PA A12 : pengaruh psikologi agama thd perilaku peserta didik - word
PA A12 : pengaruh psikologi agama thd perilaku peserta didik - ppt
PA A12 : pengaruh psikologi agama thd perilaku peserta didik - ppt
MAKALAH
PENGARUH
PSIKOLOGI AGAMA TERHADAP KONTROL
PERILAKU
PESERTA DIDIK
Disusun
guna memenuhi tugas kelompok
Mata
kuliah : Psikologi Agama
Dosen
pengampu : Ghufron Dimyati, M.S.I
Disusun
oleh :
Rizki
Mardlotillah 2022111002
Evi
Shofia Rifqiyani 2022111012
Syafilatun
Nida 2022111026
Musbihatun
Nisa’ 2022111041
Kelas
: PBA A
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
Manusia
memiliki bermacam ragam kebutuhan batin maupun lahir Akan tetapi, kebutuhan
manusia terbatas karena kebutuhan tersebut juga dibutuhkan oleh manusia
lainnya. Karena manusia selalu membutuhkan pegangan hidup yang disebut agama
karena manusia merasa bahwa dalam jiwanya ada suatu pZerasaan yang mengakui
adanya yang maha kuasa tempat mereka berlindung dan memohon pertolongan. Untuk
mengontrol segala aktifitas / tingkah laku yang dilakukan oleh peserta didik,
pendidikan agama dan spiritual sangat berperan penting dalam hal ini.
Pendidikan agama dan spiritual ini berarti membangkitkan kekuatan dan kesediaan
spiritual yang bersifat naluri yang ada pada seseorang baik dari kalangan
kanak-kanak hingga dewasa.
Oleh karena itu, di
dalam makalah ini. Penulis ingin menerangkan tentang “Bagaimana pengaruh
psikologi agama terhadap kontrol perilaku Peserta Didik”. Semoga makalah
kami dapat bermanfaat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian dan Ruang Lingkup Psikologi Agama
1. Pengertian Psikologi Agama
1. Pengertian Psikologi Agama
Psikologi
agama terdiri dari dua paduan kata, yakni psikologi dan agama. Kedua kata ini
mempunyai makna yang berbeda. Psikologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari
gejala jiwa manusia yang normal, dewasa dan beradab. (Jalaluddin, 1979: 77).
Sedangkan agama memiliki sangkut paut dengan kehidupan batin manusia.
Dari
definisi tersebut, psikologi agama meneliti dan menelaah kehidupan beragama
pada seseorang dan mempelajari berapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam
sikap dan tingkah laku, serta keadaaan hidup pada umumnya, selain itu juga
mempelajari pertumbuhan dan perkembangan jiwa agama pada seseorang, serta
faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan tersebut (Zakiyah darajat dikutip
oleh Jalaluddin, 2004: 15)[1]
2. Ruang Lingkup Psikologi Agama
Berkaitan dengan ruang lingkup dari psikologi agama, maka ruang kajiannya adalah mencakup kesadaran agama yang berarti bagian/ segi agama yang hadir dalam pikiran, yang merupakan aspek mental dari aktivitas agama, dan pengalaman agama berarti unsur perasaan dalam kesadaran beragama yakni perasaan yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan (amaliah) dengan kata lain bahwa psikologi agama mempelajari kesadaran agama pada seseorang yang pengaruhnya terlihat dalam kelakuan dan tindakan agama orang itu dalam hidupnya. (Jalaluddin, 2004: 17)
Dalam hal ini psikologi agama telah dimanfaatkan dalam berbagai ruang kehidupan, misalnya dalam bidang pendidikan, perusahaan, pengobatan, penyuluhan narapidana di LP dan pada bidang- bidang lainnya.[2]
2. Ruang Lingkup Psikologi Agama
Berkaitan dengan ruang lingkup dari psikologi agama, maka ruang kajiannya adalah mencakup kesadaran agama yang berarti bagian/ segi agama yang hadir dalam pikiran, yang merupakan aspek mental dari aktivitas agama, dan pengalaman agama berarti unsur perasaan dalam kesadaran beragama yakni perasaan yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan (amaliah) dengan kata lain bahwa psikologi agama mempelajari kesadaran agama pada seseorang yang pengaruhnya terlihat dalam kelakuan dan tindakan agama orang itu dalam hidupnya. (Jalaluddin, 2004: 17)
Dalam hal ini psikologi agama telah dimanfaatkan dalam berbagai ruang kehidupan, misalnya dalam bidang pendidikan, perusahaan, pengobatan, penyuluhan narapidana di LP dan pada bidang- bidang lainnya.[2]
B. Pengertian
dan Perkembangan Psikis Peserta Didik
1. Pengertian Peserta Didik
Peserta
didik adalah individu yang sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik,
psikologis, sosial, dan religious dalam mengarumgi kehidupan dan diakhirat
kelak. Penyebutan peserta didik ini juga mengisyaratkan bahwa lembaga
pendidikan tidak hanya sekolah (pendidikan formal), melainkan juga mencakup
lembaga pendidikan nonoformal yang ada di masyarakat, seperti majlis ta’lim,
paguyuban dan sebagainya.[3]
2. Perkembangan Psikis Peserta Didik
Meliputi
berbagai aspek dibawah ini, antara lain:[4]
1. Aspek Intelektual
Perkembangan intelektual (kognitif) pada peserta didik
remaja bermula pada umur 11 atau 12 tahun. Peserta didik tidak terikat pada
realitas fisik yang konkrit, peserta didik mulai mampu berhadapan dengan
aspek-aspek yang hipotesis dan abstrak dari realitas.
2. Aspek Sosial
Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam
hubungan sosial atau proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap
norma-norma kelompok, moral, dan tradisi.[5]
Berikut ini ciri-ciri penyesuaian sosial remaja
pada peserta didik , diantaranya:[6]
v Di
Lingkungan Keluarga
Menjalin hubungan yang
baik dengan orang tua dan saudaranya
Menerima otoritas orang
tua (menaati peraturan orang tua)
Menerima tanggung jawab
dan batasan (norma) keluarga
v Di
Lingkungan Sekolah
Bersikap respek dan
menaati peraturan
Berpartisipasi dalam
kegiatan-kegiatan sekolah
Menjalin persahabatan
dengan teman sebaya
Hormat kepada guru,
pemimpin sekolah atau staf lain
Berprestasi di sekolah
v Di Lingkungan Masyarakat
Respek terhadap hak-hak
orang lain
Menjalin dan memelihara
hubungan dengan teman sebaya atau orang lain
Bersikap simpati dan
menghormati terhadap ksejahteraan orang lain
3. Aspek Emosi (Afektif)
Perkembangan aspek emosi berjalan konstan,
kecuali pada masa remaja awal (13-14tahun) dan remaja tengah (15-16tahun). Pada
masa remaja awal, peserta didik ditandai oleh rasa optimismedan keceriaan dalam
hidupnya, diselingi rasa bingung menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi
dalam dirinya. Pada masa remaja tengah rasa senang datang silih berganti dengan
kesedihan, rasa akrab bertukar dengan kerenggangan dan permusuhan. Gejolak ini
berakhir pada masa remaja akhir (18-21tahun).
4. Aspek Bahasa
Perkembangan
bahasa adalah meningkatnya kemampuan penguasaan alat berkomunikasi baik alat
komunikasi lisan, tulisan, maupun menggunakan tanda-tanda dan isyarat. Bahasa
yang digunakan para peserta didik pada usia remaja adalah bahasa yang telah
berkembang baik di lingkungan keluarga, masyarakat, dan khususnya lingkungan
teman sebaya sedikit banyak lebih membentuk pola perkembangan bahasa remaja.
5. Aspek Moral
Perkembangan
moral pada peserta didik merupakan tahap
orientasi terhadap perjanjian antara remaja dengan lingkungan sosial. Ada
hubungan timbal balik antara dirinya dengan lingkungan sosial dan masyarakat.
Pada tahap ini, remaja lebih mengenal tentang nilai-nilai moral, kejujuran,
keadilan, kesopanan, dan kedisiplinan. Oleh karena itu, moral para peserta
didik sejak dini harus senantiasa sesuai dengan tuntutan norma-norma sosial.
6. Aspek Agama
Pemahaman
peserta didik dalam beragama sudah semakin matang, kemampuan berfikir abstrak
memungkinkan mereka untuk dapat mentransformasikan keyakinan beragama.
C. Pengaruh Psikologi Agama terhadap kontrol
perilaku Peserta Didik
Menurut
Prof. Dr. Zakiah Darajat bahwa psikologi agama meneliti pengaruh agama terhadap
sikap dan tingkah laku orang atau mekanisne yang bekerja dalam diri seseorang,
karena cara seseorang berpikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku tidak
dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam kostruksi
pribadi.[7]
Dalam hal ini, menunjukkan adanya rasa agama seperti yang
di ketahui setiap peserta didik, sehingga akan timbul perasaan saling
menghargai dengan sesama individu lainya, dan timbul rasa saling toleransi
kepada umat manusia beragama, serta dengan adanya sifat tersebut peserta didik
juga dapat menjaga diri pada hal-hal yang di larang dan di anjurkan agama.[8]
D. Urgensi Psikologi Agama dalam Pendidikan
(keluarga, Sekolah (kelembagaan), dan Masyarakat).
Education
(pendidikan) dan jiwa keagamaaan sangat terkait, karena pendidikan tanpa agama
ibaratnya bagi manusia akan pincang. Sedang jiwa keagamaan yang tanpa melalui
menegemant pendidikan yang baik, maka juga akan percuma. Dengan kata lain,
pendidikan dinilai memiliki peran penting dalam upaya menanamkan rasa keagamaan
pada seseorang.[9]
a. Pendidikan Keluarga
Menurut Rosul Allah swt, fungsi dan peran orang tua bahkan mampu untuk membentuk arah keyakinan anak-anak mereka. Menurut beliau, setiap bayi yang dilahirkan sudah memiliki potensi untuk beragama, namun bentuk keyakinan agama yang akan dianut anak sepenuhnya tergantung dari bimbingan, pemeliharaan dan pengaruh kedua orang tua mereka.
Menurut Rosul Allah swt, fungsi dan peran orang tua bahkan mampu untuk membentuk arah keyakinan anak-anak mereka. Menurut beliau, setiap bayi yang dilahirkan sudah memiliki potensi untuk beragama, namun bentuk keyakinan agama yang akan dianut anak sepenuhnya tergantung dari bimbingan, pemeliharaan dan pengaruh kedua orang tua mereka.
b. Pendidikan Kelembagaan
Fungsi sekolah dalam kaitannya dengan pembentukan jiwa keagamaan pada peserta didik, antara lain sebagai pelanjut pendidikan agama di lingkungan keluarga atau membentuk jiwa keagamaan pada diri anak yang tidak menerima pendidikan agama dalam keluarga.[10]
Dalam konteks ini guru agama harus mampu mengubah sikap anak didiknya agar menerima pendidikan agama yang diberikannya. Menurut Mc Guire, proses perubahan sikap dari tidak menerima kesikap menerima berlangsung melalui tiga tahap perubahan sikap. Antara lain :[11]
Fungsi sekolah dalam kaitannya dengan pembentukan jiwa keagamaan pada peserta didik, antara lain sebagai pelanjut pendidikan agama di lingkungan keluarga atau membentuk jiwa keagamaan pada diri anak yang tidak menerima pendidikan agama dalam keluarga.[10]
Dalam konteks ini guru agama harus mampu mengubah sikap anak didiknya agar menerima pendidikan agama yang diberikannya. Menurut Mc Guire, proses perubahan sikap dari tidak menerima kesikap menerima berlangsung melalui tiga tahap perubahan sikap. Antara lain :[11]
adanya perhatian
Pendidikan
agama yang diberikan harus dapat menarik perhatian peserta didik. Untuk
menopang pencapaian itu, maka guru agama harus dapat merencanakan materi,
metode serta alat-alat bantu yang memungkinkan anak-anak memberikan
perhatiannya.[12]
adanya pemahaman
Para
guru agama harus mampu memberikan pemahaman kepada anak didik tentang materi
pendidikan yang diberikannya. Pemahaman ini akan lebih mudah diserap jika
pendidikan agama yang diberikan dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Jadi,
tidak terbatas pada kegiatan yang bersifat hafalan semata.
adanya penerimaan.
Penerimaan
siswa terhadap materi pendidikan agama yang diberikan. Penerimaan ini sangat
tergantung dengan hubungan antara materi dengan kebutuhan dan nilai bagi
kehidupan anak didik. Dan sikap menerima tersebut pada garis besarnya banyak
ditentukan oleh sikap pendidik itu sendiri, antara lain memiliki keahlian dalam
bidang agama dan memiliki sifat-sifat yang sejalan dengan ajaran agama seperti
jujur dan dapat dipercaya. Kedua sikap ini akan sangat menentukan dalam
mengubah sikap para anak didik.[13]
c. Pendidikan Masyarakat
Masyarakat merupakan lapangan pendidikan yang ketiga. Peran psikologi agama dalam lembaga ini adalah memupuk jiwa keagamaan karena masyarakat akan memberi dampak dalam pembentukan pertumbuhan baik fisik maupun psikis. Yang mana pertumbuhan psikis akan berlangsung seumur hidup. Sehingga sangat besarnya pengaruh masyarakat terhadap pertumbuhan jiwa keagamaan sebagai bagian dari Aspek kepribadian yang terintegrasi dalam pertumbuhan psikis. [14]
Masyarakat merupakan lapangan pendidikan yang ketiga. Peran psikologi agama dalam lembaga ini adalah memupuk jiwa keagamaan karena masyarakat akan memberi dampak dalam pembentukan pertumbuhan baik fisik maupun psikis. Yang mana pertumbuhan psikis akan berlangsung seumur hidup. Sehingga sangat besarnya pengaruh masyarakat terhadap pertumbuhan jiwa keagamaan sebagai bagian dari Aspek kepribadian yang terintegrasi dalam pertumbuhan psikis. [14]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN :
Dari penjelasan di atas, dapat di simpulkan bahwa psikologi
agama meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku orang atau
mekanisne yang bekerja dalam diri seseorang, karena cara seseorang berpikir,
bersikap, bereaksi dan bertingkah laku tidak dapat dipisahkan dari
keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam kostruksi pribadi.
Dalam hal ini, menunjukkan adanya rasa agama seperti yang
di ketahui setiap peserta didik, sehingga akan timbul perasaan saling
menghargai dengan sesama individu lainya, dan akan timbul rasa saling toleransi
kepada umat manusia beragama, serta dengan adanya sifat tersebut peserta didik
juga dapat menjaga diri pada hal-hal yang di larang dan di anjurkan agama.
DAFTAR PUSTAKA
Rahmad,
Jalaludin. 1996. Psikologi Agama. (Edisi Revisi). Jakarta: Putra
Utama.
Rahmad,
Jalaluddin. 2003. Psikologi Agama (sebuah pengantar). Jakarta : Mizan
media buku utama.
Abu
Bakar, Muhammad. 1981. Pedoman Pendidikan dan Pengajaran. Surabaya : Usaha
Nasional.
Awwad,
Jaudah Muhammad. 1995. Mendidik Anak Secara Islam. Jakarta : Gema Insani
Press.
Mizan, Sururin. 2004. Ilmu Jiwa Agama.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Prof.
Dr. H. Jalaludin. 2007. Psikologi
Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Ali Mohammad, dkk.
2008. Psikologi Remaja : Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi
Aksara.
[3]Jalaluddin Rahmad. Psikologi Agama (sebuah pengantar).(Jakarta:
Mizan media buku utama, 2003), hlm .10- 11
[4] Mohammad Ali, dkk. Psikologi Remaja
: Perkembangan Peserta Didik.(Jakarta: Bumi Aksara,
2008),hlm 106-107
[6]
Sururin Mizan. Ilmu
Jiwa Agama.(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hlm 123-135
[7]
Jalaluddin. Psikologi
Agama.(Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2007), hlm 10-14
[8] Muhammad Abu Bakar. Pedoman Pendidikan dan
Pengajaran. (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), hlm 42-45
[9]
Muhammad Jaudah Awwad.
Mendidik Anak Secara Islam.(Jakarta: Gema insane press,1995), hlm 52-53
[10]
Muhammad Abu Bakar.
Pedoman Pendidikan dan Pengajaran.(Surabaya: Usaha Nasional, 1981),hlm 69
[11]
Ibid, hlm 70
[12]
Ibid, hlm 71-72
[13]
Ibid, hlm 84-87
[14]
Ibid, hlm 93-96
Tidak ada komentar:
Posting Komentar