Laman

new post

zzz

Minggu, 15 Maret 2015

F - 5 - a: FASIKHATUN NISA



AKAL
“AKAL, ILMU DAN AMAL
Mata Kuliah : Hadits Tarbawi II


Disusun Oleh :
Fasikhatun Nisa        (2021112177)
Kelas F

JURUSAN TARBIYAH/ PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2015




PENDAHULUAN

akal adalah sesuatu yang dimiliki manusia. Yang menjadi perbedaan antara manusia dengan binatang. Oleh karena itu, akal tidak boleh disia-siakan dan disalahgunakan dan haruslah didasarkan kepada wahyu Allah SWT agar tetap terarah dan tidak sesat juga tidak akan terombang ambing oleh zaman. Dan dengan akal manusia dapat menuntut ilmu untuk mengetahui berbagai hal yang belum mereka ketahui kemudian mengamalkannya kepada orang lain agar lebih bermanfaat.




















PEMBAHASAN

A.    Pengertian
 
Ilmu secara harfiah diartikan sebagai pengetahuan, ia merupakan lawan kata dari jahlun yang berarti ketidaktahuan atau kebodohan. Ilmu sepadan dengan kata bahasa arab lainnya, yaitu makrifat (pengetahuan), fiqh (pemahaman) hikmah (kebijaksanaan) dan syu’ur (perasaan).
Al-Ilmu itu sendiri dikenal sebagai sifat utama Allah SWT. Dalam bentuk kata yang berbeda, Allah SWT disebut juga sebagai al-‘Alim dan ‘Aliim, yang artinya: “Yang Mengetahui” atau “Yang Maha Tahu”. Ketika seseorang menginginkan ilmu, ia harus mengupayakannya dengan cara mempelajarinya. Dan alat utama untuk mempelajari ilmu adalah akal.[1]
Ilmu pada dasarnya adalah manusia. Ia lahir dari manusia dan untuk manusia, ilmu merupakan proses manusia menjawab ketidaktahuannya mengenai berbagai hal dalam hidupnya. Sebagai jawaban manusia, ilmu adalah produk manusia.[2] Dan dalam konsep filsafat islam, ilmu bisa diperoleh melalui dua jalan, yaitu
1.      Jalan kasbi (khushuli ) adalah cara berfikir sistematik dan metodik yang dilakukan secara konsisten dan bertahap melalui proses pengamatan, penelitian, percobaan dan penemuan.
2.      Jalan ladunni (hudhuri) adalah ilmu yang diperoleh oleh orang-orang tertentu, dengan tidak melalui proses ilmu pada umumnya. Tetapi oleh proses pencerahan oleh hadirnya cahaya Ilahi. Dengan hadirnya cahaya Ilahi itu semua ilmu terbuka menerangi kebenaran, terbaca dengan jelas dan terserap dalam kesadaran intelek, seakan-akan orang tersebut memperoleh ilmu dari Tuhan secara langsung. Disini Tuhan bertindak sebagai pengajarnya[3]
Sedangkan kata akal berasal dari bahasa arab yaitu al-Aqlu yang berarti pikiran atau intelek (daya) atau proses pikiran yang lebih tinggi berkenaan dengan ilmu pengetahuan. Dimana akal merupakan akal yang menampung akidah, syariah serta ahlak dan menjelaskannya. Dan dengan menggunakan akal secara baik dan benar sesuai  dengan petunjuk Allah SWT, kemudian akal tersebut akan menghasilkan ilmu dan akan berkembang.[4]
Akal bukan hanya kerja otak fisik, melainkan juga kerja otak batin. Akal bukan hanya kerja hati fisik yang bermakna getaran didalam dada (jantung), melainkan juga hati batin yang bersumber pada jiwa di balik otak.
Selain itu kualitas akal juga sangat bergantung kepada indera (yang fisik maupun batin). Akal tersambung dengan mata kepala, sekaligus mata batin. Juga tersambung dengan telinga fisik dan telinga batin, penciuman fisik dan penciuman batin, serta perasa fisik dan perasa batin.
Karena itu, akal bisa mendengar tanpa telinga fisik, melihat tanpa mata kepala, mencium tanpa mata hidung, dan merasa tanpa kulit. Yaitu, ketika indera batinnya cukup tajam untuk melampaui indera fisiknya.[5]

B.     Teori Pendukung

Seseorang yang berpikir akan sangat paham akan rahasia-rahasia ciptaan Allah SWT, kebenaran tentang kehidupan didunia, keberadaan neraka dan surga, dan kebenaran hakiki dari segala sesuatu. Ia akan sampai kepada pemahaman yang mendalam akan pentingnya menjadi seseorang yang dicintai Allah SWT, melaksanakan dan mengamalkan ajaran agama secara benar, menemukan sifat-sifat Allah SWT di segala sesuatu yang ia lihat serta mulai berpikir.  

C.    Materi Hadits
- عَنْ عَائِشة قَالَتْ:﴿ قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ بِأَيِّ شَئٍ يَتَفَاضَلُ النَّاسُ فِى الدُّنْيَا ؟ قَالَ: بِالْعَقْلِ, قَلَتْ فَفِى اْلأَخِرَةِ ؟ قَالَ: بِالْعَقْلِ. فَقَالَتْ عَائِشَةُ: اِنَّمَا يُجْزَوْنَ بِأَعْمَالِهِمْ ؟ قَالَ وَهَلْ عَمِلُوْا اِلاَّ بِقَدْرِمَا أَعْطَاهُمْ اللهُ مِنَ الْعَقْلِ فَبِقَدْرِمَا أُعْطُوْا مِنَ الْعَقْلِ كَانَتْ أَعْمَالُهُمْ وَبِقَدْرِمَا عَمِلُوْا يُجْزَوِنَ﴾   ( رَاوَهُ الحَارِث فِى الْمُسْنَدِ : 823)

Dari ‘Aisyah RA ia berkata : saya bertanya kepada Rasulullah, dengan apakah manusia bisa utama di dunia. Rasulullah berkata : dengan akal. ‘Aisyah bertanya lagi : kalau di akhirat?. Rasulullah menjawab : dengan akal. Maka ‘Aisyah bertanya lagi : (bukankah) sesungguhnya manusia itu dibalas hanya karena amal-amalnya. Rasulullah menjawab : dan tidaklah manusia-manusia beramal kecuali dengan sekedar yang Allah SWT berikan yaitu akal. Maka dengan sekedar apa yang telah diberikan kepada mereka (akal) itulah amal-amal mereka. Dan atas sekedar apa yang mereka kerjakan, maka mereka mendapat balasan.
Keterangan hadist:
Hadits di atas menjelaskan keterkaitan Akal, Ilmu dan Amal. Dan seruan terhadap manusia untuk berfikir. Dan juga menjelaskan tentang kedudukan seseorang tertinggi baik di dunia maupun di akhirat adalah orang yang berakal.
Akal merupakan daya atau kekuatan yang dianugerahkan oleh Allah SWT kepada manusia sebagai alat untuk berfikir dan alat untuk mempertimbangkan serta memikirkan baik buruknya sesuatu yang mereka lihat dan dengar. Akal adalah potensi yang diberikan Allah SWT kepada manusia di samping nafsu. Sebaik-baiknya pembantu ilmu adalah akal.[6]
Dan sebaik-baiknya ilmu adalah ilmu yang diamalkan, sedangkan beramal sendiri diperlukan akal agar pengamalan ilmunya tepat sesuai dengan apa yang diharapkan. Dengan demikian menjadikannya ilmu yang bermanfaat.[7]

D.    Refleksi Hadits dalam Kehidupan

Kita sering menjumpai banyak orang sudah menggunakan akalnya untuk mencapai ilmu, namun setelah mereka memperolehnya sangat jarang dari mereka yang mau mengamalkannya.
Mengenai ilmu, akal yang telah berproses menghasilkan ilmu. Dimana ilmu adalah salah satu cara untuk menolong manusia dalam perjalanannya menuju Allah SWT. Dengan ilmu seorang muslim dapat bertaqorub kepada Allah SWT. Dan kriteria ilmu yang berguna adalah ilmu yang dijadikan alat untuk pengetahuan tentang Allah SWT keridhoan dan kedekatan kepada-Nya.
Kemudian amal ilmu yang telah didapat di aplikasikan kedalam perbuatan.  Jadi amal merupakan aplikasi ilmu didalam kehidupan dan setiap amal yang dikerjakan seseorang hendaknya bermanfaat bagi orang lain. Tetapi baik dan tidaknya suatu amal ditentukan oleh niat orang yang beramal.
Beramal secara ikhlas bukanlah pekerjaan yang mudah, karena sifat manusia yang terkadang ingin diketahui, ingin dianggap dan lain sebagainya. Beramal bukan karena hati, melainkan karena gengsi dan mencari sensasi. Itu adalah hal-hal yang bersikap riya’ yang kita tau merupakan salah satu dari perbuatan dosa.
Pada dasarnya manusia melakukan suatu amalan di dasari dengan akal, kemudian dengan akal manusia mampu menyerap ilmu-ilmu pengetahuan dan dengan ilmu pengetahuan manusia mampu melakukan suatu amalan.

E.     Aspek Tarbawi

1.      Seorang pendidik hendaknya menuntut ilmu dan setelah mendapatkannya kemudian mengamalkan ilmunya tersebut di jalan yang dibenarkan oleh agama supaya bermanfaat.
2.      Sebagai seorang pelajar kita harus memaksimalkan fungsi akal dengan berfikir dalam menuntut ilmu.











PENUTUP


Setiap insan di dunia diwajibkan untuk berfikir untuk mengembangkan potensi akalnya. Karena orang yang berakal memiliki kedudukan yang tinggi baik di dunia maupun akhirat. Ilmu tanpa akal tak pernah ada karena tak ada pedoman yang untuk memahami ilmu itu. Dan ilmu yang baik adalah ilmu yang diamalkan, dan pengamalannya itupun memerlukan akal karena amal tanpa akal takkan terlaksana.
Oleh karena itu gunakan akal sebaik mungkin agar kita bisa menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. Demikian makalah ini saya buat. Mohon maaf jika masih banyak kekurangan di dalamnya. Semoga bisa memberi manfaat






DAFTAR PUSTAKA

  Ali Daud Moh. 2006. Pendidikan Agama Islam. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Al-Qardhowy Yusuf. 1999. As-Sunnah Sebagai Sumber Iptek dan Peradapan. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
  Asy’arie Musa, Prof. Dr. 2002. filsafat Islam Sunnah Nabi dalam Berpikir. Yogyakarta: LESFI
Djamaludin Al Qasyimi Ad Dimsyaqi Muhammad. 1992. Bimbingan Orang-orang Mukmin, Semarang: CV Asy Syifa’
Mustofa Agus. 2009. Beragama dengan Akal Sehat. Surabaya : PADMA Press
Suradji Imam. 2006. Etika Dalam Prespektif Al-Qur’an dan Al-Hadits. Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru



           
















[1] Imam Suradji, Etika Dalam Prespektif Al-Qur’an dan Al-Hadits. (Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2006), hlm. 179
[2] Prof. Dr. Musa Asy’arie, filsafat Islam Sunnah Nabi dalam Berpikir. (Yogyakarta: LESFI, 2002) hlm 80
[3] Ibid, Op.Cit. hlm 72
[4] Moh. Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2006) hlm 385
[5] Agus Mustofa, Beragama dengan Akal Sehat, (Surabaya: PADMA Press, 2009) hlm 239
[6] Yusuf Al-Qardhowy, As-Sunnah Sebagai Sumber Iptek dan Peradapan. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1999), hlm 97
[7] Muhammad Djamaludin Al Qasyimi Ad Dimsyaqi, Bimbingan Orang-orang Mukmin, (Semarang: CV Asy Syifa’, 1992), Hlm. 10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar