PERANG SALIB
(THE CRUSADES WAR)
MAKALAH
Disusun
untuk Memenuhi Tugas:
Mata
kuliah: Sejarah Peradaban Islam
Dosen
Pengampu: Ghufron Dimyati, M.S.I
Disusun
Oleh:
Khofidhotul
Khasanah 202 111 2086
Kelas:
H
JURUSAN TARBIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN )
PEKALONGAN
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Perang Salib
merupakan peristiwa bersejarah
yang tidak dapat dilupakan dalam
sejarah Islam dengan kristen yang terjadi pada abad pertengahan , karena
perang ini berjalan dalam waktu yang cukup lama, memakan korban yang cukup
banyak, menghabiskan dana yang tidak terhitungkan, mendatangkan kerugian yang
tak dapat dinilai dengan uang dan bahkan mengakibatkan dampak yang negatif dan
destruktif bagi hubungan umat beragama, namun demikian tak dapat dipungkiri
bahwa sesungguhnya Perang Salib telah membawa perubahan peradaban yang
signifikan khususnya bagi peradaban Barat yang nota bene beragama Kristen.
Perang yang terjadi hampir dua abad ini
terjadi secara besar-besaran sebagai tragedi berdarah, dan dalam perang ini
banyak pula tokoh-tokoh yang tidak bisa kita abaikan perannya, dan penting
untuk kita ketahui serta kita contoh semangat juang dengan pantang sedikit pun mundur
dari gejolak di medan perang.
Dengan kita melihat begitu banyak ilmu
sejarah yang dapat kita ambil dari perang antara umat Islam dan Kristen ini,
maka pada makalah ini akan diuraikan tentang sejarah Perang Salib.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Timbulnya
Perang Salib
Perang
Salib (The Crusades War) adalah
serangkaian perang agama selama hampir dua abad sebagai reaksi Kristen Eropa
terhadap Islam Asia. Perang ini terjadi karena sejumlah kota dan tempat suci
Kristen diduduki Islam, seperti di Suriah, Asia Kecil, Spanyol, dan Sicilia.
Militer Kristen menggunakan salib sebagai simbol yang menunjukkan bahwa perang
ini suci dan bertujuan membebaskan kota suci Baitul Maqdis (Yerusalem) dari
orang Islam.
Perang
Salib awalnya disebabkan adanya persaingan pengaruh antara Islam dan Kristen.
Penguasa Islam Alp Arselan yang memimpin gerakan ekspansi yang kemudian dikenal
dengan “Peristiwa Manzikart” pada tahun 464 H (1071 M) menjadikan orang-orang
Romawi terdesak. Tentara Alp Arselan yang hanya berkekuatan 15.000 prajurit,
dalam peristiwa ini berhasil mengalahkan tentara Romawi, Ghuz, Al-Akraj, Prancis,
dan Armenia. Peristiwa besar ini menanamkan benih permusuhan dan kebencian
orang-orang Kristen terhadap umat Islam, yang kemudian mencetuskan Perang
Salib. Kebencian itu bertambah setelah dinasti Saljuk dapat merebut Baitul
Maqdis pada tahun 471 H dari kekuasaan Dinasti Fathimiyah yang berkedudukan di
Mesir. Penguasa Saljuk menetapkan beberapa peraturan bagi umat Kristen yang
ingin berziarah ke sana. Peraturan ini dirasakan sangat menyulitkan mereka.
Oleh
karena itu, untuk memperoleh kembali keleluasaan berziarah ke tanah suci
Kristen itu, pada tahun 1095 M, Paus Urbanus II berseru kepada umat Kristen di
Eropa agar melakukan perang suci. Perang ini kemudian dikenal dengan nama
Perang Salib karena pasukan Kristen dalam berperang mengenakan tanda salib pada
pakaian yang dikenakannya sebagai lambang.
Perang
Salib berlangsung hampir 200 tahun lamanya, dari mulai 1095-1293 M, dengan 8
kali penyerbuan. Perang tersebut bertujuan untuk merebut kota suci Palestina,
tempat “tapak Tuhan berpijak”, dari tangan kaum muslimin. Perang tersebut
merupakan peristiwa yang sangat menyedihkan di pantai timur Laut Tengah, yang
merusak hubungan antara dunia Timur dan dunia Barat.
B. Sebab-Sebab
Perang Salib
Ada beberapa faktor yang memicu
terjadinya Perang Salib. Adapun yang menjadi faktor utama yang menyebabkan
terjadinya Perang Salib ada tiga hal, yaitu agama, politik, dan sosial ekonomi.
1.
Faktor
Agama
Sejak
Dinasti Saljuk merebut Baitul Maqdis dari tangan Dinasti Fathimiyah pada tahun
1070 M, pihak Kristen merasa tidak bebas lagi menunaikan ibadah ke sana karena
penguasa Saljuk menetapkan sejumlah peraturan yang dianggap mempersulit mereka
yang hendak melaksanakan ibadah ke Baitul Maqdis. Bahkan mereka yang pulang
berziarah sering mengeluh karena mendapat perlakuan jelek dari orang Saljuk
yang fanatik. Umat Kristen merasa perlakuan para penguasa Dinasti Saljuk sangat
berbeda dari para penguasa Islam lainnya yang pernah menguasai kawasan itu
sebelumnya.
2.
Faktor
Politik
Kekalahan
Bizantium sejak 330 disebut Konstantinopel (Istambul) di Manzikart, pada 1071 dan jatuhnya Asia Kecil ke bawah
kekuasaan Saljuk telah mendorong Kaisar Alexius I Comnenus (kaisar
Konstantinopel) untuk meminta bantuan kepada Paus Urbanus II (1035-1099); yang
menjadi Paus antara tahun 1088-1099 M, dalam usahanya untuk mengembalikan
kekuasaannya di daerah penduduk Dinasti Saljuk. Paus Urbanus II bersedia
membantu Bizantium karena adanya janji Kaisar Alexius untuk tunduk di bawah
Paus di Roma dan harapan untuk dapat mempersatukan gereja Yunani dan Roma.
Di
lain pihak, kondisi kekuasaan Islam pada waktu itu sedang melemah sehingga orang
Kristen di Eropa berani untuk ikut mengambil bagian dalam Perang Salib. Ketika
itu Dinasti Saljuk di Asia Kecil sedang mengalami perpecahan, dan Dinasti
Fathimiyah di Mesir dalam keadaan lumpuh, sementara kekuasaan Islam di Spanyol
semakin goyah. Situasi semakin bertambah parah karena adanya pertentangan
segitiga antara khalifah Fathimiyah di Mesir, khalifah Abbasiyah di Baghdad,
dan Amir Umayyah di Cordofa yang memproklamasikan dirinya sebagai khalifah.
Situasi yang demikian mendorong para penguasa Kristen di Eropa untuk merebut
satu persatu daerah Islam, seperti dinasti kecil di Edessa dan Baitul Maqdis.
3.
Faktor
Sosial Ekonomi
Para
pedagang besar yang berada di pantai Timur Laut Tengah terutama yang berada di
kota Venesia, Genoa, dan Pisa, berambisi untuk menguasai sejumlah kota dagang
di sepanjang pantai timur dan selatan Laut Tengah untuk memperluas jaringan
dagang mereka. Untuk itu mereka rela menanggung sebagian dana Perang Salib
dengan maksud menjadikan kawasan tersebut sebagai pusat perdagangan mereka
apabila pihak Kristen Eropa memperoleh kemenangan. Hal itu dimungkinkan karena
jalur Eropa akan bersambung dengan rute perdagangan di Timur melalui jalur
strategis tersebut.
Disamping
itu, stratifikasi sosial masyarakat Eropa pada kelompok rakyat jelata nampak
pada kehidupan mereka sangat tertindas dan terhina mereka harus tunduk kepada
para tuan tanah yang sering bertindak semena-mena dan dibebani berbagai pajak
serta sejumlah kewajiban lainnya. Oleh karena itu, ketika mereka dimobilisasi
oleh pihak-pihak gereja untuk turut mengambil bagian dalam perang salib dengan
janji akan diberikan kebebasan dan kesejahteraan yang lebih baik apabila perang
dapat dimenangkan, mereka menyambut seruan itu secara spontan dengan melibatkan
diri dalam perang tersebut.
Selain
hal diatas di Eropa berlaku diskriminasi terhadap rakyat jelata, pada saat itu
di Eropa berlaku hukum waris yang menetapkan bahwa hanya anak tertua yang
berhak menerima harta warisan. Apabila anak tertua meninggal, harta warisan
harus diserahkan kepada gereja. Hal ini telah menyebabkan populasi orang miskin
semakin meningkat. Akibatnya anak-anak yang miskin sebagai konsekuensi hukum
waris yang mereka taati itu beramai-ramai pula mengikuti seruan mobilisasi umum
tersebut dengan harapan yang sama, yakni untuk mendapatkan perbaikan ekonomi.
C. Periodisasi
Perang Salib
Menurut
Phillip K. Hitti, dalam The Arabs A Short History, pembagian Perang Salib yang
lebih tepat adalah sebagai berikut:
1. Periode penaklukan (1096-1144 M).
2. Periode reaksi umat Islam (1144-1192 M).
3. Periode perang saudara kecil-kecilan
atau periode kehancuran dalam pasukan salib (1192-1291 M).
tiga periode diatas sebagaimana berikut:
1.
Periode
Pertama
Jalinan
kerja sama antara Kaisar Alexius I dan Paus Urbanus II berhasil membangkitkan
semangat umat Kristen, terutama akibat pidato Paus Urbanus II pada Konsili
Clermont (26 November 1095 M). Menurut penilaian Philip K. Hitti, pidato ini
kemungkinan merupakan pidato yang paling berkesan sepanjang sejarah yang telah
dibuat Paus. Pidato ini menggema ke seluruh penjuru Eropa yang membangkitkan
seluruh negara Kristen mempersiapkan berbagi bantuan untuk mengadakan
penyerbuan. Gerakan ini merupakan gerakan spontanitas yang diikuti berbagai
kalangan masyarakat.
Hasan
Ibrahim Hasan dalam Tarikh Al-Islam, menggambarkan gerakan ini sebagai
gerombolan rakyat jelata yang tidak memiliki pengalaman berperang, tidak
disiplin, dan tanpa memiliki persiapan. Gerakan ini dipimpin oleh Piere
I’Ermite. Sepanjang jalan menuju kota Konstantinopel, mereka membuat keonaran,
melakukan perampokan, dan bahkan terjadi bentrokan dengan penduduk Hongaria dan
Bizantium. Akhirnya dengan dengan mudah pasukan Salib dapat dikalahkan Dinasti
Saljuk.
Pasukan
Salib angkatan berikutnya dipimpin oleh Godfrey of Boulion. Gerakan ini lebih
merupakan ekspedisi militer yang terorganisasi rapi. Pada musim semi tahun 1095
M, 150.000 orang Eropa, sebagian besar
bangsa Prancis dan Norman berangkat menuju Konstantinopel, kemudian ke
Palestina. Tentara Salib yang dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan Raymond ini
memperoleh kemenangan besar. Pada tanggal 18 Juni 1097 mereka berhasil
menaklukan Nicea, dan tahun 1098 menguasai Edessa. Di sini mereka mendirikan
Kerajaan Latin I dengan Baldwin sebagai rajanya. Pada tahun yang sama mereka
dapat menguasai Antiochea dan mendirikan Kerajaan Latin II di Timur, Bohemond
dilantik menjadi rajanya. Mereka juga berhasil menduduki Baitul Maqdis atau
Yerusalem (15 Juli 1099) dan mendirikan kerajaan Latin III dengan Godfrey sebagai
rajanya. setelah penaklukan Baitul Maqdis, tentara salib melanjutkan
ekspansinya, mereka menguasai kota Akka (1104 M), Tripoli (1109 M), dan Tyre
(1124 M). Di Tripoli mereka mendirikan Kerajaan Latin IV, dengan Raymond
sebagai rajanya.
Pada
tahun 1127 M, muncul Imaduddin Zanki seorang pahlawan Islam termasyhur dari
Mousul, yang dapat mengalahkan tentara Salib di kota Aleppo Hamimah, dan
Edessa. Kemenangan itu merupakan kemenangan pertama kali yang disusul dengan
kemenangan selanjutnya sehingga tentara Salib merasakan pahitnya kekalahan demi
kekalahan. Pada tahun 1046 M, Imaduddin Zanki wafat.
2.
Periode
Kedua
Wafatnya
Imaduddin Zanki, membangkitkan anaknya, Nuruddin Zanki untuk melanjutkan tugas
sang ayah, meneruskan perjuangan membela agama, melakukan jihad, Nuruddin Zanki
berhasil merebut kembali Antiochea pada tahun 1149 M, dan pada tahun 1151 M
seluruh Edessa dapat direbut kembali.
Jatuhnya
Edessa ini menyebabkan orang-orang Kristen mengobarkan Perang Salib kedua. Paus
Eugenius III menyerukan perang suci yang disambut positif oleh raja Perancis Louis
VII dan raja Jerman Codrad II. Keduanya memimpin Pasukan Salib untuk merebut
wilayah Kristen di Syiria. Akan tetapi, pasukan mereka dihadang oleh Nuruddin
Zanki. Mereka tidak berhasil memasuki Damaskus. Louis VII dan Codrad II sendiri
melarikan diri pulang ke negerinya. Nuruddin wafat pada tahun 1174 M. Pimpinan
perang kemudian dipegang oleh Shalahuddin Al-Ayyubi yang berhasil mendirikan
Dinasti Ayyubiyah di Mesir pada tahun 1175 M. Hasil peperangan Shalahuddin yang
terbesar adalah merebut kembali Yerusalem pada 2 Oktober 1187 M. Dengan
demikian, kerajaan Latin yang didirikan tentara Salib di Yerusalem yang
berlangsung selama 88 tahun berakhir.
Jatuhnya
Yerusalem ke tangan kaum muslimin sangat memukul perasaan tentara salib. Mereka
menyusun rencana balasan. Kali ini tentara salib dipimpin oleh Frederick
Barbarossa raja Jerman, Richard The Lion Hart raja Inggris, dan Philip Augustus
raja Prancis. Pasukan ini bergerak pada tahun 1189 M. Meskipun mendapat
tantangan berat dari Shalahuddin akan tetapi mereka berhasil merebut Akka yang
kemudian dijadikan ibu kota Kerajaan Latin, tetapi mereka tidak berhasil
merebut Palestina. Pada tanggal 2 November 1192 M, dibuat perjanjian antara
tentara salib dengan Shulh Ar-Ramlah. Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa orang-orang
Kristen yang pergi berziarah ke Baitul Maqdis tidak akan diganggu.
Tidak
lama kemudian, setelah perjanjian itu disepakati, Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi,
pahlawan Perang Salib itu meninggal dunia pada Februari 1193 M.
3.
Periode
Ketiga
Tentara
salib pada periode ini dipimpin oleh raja Jerman, Frederick II. Kali ini mereka
berusaha merebut Mesir terlebih dahulu sebelum ke Palestina, dengan harapan
mendapat bantuan dari orang-orang Kristen Qibti. Pada tahun 1219 M, mereka berhasil menduduki
kota Dimyat. Raja Mesir dari Dinasti Ayyubiah, Al-Malikul Kamil, membuat
perjanjian dengan Frederick. Dalam perkembangan berikutnya, Palestina dapat
direbut kembali oleh kaum muslimin pada tahun 1247 M, di masa pemerintahan
Al-Malikush Shalih, penguasa Mesir selanjutnya. Ketika Mesir dikuasai oleh
Dinasti Mamalik pengganti Dinasti Ayyubiyah, pimpinan kaum muslimin dipegang
Baybars dan Qalawun. Pada masa itu Akka dapat direbut kembali oleh kaum
muslimin pada tahun 1291M.
Dalam
periode ini telah terukir dalam sejarah munculnya pahlawan wanita Islam yang
terkenal gagah berani, yaitu Syajar Ad-Dur. Ia berhasil menghancurkan pasukan
raja tersebut. Bukan hanya itu, sejarah mencatat bahwa pahlawan wanita gagah
perkasa ini telah mampu menunjukkan sikap kebesaran Islam dengan membebaskan
dan mengizinkan Raja Louis IX
kembali ke negerinya, Prancis.
D. Jalannya
Perang Salib
Perang
salib yang berlangsung dalam kurun waktu hampir dua abad, terjadi dengan
serangkaian peperangan. Pada tahun 490H/1096 M, pasukan salib yang dipimpin oleh
komandan Walter dapat ditundukkan oleh kekuatan Kristen Bulgaria. Kemudian
Peter yang mengomando kelompok kedua pasukan salib bergerak melalui Hongaria
dan Bulgaria. Pasukan ini berhasil menghancurkan setiap kekuatan yang
menghalanginya. Seorang penguasa negeri Nicea berhasil menghadapinya bahkan
sebagian pimpinan salib berkenan memeluk Islam dan sebagian pasukan mereka
terbunuh dalam peperangan ini.
Setahun
kemudian yakni pada tahun 491 H/ 1097 M, pasukan Kristen dibawah komando
Goldfrey bergerak dari Konstantinopel menyeberangi selat Bosporus dan berhasil
menaklukan Antioch setelah mengepungnya selama 9 bulan. Pada pengepungan ini
pasukan Salib melakukan pembantaian secara kejam tanpa perikemanusiaan.
Setelah
berhasil menundukkan Antioch, pasukan salib bergerak ke Ma’arrat An-Nu’man,
sebuah kota termegah di Syria. Di kota ini pasukan salib juga melakukan
pembantaian ribuan orang. Pasukan salib selanjutnya menuju ke Yerusalem dan
dapat menaklukannya dengan mudah. Ribuan jiwa kaum muslimin menjadi korban pembantaian
dalam penaklukan kota Yerusalem ini. Sejarah telah menyaksikan sebuah tragedi
manusia yang memilukan. Goldfrey selanjutnya menjabat sebagai penguasa atas
negeri Yerusalem. Ia adalah seorang penguasa yang cakap, komandan yang
bersemangat dan agresif. Pada tahun 503 H 1109 M, pasukan salib menaklukan
Tripoli. Selain membantai masyarakat Tripoli, mereka juga membakar
perpustakaan, perguruan dan sarana industri hingga menjadi abu.
Selama
terjadi peperangan tersebut, kesultanan Saljuk sedang mengalami kemunduran.
Perselisihan antara sultan-sultan Saljuk memudahkan pasukan salb merebut
wilayah kekuasaan Islam. Dalam kondisi seperti ini muncullah seorang Sultan
Damaskus yang bernama Muhammad yang berusaha mengabaikan konflik internal dan
menggalang kesatuan dan kekuatan Saljuk untuk mengusir pasukan Salib. Baldwin,
penguasa Yerusallem pengganti Goldfrey, dapat dikalahkan oleh pasukan Saljuk
ketika ia sedang menyerang kota Damaskus. Baldwin segera dapat merebut
wilayah-wilayah yang lepas setelah datang bantuan pasukan dari Eropa.
Sepeninggal
Sultan Mahmud, tampillah seorang perwira muslim yang cakap dan gagah pemberani.
Ia adalah Imaduddin Zanki, seorang anak dari pejabat tinggi Sultan Malik Syah.
Atas kecakapannya, ia menerima kepercayaan berkuasa atas kota Wasit dari Sultan
Mahmud. Belakangan penguasa Mosul dan Mesopotamia berlindung kepadanya. Ia
menerima gelar Attabek dari khalifah di Baghdad. Ia telah mencurahkan
kemampuannya dalam upaya mengembalikan kekuatan pemerintahan Saljuk dan
menyusun kekuatan militer, sebelum ia mengabdikan diri di kancah peperangan
salib.
Masyarakat
Aleppo dan Hammah yang menderita di bawah kekuasaan pasukan salib berhasilkan
diselamatkan oleh Imaduddin Zanki setelah berhasil mengalahkan pasukan salib.
Tahun berikutnya ia juga berhasil
mengusir pasukan salib dari Al-Arsyarib. Satu per satu Zanki meraih
kemenangan atas pasukan salib, hingga ia merebut wilayah Eddesa pada tahun 539
H/ 1144 M. Pada saat itu pula bangsa Romawi menjalin kekuatan gabungan dengan
pasukan Prancis menyerang Buzza. Mereka menangkap dan membunuh perempuan dan
anak-anak yang tidak berdosa. Zanki segera mengerahkan pasukannya dan ia
berhasil mengusir kekuatan Prancis dan Romawi secara memalukan. Wilayah
perbatasan di Akra berhasil digrebek hingga menyerah, demikian juga kota Balbek
ini dipercayakan kepada komandan Najamuddin, ayah Shalahuddin.
Penaklukan
Edesa merupakan keberhasilan Zanki yang terhebat. Oleh umat Kristen Eddesa
merupakan kota yang termulia, karenanya kota ini dijadikan pusat kepuasan.
Dalam penaklukan tindakan pasukan salib. Tidak seorangpun merasakan tajamnya
mata pedang Zanki, kecuali pasukan salib yang sedang bertempur yang sebagian
besar adalah pasukan Prancis. Dalam perjalanan penaklukan Kalat Jabir, Zanki
terbunuh oleh tentaranya sendiri. Selama ini Zanki adalah seorang patriot
sejati yang telah berjuang demi membela tanah airnya. Baginya, pelana kuda
lebih aman dan lebih dicintainya dari pada kasur sutra, dan juga suara hiruk
pikuk di medan peperangan terdengar lebih merdu dan lebih dicintainya dari pada
lantunan musik’’.
Kepimpinan
Imaduddin Zanki digantikan oleh putranyan yang bernama Nuruddin Mahmud, ia
bukan hanya seorang prajurit yang cakap, sekaligus sebagai ahli hukum, dan
seorang ilmuan. Pada saat itu umat Kristen Eddesa dengan bantuan pasukan
Prancis berhasil mengalahkan pasukan muslim yang bertugas di kota ini dan
sekaligus membantainya. Nurrudin segera mengerahkan pasukannya ke Eddesa dan
berhasil merebutnya kembali. Sejumlah pasukan Eddesa dan para pengkhianat
dihukum dengan mata pedang, sedangkan bangsa Armenia yang bersekutu dengan
pasukan salib diusir keluar negeri Eddesa.
Dengan
jatuhnya kembali kota Eddesa oleh pasukan muslim, tokoh-tokoh Kristen Eropa
dilanda rasa cemas. St. Bernard segera menyerukan kembali Perang Salib melawan
kekuatan kaum muslimin. Seruan tersebut membuka gerakan Perang Salib kedua
dalam sejarah Eropa. Beberapa penguasa Eropa positifseruan perang suci ini.
Kaisar Jerman yang bernama Conrad III, dan kaisar Prancis yang bernama Louis
VII segera mengerahkan pasukannya ke Asia. Namun, kedua pasukan ini dapat
dihancurkan ketika dalam perjalanan menuju Syria. Dengan sejumlah pasukan yang
tersisa mereka berusaha mencapai Antioch, dan dari sini mereka menuju ke
Damaskus. Pengepungan Damaskus telah berlangsung beberapa hari, ketika
Nuruddin, pasukan salib segera melarikan diri ke Palestina, sementara Conrad
III dan Louis VII kembali ke Eropa dengan tangan hampa. Dengan demikian,
berakhirlah babak kedua Perang Salib.
Nuruddin
segera mulai memainkan peran baru sebagai sang penakluk. Tidak lama setelah
mengalahkan pasukan salib, ia berhasil menduduki benteng Areima, merebut
wilayah perbatasan Apamea pada tahun 544 H/ 1149 m, dan kota Joscelin. Pendek
kata kota-kota penting pasukan salib berhasil dikuasainya. Ia segera menyambut
baik permohonan masyarakat Damaskus dalam perjuangan melawan penguasa Damaskus
yang menindas. Keberhasilan Nurruddin menaklukan kota Damaskus membuat sang
khalifah berkenan memberinya gelar kehormatan Al-Malik Al-Adil.
Ketika
itu Mesir sedang dilanda perselisihan intern Dinasti Fathimiyah. Shawar seorang
perdana mentri Fathimiyah dilepas dari jabatannya oleh gerakan rahasia.
Nuruddin mengirimkan pasukannya dibawah pimpinan komandan Syirkuh. Namun
ternyata Syawar justru memerangi Syirkuh berkat bantuan pasukan Prancis
sehingga berhasil menduduki Mesir.
Pada
tahun 563 H/ 1167 M Syirkuh berusaha datang kembali ke Mesir, Syawarpun segera
meminta bantuan raja Yerusalem yang bernama Amauri. Gabungan pasukan Syawar dan
Amauri ditaklukan secara mutlak oleh pasukan Syirkuh dalam peperangan di
Balbain. Antara mereka terjadi perundingan yang melahirkan beberapa
kesepakatan: bahwa Syirkuh bersedia kembali ke Damaskus dengan imbalan 50.000
keping emas, Amauri harus menarik pasukannya dari Mesir. Namun Amauri tidak
bersedia meninggalkan Kairo, sehingga perjanjian tersebut batal secara
otomatis. Bahkan mereka menindas rakyat atas permintaan khalifah Mesir Syirkuh
diperintahkan oleh Nuruddin agar segera menuju ke Mesir. Masyarakat Mesir dan
Khalifah menyambut hangat kedatangan Syirkuh dan pasukannya, dan akhirnya
Syirkuh ditunjuk sebagai Perdana Menteri. Dua bulan sesudah pernunjukan ini,
Syirkuh meninggal dunia, kedudukannya digantikan oleh kemenakannya yang bernama
Shalahuddin. Ketika kondisi politik Dinasti Fathimiyah semakin melemah,
Shalahuddin Al-Ayyubi segera memulihkan otoritas Khalifah Abasyiyah di Mesir,
dan setelah Dinasti Fathimiyah hancur, Shalahuddin menjadi penguasa Mesir
570-590 H (1174-1193 M).
Shalahuddin
putra Najamudin Ayyub, lahir di Takrit pada tahun 432 H/1137 M. Ayahnya adalah
pejabat kepercayaan pada masa Imanuddin Zanki dan masa Nuruddin. Shalahuddin
seorang Letnan pada masa Nuruddin, dan telah berhasil mengonsolidasikan
masyarakat Mesir Nubia, Hijaz dan Yaman. Sultan Malik Syah yang menggantikan
Nuruddin adalah raja yang masih berusia belia, sehingga amir-amirnya seling
berebut pengaruh yang menyebabkan timbulnya krisis politik internal. kondisi
demikian ini memudahkan bagi pasukan salib untuk menyerang Damaskus dan
menundukannya. setelah beberapa lama tampillah Shalahuddin berjuang mengamankan
Damaskus dari pendudukan pasukan salib. lantaran hasutan Gumusytag, sang sultan
belia Malik Syah menaruh kemarahan terhadap sikap Shalahuddin sehingga
menimbulkan konflik antara keduanya. Sultan Malik Syah menghasut masyarakat
Aleppo berperan melawan Shalahuddin. Kekuatan Malik Syah di Aleppo di kalahkan
oleh Shalahuddin. Merasa tudak ada pilihan lain, Sultan Malik Syah meminta
bantuan pasukan Salib. Semenjak kemenangan melawan pasukan Salib di Aleppo ini,
terbukalah jalan lurus bagi tugas dan perjuangan Shalahuddin di masa-masa
mendatang hingga ia berhasil mencapai kedudukan sultan. Semenjak tahun 578
H/1192 M , kesultanan Saljuk di pusat mengakui kedudukan Shalahuddin sebagai
sultan atas seluruh wilayah Asia Barat.
Sementara
itu Baldwin III menggantikan kedudukan ayahnya, Amaury. Baldwin III
mengkhianati janjian genjatan senjata antara kekuatan muslim dengan pasukan
salib Kristen.Bahkan pada tahun 582 H/1186 M , penguasa wilayah Kara yang
bernama Reginald mengadakan penyerbuan terhadap kabilah muslim yang sedang
melintasi benteng pertahanannya. Shalahuddin segera mengerahkan pasukannya di
bawah pimpinan Ali untuk mengepung Kara dan selanjutnya menuju Galilei untuk
menghadapi pasukan Prancis. Pada tanggal 3 Juli 1187 M kedua pasukan bertempur
di daerah Hittin, di mana pihak pasukan Kristen mengalami kekalahan. Ribuan
pasukan mereka terbunuh sedangkan tokoh-tokoh militer mereka ditawan. Sultan
Shalahuddin selanjutnya merebut benteng pertahanan Tiberia. Kota Acre, Naplus, Jericho,
Ramla, Caesarea, Asruf, Jaffra, Beirut, dan sejumlah kota-kota lainnya satu
persatu jatuh dalam kekuasaan Sultan Shalahuddin.
Selanjutnya
Shalahuddin memusatkan perhatiannya untuk menyerang Yerusalem, dimana ribuan
rakyat muslim dibantai oleh pasukan salib Kristen. Setelah mendekati kota ini, Shalahuddin
segera menyampaikan perintah agar pasukan salib Kristen Yerusalem menyerah. Perintah
tersebut sama sekali tidak dihiraukan sehingga Shalahuddin bersumpah untuk
menbalas dendam atas pembantaian ribuan warga muslim.Setelah beberapa lama
terjadi pengepungan,pasukan salib kehilangan semangat tempurnya dan memohon
kemurahan hati sang Sultan. Jiwa sang Sultan terlalu lembut dan penyayang untuk
melaksanakan sumpah dan dendamnya, sehingga Sultan pun memaafkan mereka. Bangsa
Romawi dan Syiria Kristen diberi hidup dan diizinkan tinggal di Yerusalem
dengan hak-hak warga negara secara penuh.Bangsa Perancis dan bangsa-bangsa
latin diberi hak meninggalkan Palestina dengan menbayar uang tebusan 10 dinar
untuk setiap orang dewasa, dan 1 dinar untuk setiap anak-anak.Jika tidak
bersedia mereka dijadikan budak.Namun,peraturan seperti ini tidak diterapkan
oleh sang Sultan secara kaku.Shalahuddin berkenan melepaskan ribuan tawanan
tanpa tebusan sepeser pun,bahkan ia mengeluarkan hartanya sendiri untuk
membantu menebus sejumlah tawanan. Shalahuddin juga membagi-bagikan sedekah
kepada ribuan masyarakat Kristen yang miskin dan lemah sebagai bekal perjalanan
mereka pulang. Ia menyadari betapa pasukan salib Kristen telah membantai ribuan
masyarakat muslim yang tidak berdosa,namun suara hatinya yang lembut tidak tega
untuk melampiaskan dendam terhadap pasukan kristen.
Pada
sisi lainnya Shalahuddin juga membina ikatan persaudaraan antara warga kristen
dengan warga muslim,dengan memberikan hak-hak orang kristen sama persis dengan
hak-hak warga muslim di Yerusalem.Sikap Shalahuddin demikian ini membuat umat
kristen di negara-negara lain ingin sekali tinggal di wilayah kekuasaan sang
sultan ini.sejumlah warga kristen yang meninggalkan Yerusalem menuju Antioch
ditolak bahkan dicaci maki oleh raja Bahemond.Lalu mereka menuju ke negara Arab
di mana kedatangan mereka di sambut dengan baik.Perlakuan baik pasukan muslim terhadap
umat kristen ini sungguh tidak ada bandingannya sepanjang sejarah dunia.Padahal
sebelumnya, pasukan salib Kristen telah berbuat kejam,menyiksa,dan menyakiti
warga muslim.
Jatuhnya
Yerusalem dalam kekuasaan Shalahuddin menimbulkan keprihatian besar kalangan
tokoh-tokoh Kristen.Seluruh penguasa negara Kristen di Eropa berusaha kembali
menggerakkan pasukan salib. Ribuan pasukan Kristen berbondong-bondong menuju
Tyre untuk berjuang mengambilkan prestise kekuatan mereka yang telah hilang. Menyambut
seruan kalangan gereja, kaisar jerman yang bernama Frederick Barbarosa, Philip
August, kaisar prancis yang bernama Richard,beberapa pembesar Inggris, membentuk
gabungan pasukan salib. Dalam hal ini seorang ahli sejarah menyatakan bahwa
Prancis mengerakan seluruh pasukannya baik pasukan darat maupun pasukan laut. Bahkan
wanita-wanita Kristen turut ambil bagian dalam peperangan ini.Setelah seluruh
kekuatan salib berkumpul di Tyre, mereka segera bergerak mengepung Acre.
Shalahuddin
segera menyusun strategi untuk menghadapi pasukan salib.Ia menetapkan strategi
bertahan di dalam negeri dengan mengabaikan saran para amir untuk melakukan
pertahanan di wilayah Acre.Shalahuddin mengambil sikap,yang kurang tepat dengan
memutuskan pandangannya sendiri.Jadi,Shalahuddin haruslah berperang
menyelamatkan wilayahnya setelah pasukan Prancis tiba di Acre.
Tanggal
14 september 1189 M .Shalahuddin terdesak oleh pasukan salib,namun kemenakannya
bernama Taqiyuddin berhasil mengusir pasukan salib dari posisinya dan
mengambilkan hubungan dengan Acre.Dalam hal ini Ibnu Al-Athir menyatakan
“pasukan muslim harus melanjutkan peperangan hingga malam hari sehingga mereka
berhasil mencapai sasaran penyerangan.Namun,setelah mendesak separuh kekuatan
Prancis,pasukan muslim kembali dilemahkan pada hari berikutnya”. Kota Acre
kembali terkepung selama hampir 2 tahun.Sekalipun pasukan muslim menghadapi
situasi yang serba sulit selama pengepungan ini,namun mereka tidak patah
semangat.Segala upaya pertahanan pasukan muslim semakin tidak mambawa hasil,bahkan
mereka merasa frustasi ketika Richard dan Philip August tiba dengan kekuatan
pasukan salib yang maha dahsyat.Sultan Shalahuddin merasa kepayahan mengahadapi
peperangan ini,sementara itu pasukan muslim dilanda wabah penyakit dan
kelaparan.Masytub,seorang komandan Shalahuddin akhirnya mengajukan tawaran
damai dengan kesediaan atas beberapa persyaratan sebagaimana yang telah
ddiberikan kepada pasukan Kristen sewaktu penaklukan Yerusalem dahulu. Namun, sang
raja yang tidak mengenal balas budi ini sedikitpun tidak memberi belas kasih
terhadap umat muslim. Ia membantai pasukan muslim secara kejam.
Setelah
berhasil menundukan Acre, pasukan salib bergerak menunjukan Ascalon dipimpin
jendral Richard.Bersamaan dengan itu Shalahuddin sedang mengarahkan pasukannya
dan tiba di Ascalon lebih awal. Ketika tiba di Ascalon,Richard mendapatkan kota
ini telah dikuasai oleh pasukan Shalahuddin. Mereka tidak berdaya mengapung
kota ini,Richard mengirimkan delegasi perdamaian menghadap Shalahuddin.Setelah
berlangsung perdebatan yang kritis, akhirnya sang sultan bersedian menerima
tawaran damai tersebut. ”Antar pihak muslim dan pihak pasukan salib menyatakan
bahwa wilayah kedua belah pihak saling tidak menyerang dan menjamin keamanan
masing-masing,dan bahwa warga negara kedua belah pihak dapat saling keluar
masuk ke wilayah lainnya tanpa gangguan apapun”. Jadi perjanjian damai yang
menghasilkan kesepakatan diatas mengakhiri Perang Salib ketiga.
Setelah
keberangkatan Jendral Richard, Shalahuddin masih tetap tinggal di Yerusalem dalam
beberapa lama. Ia kemudian kembali ke Damaskus untuk menghabiskan sisa
hidupnya, perjalanan panjang yang meletihkan ini mengganggu kesehatan Sultan
dan akhirnya ia meninggal 6 bulan setelah tercapainya perdamaian,yakni pada
tahun 1193 M.
Hari
kematian Shalahuddin merupakan musibah bagi Islam dan umat islam, sungguh tidak
ada duka yang melanda mereka setelah kematian 4 khalifah pertama yang melebihi
duka atas kematian Sultan Shalahuddin.Demikian tulis seorang sejarawan.
Shalahuddin
bukan hanya prajurit, ia juga seorang yang mahir dalam bidang pendidikan dan
pengetahuan.Berbagai penulis berkarya di istananya. Penulis ternama diantara
mereka adalah Imanuddin,sedangkan hakim yang termashur adalah Al-Hakkari. Sultan
Shalahuddin mendirikan berbagai lembaga pendidikan seperti madrasah, perguruan
dan juga mendirikan sejumlah rumah sakit diwilayah kekuasaannya.
2
tahun setelah meninggalnya Shalahuddin juga berkobar Perang Salib atas
inisiatif Paus Celesti III. Namun, sesungguhnya
peperangan antara pasukan muslim dengan pasukan Kristen telah berakhir dengan
usainya Perang Salib ketiga. Sehingga peperangan berikutnya tidak banyak di
kenal.
Pada
tahun 1195 M pasukan salib menundukkan Sicilia, kemudian terjadi beberapa kali
penyerangan terhadap Syria. Pasukan Kristen ini mendarat di pantai Phoenesia
dan menduduki Beirut.Anak Shalahuddin yang bernama Al-Adil segera menghalau
pasukan salib.Ia selanjutnya menyerang kota perlindungan pasukan salib.Mereka
kemudian mencari perlindungan ke Tibinim,lantaran makin kuatnya tekanan dari
pasukan muslim,pihak salib akhirnya menempuh inisiatif damai.Sebuah perundingan
menghasilkan kesepakatan pada tahun 1198 M , bahwa peperangan ini harus
dihentikan selama 3 tahun.
Belum
genap mencapai 3 tahun, Kaisar Innocent III menyatakan secara tegas berkobarnya
Perang Salib kembali setelah berhasil menyusun kekuatan militer. Jenderal
Richard di Inggris menolak keras untuk bergabung dalam pasukan salib ini,
sedang mayoritas pebguasa Eropa lainnya menyambut gembira seruan perang
tersebut. Pada kesempatan ini pasukan salib yang bergerak menuju Syiria
tiba-tiba mereka membelokkan gerakannya menuju Konstantinopel. Begitu tiba
dikota ini mereka membantai ribuan bangsa Romawi baik laki-laki maupun
perempuan secara bengis dan kejam. Pembantaian ini berlangsung beberapa hari,
jadi pasukan muslim sama sekali tidak mengalami kerugian karena tidak terlibat
dalam peristiwa itu pada tahun 613 H/1216 M, Innocent III jua mengobarkan
propaganda perang salib kembali. 250.000 pasukan salib mayoritas Jerman
mendarat di Syiria. Mereka terserang wabah penyakit diwilayah pantai Syiria
hingga kekuatan pasukan tinggal tersisa sebagian, mereka kemudian bergerak
menuju Mesir dan kemudian mengepung kota Dimyat. Dari 70.000 personil, pasukan
salib berkurang lagi hingga tinggal 3000 pasukan yang tahan dari serangan wabah
penyakit. Bersamaan dengan ini, datang tambahan pasukan yang berasal dari
Prancis yang bergerak menuju Kairo. Namun, akibat serangan pasukan muslim yang
terus-menerus, mereka menjadi terdesak dan terpaksa menempuh jalan damai dengan
syarat bahwa pasukan salib harus segera meninggalkan kota Dimyat.
Untuk
mengatasi konflik politik internal, Sultan Kamil mengadakan perundingan
kerjasama dengan seorang Jendral Jerman yang bernama Frederick. Frederick
bersedia membantunya menghadapi musuh-musuhnya dari kalangan Bani Ayyub
sendiri, sehingga Frederick nyaris menduduki dan sekaligus berkuasa di
Yerussalem.
Yerussalem
berada di bawah kekuasaan tentara salib sampai dengan tahun 1244 M, setelah itu
kekuasaan salib direbut oleh Malik Ash Shalih Najamuddin Al Ayyubi atas bantuan
pasukan Turki Khawarizmi yang berhasil melarikan diri dari kekuasaan Jenghiz
Khan. Dengan direbutnya kota Yerussalem oleh Malik Ash Shalih, pasukan salib
kembali menyusun penyerangan terhadap wilayah Islam. Kali ini Lowis IX, kaisar
Prancis yang memimpin pasukan salib. Mereka mendarat di Dimyat dengan mudah
tanpa perlawanan yang berarti. Karena pada saat itu Sultan Malik Ash Shalih
sedang menderita sakit keras sehingga disiplin tentara muslim merosot. Ketika
pasukan Lowis IX bergerak menuju ke Kairo melalui jalur sungai Nil, mereka
mengalami kesulitan lantaran arus sungaimencapai ketinggiannya dan mereka juga
terserang oleh wabah penyakit sehingga kekuatan salib dengan mudah dapat
dihancurkan oleh pasukan Turan Syah putra Ayyub.
Setelah
berakhir Perang Salib pada masa Turan Syah, pasukan salib Kristen berkali-kali
berusaha membalas kekalahan, namun selalu mengalami kegagalan.[1]
Perang
Salib ke IV dan selanjutnya sampai ke VIII tidak sedahsyat serangan tentara
Salib sebelumnya sehingga nanti pada tahun 1292 M tentara Salib dapat terusir
dari Timur. Demikianlah penyerbuan-penyerbuan tentara Salib dari Eropa melawan
Islam dan umatnya. Mereka tidak dapat merebut apapun dari tangan kaum Muslimin
dan tidak dapat menurunkan bendera Islam dari Palestina.[2]
E. Pengaruh
Perang Salib Terhadap Peradaban Islam
Pasca
genjatan senjata, pasukan Islam dan pasukan salib hidup dengan tenang dan aman.
Kedua belah pihak membaur dan berinteraksi langsung hingga terjadi pernikahan
diantara keduanya. Masing-masing belajar dari yang lain dan itu sangat
berpengaruh pada masa depan yang sedang menunggu. Pasukan Prancis mendapatkan
banyak keuntungan dari pergaulan mereka dengan kaum Muslimin seperti terlihat
berikut:
Satu:
Mereka belajar berbagai macam disiplin ilmu yang saat itu tenggah berkembang
dikalangan kaum Muslimin kepada kaum Muslimin lalu mengarangnya dalam bentuk
buku-buku yang memuat banyak hal-hal yang inovatif dan membuat rumus-rumus
tentang ilmu-ilmu tersebut. Sebagian dari tentara salib ada yang diberi tugas
menterjemahkan naskah ilmiah ke dalam bahasa latin agar diketahui oleh orang-orang
Barat.
Kedua:
Pasukan salib belajar dari kaum Muslimin hal-hal yang terkait dengan
perindustrian dan ketrampilan, seperti ketrampilan menenun, mewarnai,
pelabuhan, barang tambang, industri kaca dan teknologi pembangunan. Kesemuanya
itu pada akhirnya sangat berpengaruh pada kehidupan industri, bisnis dan
ketrampilan bangsa Eropa.
Ketiga:
Peradaban Barat sangat terwarnai oleh peradaban Islam hingga membuatnya maju
dan berada dipuncak kejayaannya. Tanpa perang salib, peradaban Eropa tidak
mungkin maju sampai batas waktu yang hanya diketahui Allah saja. Fakta ini
secara jujur diakui oleh para orientalis yang moderat sebelum dikatakan para
sejarawan Muslim sendiri.
Itulah
yang dipanen bangsa Eropa dari perang salib. Kendati harus diakui bahwa perang
salib menimbulkan kerugian dan kekalahan yang mengenaskan serta tidak mencapai
targetnya yaitu merebut Baitul Maqdis dari kaum Muslimin. Namun dibalik itu,
perang salib mendatangkan keuntungan yang lebih besar yang menjadikan bangsa
Eropa maju.[3]
Apabila
diperhatikan dampak dari pada Perang Salib itu adalah lebih banyak
menguntungkan dunia Barat apalagi dibandingkan dengan dunia Timur khususnya
ummat Islam. Umat Islam tidak melihat arti penting apapun dalam peristiwa
Perang Salib itu. Pengaruh dari Perang Salib itu hanya sedikit seperti
ornamen-ornamen gereja berpengaruh terhadap seni gaya bangunan masjid
sebagaimana terlihat pada masjid An-Nashr di Kairo.
Perang
Salib telah menimbulkan dampak-dampak penting dalam sejarah perkembangan dunia
karena telah membawa Eropa ke dalam kontak langsung dengan dunia Islam yang
telah lebih dahulu maju dan berperadaban, sementara Eropa / Barat berada dalam
abad kegelapan. Melalui inilah hubungan antara Barat dengan Timur terjalin.
Kemajuan orang Timur yang progresif dan maju pada saat itu menjadi daya dorong
yang besar bagi pertumbuhan intelektual Eropa / Barat. Hal itu memerankan
bagian yang penting bagi timbulnya renaissance di Eropa.
Dampak
positif yang ditimbulkan oleh adanya Perang Salib itu bagi dunia Barat dapat
dilihat dalam kenyataan berikut ini :
1.
Secara kultural, pasukan Perang Salib di
Timur menjumpai beberapa aspek yang menarik dari kehidupan Islam. Ketika
pasukan tersebut kembali ke tempat asal mereka, mereka berusaha untuk
menirunya. Sejumlah terjemahan bahasa Arab ke bahasa Latin dikerjakan di
wilayah-wilayah di mana Perang Salib berlangsung.
2.
Gagasan Perang Salib memberi kontribusi kepada gerakan eksplorasi yang berujung
pada ditemukannya Benua Amerika oleh Colombus dan ditemukannya rute perjalanan
laut ke India dengan mengelilingi Tanjung Harapan (Cape of Good Hope).
Akibatnya orang Barat menyadari bahwa selain adanya negara-negara Islam dan
Barat, ada juga negara-negara lain yang bukan negara Islam dan bukan negara
Barat.
Adapun
dampak positif lainnya bagi dunia barat dengan adanya Perang
Salib adalah menambah keuntungan Eropa di lapangan perniagaan dan perdagangan.
Sebagai hasil dari Perang Salib, orang Eropa dapat mempelajari dan memodifikasi
serta mengaplikasikan beberapa temuan penting yang telah dihasilkan oleh
orang-orang Islam pada masa sebelumnya. Hal ini lebih banyak terutama berkaitan
dengan masalah-masalah seni, industri, perdagangan dan pertanian.
Dalam
bidang seni, gaya-gaya bangunan dan cara berpakaian Timur mempengaruhi seni
gaya bangunan dan berpakaian orang Barat. Demikian pula halnya dalam bidang
agrikultur, banyak pasukan Perang Salib yang terbiasa dengan produk agrikultur
Timur, dan yang terpenting adalah gula; karena gula telah menjadi makanan
termewah di Barat. Hal ini berkaitan dengan pembentukan pasar Eropa baru untuk
produk-produk agrikultur Timur. Orang-orang Barat mulai menyadari kebutuhan
akan barang-barang Timur. Karena kepentingan ini, berkembanglah perdagangan antara
Timur dan Barat.
Bersama-sama
dengan keperluan transportasi para peziarah dan pasukan Perang Salib telah
merangsang kegiatan maritim dan perdagangan internasional. Aplikasi kompas
terjadi pada kegiatan maritim saat itu, yang sekalipun jarum magnetik ditemukan
orang Cina, namun penemuan jarum navigasi mulai dikembangkan oleh Islam.
Melihat
kenyataan-kenyataan tersebut di atas, maka sesungguhnya dunia Barat berhutang
budi pada ummat Islam, hanya saja utang budi ini tidak pernah diakui oleh dunia
Barat secara terbuka kepada ummat Islam. Sikap ini berbeda dengan sikap ummat
Islam yang secara terbuka dari dulu mengakui bahwa filsafat dipinjam dari
Yunani, matematika dipinjam dari India, kimia dipinjam dari Cina, dan
seterusnya. Itu semua diakui tanpa ada halangan sama sekali.[4]
Kemudian
apa yang didapatkan kaum muslimin dari perang salib? Sesungguhnya pasukan Islam
berhasil memantapkan penguasaanya terhadap wilayah-wilayah yang telah
dikuasainya dan mengusir pasukan salib serta memulangkan mereka dengan
kekalahan yang memalukan. Namun itu semua tidak banyak manfaatnya bagi kaum
Muslimin karena wilayah-wilayah tersebut sudah lama mereka kuasai sebelum
kedatangan pasukan salib. Jadi tidak ada yang baru dalam hal ini.
Hasil-hasil
perang salib bagi wilayah-wilayah Islam bisa diringkas dalam poin-poin berikut:
Satu: Perang salib yang berlangsung selama kira-kira
dua abad menghabiskan aset kekayaan
negara dan putra-putra bangsa yang terbaik. Ribuan tentara termasuk para amir
dan panglima perang terbunuh. Hingga mengakibatkan kaum Muslimin membutuhkan
waktu yang lama untuk menyusun kembali militernya dan memulihkan kekuatannya
yang hancur akibat perang yang menyakitkan tersebut.
Kedua:
Genjatan senjata terjadi setelah didahului dengan pembantaian masal. Setelah
itu kedua belah pihak bergaul antara satu dengan yang lainnya. Sebagaimana
diketahui bahwa perang apapun selalu meninggalkan cap hitam di negara yang
terlibat. Cap hitam tersebut nampak dalam bentuk kemiskinan, dekadensi moral,
kemunduran ilmu pengetahuan dan kerusakan struktur masyarakat.
Ketiga:
Di samping genjatan senjata menyebabkan terjadinya krisis-krisis seperti
diatas, di pihak lain pandangan dan perhatian pasukan salib terfokus kepada apa
yang belum pernah terpikirkan oleh otak mereka sebelumnya. Bahwa dengan
genjatan senjata, mereka bisa merusak struktur masyarakat Islam yang sebelum
ini tidak bisa dilakukan militer yang tangguh dan senjata yang canggih.
Dunia
Islam tidak mendapatkan apa-apa dari serangan brutal pasukan salib kecuali
kehancuran dan kerusakan massal. Pada saat yang sama kita menyumbangkan kepada
bangsa Barat yang terbelakang faktor-faktor kemajuannya dan kemodernnya.[5]
Meskipun
menderita kekalahan dalam Perang Salib, pihak Kristen Eropa telah mendapatkan
hikmah yang tidak ternilai karena mereka dapat berkenalan dengan kebudayaan dan
peradaban Islam yang sudah sedemikian maju. Bahkan, kebudayaan dan peradaban
yang mereka peroleh dari Timur-Islam menyebabkan lahirnya renaisans di Barat.
Mereka membawa kebudayaan dari Timur-Islam ke barat terutama dalam bidang
militer, seni, perindustrian, perdagangan, pertanian, astronomi, kesehatan, dan
kepribadian.
Demikianlah
Perang Salib yang terjadi di Timur. Perang ini tidak hanya behenti di Barat, di
Spanyol, sampai akhirnya umat Islam terusir dari Spanyol Eropa. Akan tetapi,
meskipun demikian, mereka tidak dapat merebut apa pun dari tangan kaum
muslimin, dan tidak dapat menurunkan bendera Islam di Palestina. Walaupun umat
Islam telah berhasil mempertahankan daerah-daerahnya dari tentara salib, namun
kerugian akibat perang itu sangat banyak.[6]
PENUTUP
Perang
salib dilatar belakangi oleh berbagai faktor, Perang ini berlangsung selama
hampir dua abad dan membawa dampak yang sangat berarti terutama bagi barat yang beradabtasi dengan peradaban Islam yang
jauh lebih maju dari berbagai sisi, Dalam hal ini Eropa / Barat banyak berutang
budi pada dunia Islam. Sedangkan umat Islam sendiri lebih banyak memperoleh
kerugian dengan adanya perang salib ini.
Dari
perang salib ini terdapat rahasia Allah
Azza wa jalla yaitu membakar semangat kaum mukminin untuk mengejar musuh
dan melarang mereka lemah dalam upaya tersebut. Serta diperlukannya persatuan
umat Islam dengan aqidah yang benar berdasarkan al-Qur’an. Allah berfirman:
“
Janganlah kalian berhati lemah dalam
mengejar mereka (musuh). Jika kalian menderita sakit, maka sesungguhnya
merekapun menderita sakit (pula), sebagaimana kalian menderita sakit tersebut,
sedang kalian mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan.” (QS.
An- Nisa’: 104)
Maksud
ayat diatas, seriuslah dalam mengejar
musuh Islam dalam hal ini berjihad, jika
kalian sakit karena telah jatuh korban dan terluka dipihak kalian, maka sesungguhnya mereka juga seperti kalian
yang terluka dan tewas. Namun kalian tidak sama dengan mereka, kalian bisa
berikhtiyar dan menunggu pertolongan Allah beserta pahala-Nya, sementara mereka
tidak.
DAFTAR
PUSTAKA
Amin, Samsul Munir.
2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.
Hasibuan, Ahmad
Supardi. perang salib dan dampak yang
ditimbulkannya, http://riau1.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=439
Sayyid Al-Wakil,
Muhammad. 1998. Wajah Dunia Islam. Jakarta:
Pustaka Al-Kausar.
Sunanto, Musyrifah.
2003. Sejarah Islam Klasik. Bogor:
Prenada Media.
[1] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Cet.2,
(Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 231-252.
[2] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, Cet.1, (Bogor:
Prenada Media, 2003), hlm. 191-192.
[3] Muhammad
Sayyid Al-Wakil, Wajah Dunia Islam,
Cet.1, (Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 1998), hlm. 225-227.
[4]Ahmad Supardi Hasibuan, perang salib dan dampak yang ditimbulkannya,
http://riau1.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=439
[5] Muhammad Sayyid
Al-Wakil, Op.Cit., hlm. 227-230.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar