Laman

new post

zzz

Rabu, 06 Maret 2013

a4-2 nailatus sa'adah: tanggung jawab panca indra

MAKALAH
PERTANGGUNG JAWABAN PANCA INDRA
Di susun guna memenuhi tugas :
Mata Kuliah: Hadis tarbawi II
Dosen Pengampu : Muhammad Ghufron, M.S.I














 










Di susun oleh :
Nama : Nailatus Sa’adah
NIM : 2021 111 027
Kelas : A

JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2013

BAB I
PENDAHULUAN
Manusia yang di anugrahi oleh Allah sebuah kesempurnaan fisik berupa pendengaran, penglihatan, hati dan segala kebutuhannya di bumi. Kerap kali membuat manusia lupa bahwa sesungguhnya Allah memberi semua itu tidaklah lain agar manusia beribadah kepada Allah melalui segala sesuatu yang diberi Allah.
Dalam makalah ini saya akan menyampaikan sedikit tentang “Pertanggung jawaban panca indra” dengan berdasarkan beberapa hadis shahih dan firman Allah dalam Al-Qur’an. Dan hanya kepada Allah saya menyandarkan pertolongan dan taufiq.















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Hadis
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةً وً عًنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ قالَ رًسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلًيْه وَسَلًمً : يُؤتًى بِالْعَبْدِ يَوْمَ القِيَامَةِ فَيَقُولُ اللهُ لَهُ ألَمْ أجْعَلْ لَكَ سَمْعَا وَ بَصَرًا وَ مَالاً وَ وَلًدًا وَسَخَّرْتُ لكَ الأنْعَامَ و الْحرْثَ وَ تَرَكْتُكَ تَرْأسُ وَ تَرْبَعُ فكُنْتَ تطَنَّ أنَكَ مُلاَقِي يَومَكَ هَذَا قَالَ فَيَقُولُ لَا فَيَقُولُ لهُ الَيوْم َنسَاكَ كَمَا لَسِيتَنِي قَالَ أَبُو عِسَى هذَا حَدِيَثُ صَحِيحُ غَرِيبُ وَمَعْنَى قَولِهِ اليُومَ اَتْرُكُكَ في الْعَذَابِ هَكَذَا فَسْرُوهُ قالَ أبُو عيسَي وَقَدْ فَسَّرَ بَعضُ أهْلِ الْعِلْمِ هَذِهِ الأيَتَ فَالْيوْمَ نَسَاهُمْ قَالُوا إنَّمَا مَعْنَاهُ الْيوْمَ نَثْرُكُهُمْ ڤِي الْعَذَابِ .( رواه الترمذي فى الجامع،كتاب صفت القيامة و الرقائق َ الورع عن رسول الله )

B.     Terjemah
“Dari Abu Hurairah dan Abi Said berkata : Rasullah SAW bersabda : Pada hari kiamat nanti para hamba di pertemukan dengan-Nya, dan Allah berkata kepada mereka” Bukankah telah Ku ciptakan untukmu pendengaran, penglihatan, harta serta keturunan dan telah kutundukan padamu hewan ternak dan tumbuhan dan hasil bumi agar kau bisa memimpin dan hidup sejahtera dan kamu mengira bahwa kamu kan bertemu dengan hari ini ?” mereka berkata “ tidak ” maka Allah mengatakan pada mereka “ Hari ini Aku melupakan seperti kamu melupankan-Ku.” ( HR. Imam Tirmidzi)

C.     Mufrodat

Di pertemukan                                    :                                                           يُؤتًى
Telah Ku ciptakan untukmu                :                                                           أجْعَلْ لَكَ
Pendengaran                           .           :                                                           سَمْعَا

Penglihatan                                         :                                                           بَصَرًا
Memimpin                                           :                                                           تَرْأسُ
Hidup sejahtera                                   :                                                           تَرْبَعُ
Kamu mengira                                     :                                                           تطَنّ
Melupakan                                        :                                               نسَاكَ

D.    Biografi rawi
Sumber Hadis
Abu Hurairah termasuk sahabat Nabi saw. yang selalu menarik perhatian karena controversial dan selalu menjadi bahan diskusi. Nama dan kelahirannya serta masuknya islam saja masih diperselisihkan. Beberapa tesis dan disertasi doctor lahir hanya karena membahas persoalan Abu Hurairah ini. Ada kalangan tertentu yang tidak saja mengkritisi tetapi meragukan bahkan lebih dari itu, ia menolak keberadaan dan disertasi periwayatannya dengan menulis sebuah buku khusus “menggugat” Abu Hurairah. Sebaliknya ada juga yang mendukung dan membela serta mempertahankan eksistensi Abu Hurairah dengan menulis buku berjudul “Abu Hurairah Riwayah al Islam” paling tidak ada 3 kalangan yang biasa mengkritiki Abu Hurairah, yaitu kalangan orientalis, kalangan syi’ah, dan dari kalangan islam (sunni) sendiri.
Abu Hurairah menjadi objek kritikan karena yang terbanyak meriwayatkan hadis Nabi saw. yaitu sebanyak 5.374 hadis. Abu Hurairah lahir tahun 19/20 sebelum hijriyah (SH) di daerah Yaman, Arabia Selatan dari etnis Daus sehingga ia dikenal dengan Abd ar-Rahman Ibn Shakhr al-Dausiy al-Yamani. Ia masuk islam sejak masih di Yaman.
Abu Hurairah wafat pada tahun 57 H bertepatan dengan tahun kewafatannya Aisyah umm al-mu’minin dan ada juga yang mengatakan tahun 59 H. sebab pada waktu Aisyah wafat Abu Hurairah masih sempat menshalati jenazahnya.[1]



            Mukharijul Hadis
Nama lengkap al-Imam al-Tirmidzi adalah Abu Isa Muhammad ibn Isa ibn Sawrah ibn Musa ibn Dahak al-Sulamani al-Tirmidzi salah seorang ulama ahli hadis yang banyak mempunyai karangan yang terkenal dan pengaruh abadi. Beliau dilahirkan pada tahun 209 H.
Kakek dari Abu Isa berasal dari Marwas kemudian pindah dan mukim ke daerah Tirmidz. Abu Isa dilahirkan di daerah tersebut, dan sangat mencintai keilmuan serta mencari dan meriwayatkan hadits semenjak beliau kecil, untuk tujuan tersebut, Abu Isa melakukan banyak perjalanan keilmuan di antaranya ke Hijaz, Iraq Khurasan dan daerah-daerah lainnya. Pada perjalanan ini, beliau banyak menjumpai para pembesar ulama hadits dan guru-guru hadits serta meriwayatkan hadits dari mereka. Abu Isa selalu meriwayatkan dan menulis hadits yang beliau dengar serta menjaganya dengan baik pada kesempatan melakukan perjalanan maupun dalam waktu senggangnya. Beliau tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan untuk meriwayatkan hadits.
Setelah al-Tirmidzi melakukan perjalanan dan meriwayatkan hadits dalam waktu yang cukup lama, serta menulis beberapa kitab beliau kemudian mengalami kebutaan pada masa tuanya. Kebutaan tersebut beliau alami selama beberapa tahun sampai kemudian beliau wafat. Beliau wafat di Tirmidz pada malam Senin tanggal 13 Rajab tahun 279 H pada usia 70 tahun.
Beberapa karangan al-Tirmidzi, diantaranya:
1.      Kitab al-Jami’ al-Shahih
2.      Kitab al-Ilal yang terdapat pada bagian akhir dari kitab al-Jami’ al-Shahih
3.      Kitab al-Tarikh
4.      Kitab al-Syama `il al-Nabawiyah
5.      Kitab al-Zuhd
6.      Kitab al-Asma` wa al-Kuna



Dari sekian banyak karangan al-Tirmidzi, kitab yang paling monumental adalah kitab al-Jami’ al-Shahih.[2]

E.     Keterangan Hadis
قوله )تَرْأَسُ( رَاءْ سُ الْقَوْمَ يَرْاَ سُهُمْ
            Lafadz ini mempunyai arti pemimpin pada suatu kaum yang telah memimpin mereka pada waktu itu. Bahwasannya kepemimpinan seseorang akan dimintai pertanggungjawaban pada hari kiamat nanti.
)تَرْبَعُ( تَاءْخُذُ رَبْعُ الغَنِيْمَة
            Dapat diartiakan mengambil seperempat harta rampasan. Dia berkata kepada sebagian kaum ketika telah mengambil seperempat dari harta mereka yang berarti bukankah aku telah menjadikanmu pemimpin yang taat.[3]

F.      Aspek Tarbawi
                   Allah telah menjadikan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna. Manusia tak hanya mempunyai panca indra, namun Allah juga memberi kita akal. Akal yang sebagai dasar untuk mengambil dan mempelajari suatu ilmu, serta dasar untuk melakukan suatu amal. Begitu pula dalam memimpin, di sini tak hanya manusia yang sebagai khalifah fil ardh, tetapi juga khalifah untuk diri kita sendiri.
                   Manusia diberi segala sesuatu yang dibutuhkan, seperti halnya dengan panca indra. Sebagai bentuk rasa syukur kita atas anugrah Allah dan juga amanah yang di emban manusia sebagai khalifah. Kita harus memanfaatkannya sesuai dengan perintah Allah, dan jangan sampai sebaliknya. Di era globalisasi sekarang ini kita tidak boleh tertinggal, dengan alat indera ini kita gunakan sebaik-baiknya untuk mencapai ilmu pengetahuan semaksimal mungkin, kita ciptakan inovasi-inovasi baru, pemikiran-pemikiran yang berkualitas, memunculkan hal-hal yang membawa umat manusia kepada kesuksesan, menciptakan lapangan pekerjaan, yang kesemuanya itu bertujuan untuk menuju kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.
           
            Rasa tanggung jawab itu akan terpelihara didalam diri manusia yang sadar, selalu ingat adil jauh dari penyelewengan, tidak tunduk pada hawa nafsu, jauh dari kedzaliman dan kesesatan, serta istiqomah dalam segala perilaku.[4]

            Allah berfirman di dalam Al-Qur’an:
            “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggung jawabannya.” (QS. Al-Isra`: 36)

            Nabi saw. juga bersabda:

لَا تَزُوْلُ قُدَ مَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَا مَةِ حَتَّى يَسْأَ لَ عَنْ اَرْبَعِ عَنْ عُمُرِهِ فِيْمَ اَفْنَاهُ؟ وَعَنْ
عِلْمِهِ مَا فَعَلَ فِيْهِ؟ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيْمَ ابلْاَهُ ؟  )اخر جه التر مذى(
                      “Tidaklah beranjak kaki seorang hamba pada hari kiamat sebelum dimintai pertanggungjawaban empat hal ini: tentang usia, dihabiskan untuk apa usia itu, tentang ilmu pengetahuan, diamalkan untuk apa ilmunya itu, tentang harta diperoleh dari mana dan dibelanjakan untuk apa hartanya itu dan tentang tubuhnya, dilusuhkan untuk apa tubuhnya itu.” (HR. Tirmidzi).

Jadi sudah seharusnya kita bersyukur kepada Allah yang telah menjadikan manusia sebagai makhluk yang sempurna serta memanfaatkan apa yang telah diberikan, karena kita sebagai pemimpin bumi dan tubuh ini. Dan setiap pemimpin kelak akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dipimpinnya, termasuk dengan penglihatan, pendengaran dan hati kita.





PENUTUP

            Sebuah kesempuranaan sering kali membutakan hati manusia untuk mensyukuri dan memanfaatkan apa yang telah didapat. Padahal tak jarang pula manusia yang dilahirkan kurang dan kemampuan dan kesyukurannya melebihi manusia yang di anugrahi kata “normal”.
            Sudah sewajarnya jika kelak Allah menanyakan apa yang dititipkan pada manusia, meminta laporan pertanggung jawaban selama kita di dunia. Semoga menjadi pelajaran dan pengingat bagi manusia.
           






















DAFTAR PUSTAKA
Sayadi, Dr. H. Wajidi. Hadis Tarbawi: Pesan-Pesan Nabi saw. tentang Pendidikan. jilid III. 2011. Jakarta: PT. Pustaka Firdaus.
Su’adi,  Hasan. Di Bawah Naungan al-Kutub al-Sittah. 2007. Yogyakarta: Gama Media Offset.
Rahman, Muhammad Abdur. Kitab Tuhfatul Al wadzi.  juz 7.
Nahlawi, Abdul Rahman an-. Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat. 1995. Jakarta: Bema Insani press.


[1] Dr. H. Wajidi Sayadi, Hadis Tarbawi: Pesan-Pesan Nabi saw. tentang Pendidikan (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 2011) jilid III hlm. 67-71
[2] Hasan Su’adi, Di Bawah Naungan al-Kutub al-Sittah (Yogyakarta: Gama Media Offset, 2007) hlm. 103-108
[3] Muhammad Abdur Rahman, Kitab Tuhfatul Al wadzi, juz 7. hlm. 115.
[4] Abdul Rahman an-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, (Jakarta: Bema Insani press, 1995).Hlm. 44.

18 komentar:

  1. NAMA: SITI SURAHMI
    NIM:2021 111 260
    KELAS: A

    Assalamu'alaikum,
    Di era globalisasi sekarang ini kita tidak boleh tertinggal, dengan alat indera ini kita gunakan sebaik-baiknya untuk mencapai ilmu pengetahuan semaksimal mungkin, kita ciptakan inovasi-inovasi baru, pemikiran-pemikiran yang berkualitas,
    jelaskan maksud dari kalimat di atas, bagaimana kita melakukan hal tersebut serta berikan contohnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. wa'alaikum salam ,,
      afwan baru sempat balas..
      maksud dari kalimat itu dan bgaimana melakukannya adalah ,, manusia telah diberi kelengkapan oleh Allah berupa alat indra..
      dengan alat indra itu hendaklah kita memanfaatkannya sesuai dengan perkembangan zaman.
      di zaman sekarang ini telah berkembang banyak ilmu pengetahuan dan kemajuan-kemajuan teknologi.
      contohnya:
      munculnya teknologi berupa komputer disertai dengan jaringan internet. disini jelas banyak yang bisa kita lakukan terkait dengan pemanfaatan panca indra.
      tangan untuk memenct tombol menuju browsing ,, mata yang diberikan Allah kita gunakan untuk membaca dan melihat ilmu pengetahuan (yang baik)yang ada dilayar komputer.
      dan dari ilmu itu kita bisa mendapatkan pelajaran dan mengamalkan pengetahuan itu kepada masyarakat untuk menjadikan kehidupan manusia lebih baik ..

      Hapus
  2. Anita Kumala (2021 111 364)

    Ass.. .
    Yang ingin saya tanyakan kepada pemakalah.. .
    Apabila ada sebuah kasus, seorang laki-laki mencuri barang milik org lain, akan tetapi dari lubuk hati paling dalam si pencuri itu tdk ingin mencuri, hanya saja kondisi dan situasi mendesaknya untuk mencuri demi kelangsungan hidupnya (kbutuhan sandang pangan dan papan).. .menurut pendapat pemakalah bagaimana pertanggung jawaban panca indranya ? Krn di sisi lain si pencuri ini benar-benar membutuhkan, namun di sisi lain mencuri itu adlh perbuatan yg dilarang oleh agama.. .
    Terimakasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. wa'alaikum salam ,,
      menjawab prtanyaan itu ,, saya hanya ingin mengtakan bhwasannya Allah membalas sesuai dengan perbuatan manusia itu sendiri..
      "dengan kata lain, panca indra itu akan tetap mempertanggung jawabkan perbuatannya."
      sebenarnya ketika manusia mau berusaha dan tidak berputus asa (ikhtiyar disertai do'a) ,, Allah pasti akan memberikan jawaban atas usaha dan do'anya. karna Allah pasti tidak akan membiarkan hamba-Nya menderita.
      seringnya ugkapan kata-kata terdesak itu muncul ketika manusia itu sudah berputus asa dan tidak berusaha berbuat lebih baik.. padahal cara-cara halal yang diberikan Allah itu lebih banyak.

      semoga jawaban ini sudah mampu mewakili pertanyaan anda..:)

      Hapus
  3. Zaenal Arifin (202 109 251)

    Assalamu'alaikum...

    Makalah ini membahas mengenai penggunaan panca indra, yang nantinya akan di nilai dan dimintai pertanggung jawabannya, menggingat di zaman sekarang ini dengan adanya kecangihan teknologi yang semakin maju, hingga akibatnya tiada batasan antara yang halal dan haram, bawasanya batasan tersebut sangatlah tipis sekali bagi setiap orang. Dan yang saya tanyakan bagaimana kita menyikapi fenomena tersebut??

    Terimakasih...

    BalasHapus
    Balasan
    1. wa'alaikum salam ,,
      ketika membahas fenomena seprti yang anda tanyakan ,, menurut saya jika dilihat dari segi agama, batasan halal dan haram itu tetap ada dan tidak akan hilang. terkecuali ketika kita melihat dari ranah pribadi masing-masing orang tersebut, ungkapan "batasan sangat tipis dan menjadi seperti tanpa batas" itu bisa muncul ...
      jika di lihat dari 2 segi tersebut ,, maka pengetahuan agama pada masing" orang itu yang telah hilang , sehingga tag lagi mengenal batasan-batasan yang telah ditentukan oleh agama (halal-haram).
      lantas bagaimana menyikapi fenomena ini??
      .menurut saya ,, yang terpenting adalah memberikan kesadaran yang sebenar-benarnya pada orang-orang.bahwa jangan sampai perkembangan zaman dan teknologi itu mengikis iman kita ,, terlebih menghilangkan batas-batas halal dan haram..

      Hapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  5. Nama:Dzati ismah
    Nim :2021 111 263
    Assalamu'alaikum
    apabila salah satu dari indra kita melihat hal-hal yang tidak bagus,tetapi melihatnya itu dengan tidak sengaja,bagaimana caranya kita mempertanggung jawabkanya,tolong jelaskan.
    terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. wa'alaikum salam ,,
      saya kurang begitu paham ,, karna hal tersebut kaitannya dengan hukum ..
      mungkin ketika kita melihat hal yang tidak bagus dan tidak sengaja ,, menurut saya tidak apa-apa ... tapi dengan catatan ,, hati kita tidak menyenangi hal tersebut..
      ucap istighfar dan mohon ampun kepada Allah ,, karna bagaimana pun yang menilai pastinya adalah Allah..
      namun , ketika kita melihat tanpa sengaja dan tetap melanjutkannya ... maka pertanggung jawaban itu tetap sama ..
      dari segi pendidikan ,, akan lebih baik ketika kita menjaga indra kita dari hal-hal yang tidak baik.. dan memanfaatkan indra tersebut dalam hal-hal yang baik pula..

      Hapus
  6. nama: nur amiroh
    nim :2021 111 345

    assalam...
    bagaimana jika ada manusia tidak bersyukur atas indra yang telah diberikan oleh Allah spt memakai lensa untuk keindahan mata,dll.......

    BalasHapus
    Balasan
    1. wa'alaikum salam ...
      "segala perbuatan pasti akan dimintai pertanggung jawabannya"..
      "dan apabila tidak mensyukuri nikmat Allah , sesungguhnya azab Allah sangatlah pedih"..
      seperti halnya , seseorang dikaruniai indra mata untuk melihat ,,, namun seseorang itu tidak memanfaatkan, menggunakan dan menjaga dengan baik ,, kemudian indra mata itu minus (-).. sesungguhnya kekurangan dia dalam melihat juga termasuk azab ..
      dan merupakan sebuah pelajaran bagi orang lain agar menjaga pemberian Allah dengan baik ..
      serta semua itu (menjaga dan merawat titipan Allah) pasti kelak akan dimintai pertanggung jawaban..

      begitu pula memakai lensa ,, ketika memakai lensa untuk membantu penglihatan mata yang kurang baik (contoh: mata minus).. hal itu tidak apa-apa..
      namun ketika memakai lensa untuk memamerkan kepada orang lain sehingga menimbulkan sombong ataupun iri, dan terkadang menimbulkan zina mata..
      semua itu tetap menjadi tanggungan (tanggung jawab) kita kelak..

      Hapus
  7. Bagaimana jika salah satu panca indra tidak sempurna, apakah panca indra tersebut akan dimintai pertanggung jawabannya juga?

    BalasHapus
    Balasan
    1. maaf , dari pertanyaan anda mengandung dua kemungkinan...
      panca indra tersebut tidak sempurna karna ketentuan Allah, atau karena kita??

      ketika panca indra tidak sempurna karna ketentuan Allah ,, menurut saya tanggung jawab untuk menjaga titipan itu masih tetap melekat pada diri kita..
      gagaimana kita menjaga ,, bagaimana kita memanfaatkan dan menggunakan hal yang tak sempurna menjadi lebih baik dan terlihat sempuna .. semua tanggung jawab itu masih melekat dan tanpa menyudutkan pemberian Allah...
      tidak membuat/menjadikan panca indra yang tak sempurna oleh Allah itu menjadi sebuah alasan bagi kita untuk tidak memanfaatkan dan menafikkan tanggung jawab kita...

      jika panca indra yang tidak sempurna atas ketentuan Allah masih dimintai pertanggung jawaban ,, apalagi yang tak sempurna karna kita??
      jawabannya sudah pasti akan dimintai pertanggung jawabannya...

      Hapus
  8. Nama: Eka supriyatin
    Nim:2021 111 357
    Assalamualiakum........
    bagaimana menurut pemakalah jika ada seseorang yang tidak memanfaatkan panca indra yang dimilikinya,misalnya ada orang pura-pura buta untuk alat menjadi pengemis.jelaskan dan solusinya bagaimana???????????

    BalasHapus
    Balasan
    1. wa'alAikum salam ..
      memang sekarang ini banyak terjadi fenomena tersebut dan sedikit mengulas hadis di atas ,,
      “Tidaklah beranjak kaki seorang hamba pada hari kiamat sebelum dimintai pertanggungjawaban empat hal ini: tentang usia, dihabiskan untuk apa usia itu, tentang ilmu pengetahuan, diamalkan untuk apa ilmunya itu, tentang harta diperoleh dari mana dan dibelanjakan untuk apa hartanya itu dan tentang tubuhnya, dilusuhkan untuk apa tubuhnya itu.” (HR. Tirmidzi).
      sungguh telah jelas disebutkan dalam hadis tersebut ,, pekerjaan meminta (mengemis) itu baik ,, tapi akan lebih baik ketika kita m njdi seseorang yg memberi.. (darimana kita mendapatkan harta akan dipertanyakn ,, dan pasti dimintai pertanggung jawaban)
      tentang tubuhnya (indranya) ,, "dilusuhkan untuk apa tubuhnya itu?"
      bagaimana kita memanfatkan dan menjaga tubuh (indra) ,, kelak akan dimintai pertanggung jawaban..

      dan untuk solusi ,,
      mungkin ,, menangkap orang-orang yg demikian. kemudian, melakukan 3 hal :
      1. penyadaran (menyadarkan atas perbuatan mereka ,, bhwa perbuatan tersebut tidaklah baik)
      2. pengkapasitasan (memberikan kemampuan pada mereka ,, kemampuan yang dimaksud adalah memberikan mereka ketrampilan agar mempunyai kemampuan untuk melakukan pekerjaan lain yang baik)
      3. pengorganisasian (membuat suatu lembaga untuk pemberdayaan oraang-orang yang bersangkutan)

      Hapus
  9. Nama : M.FURQON
    NIM : 2021111043
    Assalamu'alaikum...
    pemakalah sudah menjelaskan apabila seseorang salah satu panca indranya tidak sempurna maka kita harus memanfaatkan dan menggunakannya dengan baik.
    salah satu panca indra ada mata dan dalam bagian mata salah satunya adalah saraf mata. Yang saya mau tanyakan apakah dimintai pertanggung jawaban apabila seseorang terlahir tidak bisa melihat karena kerusakan saraf mata kemudian melakukan operasi agar bisa melihat dan apa hukum melakukan operasi tersebut jelaskan..
    terima kasih...

    BalasHapus
    Balasan
    1. wa'alaikum salam ,,
      terima kasih atas pertanyaannya..
      tanggapan saya ,, apapun hal yang kita lakukan baik ataupun buruk.. kita akan tetap dimintai pertanggung jawaban...
      untuk kasus yang disebutkan ,,, secara hukum saya kurang tau ..
      namun jika dilihat dari manfaat dan mudharatnya .. dan jika operasi tersebut dilakukan agar dapat melihat dengan normal ..
      Dalil-dalil dari al-Qur`an dan sunnah menetapkan dibolehkannya operasi medisdengan syarat-syaratnya, dan bahwa tidak ada dosa atas seorang muslim melakukannya untuk meraih kesembuhan dari penyakit yang Allah ujikan kepadanya dengan izin Allah.
      firman Allah: “Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.”
      (Al-Maidah: 32)
      dan adapun syarat-syarat dibolehkannya operasi medis yang diletakkan oleh fuqaha Islam dalam buku-buku mereka, syarat-syarat ini diambil dari dasar-dasar kaidah syariat.
      1) Hendaknya operasi medis disyariatkan.
      2) Hendaknya penderita membutuhkannya.
      3) Hendaknya penderita mengizinkan.
      4) Hendaknya tim medis menguasai.
      5) Hendaknya peluang keberhasilan lebih besar.
      6) Hendaknya tidak ada cara lain yang lebih minim mudharatnya.
      7) Hendaknya operasi medis berakibat baik.
      8) Hendaknya operasi tidak berakibat lebih buruk daripada penyakit penderita.

      Hapus
  10. kita tahu Allah itu maha adil. tapi bagaimana jika karena ketidak sempurnaan indera yang dimiliki seseorang, membuat kita berpikiran bahwa Allah itu tidak adil? apa pendapat pemakalah?

    BalasHapus