seluruh fungsi jiwa raga manusia, maka kesadaran beragama pun mencakup aspek-aspek efektif, konatif, kognitif dan motorik.Keterlibatan fungsi efektif dan konatif terlihat dalam pengalaman ke-Tuahanan, rasa keagamaan dan kerinduan kepada Tuhan.Aspek kognitif Nampak dalam keimanan dan kepercayaan.Sedangkan keterlibatan fungsi motorik nampakdalam perbuatan dan gerakan tingkah laku keagamaan.Dalam kehidupan sehari-hari, aspek-aspek tersebut sukar dipisah-pisahkan karena merupakan suatu system kesadaran beragama yang utuh dalam kepribadian seseorang.
Gordon W. Allport (1962) mengemukakan tiga ciri kepribadian yang matang, yaitu:
1.      Berkembangnya kebutuhan social psikologis, rohaniah dan arah minat, yang menuju pada pemuasan ideal dan nilai-nilai social budaya melampaui kebutuhan biologis atau hawa nafsu. Pribadi yang matang mampu mengendalikan dorongan biologis dan hawa nafsunya sehingga pemuasannya sesuai dengan norma-norma socials budaya yang berlaku dalam masyarakat.
2.      Kemampuan mengadakan introspeksi, merefleksikan diri sendiri secara obyektif dan kemampuan untuk mendapatkan pemahaman tentang hidup dan kehidupan.
3.      Kepribadian yang matang selalu memiliki silsafat hidup yang utuh walaupun mungkin bukan dari filsafat agama.

B.       Kesadaran Beragama pada Masa Anak-anak
Pada waktu lahir, anak belum beragama.Ia baru memiliki potensi atau fitrah untuk berkambang menjadi manusia beragama. Corak perkembangan kesadaran beragama anak sangat dipengaruhi oleh keimanan, sikap dan tingkah laku keagamanaan orang tuanya.Keadaan jiwa orang tua sudah berpengaruh terhadap perkembangan jwa anak sejak janin di dalam kandungan.[1]
Sifat Beragama pada Anak.dapat dibagi menjadi enam,[2] yaitu:
1.      Unreflective (kurang mendalam/tanpa kritik)
Kebenaran yang mereka terima tidak begitu mendalam,cukup sekedarnya saja, dan mereka merasa puas dengan keterangan yang kadang-kadang kurang masuk akal. Menurut penelitian, pikiran kritis baru muncul pada anak berusia 12 tahun, sejalan dengan perkembangan moral. Namun, pada anak yang mempunyai ketajaman berfikir akan menimbang pikiran yang mereka terima dari orang lain.

2.      Egosentris
Anak memiliki kesadaran akan diri sendiri sejak tahun pertama perkembanganya dan akan berkembang sejalan dengan pertambahan pengalamannya. Semakin bertumbuh semakin meningkat pula egoisnya. Sehubungan dengan itu, maka dalam masalah keagamaan anak telah menonjolkan kepentingan dirinya dan telah menuntun konsep keagamaan yang mnereka pandang dari kesenangan pribadinya.[3]
3.      Anthromorphis
Pada umumnya konsep mengenai ke-Tuhanan pada anak berasal dari hasil pengalamannya dikala ia berhubungan dengan orang lain. Melaliu konsep yang terbentuk dalam pikiran mereka menganggap bahwa perikeadaan Tuhan itu sama dengan manusia.
4.      Verbalis dan Ritualis
Kehidupan agama pada anak sebagian besar tumbuh dari sebab ucapan (verbal). Mereka menghafal secara verbal kalimat-kalimat keagamaan dan mengerjakan amaliah yang mereka laksanakan berdasarkanpengalaman mereka menurut tuntunan yang diajarkan padda mereka. Sholat dan doa yang menarik bagi mereka adalah yang mengandung gerak dan biasa dilakukan (tidak asing baginya).
5.      Imitatif
Tindak keagamaan yang dilakukan oleh anak pada dasarnya diperoleh dengan meniru.
6.      Rasa Heran
Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan pada anak. Berbeda dengan rasa heran pada orang dewasa, rasa heran pada anak belum kritis dan kreatif.




C.       Kesadaran Beragama pada Masa Remaja
Selaras dengan keadaan jiwa remaja yang merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju kedewasaan, begitupun dengan kesadaran beragamanya yang berada dalam keadaan peralihan dari kehidupan beragama anak-anak menuju kemantapan beragama.[4]
Ciri-ciri yang menonjol pada masa remaja antara lain :
1.      Pengalaman ke-Tuhannya makin bersifat individual
Remaja makin mengenal dirinya dan menemukan dirinya bukan hanya sekedar jasmaniah, tetapi merupakan kehidupan psikologis rohaniah berupa pribadi.Ia menemukan pribadinya terpisah dari pribadi-pribadi lain dan terpisah pula dari alam sekitarnya. Penemuan dirinya sebagai sesuatu yang berdiri sendiri menimbulkan rasa kesepian dan rasa terpisah dari pribadi lainnya.Rasa kesepian ini membuat remaja memerlukan kawan setia atau pribadi yang mampu menampung keluh kesahnya, melindungi, membimbing, mendorong dan memberi petunjuk yang dapat mengembangkan kepribadiannya.
Keadaan labil pada remaja menyebabkan ia mencari ketentraman dan pegangan hidup. Penghayatan kesepian, perasaan tidak berdaya, perasaan yang tidak dipahami  oleh orang lain dan penderitaan yang dialaminya menjadikan ia berpaling kepada Tuhan sebagai satu-satunya pegangan hidup dalam kegoncangan psikologis yang dialaminya. Ia menemukan semua yang dibutuhkan itu dalam keimanan kepada Tuhan. Bila ia telah beriman kepada Tuhan berarti telah menemukan pegangan hidup dan sumber kesempurnaan yang dicarinya. Dengan begitu remaja akan memiliki kepercayaan diri yang kuat dan berani menghadapi segala macam tantangan serta kesukaran dari dunia luar, tetapi bila rasa percaya diri itu berlebihan maka akan menimbulkan sikap fanatisme, radikal dan keberanian tanpa perhitungan.

2.      Keimanannya makin menuju realitas.
Gambaran tentang dunia pada masa remaja menjadi lebih luas dan lebih kaya, karena tidak saja meliputi realitas yang fisik, tetapi mulai melebar ke dunia dalam yang psikis dan rohaniah.Ia mulai memiliki pengertian yang diperlukan untuk menangkap dan mengolah dunia rohaniah, serta mengerti dan menghayati tentang agama dan makna kehidupan beragama.
Dengan berkembangnya kemampuan berpikir secara abstrak, remaja mampu menerima dan memahami ajaran agama yang berhubungan dengan masalah gaib, abstrak, dan rohaniah, seperti kehidupan alam kubur, hari kebangkitan, surga, neraka, bidadari, malaikat, jin, syaitan dan sebagainya. Penggambaran anthropomorphik atau memanusiakan Tuhan dan sifst-sifat-Nya, lambat laun diganti dengan pemikiran yag lebih sesuai dengan realitas. Pikiran, perasaan, kemauan, dan daya upaya manusia sangat terbatas sedangkan Tuhan tidak.Manusia adalah makhluk yang fana, sedangkan Tuhan adalah Khaliq yang abadi.Walaupun Tuhan dan sifat-sifat-Nya tidak terjangkau oleh alam pikiran manusia yang terbatas, namun Tuhan dengan sifat-sifat-Nya tetap dapat dirasakan dan dihayati oleh remaja yang beriman.
3.      Peribadatan mulai disertai  penghayatan yang tulus
Agama adalah pengalaman dan penghayatan dunia-dalam seseorang tentang ke-Tuhanan disertai keimanan dan peribadatan. Keimanan akan timbul menyertai penghayatan ke-Tuhanan, sedangkan peribadatan yakni sikap dan tingkah laku keagamaan yang merupakan efek dari adanya penghayatan ke-Tuhanan dan keimanan.
Perpecahan dan kegoncangan kepribadian yang dialami remaja terlihat pula dalam lapangan peribadatan.Ibadahnya secara berganti-ganti ditentukan oleh sikap terhadap dunia dalamnya sendiri.Jadi, sering terlihat kesibukan beribadah yang berlebihan yang mudah berubah menjadi sikap acuh tak acuh terhadap ibadah.Ia juga mencoba mempelajari bermacam-macam ilmu agama dan mencoba mempraktekkan dan mengamalkannya dalam pribadatan.
Dalam sistem mental keadaran beragama tercakup pula kesadaran akan norma-norma agama. Sesuai keadaan jiwa remaja yang labil, maka nilai-nilai dan norma-norma yang ada pada dirinya ikut mengalami kegoncangan dan perubahan. Hal ini dapat menimbulkan disorientasi norma dan menimbulkan usaha penghayatan terhadap norma-norma agama. Penghayatan norma-norma agama mencakup norma-norma hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan dengan masyarakat dan lingkungan.
Kesadaran beragama bukan hanya penghayatan akan norma agama tentang peribadatan khusus, tetapi juga penghayatan norma agama dalam bekerja, belajar, berekonoi, bermasyarakat, berpolitik, berseni, berbudi pekerti, berkebudayaan, dan bertingkah laku lainnya. Kalau norma agama ini sudah merupakan bagian pribadinya, maka manusia beragama akan mampu menampilkan dirinya sebagai manusia pembawa dan pengubah nilai-nilai masyarakat menuju masyarakat pembangunan untuk mencapai keadilan dan kemakmuran yang diridhai Tuhan.
D.      Kematangan Kesadaran Beragama
Dalam perkembangan jiwa seseorang, pengalaman kehidupan beragama sedikit demi sedikit makin  mantap sebagai suatu unit yang otonom dalam kepribadiannya. Unit itu merupakan suatu organisasi yang disebut “kesadaran beragama” sebagai hasil fungsi kejiwaan terutama motivasi, emosi dan intelegensi.Kesadaran beragama merupakan dasar dan arah dari kesiapan seseorang mengadakan tanggapan, reaksi, pengolahan dan penyesuaian diri terhadap rangsangan yang datang dari dunia luar.Kesadaran beragama tidak hanya melandasi tingkah laku yang nampak, tetapi juga mewarnai sikap, pemikiran, i’tikad, niat, kemauan dan tanggapan terhadap nilai-nilai abstrak yang ideal.
Dapat dikatakan bahwa kesadaran beragama yang mantap ialah suatu disposisi dinamis dari sistem mental yang terbentuk melalui pengalaman serta diolah dalam kepribadian untuk mengadakan tanggapan yang tepat, konsepsi pandangan hidup, penyesuaian diri dan bertingkah laku.Dengan  demikian, kesadaran beragama seseorang tidak pernah mencapai kesempurnaan.
G.W. Allport (1962) memberikan tanda-tanda sentimen beragama yang matang yaitu adanya differensiasi, dinamis, produktif, komprehensif, integral, dan keikhlasan pengabdian. Sejalan dengan pendapat G.W. Allport ciri-ciri kesadaran beragama yang matang adalah sebagai berikut:
              I.     Differensiasi yang Baik
Dalam perkembangan kehidupan kejiwaan, differensiasi berarti semakin bercabang, makin bervariasi, makin kaya dan makin majemuk suatu aspek psikis dimiliki seseorang.Kesadaran beragama yang terdifferensiasi merupakan perkembangan tumbuhnya cabang-cabang baru dari pemikiran kritis, alam perasaan dan motivasi terhadap berbagai rangsangan lingkungan serta terjadinya reorganisasi yang terus menerus.
Kesadaran beragama yang tidak terdifferensiasi menunjukkan sikap dan tingkah laku keagamaan yang tidak kritis, kurang dinamik dan “nerimo nasib”.
           II.     Motivasi Kehidupan Beragama yang Dinamis
Tanda kedua kesadaran beragama yang matang ialah adanya motif kehidupan beragama yang otonom. Motif beragama akan timbul sebagai realisasi dari potensi manusia yang merupakan makhluk rohaniah serta berusaha mencari dan memberikan makna pada hidupnya.
Dari sudut Psikologi Perkembangan, motivasi kehidupan beragama pada mulanya berasal dari dorongan biologis seperti rasa lapar, rasa haus dan kebutuhan jasmaniah lainnya. Dapat pula dari kebutuhan psikologis seperti kebutuhan akan kasih sayang, pengembangan diri, kekuasaan, rasa ingin tahu, harga diri dan bermacam-macam ambisi pribadi. Kebutuhan-kebutuhan tersebut jika mendapat pemuasan dalam kehidupan beragama dapat menimbulkan dan memperkuat motivasi keagamaan yang lama-kelamaan akan menjadi otonom. Orang yang memiliki kesadaran beragama yang belum matang, motivasi keagamaannya masih berhubungan erat dengan dorongan jasmaniah atau kebutuhan yang berhubungan dengan ambisi pribadinya.Sedangkan orang yang memiliki kesadaran beragama yang matang justru mampu mengendalikan dan mengarahkan hawa nafsu, dorongan materi, ambisi pribadi, dan motif-motif rendah lainnya ke arah tujuan yang sesuai dengan motivasi keagamaan yang tinggi.
        III.     Pelaksanaan Ajaran Agama secara Konsisten dan Produktif
                        Tanda ketiga kesadaran beragama yang matang terletak pada konsistensi atau keajegan pelaksanaan hidup beragama secara bertanggung jawab dengan mengerjakan perintah agama sesuai kemampuan dan meninggalkan larangan-Nya.Pelaksanaan kehidupan beragama atau peribadatan merupakan realisasi penghayatan ke-Tuhanan dan keimanan. Orang yang memiliki kesadaran beragama yang matang akan melaksanakan ibadahnya dengan konsisten, stabil, mantap dan penuh tanggung jawab dan dilandasi warna pandangan agama yang luas. Tiada kebahagiaan yang lebih besar daripada menjalankan kewajiban, dan tiada keawajiban yang lebih  mulia daripada kewajiban melaksanakan perintah agama.
                        Bagi orang yang belum matang seringkali muncul gejolak yang kuat untuk melaksanakan ibadahnya, namun kurang konsisten dan kurang terintegrasi dengan perilaku keagamaan lainnya.Ia melaksanakan ibadah dan mengendalikan kehidupan moralnya secara kaku, kadang-kadang terlalu berlebihan mengharapkan bahkan memaksa orang lain agar beribadah dan bermoral seperti dirinya. Sikap demikian dapat disebut sok agamis, sok moralis atau “moralisme”.
             IV.     Pandangan Hidup yang komprehensif
Manusia memerlukan  pegangan agar dapt menentukan pilihan tingkah lakunya secara pasti dalam menghadapi berbagai kemungkinan. Pada umumnya ereka masih meragukan apakah filsafat dapat dijadikan pegangan hidup untuk menghadapi berbagai macam permasalahan dan pandangaan dunia ini. Walaupun filsafat secara intelektual dapat memberikan arti dan tujuan hidup serta memberikan  pegangan yang mencakup semua permasalahan.
Akan tetapi sebagian besar filosof masih mencari pegangan hidup yang lebih luas, lebih kokoh dan lebih mendalam dari pada filsafat.Agama seperti juga filsafat mampu memberikan jawaban, keteraturan dan hukum/kaidah secara rasional dan logis. Bahkan agama lebih luas dan lebih dalam daripada filsafat, karena agama tidak hanya memberikan pegangan hidup yang logic dan rasional saja, akan tetapi memberikan pula dinamika penyaluran dan kepuasan bagi doronga emosional.
Orang yang memiliki kesadaran beragama yang komprehensif dan bersikap dan bertingkah laku teloran terhadap pandangan dan faham yang berbeda. Ia menyadari, bahwa hasil pemikiran dan usaha sepanjang hidupnya tidak mungkin mencakup keseluruhan permasalahan dan realitas yang ada.
Kesadaran beragama yang matang ditandai adanya pegangan hidup yang komprehensif yang dapat mengarahkan dan menyelesaikan berbagai permasalahan hidup.Di samping komprehensif, pandangan dan pegangan hidup itu harus terintegrasi, yakni merupakan suatu landasan hidup yang menyatukan hasil differensiasi aspek kejiwaan yang meliputi fungsi kognitif, efektif, konatif atau psikomotorik.Dalam kesadaran beragama, integrasi tercermin pada keutuhan pelaksanaan ajaran agama, yaitu keterpaduan ihsan, iman dan peribadatan.
Pandangan orang yang matang kesadaran beragamanya akan terbuka lebar dan berusaha mencari, menafsirkan dan menemukan nilai-nilai baru ajaran agamanya agar dapat diselerasikan dalam kehidupan sehari-hari sesuai perkembangan zaman. Tiap-tiap orang memiliki kematangan kesadaran beragama yang berbeda, Karena perbedaan pengalaman hidup. Akibatnya, penghayatan dan perasaan ke-Tuhanan, keimanan dan peribadatannya bersifat subyektif dan pribadi.

                  V.       Semangat Pencarian dan Pengabdian kepada Tuhan
Gambaran tentang Tuhan tiap kali dirasakan masih merupakan suatu hipotesis hasil pemikiran yang tidak terlepas dari orientasi ruang dan waktu.Gambaran itu tiap kali bukanlah Tuhan yang sebenarnya.Ia berusaha terus mencari dan mendapatkan keimanan yang lebih tepat. Keimanan yang lebih tepatpun ternyata belum mencapai kebenaran yang sempurna.Ia hanya mampu mendekatinya.
Demikian pula jiwa yang matang selalu berusaha dan berbuat dengan sepenuh hati walaupun tidak berdasarkan kepastian yang mutlak. Keimanan pada hari ini walaupun belum merupakan kepastian mutlak dan belum sempurna adalah hasil peningkatan hari kemarin dan merupakan hasil landasan peningkatan untuk hari esok. Orang yang merasa sudah sampai pada titik akhir pemahamannya tentang Tuhan dan ajaran-ajarannya menunjukkan bahwa kesadaran beragama yang dimilikinya itu belum matang.















BAB III
PENUTUP

v  Simpulan
Tercapainya kematangan kesadaran beragama seseorang tergantung pada kecerdasan, kematangan alam perasaan, kehidupan motivasi, pengalaman hidup, dan keadaan lingkungan sosial budaya.
Pengertian kesadaran beragama dalam pembahasan ini meliputi rasa keagamaan, pengalaman ke-Tuhanan, keimanan, sikap dan tingkah lakukeagamaan, yang terorganisasi dalam system mental dan kepribadian.
a.    Kesadaran beragama pada masa anak-anak
b.      Kesadaran beragama pada masa remaja
c.       Kematangan kesadaran beragama












DAFTAR PUSTAKA

Ahyadi, Abdul Aziz. 2005. Psikologi Agama. Bandung : Sinar Baru Algesindo.
Sururin. 2004. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Jalaludin. 1998. Psikologi Agama.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.


[1] Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama,(Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2005), hlm. 40-42
[2]Sururin, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 29
[3]Jalaludin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 69-70
[4]Abdul Aziz Ahyadi, Op. cit. hlm. 43


7 komentar:

  1. Nihayatul Azizah
    2022 111 090

    1.bagaimana menerapkan kesadaran beragama pada anak sedangkan oraang tua bahkan lingkungannya bisa dikatakan "kurang akan kesadaran beragama"?
    2.melanjutkan pertanyaan yg sebelumnya, apa yang menyebabkan orang dewasa/lansia tidak memiliki kesadaran beragama....

    شكر

    BalasHapus
  2. Siti Munawiroh
    2022111088
    PBA B

    Salah satu faktor yang mempengaruhi kesadaran adalah faktor keluarga,namun pada kenyataannya banyak anak dari keluarga taat beragama justru kesadaran beragamanya kurang.
    1.apa yang menyebabkan hal tersebut dan bagaimana solusi untuk dapat menjadikan anak tersebut sadar akan beragama?

    BalasHapus
    Balasan
    1. washilatul kh.
      2022 111 080

      menurut saya yang menyebabkan kurangnya kesadaran beragama pada anak tersebut yaitu faktor lingkungannya, baik lingkungan sekolah maupun lingkungan tempat tinggal, karena selain faktor keluarga, faktor lingkungan juga sangat berpengaruh terhadap tingkat kesadaran beragama seseorang.
      terkait solusi untuk hal tersebut, mungkin lebih baik bila anak tersebut di masukkan ke sekolah yang berbasis agama seperti MI/MTs/MA. dan lebih baik lagi bila anak tersebut dididik di pesantren.

      Hapus
  3. Siti Munawiroh
    2022111088
    PBA B

    Salah satu faktor yang mempengaruhi kesadaran beragama adalah faktor keluaraga,namun pada kenyataannya banyak anak dari keluarga taat beragama justru kesadaran beragamanya kurang.
    1.Apakah penyebab hal tersebut dan bagaimana solusi menjadikan anak tersebut sadar akan bragama?

    BalasHapus
  4. Laili Munah
    2022 111 081
    Saya akan mencoba menjawab pertanyaan dr swdri nihayatul azizah.
    cara menerapkan kesadaran beragama pada anak yang paling utama adalah faktor dari keluarga. Krena pada dasarnya setiap manusia yang lahir itu telah membawa fitrah( potensi ) keagamaan sejak dilahirkan. Jadi fitrah (potensi) itu perlu dikembangkan sejak dini.
    nha kalaupun dari faktor orang tua ataupun lingkungannya sendiri kurang akan kesadaran beragama, berarti ini merupakan peran penting bagi seorang calon mengetahui hal tersebut, dan sebagai orang yang telah mempelajari psikologi agama, kita harus paham dengan kondisi anak tersebut dan kita bisa menerapkannya jika menjumpai hal yang semacam itu dengan cara melakukan pendekatan-pendekatan yang sudah tertera dalam makalah kemaren yang membahas ttg 'kebutuhan beragama'.

    mnrut sy yg menyebabkan org dewasa/lansia tdk memilliki kesadaran beragama, itu disebabkan oleh faktor keduniawian, org yang demikian biasanya cenderung kepada urusan dunia dari pada agama(akhirat).

    BalasHapus
  5. Nurul Awaliyah
    2022111076
    seringkali kesadaran beragama pada remaja naik turun, adakalanya naik seperti, saat akan menghadapi ujian para remaja lebih mendekatkan diri kepada Tuhan, sedangkan jika merasa tidak butuh Tuhan mereka menjauh.
    bagaimana caranya supaya kesadaran agama pada remaja tidak naik turun ?

    BalasHapus