INTUISI
HATI
Mata kuliah : Hadits Tarbawi II
RIZQY MAZIDAH
HILMY
(2021213019)
REGULER
SORE “L”
JURUSAN TARBIYAH
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
PEKALONGAN
2015
KATA
PENGANTAR
Segala puji dan
syukur kehadirat ALLAH SWT., atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam tak lupa saya penulis
panjatkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga,
sahabat dan para umatnya yang insya ALLAH setia sampai akhir jaman. Makalah ini
disusun guna melengkapi tugas Hadits Tarbawi, yang berjudul “Intuisi
Hati”.
Dalam penyusunan
makalah ini, dengan kerja keras dan dukungan dari berbagai pihak, saya telah
berusaha untuk dapat memberikan serta mencapai hasil yang semaksimal mungkin
dan sesuai dengan harapan. Walaupun di dalam pembuatannya saya menghadapi
berbagai kesulitan karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang
saya miliki.
Oleh sebab itu
pada kesempatan ini, saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
khususnya kepada Bapak Ghufron Dimyati, M.S.I., selaku dosen pembimbing Hadits
Tarbawi. Saya menyadari bahwa dalam penulisan dan pembuatan penulisan ini,
masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik yang
membangun sangat saya butuhkan untuk dapat menyempurnakannya di masa yang akan
datang. Semoga apa yang disajikan dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi kami
dan teman-teman maupun pihak lain yang berkepentingan.
Pekalongan,
17 Maret 2015
Penulis
A.
PENDAHULUAN
Suatu
ilmu pengetahuan memiliki sumber-sumber yang bisa diteliti, ditelaah, ataupun
dicari oleh setiap orang. Hal ini dilakukan untuk memperoleh suatu ilmu
pengetahuan guna menjadi manusia yang seutuhnya. Sumber-sumber ilmu pengetahuan
tersebut banyak macamnya. Dari mulai persepsi indera (sense), melalui
proses akal sehat, dari informasi yang benar (Al-Qur’an dan As-Sunnah), sampai pada intuisi hati.
Intuisi hati adalah fungsi
dasar hati untuk selalu berkata jujur dan pembimbing seluruh anggota tubuh
untuk bertindak dalam kebenaran. Karena hati merupakan pembimbing, maka tak
heran jika hati merupakan unsur terpenting yang dimiliki oleh manusia baik
dalam aspek jasmaniyah maupun dalam aspek rohaniah, yang bertindak sebagai
pembeda antara hal yang baik dan hal yang buruk. Sesuai fitrahnya tersebut,
seluruh manusia memiliki hati dengan fungsi yang sama, hanya saja diperlukan
iman dan ketaqwaan untuk mematuhinya. Sebagian besar manusia sering mengingkari kata hati atau intuisi
hati tersebut karena berbagai alasan keduniawian yang pada akhirnya justru
menjerumuskan manusia tersebut ke dalam kemungkaran dan dosa. Oleh sebab itu, sudah sepatutnya kita harus
lebih bisa berhati-hati dalam ekspresi pengungkapan isi hati yang seyogyanya
bisa dilakukan secara bijaksana sesuai dengan kadar kemampuan diri.
Dari sini kami mencoba
mengungkapkan beberapa hadis yang berkaitan dengan intuisi hati, yang banyak
mengandung nilai-nilai tarbawi dan sangat bermanfaat untuk kita pelajari.
B. PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Intuisi
adalah pengetahuan yang bergerak antara rasional dan literal.
Intuisi adalah kemampuan untuk mengetahui dan merasakan peristiwa
yang akan terjadi.
Intuisi diartikan sebagai suatu proses datangnya
pengetahuan secara langsung atau tiba-tiba tanpa disertai penjelasan
sebelumnya.
Arti intuisi meliputi banyak hal dan sering di kaitkan
seperti insting, indera ke-enam, sesuatu yang mistis, bahkan ajaib.[1]
Bekerja dengan hati nurani adalah bekerja dengan
berlandaskan pada pusat kesadaran manusia, yaitu kalbu (hati). Hati nurani
adalah hati yang telah diwarnai atau dipenuhi cahaya kebenaran. Sedangkan,
kalbu (hati) merupakan dasar kefitrahan diri. Pada dasarnya, kalbu (hati)
cenderung pada panggilan kesucian, kebenaran, dan ketaatan kepada ALLAH SWT.
Dalam bekerja, hendaknya mendengarkan suara hati nurani
sebagai pengambil kebijaksanaan. Hati nurani atau kalbu (hati) digunakan
sebagai alat pertimbangan yang utama dalam menentukan sikap dan perilaku di
dunia kerja. Kalbu (hati), pada hakikatnya, cenderung merujuk pada kebaikan.
Karena itu, dengan hati nurani, nilai-nilai kebaikan akan ditampilkan sebagai
sikap kerja sehingga muncullah perilaku-perilaku positif dalam pekerjaan.
Misalnya, bersih dalam kerja, penuh semangat, dan berharap keikhlasan dalam
beribadah.
Manusia adalah makhluk ciptaan ALLAH SWT yang sempurna.
Kesempurnaannya dapat mengantarkan manusia pada posisi terhormat, bahkan
melebihi malaikat. Kesempurnaan hanya terwujud jika manusia mampu tunduk pada
kebenaran yang terletak pada kalbu (hati) manusia. Namun, manusia juga
berpotensi untuk terperosok ke dalam
lembah kenistaan sehingga menjadikannya lebih hina dari pada setan
dan lebih buruk dari pada binatang. Inilah pekerjaan utama nafsu.
Kemampuan seseorang untuk menerima serta tunduk pada
kebenaran dan menolak kemungkaran terletak pada kesadaran yang bersumber dari
kecerdasan kalbu (hati). Kalbu (hati) adalah pusat kesadaran inti dalam diri
setiap manusia. Kalbu (hati) sebagai pemilah dan pemilih terhadap nilai-nilai
kebenaran dan ketidakbenaran. Kalbu (hati) adalah hakim bagi diri manusia.
Kalbu (hati) adalah fitrah dalam diri setiap manusia yang beriman.[2]
2. Teori Pendukung
a. Menyingkap Rahasia Hati
Banyak hadits yang membicarakan
tentang hati. Suatu ketika Nabi Muhammad SAW mengatakan bahwa ada segumpal
darah dalam tubuh kita, di mana segumpal darah itu sangat menentukan (kesehatan
fisik maupun psikis seseorang) segumpal darah itu adalah hati. Itu artinya,
hati memiliki peranan penting dalam menjaga kesehatan fisik dan psikis kita.
Hati diibaratkan selembar bulu di padang pasir yang bergantung di atas pohon,
yang kemudian dihembus angin, terbolak-balik dari atas ke bawah. Artinya ada
ketidakstabilan dalam posisi hati. Hal ini kembali kepada orangnya, bagaimana
caranya menjaga agar hati ini “stay tune” kepada ALLAH SWT dan mengarah
pada kebaikan.
Peranan hati, sebagaimana sabda
Rasullah SAW, “Hati bagaikan raja, dan hati memiliki bala tentara. Apabila raja
itu baik, maka baiklah seluruh bala tentaranya, demikian sebaliknya”. (kanz
al-Ummal, hadis ke 1205). Dalam hadis lain disebutkan, “Sesungguhnya
ALLAH SWT punya wadah di bumi dan wadah itu adalah hati. Maka sesungguhnya hati
yang dicintai ALLAH SWT adalah hati yang lembut, yang bersih dan yang kokoh. Kemudian, hati yang paling
lembut adalah hati yang lembut kepada sesama saudaranya, dan yang bersih adalah
hati yang bersih dari dosa-dosa, sedangkan yang kokoh adalah hati yang teguh
membela agama ALLAH SWT, sedangkan ia tidak takut celaan dari orang yang
mencelanya”.[3]
Hati dapat dibagi dalam tiga macam.
Pertama, hati yang terbalik, yaitu hati yang tidak bisa menampung
kebaikan meski sedikit sekalipun. Hati yang seperti ini adalah hatinya orang
yang kafir amali (orang yang tidak mau bersyukur dan tidak mengindahkan
peringatan). Kedua, hati yang di dalamnya terdapat lubang hitam, yang
didalamnya bertarung antara kebaikan dan keburukan. Jika salah satu menang,
maka akan menentukan pribadi seseorang. Ketiga, hati yang terbuka yang
didalamnya ada lampu yang bersinar-sinar sampai hari kiamat. Itulah hati
seorang Mukmin. (Jalaluddin Rakhmat, 1994).
Sementara hati yang memiliki
kekuatan adalah hati yang bersih dari kotoran dan dosa-dosa dan kokoh. Hati
yang bersih dari kotoran adalah hati hati yang jauh dari penyakit hati antara
lain iri, dengki, sombong dan lain sebagainya. Sedangkan hati yang yang bersih
dari dosa adalah hati yang tidak terdapat noda-noda hitam akibat kemunafikan,
kefasikan, kejahatan, dan kemusyrikan. Hati yang kokoh adalah hati yang
senantiasa berada dalam posisi berhubungan dengan ALLAH SWT.
Kemampuan manusia dalam mendeteksi
dan mengikuti kehendak hatinya yang baik, akan membuka potensi kearah yang
positif. Terbukanya potensi positif dalam diri seseorang, akan menjadikannya
manusia sejati yang memiliki kesempurnaan lahir dan batin (al-Insan al-
Kamil). Sebaliknya, ketidakmampuan memilih mana yang merupakan bisikan hati
dan mana yang bisikan setan dalam jiwa ruhaniah-nya, maka akan cenderung
mengarahkannya pada kelaziman, kefasikan, kemunafikan, dan kehancuran (al-Insan
an-Naqish).
Hati memiliki ritme yang mengalun
berdasarkan irama yang diciptakan oleh sang pembuat hati. Irama itu berdentang
membentuk konfigurasi Asma ALLAH SWT yang Maha Agung. Konfigurasi itu sendiri
tercipta manakala seseorang mau menyebut nama-Nya dan mengagungkan-Nya (zikir)
dan (shalat). Ketika konfigurasi itu terbentuk, maka seseorang akan menyambangi
Tuhan-Nya untuk menyatu dengan-Nya, yang pada akhirnya dapat mengejewantahkan
sifat-sifat-Nya.
Ajaran Rasulullah SAW tentang
bekerja, tentang berkeluarga, bermasyarakat, dan lain sebagainya, adalah murni
berasal dari perintah ALLAH SWT yang tertanam dalam lubuk hatinya yang paling
dalam mengikuti ajaran Rasulullah SAW, berarti mengikuti kehendak hati yang
benar.
b. Sekilas tentang Hati
a. Struktur Hati
1. Shadr,
adalah
tempat bersemayamnya cahaya iman: tenang, cinta, rela, yakin, takut, berharap,
sabar, merasa cukup kepada Tuhan. Shadr
juga merupakan tempat rasa dendam, dengki, dan perbuatan jahat lainya.
Shadr, memiliki kemampuan menerima informasi, oleh karenanya disebut tempat
pembelajaran.
2. Qalb,
adalah tempat bersemayamnya niat dan ilmu. Segala sesuatu yang keluar dan masuk
kedalam diri manusia berasal dari Qalb. Niat menghasilkan tindakan,
tindakan berasal dari pengetahuan. Oleh karenanya, semua tindakan seseorang,
hasilnya akan dirasakan oleh qalb.
3. Fu’ad,
adalah
tempat terpancarnya cahaya penglihatan seseorang yang dapat membedakan antara
benar dan salah. Fu’ad adalah penglihatan sesuatu secara mendalam, tetapi kerja
bagian ini membutuhkan bantuan qalb. Seseorang melihat dangan fu’ad
dan mengetahui dengan qalb.
4. Lubb,
adalah tempat bersemayamnya cahaya ketuhanan. Kepercayaan dan keyakinan
terletak dalam bagian hati satu ini.
Masing-masing
struktur memiliki bahan dasar yang kompleks pula. Bahan dasar itu sesantiasa
menyifatkan kinerja hati dalam tingkatnya masing-masing. Bahan dasar itu adalah
sebagai berikut:
§ Shadr:
Ammarah ( mengajak pada perbuatan yang jahat dan dosa, tapi
jika ditempatkan pada posisi yang benar, maka akan menjadi baik).
§ Qalb:
Mulhimah (mengajak pada kebaikan, tapi terkadang mengajak
pada kejahatan).
§ Fu’ad:
Lawwamah (mengajak pada kebaikan, tapi tidak mampu mencegah
kejahatan).
b. Penyakit Hati
Ø Obat
Hati
Penyakit
hati, jika hanya bersifat fisik, tidak akan terlalu memengaruhi kehidupan orang
lain. Penyakit ini hanya akan menggerogoti fisik orang yang bersangkutan hingga
ia meninggal dunia. Berbeda jika penyakit psikis, penyakit ini tidak hanya akan
menggerogoti seseorang tetapi jauh pada perusakan jiwa dan hati orang lain
pula.
Ø Sang
Pengawas
“Pengawas”
tidak terbatas pada sang Khalik saja, akan tetapi Sang Khalik telah mengutus
makhluk-Nya yang lain, malaikat Raqib dan Atid
dan diri-Nya sendiri untuk menjadi pengawas. Melalu alam semesta, ALLAH SWT menunjukan diri-Nya
dan kekuasaan-Nya. Melalui syariat ALLAH SWT
menuntun kita. Melalui ketentuan-Nya ALLAH SWT mengajari kita para
pengawas itu selalu tersambung melalui alat komunikasi yang sudah sejak awalnya
tertanam dalam tubuh manusia, yaitu hati.
Ø Ritme
Hati
Jika
seseorang bersedia mengikuti ritme hati, maka ia akan menjadi manusia yang
sempurna, sebab sifat-sifat ALLAH
SWT
akan melekat pada dirinya. Ibarat seorang penari yang bergerak mengikuti irama
musik yang didengarnya. Jika seorang penari benar-benar menghayati dan bergerak
mengikuti ritme yang didengar, maka tarian itu benar-benar serasi dengannya.
Keserasian itu akan membentuk sebuah gerakan estetika dan etika yang seirama
dengan kehendak sang pembuat irama.
Jika seorang bergerak
mengikuti irama hati, maka ia akan bergerak mengikuti kehendak sang pembuat
hati, ALLAH
SWT.
c. Mengenali Potensi Hati
ü Mata Hati yang Cemerlang
Menurut Imam Al-Ghazali, hati manusia memiliki dua
pintu. Pintu yang satu terbuka menghadap ke dalam, terbuka kea lam malakut,
yaitu lauh al-mahfuzh dan alam Malaikat, maka hati ini bening dan sering
kali memiliki ke-waskita-an, ‘ngerti sak durunge winarah (mengetahui
sesuatu sebelum terjadi). Sedangkan pintu yang lain menghadap ke luar, terbuka
ke pancaindra dan terpancar ke alam syahadah (alam nyata). Tinggal pintu
mana yang dipergunakan dan dikembangkan oleh seseorang. Disinilah perbedaan
antara ulama atau ilmuwan dengan sufi yang ‘arif, yang mencari dan
memperoleh ilmu melalui kedalaman hatinya, melalui riyadhah dan mujahadah.
ü Memiliki Ilmu Ladunni
Ilmu ladunni adalah ilmu yang berasal dari ALLAH SWT,
yang diberikan kepada hamba-Nya yang dikehendaki, yakni ilmu yang dapat membuka
rahasia-rahasia yang tidak diketahui manusia pada umumnya. Ilmu yang membuka
hijab mata hati manusia. Ilmu ladunni diperoleh tanpa dipelajari dan tanpa
sebab lahiriah, dan tak terbatas pada satu hal tertentu saja. Isyarat yang
dapat diambil sebagai pelajaran adalah tentang kisah perjalanan Nabi Musa a.s.,
bersama muridnya yang bertemu dengan seorang yang alim dan mempunyai
kelebihan-kelebihan karena memiliki ilmu ladunni yaitu Nabi Khidir a.s.
Kisah ini tertulis dan diabadikan didalam
(QS. Al-Kahfi [18]: 60-82). Setelah keduanya bertemu dengan Nabi Khidir
(QS. Al-Kahfi [18]: 65), Nabi Musa kemudian diperintahkan ALLAH SWT untuk berguru
kepadanya. Dalam ayat-ayat tersebut dikisahkan bahwa peristiwa yang bakal
terjadi sudah diketahui oleh Nabi Khidir a.s.
ü Memperoleh Ilham
Dalam keyakinan Islam, para Nabi dan Rasul menerima
petunjuk ALLAH SWT berupa wahyu yang biasanya disampaikan oleh malaikat Jibril,
merupakan kasyf syuhudi (terbukanya tabir secara langsung). Sementara
petunjuk bagi manusia yang lain diistilahkan dengan ilham, yakni ‘goresan’ yang
diberikan oleh ALLAH SWT dan dicampakkan ke dalam hati, merupakan kasyf
ma’nawi (keterbukaan yang tidak langsung).
Baik wahyu maupun ilham, keduanya bisa diterima dalam
keadaan terjaga (Jawa: ‘melek’) maupun dalam keadaan tidur berupa mimpi.
Tentang kemungkinan kebenaran mimpi, Al-Qur’an menegaskannya dalam (QS. Yusuf
[12]: 12).
Sedangkan ilham, untuk mendapatkannya, ketakwaan
merupakan persyaratan utama, sebagaimana firman ALLAH SWT dalam (QS. Al-Baqarah
[2]: 282). Dan itu merupakan rahmat ALLAH SWT yang siapa pun takkan dapat
menghalangi kedatangannya (QS. Fathir [35]: 2).
d. Mengenali Virus Hati
Ø Mengenal Macam-Macam Kondisi Qalb
Menurut Al-Ghazali ada tiga macam kondisi
qalb manusia:
1.
Hati yang shahih (sehat) yang menjadi salim (selamat), keadaan ini dijanjikan akan dapat
bertemu ALLAH SWT
(QS. As-Syura’: 87-89). Ia memiliki tanda-tanda antara lain: imannya kokoh,
mensyukuri nikmat, tidak serakah, hidupnya tentram, khusyuk dalam ibadah,
banyak berzikir, kebaikannya selalu meningkat, segera sadar jika lalai atau
berbuat salah, suka bertobat, dan sebagainya.
2.
Hati yang maridh (sakit), yang didalamnya ada iman, ada ibadah, ada pahala,
tetapi juga ada kemaksiatan dan dosa-dosa (kecil/besar). Tanda-tandanya antara
lain: hatinya gelisah, suka marah, tidak pernah punya rasa puas, susah
menghargai orang lain, serba tidak enak dan nyaman, penderitaan lahir dan
batin, tidak bahagia dan sebagainya.
3.
Hati yang mayyit (mati), yang telah mengeras dan membatu karena banyak kerak
(akibat dosa-dosa yang dilakukan) sehingga menghalangi datangnya petunjuk ALLAH
SWT (QS. Al-Muthaffifin:13-14). Tanda-tandanya antara lain: tidak ada/tipis
iman, mengingkari nikmat ALLAH SWT, dikuasai hawa nafsu, pikirannya
negatif/buruk sangka, tak berperikemanusiaan, egois, keras kepala, tak pernah
merasa bersalah, dan sebagainya.
Ø Virus
Hati
Menurut Al-Ghazali hati
dapat memiliki kemampuan yang luar biasa, namun sebaliknya hati juga dapa tidak
memiliki apa-apa jika terhalang oleh persoalan-persoalan dibawah ini:
1.
Ada tabir (hijab) yang biasanya merupakan kesenangan dalam hidup, yakni
persoalan inderawi dan dunia. Maka cinta dunia /
materialis adalah tabir yang serius (QS. Al-Hadid:20).
2.
Kotoran hati oleh sebab banyaknya dosa-dosa. Hati bagaikan cermin. Setiap
melakukan suatu dosa berati menorehkan noktah hitam diatasnya. Semakin banyak
dosa, semakin besar pula noktahnya. Yang pasti, semakin banyak
noktah semakin kotor bahkan hati akan menghitam karenanya. (QS. Al- Baqarah: 7
dan al-
Muthaffifin :14).
3. Berpaling hati kearah yang lain.
4.
Kurang
adanya kesediaan hati itu sendiri.
5. Hati tidak
mengetahui arah yang seharusnya dituju.
e. Mengarahkan dan Menetapkan Hati
Untuk mengarahkan hati agar
senantiasa menuju kebaikan, ada beberapa tips yang perlu dilakukan, yaitu:
1. Mengurangi makan. Pada dasarnya
secara fisik dapat dilihat bahwa dalam perut manusia itu terdapat banyak
komponen yang berdesak-desakan, diantaranya jantung, lambung, usus, dan hati
itu sendiri. Masing-masing memiliki
pergerakan yang membuatnya hidup. Ketika salah satu komponen terlalu
domain, maka yang lain akan terhimpit dan sulit berfungsi.
2. Bergaul dengan orang yang saleh.
Dengan sendirinyakita akan terpengaruh oleh ketulusan hatinya yang selalu ingin
dekat kepada ALLAH SWT.
3. Selalu ingat ALLAH SWT
(berzikir), baik pikiran maupun hati. Pikiri, berarti dapat menyandarkan segala
sesuatu yang ada kepada kebesaran dan kekuasaan ALLAH SWT. Sedangkan hati,
merasakan apa yang diucapkan dan dipikirkan.
Untuk mengarahkan hati agar selalu
condong kearah kebaikan, dapat dilakukan dengan cara-cara:
1. Menjauhi maksiat, dan mencoba melengkapi ibadah
dengan amalan sunah.
2. Tidak menentang kata hati. Hati
yang sudah terbiasa dengan amalan yaing baik, akan senantiasa mengarahkan pada
yang baik. Ketika ditentang, maka akan hilang kepekaannya. Kemudian, hati
akan mengikuti hawa nafsu. Dengan
demikian, hilanglah ketetapanya untuk selalu berada dalam kebaikan.
3. Riyadhah dan Mujahadah. Teruslah
berlatih dan bersungguh-sungguh untuk mempertahankan posisinya. Dengan cara itu
niscaya ALLAH SWT akan menetapkan hati kita kepada yang kita kehendaki.[5]
3. Materi Hadits
A. Hadits 22 : Intuisi
Hati
عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ
يَقُوْلُ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يَقُوْلُ :
اَلْحَلَالَ بَيْن وَالْحَرَامَ بَيْنَ وَبَيْنَهُمَا مُشَبَهَاتٌ لَايَعْلَمُهَا
كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَي الْمُشَبَّهَاتِ اسْتَبْرَاَ لِدِيْنِهِ
وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ كَرَاعٍ يَرْعَي حَوْلَ الْحِمَي
يُوْشِكُ اَنْ يُوَاقِعَهُ اَلَا وَاِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمَي اَلَا اِنَّ حِمَي
اللهِ فِي اَرْضِهِ مَحَارِمُهُ اَلَا وَاِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَتً اِذَا
صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَاِذَا فَسضَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُذلُّهُ
أَلآ وَهِيَ الْقَلْبُ : (رواه البخاري في الصحيح, كتاب الإيمان , باب فضل من
استحب الدين)
1. Tarjamah
Nu’man bin Basyir
bercerita bahwa dia pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Perkara yang halal telah jelas dan yang diragukan yang
tidak diketahui hukumnya oleh kebanyakan
orang. Barangsiapa yang menjauhi perkara-perkara yang diragukan itu berarti dia
memelihara agama dan kesopanannya. Barangsiapa mengerjakan perkara yang
diragukan, sama saja dengan penggembala yang menggembalakan ternaknya di
pinggir jurang, dikhawatirkan dia terjatuh ke dalamnya. Ketahuilah, semua raja
mempunyai larangan dan ketahuilah pula larangan ALLAH
SWT adalah segala yang di haramkan-Nya. Ketahuilah dalam
tubuh itu semuanya. Apabila daging itu rusak, maka binasalah tubuh itu
seluruhnya. Ketahuilah, daging tersebut ialah hati”. (HR. Bukhari)
2. Mufrodat
Samar
|
مُشَبَهَاتٌ
|
Menjaga
|
اسْتَبْرَاَ
|
Kehormatannya
|
وَعِرْضِه
|
Jatuh
|
وَقَعَ
|
Penggembala
|
كَرَاعٍ
|
Jurang
|
يُوَاقِعَهُ
|
Larangan
|
حِمَي
|
Hati
|
الْقَلْبُ
|
3. Biografi
Rawi
a. Imam
Bukhori
Nama lengkapnya adalah Abu
Abdullah Muhammad bin Ismail bin Al-Mughirah bin Bardizbah Al-Bukhari Al-Ju’fi. Akan tetapi beliau lebih terkenal dengan sebutan
Imam Bukhari, karena beliau lahir di kota Bukhara, Turkistan.
Ayahnya meninggal dunia tatkala beliau masih kanak-kanak dan beliau
diasuh oleh ibunya. Ia mulai memperoleh ilmu mengenai hadis Nabi ketika berusia
10 tahun. Ia melawat ke Mekkah pada usia 16 tahun ditemani ibu dan kakaknya.
Tampak ia mencintai Mekkah dan kaum agama terpelajar. Setelah mengucapkan
selamat jalan kepada ibu dan kakaknya, ia pun menetap di Mekkah. Dua tahun ia
berada di Mekkah dan kemudian hijrah ke Madinah. Usai menghabiskan waktu 6
tahun di Al-Hijaz yang berada diantara Mekkah dan Madinah, ia menuju Basrah,
Kuffah, dan Baghdad dan mengunjungi banyak tempat termasuk Mesir dan Syiria. Ia
kerap berkunjung ke Baghdad. Ia pun bertemu dengan banyak kaum terpelajar muslim, termasuk Imam Ahmad bin
Hanbal.
Sewaktu kecil Al-Imam Al-Bukhari buta kedua matanya. Pada suatu malam ibu beliau
bermimpi melihat Nabi Ibrahim ‘Alaihissalaam yang mengatakan, “Hai Fulanah (yang
beliau maksud adalah ibu Al-Imam Al-Bukhari, sesungguhnya ALLAH SWT telah
mengembalikan penglihatan kedua mata putramu karena seringnya engkau berdoa”.
Ternyata pada pagi harinya sang ibu menyaksikan bahwa ALLAH
SWT telah mengembalikan penglihatan kedua mata putranya.
Guru-guru beliau banyak sekali
jumlahnya. Di antara mereka yang sangat terkenal adalah Abu ‘Ashim An-Nabiil, Al-Anshari,
Makki bin Ibrahim, Ubaidaillah bin Musa, Abu Al-Mughirah, ‘Abdan bin ‘Utsman,
‘Ali bin Al Hasan bin Syaqiq, Shadaqah bin Al-Fadhl, Abdurrahman bin Hammad
Asy-Syu’aisi, Muhammad bin ‘Ar’arah, Hajjaj bin Minhaal, Badal bin Al-Muhabbir,
Abdullah bin Raja’, Khalid bin Makhlad, Thalq bin Ghannaam, Abdurrahman Al-Muqri’,
Khallad bin Yahya, Abdul ‘Azizi Al-Uwaisi, Abu Al-Yaman, ‘Ali bin Al-Madini,
Ishaq bin Rahawaih, Nu’aim bin Hammad, Al-Imam Ahmad bin Hanbal, dan sederet
imam dan ulama ahlul hadits lainnya.
Murid-murid beliau tak
terhitung jumlahnya. Di antara mereka yang paling terkenal adalah Al-Imam Muslim bin Al-Hajjaj An Naisaburi, penyusun kitab Shahih Muslim. Al-Imam Al-Bukhari sangat terkenal kecerdasannya dan kekuatan hafalannya.
Beliau pernah berkata, “Saya hafal seratus ribu hadits shahih, dan saya juga
hafal dua ratus ribu hadits yang tidak shahih”. Pada kesempatan yang lain belau
berkata, “Setiap hadits yang saya hafal, pasti dapat saya sebutkan sanad
(rangkaian perawi-perawi)-nya”.
Beliau juga pernah ditanya oleh
Muhamad bin Abu Hatim Al-Warraaq, “Apakah engkau hafal sanad dan matan setiap
hadits yang engkau masukkan ke dalam kitab yang engkau susun (maksudnya : kitab
Shahih Bukhari, beliau menjawab, ”Semua hadits yang saya masukkan ke dalam
kitab yang saya susun itu sedikit pun tidak ada yang samar bagi saya”).
Anugerah ALLAH
SWT kepada Al-Imam Al-Bukhari berupa reputasi di bidang hadits telah mencapai
puncaknya. Tidak mengherankan jika para ulama dan para imam yang hidup sezaman
dengannya memberikan pujian (rekomendasi) terhadap beliau. Berikut ini adalah
sederet pujian (rekomendasi) termaksud: Muhammad bin Abi Hatim berkata, “Saya
mendengar Ibrahim bin Khalid Al Marwazi berkata, “Saya melihat Abu Ammar Al-Husein
bin Harits memuji Abu Abdillah Al-Bukhari, lalu beliau berkata, “Saya tidak
pernah melihat orang seperti dia. Seolah-olah dia diciptakan oleh ALLAH
SWT hanya untuk hadits”.[6]
Abu Bakar Muhammad bin Ishaq
bin Khuzaimah berkata, “Saya tidak pernah meliahat di kolong langit seseorang
yang lebih mengetahui dan lebih kuat hafalannya tentang hadits Rasulullah
Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam dari pada Muhammad bin Ismail (Al-Bukhari). Muhammad bin Abi Hatim berkata, “ Saya mendengar Abu Abdillah (Al-Imam Al-Bukhari) berkata, “Para sahabat ‘Amr bin ‘Ali Al-Fallaas pernah meminta penjelasan kepada saya tentang
status (kedudukan) sebuah hadits. Saya katakan kepada mereka, “Saya tidak
mengetahui status (kedudukan) hadits tersebut”. Mereka jadi gembira dengan
sebab mendengar ucapanku, dan mereka segera bergerak menuju ‘Amr. Lalu mereka
menceritakan peristiwa itu kepada ‘Amr. ‘Amr berkata kepada mereka, “Hadits
yang status (kedudukannya) tidak diketahui oleh Muhammad bin Ismail bukanlah
hadits”.
Al-Imam Al-Bukhari mempunyai
karya besar di bidang hadits yaitu kitab beliau yang diberi judul Al-Jami’ atau
disebut juga Ash-Shahih atau Shahih Al-Bukhari. Para ulama menilai bahwa kitab
Shahih Al-Bukhari ini merupakan kitab yang paling shahih setelah kitab suci Al-Qur’an.
Hubungannya dengan kitab
tersebut, ada seorang ulama besar ahli fikih, yaitu Abu Zaid Al-Marwazi
menuturkan, “Suatu ketika saya tertidur pada sebuah tempat (dekat Ka’bah –ed)
di antara Rukun Yamani dan Maqam Ibrahim. Di dalam tidur saya bermimpi melihat
Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam. Beliau berkata kepada saya, “Hai Abu Zaid,
sampai kapan engkau mempelajari kitab Asy-Syafi’i, sementara engkau tidak
mempelajari kitabku? Saya berkata, “Wahai Baginda Rasulullah, kitab apa yang
Baginda maksud?” Rasulullah menjawab, “ Kitab Jami’ karya Muhammad bin Ismail”.
Karya Al-Imam
Al-Bukhari yang
lain yang terkenal adalah kita At-Tarikh yang berisi tentang hal-ihwal para
sahabat dan tabi’in serta ucapan-ucapan (pendapat-pendapat) mereka. Di bidang
akhlak belau menyusun kitab Al-Adab Al-Mufrad. Dan di bidang akidah beliau menyusun kitab Khalqu
Af’aal Al-Ibaad.
b. Nu’man
bin Basyir
Hidup
pada tahun 1-64 H. Beliau adalah sahabat Nabi yang lahirnya di Madinah setelah Nabi hijrah
berjalan 4 bulan. Jadi ini sahabat Anshor yang pertama kali setelah hijrah.
Kemudian berdomisili di Syam da wafatnya terbunuh di Desa Himash di negara Syam
pada bulan Dzul Hijjah 64 H. menurut Ibnu Abi Khoitsamah wafatnya pada tahun 60
H. Beliau di dalam meriwayatkan hadits-hadits Nabi semua berjumlah 114 buah hadits,
yang antara hadits Bukhori dan Muslim ada 5, yang di Bukhori saja hanya 1, yang
di Muslim saja ada 4 hadits. Adapun ayahnya yang bernama Basyir ini mati syahid
bersama Jenderal Kholid bin Walid pada tahun 12 H. setelah perang Yamamah.
Beliau adalah Sahabat Anshor yang pertama kali berbai’at dengan kholifah Abu
Bakar a.s. Shiddiq r.a. dan ikut ‘aqobah tsaniyah. Ikut perang Badar, Uhud dan
semua perang yang diikuti beliau Nabi SAW.[7]
4.
Keterangan Hadits
Hadis ini disepakati atas
kedudukanya yang agung dan faedahnya yang banyak. Hadis ini merupakan hadis
yang merangkum ajaran-ajaran Islam. Abu Dawud berkata: “Hadis ini merangkum seperempat ajaran Islam. Barang siapa
yang merenungkannya dia akan mendapatkan semua kandungan yang disebutkan diatas
karena hadis ini mencakup penjelasan tentang halal, haram, dan syubhat, apa
yang maslahat dan yang akan merusak hati. Semua ini menuntut untuk mengetahui
hukum-hukum syariat, pokok-pokok dan cabang-cabangnya. Hadis ini juga merupakan
dasar bagi sikap wara’ yaitu
dengan meninggalkan yang syubhat (samar)”.
Dalam
hadis ini, yang
halal sudah jelas dan yang haram sudah jelas dan diantara keduanya terdapat
perkara-perkara yang syubhat (samar). Imam An-Nawawi berkata:
”Bahwa perkara itu ada tiga: yang jelas-jelas halal, dan
tidak tersembunyi keadaannya. Seperti memakan roti, berbicara, berjalan, dan sebagainya.
Kedua, yang
jelas-jelas haram seperti khamr, zina, dan lain-lain. Adapun yang syubhat artinya tidak jelas halal atau haramnya. Oleh
karena itu, kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. Adapun para ulama
mengetahui hukumnya berdasarkan nash atau qiyas (analogi). Apabila ada keraguan
antara halal dan haram dan tidak ada nash dan ijma’, maka seorang mujtahid
berijtihad dalam masalah itu, lalu mengkategorikan masalah itu kepada salah
satu hukum (halal atau haram) berdasarkan dalil syar’i.
Meninggalkan
syubhat adalah wujud sikap wara’. Sikap ini direalisasikan dengan tidak
bermuamalah bersama orang yang hartanya mengandung syubhat, atau bercampur
dengan riba, atau terlalu banyak mengandung unsur-unsur mubah sehingga
meninggalkan yang lebih utama. Adapun jika sampai kepada derajat was-was dengan mengharamkan sesuatu yang belum jelas,
maka hal itu tidak termasuk syubhat yang harus ditinggalkan.
Perkara
syubhat itu bermacam-macam, Ibnu Al-Mundzir membaginya kepada tiga bagian, yaitu: sesuatu yang diketahui oleh orang-orang sebagai
barang haram, kemudian diragukan apakah ia masih tetap haram atau sudah menjadi
halal, maka tidak boleh segera menganggapnya halal kecuali jika sudah diyakini.
Selanjutnya kebalikannya yaitu perkara yang halal kemudian ada keraguan bahwa
ia menjadi haram. Dan yang terakhir sesuatu yang kehalalan dan keharamannya
diragukan dengan tingkatan yang sama dan yang lebih utama adalah
meninggalkannya.
Ucapan
para salafus saleh tentang meningggalkan syubhat. Abu Darda berkata
”Kesempurnaan takwa adalah seorang hamba takut kepada ALLAH
SWT, sehingga dia takut kepada benda kecil sekecil apapun.
Ketika dia meninggalkan sesuatu yang dipandang halal karena khawatir akan
menjerumuskan kepada yang haram sehingga dia terhindar dari yang haram.
Setiap
raja memiliki daerah larangan dan daerah larangan ALLAH
SWT di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan.
Tujuan penyebutan contoh seperti ini adalah untuk lebih menjelaskan sesuatu
yang tidak terlihat dengan sesuatu yang abstrak dengan sesuatu yang konkret. ALLAH
SWT memiliki wilayah-wilayah larangan di atas bumi-Nya,
yaitu perbuatan-perbuatan maksiat dan hal-hal yang diharamkan. Barang siapa
yang mendekatinya dengan menerjuni hal-hal yang syubhat, maka dia hampir
terjerumus ke dalam yang diharamkan.
Selamatnya
hati, selamatnya jasad tergantung pada selamatnya hati karena hati (jantung)
merupakan organ terpenting di dalam tubuh.
B.
Hadits 23: Intuisi Hati
عَنْ
أَنَسِ بنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
(مَنْ عَمِلَ بِمَا
يَعْلَمْ
وَرثَهُ الله عِلْمَ مَالَمْ يَعْلَمْ ) (رواه
أبو نعيم الأصفهاني فى
حلية الأولياء(
1. Tarjamah
Dari Anas bin Malik
sesungguhnya Nabi SAW bersabda: “Siapa yang mengamalkan apa yang ia ketahui,
maka ALLAH SWT akan memberikan ilmu sesuatu yang ia belum ketahui”.
(HR. Abu Na’im al-Ashfihan dalam kitab Khilyatul Ashfiya’: 10/15)
2. Mufrodat
ü
مَنْ عَمِلَ : Barang siapa beramal
ü
بِمَا
: Dengan
ü
يَعْلَمْ : Sesuatu yang diketahui
ü
وَرَثَهُ اللهِ :
Akan diberikan kepadanya
ü
عَلْمَ : Ilmu
ü مَالَمْ يَعْلَمْ : Sesuatu yang belum diketahui
3.
Biografi Rawi
a. Nu’man bin Basyir)
Nama lengkapnya An-Nu’man bin Basyir bin Ka’ab Al-Khazraji Al-Anshari.
Dilahirkan empat belas bulan setelah hijriah. Dia
adalah orang Anshar pertama yang lahir setelah Nabi hijrah ke Madinah. Bapaknya
adalah seorang sahabat dan ibunya juga seorang sahabiyah radiyallahu Anhuma.
Nabi meninggal ketika dia berumur 8 tahun yang saat itu sedang tinggal di Syam.
Muawiyah mengangkatnya sebagai pemimpin Himsh. Dan ditetapkan kepemimpinannya
oleh Yazid bin Muawiyah. An-Nu’man bin Basyir adalah orang yang pemurah dan
ahli syair. Dia dibunuh di sebelah kampung di Himsh karena dia menyerukan untuk
membaiat Abdullah bin Az-Zubair, pada tahun 56 H. Al-Bukhari meriwayatkan
hadits darinya sebanyak 6 hadits, dan haditsnya yang termaktub dalam
kitab-kitab hadits sebanyak 114 hadits.[8]
b. Anas bin Malik)
Anas bin Malik Al-Anshari Al-Khazraji adalah pelayan Rasulullah SAW. Dia
melayani Rasulullah semenjak berusia sepuluh tahun dan terus menyertai beliau
selama dua puluh tahun. Rasulullah memberi kun-yah kepadanya dengan Abu Hamzah.
Ibunya adalah Ummu Sulaim r.a. nabi pernah mendoakannya dengan doa, “Ya ALLAH
SWT, perbanyaklah harta dan anaknya, panjangkan umurnya dan berkahilah serta
masukkan ke dalam surga”. Berkat doa tersebut, Anas menjadi orang yang paling
banyak anak dan hartanya. Dia wafat dengan meninggalkan sebanyak 120-an anak.
Dia berusia panjang, hidup lebih dari 100 tahun. Wafat di Bashrah tahun 93 H.
Anas bin Malik adalah urutan ketiga
dari Sahabat yang banyak meriwayatkan hadits. Ada 2.286 hadits yang ia
riwayatkan.[9]
4. Keterangan
Hadits
Hadits tersebut menjelaskan
bahwa ilmu pengetahuan pada diri manusia tidak akan berkurang atau hilang
dengan mengajarkannya pada orang lain, tapi justru akan bertambah. ALLAH SWT
akan mewariskan ilmu yang belum ia ketahui, maknanya ialah bahwa ALLAH SWT akan
menambahkan keimanan dan menerangi bashirahnya serta akan membukakan untuknya
berbagai cabang ilmu. Oleh karena itu Anda mendapatkan seorang alim yang
beramal akan bertambah ilmunya dan ALLAH SWT akan memberkahi waktu dan ilmunya. Dalilnya dalam
Al-Qur’an, firman ALLAH SWT: “Dan orang-orang yang mendapat petunjuk ALLAH
SWT menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan kepada mereka
(balasan) ketaqwaannya”.
4.
Refleksi Hadits dalam Kehidupan
Diri kita ini tidak hanya berwujud fisik
belaka. Namun, ada satu hal yang lebih penting, bahkan menjadi inti dari
kehidupan kita, yaitu hati. Jika kebutuhan fisik berupa makanan dan minuman
telah terpenuhi dengan baik, apakah kebutuhan hati atau kalbu juga sudah
terpenuhi dengan baik? Jangan-jangan, kita tak memiliki kesempatan sedikit pun
untuk memenuhinya sehingga kalbu kita mengering, gersang, dan lama-kelamaan
mati dengan sendirinya.
Pemenuhan kebutuhan bagi hati adalah
dengan menerima dan tunduk pada nilai-nilai kebaikan dan kebenaran. Dalam
bekerja, cobalah hidupkan hati kita. Dengarkanlah, bisikan-bisikan kebenaran
yang disuarakannya. Jujurlah dengan suara-suara itu. Sadarkan dan pahamkan diri
ini untuk mau mengikutinya. Ingatlah, selama ada keinginan, di situ ada jalan
kemudahan.
Sejatinya, hati akan selalu membisikkan
nilai-nilai kebaikan pada diri ini. Ia memiliki keinginan agar diri kita tetap
berada di jalan kesucian, tidak dikotori oleh keburukan, keterpurukan, dan
kehinaan. Cobalah renungkan saat kita akan melakukan suatu pekerjaan atau
aktivitas. Tentu, akan terdengar dua bisikan suara yang menggema dalam diri
kita. Sebuah suara mengajak pada kebaikan, sementara suara lainnya mengajak
pada keburukan.
Sebagai contoh termudah, adalah saat
Anda membaca buku. Tentu, akan terdengar dua bisikan suara: ‘Ubah sikap dan
ikuti apa yang disampaikan di buku ini,’ atau , ‘Jangan ikuti tulisan
dalam buku ini, ini kan hanya tulisan, buat apa mengikutinya?’. Di saat
Anda mengikuti bisikan pertama, berarti Anda telah memenangkan pertarungan.
Anda telah memenangkan hati nurani dan mengikuti ajakan malaikat. Dengan
demikian, hati nurani telah dipenuhi Cahaya Ilahi. Sebaliknya, jika Anda
mengikuti bisikan kedua, berarti Anda telah memenangkan nafsu atau bersekutu
dengan setan untuk memadamkan cahaya hidayah yang sedang menyala dalam diri
Anda.[10]
Begitu pula dalam kehidupan kerja kita.
Ikutilah bisikan-bisikan kebaikan dan kebenaran disetiap langkah kerja kita.
Buang jauh-jauh ajakan kemungkaran. Jika mampu melakukannya, ALLAH SWT akan
selalu memberikan pertolongan, membukakan jalan kemudahan, serta rizqy yang
halal dan berkah. Ingatlah, sesungguhnya sejak awal penciptaannya, hati ini
selalu condong pada kebaikan dan kebenaran. Karena itu, janganlah menolak dan
memaksa diri kita untuk membohongi hati demi menerima kebenaran.
5.
Aspek Tarbawi
v Hadits
22
a. Bahwasanya
yang dapat memilah dan memilih apakah suatu hal meragukan atau tidak adalah
hati, maka sangatlah penting bagi setiap muslim untuk mendengarkan kata hatinya
(intuisi hati), bila hatinya meragukan hukum dari suatu hal maka lebih baik dia
menghindari atau tidak melakukannya. Keragu-raguan tersebut dapat ditimbulkan
oleh adanya dua hal : ketidaktahuan seseorang akan hukum suatu hal dan belum
ditentukannya hukum akan hal tersebut.
b. Dalam hadits tersebut di atas dikemukakan bahwa bila hati
seseorang baik maka akan baik pula seluruh tubuhnya, maksud dari potongan
hadits tersebut adalah pada fitrahnya hati semua manusia itu baik dan hanya
mengajak ke hal-hal yang baik, namun demikian, pada sebagian besar manusia
hatinya tidak terlatih utuk menyuarakan kebenaran lebih keras dan kemudian
menegakkan niat yang terimplementasi ke dalam perbuatan. Hasilnya apa yang
dilakukan oleh orang-orang tersebut adalah pengingkaran terhadap hati dan
cenderung merupakan perbuatan-perbuatan yanng diharamkan atau yang diragukan
kehalalannya. Jika hal ini terus menerus dilakukan dan menjadi sebuah kebiasaan
serta tidak adanya usuha-usaha perbaikan maka jadilah apa yang disebut dalam
hadits sebagai hati yang rusak atau yang tidak baik dan membawa kerusakan atau
keburukan ke dalam semua perbuatan manusia itu sendiri.
v Hadits
23
a. Setiap
muslim yang telah memiliki ilmu akan suatu hal (yang tidak bertentangan dengan
agama) wajib mengamalkannya dalam bentuk perbuatan dan mengajarkanya pada orang
lain
b. Tidak diperkenankan bagi muslim untuk menyembunyikan
ilmunya, tapi juga tidak diperkenankan untuk pamer dengan tujuan membanggakan diri dan merendahkan orang lain.
C. PENUTUP
Simpulan
Dari
pemaparan di atas dapat diketahui pentingnya hati dalam kehidupan manusia dan
pentingnya mendengarkan intuisi hati serta mengikutinya termasuk intuisi hati
untuk berbagi ilmu pengetahuan dengan sesama, karena dengan cara berbagi
tersebutlah ilmu pada diri manusia tidak berkurang atau habis tapi justru
bertambah. Untuk mencapai pertambahan ilmu tersebut hal lain yang juga penting
untuk dilakukan adalah mengamalkan, melakukan atau mewujudkan ilmu tersebut
dalam wujud perbuatan yang membawa kemaslahatan bagi diri sendiri dan umat.
DAFTAR PUSTAKA
Saleh,Muwafik,Akh.
2009. Bekerja dengan Hati Nurani. Semarang: Penerbit Erlangga.
Syukur,Amin.Usman,Fathimah.
2012. Terapi Hati. Semarang: Penerbit Erlangga.
AshShiediqi,Hasbi,Muhammad.
1999. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Ash-Shalih,Subhi.
2002. Membahas Ilmu-Ilmu Hadis. Jakarta: Penerbit Pustaka Firdaus.
Soffan,Djunaedi.Wawan.
2003. Syarah Hadis Qudsi. Jakarta: Pustaka Azzam.
Al-Bugha,Dieb,Musthofa.dkk.
2008. Al Wafi Syarah Hadits Arbai’in Iman Nawawi. Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar.
TENTANG PENULIS
Rizqy Mazidah Hilmy.
Lahir di Tegal, Jawa Tengah, pada 28 Januari 1995.
Pendidikan
dasar di MI Ihsaniyah Tegal, kemudian dilanjutkan di SMP Ihsaniyah Tegal,
kemudian dilanjutkan di SMA Ihsaniyah Tegal.
Sekarang
masih melanjutkan pendidikan di STAIN Pekalongan, jurusan Tarbiyah, prodi
Pendidikan Agama Islam (PAI).
Motto:
menjadi tua itu pasti, tetapi menjadi tua yang bijak adalah pilihan.
[1]
https://bindoni.wordpress.com/2015/03/15/apa-itu-intuisi/11:09.
[2] Akh Muwafik Saleh, Bekerja
dengan Hati Nurani, (Semarang:
Penerbit Erlangga, 2009), hlm. 52-53.
[3] Amin Syukur,Fathimah
Usman, Terapi Hati, (Semarang: Penerbit Erlangga, 2012), hlm. 145.
[6] Muhammad
Hasbi Ash ShiediqiTeungku,
Sejarah dan Pengantar Ilmu
Hadis,
(Semarang: Pustaka
Rizki Putra,
1999), hlm. 18.
[8] Musthafa
Al-Bugha,Al-Wafi Syarah, Hadits Arba’in Imam Nawawi, (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2008), hlm.474.
[10] Akh
Muwafik Saleh, Bekerja dengan Hati Nurani, (Semarang: Penerbit Erlangga, 2009), hlm. 75-77.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar