SUMBER
ILMU: INTUISI HATI
Mata Kuliah :
Hadits Tarbawi II
Disusun Oleh :
Muhammad
Imam Baihaki [2021113103]
Kelas F
TARBIYAH
PAI
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Di
era yang serba berkemajuan, kita dituntut untuk memiliki kemajuan pula dalam
hal keilmuwan. Hal tersebut dikarenakan, apabila kita mengikuti zaman tanpa
ilmu, maka kita akan mudah tergerus oleh zaman. Terkadang orang berpikir bahwa
lebih baik bila kita hidup mengalir saja bagaikan air. Sepintas kata-kata ini
terlihat benar dan terlihat lebih enak dirasakan. Akan tetapi, kita pasti juga
mengetahui bahwa ketika kita mengalir begitu saja, kita akan terbentur oleh
beragam hal. Tanpa adanya bekal dan control yang cukup, kita akan tersangkut
bahkan akan tergerus arus derasnya zaman.
Mengarungi
zaman tanpa bekal ilmu akan membuat kita terombang-ambing. Oleh karena itu,
kiranya penting bagi kita untuk mencari dan mempersiapkan bekal keilmuan guna
mengarungi kemajuan zaman. Di dunia ini, ada banyak sumber keilmuan yang bisa
kita temukan. Bisa dari internal maupun eksternal. Termasuk hati kita, konon
merupakan salah satu sumber keilmuan kita. Oleh karena itu, perlunya kita bahas
mengenai bagaimana pengaruh hati sebagai sumber keilmuan kita.
BAB
II
SUMBER
ILMU: INTUISI HATI
A.
Pengertian
Intuisi Hati
Intuisi hati berasal dari dua kata, yaitu intuisi
dan hati. Intuisi memiliki definisi daya kemampuan mengetahui atau memahami
sesuatu tanpa dipikirkan atau dipelajari, bisikan hati, gerak hati.[1] Kemudian,
secara fisik, hati adalah segumpal daging yang berbentuk bundar memanjang,
terletak di pinggir kiri dada. Di dalamnya terdapat lubang-lubang yang terisi
darah hitam. Hati merupakan sumber dan tambang nyawa. Sedangkan secara psikis,
hati adalah sesuatu yang halus, yang berasal dari alam Ketuhanan. Hatilah yang
merasa, mengetahui, dan mengenal segala hal, serta diberi beban, disiksa,
dicaci, dan sebagainya.
Hati mempunyai peranan penting dalam kehidupan
manusia. Hati memiliki fungsi utama yang menggerakkan dan mengarahkan kehidupan
seseorang. Secara fisik, hati berfungsi sebagai tempat penyimpanan energi,
pembentukan protein asam empedu, pengaturan metabolisme kolesterol, dan
penetralan racun dalam tubuh. Sementara ditinjau dari segi psikis, hati
berfungsi layaknya panca indra, yaitu indra perasa, pelihat, pendengar, dan
peraba.[2]
B. Teori Pendukung
Menurut al-Ghazali, dilihat dari keadaan psikisnya,
hati seseorang terbagi ke dalam tiga kondisi, yaitu: pertama, hati yang baik (shahih), yaitu orang yang imannya kokoh,
selalu mensyukuri nikmat, tidak serakah, hidup tenteram, tenang dalam
beribadah, banyak mengingat Allah, selalu meningkat kebaikannya, segera
tersadar jika melakukan kelalaian. Kedua,
hati yang mati, yaitu orang yang tipis imannya, sering dikuasai hawa nafsu,
pikirannya negatif, keras kepala, dan sebagainya. Ketiga, hati yang sakit, dimana pemiliknya selalu gelisah, marah,
tidak pernah merasa puas, tidak bahagia, dan lain sebagainya.[3]
Secara psikis, Hakim at-Tirmidzi, seorang ulama
tasawuf dalam karyanya Bayan al-Farq Bayn
as-Shadr wal-Qalb wal-Fuad Wal-Lubb memberikan penjelasan gamblang tentang
hati. Menurutnya hati terdiri dari empat bagian yang masing-masing mempunyai
nama tersendiri di antaranya sebagai berikut.
1. Shadr
adalah tempat bersemayamnya cahaya iman yang mengandung kualitas tenang, cinta,
rela, yakin, takut, berharap, sabar, dan merasa cukup kepada Allah SWT. Shadr juga merupakan tempat
bersemayamnya rasa dendam, dengki, dan perbuatan jahat lainnya. Shadr juga memiliki kemampuan untuk
menerima informasi, dan karenanya di sinilah tempat pembelajaran dilakukan.
2. Qalb
merupakan tempat bersemayamnya niat dan ilmu. Segala sesuatu yang keluar dan
masuk ke dalam diri manusia berasal dari qalb.
Niat menghasilkan tindakan, dan tindakan berasal dari pengetahuan. Sebab
itulah, semua tindakan seseorang, hasilnya akan dirasakan oleh qalb.
3. Fuad
ialah tempat terpancarnya cahaya penglihatan, sehingga seseorang dapat
membedakan antara yang benar dan yang salah. Fuad mampu melihat sesuatu secara mendalam, akan tetapi kerja
bagian ini amat tergantung pada bantuan qalb.
Seseorang dapat melihat dengan fuad,
dan mengetahui dengan qalb.jika
keduanya bersatu, maka perkara apapun dapat dilihatnya.
4. Lubb,
yaitu tempat bersemayam cahaya ketuhanan. Kepercayaan dan keyakinan bersumber
dari bagian hati yang satu ini.[4]
C. Materi Hadits
dan Terjemah
حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا زَكَرِيَّاءُ عَنْ عَامِرٍ
قَالَ سَمِعْتُ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الْحَلَالُ بَيِّنٌ وَالْحَرَامُ
بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشَبَّهَاتٌ لَا يَعْلَمُهَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ فَمَنْ
اتَّقَى الْمُشَبَّهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي
الشُّبُهَاتِ كَرَاعٍ يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يُوَاقِعَهُ أَلَا
وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلَا إِنَّ حِمَى اللَّهِ فِي أَرْضِهِ مَحَارِمُهُ
أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ
وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
Nu’man bin Basyir bercerita bahwa
dia pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Perkara yang halal sudah jelas & yang haram juga sudah jelas. Namun
diantara keduanya ada perkara syubhat (samar) yg tak diketahui oleh banyak
orang. Maka barangsiapa yg menjauhi diri dari yg syubhat berarti telah
memelihara agamanya & kehormatannya. Dan barangsiapa yg sampai jatuh
(mengerjakan) pada perkara-perkara syubhat, sungguh dia seperti seorang penggembala
yg menggembalakan ternaknya di pinggir jurang yg dikhawatirkan akan jatuh ke
dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki batasan, & ketahuilah bahwa
batasan larangan Allah di bumi-Nya adl apa-apa yg diharamkan-Nya. Dan
ketahuilah pada setiap tubuh ada segumpal darah yg apabila baik maka baiklah
tubuh tersebut & apabila rusak maka rusaklah tubuh tersebut. Ketahuilah, ia
adl hati”. [HR. Bukhari].
Penjelasan
Hadits
Mudzghoh (segumpal darah) dinamakan hati
(qolbun), karena sifatnya yang selalu
berubah atau karena dia adalah bagian badan yang paling bersih, atau juga
karena dia diletakkan terbalik dalam badan.
Idzaa sholuhats
dan Idzaa fasadats Penggunaan kata Idzaa menunjukkan hal tersebut biasa
terjadi dan bisa juga berarti “jika” seperti yang ada di riwayat ini.
Dikhususkannya hati dalam hal ini, karena hati adalah pemimpin badan. Jika
pemimpinnya baik maka rakyat pun akan baik, demikian pula sebaliknya.[5]
Hadits ini mengandung peringatan akan pentingnya
hati, dorongan untuk memperbaikinya dan isyarat bahwa nafkah yang baik memiliki
efek terhadap hati, yaitu pemahaman yang diberikan oleh Allah. Pendapat
tersebut dapat dijadikan dalil bahwa akal berada di hati berdasarkan firman
Allah, “Mereka mempunyai hati yang dengan
itu mereka dapat memahami.” dan firman Allah, “Sesungguhnya dalam semua itu terdapat peringatan bagi orang yang
memiliki hati.” Para ahli tafsir mengartikan hati dengan “akal”. Adapun
disebutkannya hati, karena hati adalah tempat bersemayamnya akal.[6]
D. Refleksi Hadits
dalam Kehidupan
Guru
tangguh berhati cahaya bagaikan mata air di pegunungan yang terus-menerus
mengeluarkan airnya. Dari tempat yang tinggi menuju ke tempat yang rendah.
Mengalir deras memberikan kehidupan kepada manusia dan berbagai makhluk di
dunia. semakin diambil airnnya, maka semakin jernih airnya. Mereka yang
meminumnya serasa disembuhkan dari segala macam penyakit. Termasuk juga
penyakit hati yang menggerogoti manusia yang sombong[7].
Guru
tangguh berhati cahaya selalu konsisten dan komitmen. Selain itu, mampu
menerangi peserta didiknya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
berlandaskan keimanan dan ketakwaan. Kemudian, guru tangguh berhati cahaya akan mampu memahami dan membangun
karakter siswa dengan baik, membangkitkan semangat dan motivasi yang
mencerahkan peserta didiknya untuk berprestasi.
Iman, ilmu, dan amal menjadi landasan membangun karakter peserta
didiknya sehingga pendidikan tidak hanya melahirkan peserta didik yang cerdas
otak saja, tetapi juga cerdas watak. Berikutnya selain hal di atas, guru
tangguh berhati cahaya mampu mengajak peserta didik untuk saling bekerjasama,
dan menjadikan para peserta didiknya pemimpin di masa depan.[8]
Tugas pengajar adalah menghayati hati dan pola pikir
siswa, lalu membimbing mereka sedikit demi sedikit, sehingga tujuan yang hendak
dicapai dapat terlaksana. Seorang da’i atau pengajar yang ikhlas akan mempunyai
pengaruh yang lebih besar daripada tulisan atau ceramah. Seorang pengajar yang
ikhlas dan penuh kasih sayang, tidak akan kesulitan untuk mengirimkan apa yang
ada dalam hatinya ke dalam hati orang lain.[9]
Da’i atau pengajar adalah ibarat qalbu (hati), maka
barangsiapa yang tidak memfungsikan qalbunya maka ia tidak mendapatkan sambutan
dari masyarakatnya.
Allah
SWT berfirman,
“Maka disebabkan rahmat Allah-lah
kamu berlaku lemah lembut tehadap mereka. Sekiranya kamu berlaku keras lagi
kasar, tentu mereka akan menjauh dari sekelilingmu.” (Ali-Imran: 159)
Kemudian,
hati seorang mukmin adalah sumber penggerak[10].
“Tiada suatu musibah pun yang
menimpa seseorang kecuali dengan seizing Allah. Dan barangsiapa yang beriman
kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya.”
(At-Taghaabun: 11)
E. Aspek Tarbawi
Berdasarkan
hadits di dalam makalah ini dan
berdasarkan sumber-sumber pendukung hadits tersebut, maka diperoleh beberapa
nilai kependidikan di antaranya sebagai berikut.
1. Hati
merupakan sumber ilmu pengetahuan.
2. Seorang
pendidik adalah pendakwah atau da’i.
3. Untuk
menyampaikan informasi kepada pesertadidik hendaknya disertai kasih sayang dan
kelembutan sehingga materi pelajaran yang disampaikan dapat dengan mudah
ditangkap oleh peserta didik.
4. Seorang
pendidik dituntut untuk mengetahui pola pikir peserta didiknya.
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan
Hati tidak hanya memiliki sisi fisik akantetapi hati
jugamemiliki sisi psikologis. Sisi psikologi hati inilah yang erat kaitannya
dengan penangkapan informasi, bahkan sebagai pusat informasi atau ilmu layaknya sebuah akal. Untuk menjadi
sebuah sumber informasi, maka hati ini perlu yang namanya penataan.
Kemudian, sebagai seorang pendidik juga diibaratkan
sebagai qalbun atau guru tangguh yang berhati cahaya, dimana untuk menggapai
itu seorang guru hendaknya mampu memahami potensi peserta didik,menghayati hati
dan pola pikir peserta didik, lalu membimbing mereka sedikit demi sedikit,
sehingga tujuan yang hendak dicapai dapat terlaksana. Seorang pendidik yang
ikhlas akan mempunyai pengaruh yang lebih besar daripada tulisan atau ceramah.
Seorang pendidik yang ikhlas dan penuh kasih sayang, tidak akan kesulitan untuk
mengirimkan apa yang ada dalam hatinya ke dalam hati orang lain (peserta
didik).
DAFTAR
PUSTAKA
`Al Asqalani, Ibnu Hajar; Al Hafizh, Al Imam. 2008. Fathul
Baari Syarah. Jakarta: Pustaka Azam,.
As-Sissiy, Abbas. 1997. Da’wah
dan Hati. Solo: Citra Islami Press.
Kusumah, Wijaya . 2012. Menjadi Guru Tangguh Berhati Cahaya. Jakarta: Indeks.
Syukur, Amin.
2013. Menata Hati Agar DIsayang Ilahi,.
Jakarta: Erlangga.
http://Artikata.com/arti-330995-intuisi.html.
Diakses pada pukul 22.02.
IDENTITAS
DIRI
Nama
Lengkap : Muhammad Imam Baihaki
Nama
Panggilan : Baihaki
Ttl : Pekalongan, 14 September 1995
Alamat : Jalan Kusuma Bangsa Gang Ia/ 6
Kelurahan: Kandang Panjang
Kecamatan: Pekalongan Utara
Hobi : Membaca Novel
Cita-Cita : Penulis dan Ahli Matematika
E-Mail :
Miki.Baihaki103@Gmail.Com
Contact
Person :085200010400
Motto :Man Jadda wa Jadda
[1]
http://Artikata.com/arti-330995-intuisi.html.diakses pada pukul 22.02.
[2] Amin Syukur, Menata Hati Agar DIsayang Ilahi, (Jakarta:
Erlangga, 2013), hlm. 2-3.
[3] Ibid., hlm. 2.
[4] Ibid., hlm. 6.
[5] Ibnu Hajar Al Asqalani, Al Imam
Al Hafizh, Fathul Baari Syarah,
(Jakarta: Pustaka Azam, 2008), hlm. 236.
[6] Ibid., hlm. 236-237.
[7] Wijaya Kusumah, Menjadi Guru Tangguh Berhati Cahaya,
(Jakarta: Indeks, 2012), hlm. 105.
[8] Ibid., hlm. 106-107.
[9] Abbas As-Sissiy, Da’wah dan Hati, (Solo: Citra Islami
Press,1997), hlm. 20.
[10] Ibid., hlm. 21.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar