TAFSIR TARBAWI
LADENI DAN SAYANGI KEDUA ORANG TUA
Faridatunnisa’ (2021114237)
Kelas : G
JURUSAN TARBIYAH PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2016
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat dan karunia-Nya, makalah yang berjudul “Ladeni Dan Sayangi Kedua Orang Tua” ini dapat diselesaikan. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini membahas tentang penafsiran, munasabah, dan aspek tarbwi dari Q. S. Al-Isro’ ayat 23-25.
Penulis telah berupaya menyajikan makalah ini dengan sebaik-baiknya, meskipun tidak komprehensif. Di samping itu apabila dalam makalah ini didapati kekurangan dan kesalahan, baik dalam pengetikan maupun isinya, maka penulis dengan senang hati menerima saran dan kritik yang membangun dari pembaca guna penyempurnaan penulisan berikutnya. Akhirnya, semoga makalah yang sederhana ini bisa menambah khasanah keilmuan dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Pekalongan, 24 Februari 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar....................................................................................................................i
Daftar Isi............................................................................................................................ii
Bab I Pendahuluan.............................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah........................................................................................1
Bab II Pembahasan............................................................................................................2
A. Q. S. Al-Isro’ Ayat 23...........................................................................................2
B. Q. S. Al-Isro’ Ayat 24...........................................................................................3
C. Q. S. Al-Isro’ Ayat 25...........................................................................................4
D. Munasabah Q. S. Al-Isro’ Ayat 23-25...................................................................6
E. Aspek Tarbawi.......................................................................................................6
Bab III Penutup..................................................................................................................7
A. Kesimpulan............................................................................................................7
Daftar Pustaka
Biografi Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seorang muslim percaya akan adanya hak kedua orangtua terhadap dirinya serta kewajiban berbakti, menaati dan berbuat baik terhadap keduanya. Tidak hanya karena mereka berdua menjadi sebab keberadaannya, atau karena mereka telah memberikan perlakuan baik terhadapnya dan memenuhi kebutuhannya tapi juga karena Allah telah menetapkan kewajiban atas anak untuk berbakti dan berbuat baik kepada kedua orang tuanya, bahkan dalam menetapkan ini, Allah menyertakan kewajiban berbakti kepada orang tua setelah penyebutan kewajiban terhadapnya yang merupakan ibadah kepadanya semata, tanpa kepada yang selainnya.
Birrul walidain ( بِرُّ الْوَالِدَيْنِ ), berbakti, mematuhi, dan merawat kedua orang tua, menjamin hak-hak mereka, memenuhi kebutuhan mereka adalah pusat kekuatan energi kehidupan yang menghidupkan. Al-Qur’an dan sunnah menegaskan ini sebagai kewajiban. Hal ini menjelaskan betapa besarnya perhatian Islam terhadap kedua orang tua termasuk juga sanak kerabat, yang telah banyak berperan dalam memelihara hidup kita.
Makna berbakti kepada kedua orang tua yakni berusaha membalas semua yang telah diberikan kedua orang tua kita, meskipun semua kebaikan mereka tidak akan pernah bisa terbalas oleh seorang anak. Oleh karena itu kita harus berusaha sebisa mungkin membuat orang tua kita bangga membuat mereka bahagia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Q. S. Al-Isro’ Ayat 23
وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْآ اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالوَالِدَيْنِ اِحْسَانَاؕ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الكِبَرَاَحَدُهُمَٓا اَوْكِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًاكَرِيْمًا ۞
Artinya: “ Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engakau mengatakan kepada keduanya perkatan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya. Dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.”
Pada ayat 22, tujuan hidup dalam dunia ini telah dijelaskan, yaitu pengakuan hanya ada satu Tuhan itu, yaitu Allah. Barangsiapa yang mempersekutukannya dengan yang lain, akan tercelalah dia dengan terhina. Pengakuan bahwa hanya satu Tuhan, tiada bersyarikat dan besekutu dengan yang lain, itulah yang dinamakan Tauhid Rububiyah. Kemudian datanglah ayat ini, bahwa hanya Tuhan Allah itu sendiri yang menentukan. Yang memerintah, dan memutuskan bahwasanya Dialah yang yang mesti disembah, dipuji, dan dipuja.
Dalam ayat ini pula terang sekali bahwasanya berkhidmat kepada bapak ibu, menghormati kedua orang tua yang telah menjadi sebab bagi kita dapat hidup di dunia ini adalah kewajiban yang kedua setelah beribadat kepada Allah.
Di dalam ayat ini disebut kata Uffin. Abu Raja’ Al-Atharidi mengatakan bahwa arti Uffin adalah kata-kata yang mengandung kejengkelan dan kebosanan meskipun tidak diucapkan. Ahli bahasa mengatakan bahwa kalimat Uffin itu asalnya adalah daki hitam dalam kuku.
Lalu mujahid menafsirkan ayat ini. Kta beliau, “Artinya ialah jika engkau lihat salah seorangnya atau keduanya telah berak atau kencing dimana maunya saja, sebagaimana yang engkau lakukan di waktu engkau kecil, janganlah enkau mengeluarkan kata yang mengandung keluhan sedikitpun.
Sebab itu, kata Uffin dapatlah diartikan mengandung keluhan jengkel, decas mulut, akh! kerut kening, dan sebagainya. Jelaslah bahwa alamat kecew dan jengkel yang betapa kecil sekalipun hendak dihindari.
B. Q. S. Al-Isro’ Ayat 24
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيٰنِيْ صَغِيْرًا۞
Artinya: “ Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah “Wahat Tuhanu! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.
Ayat-ayat ini masih lanjutan tuntunan bakti kepada bapak ibu. Tuntunan kali ini melebihidalam peringkatnya dengan tuntunan yang lalu. Ayat ini memerintahkan anak bahwa, dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua didorong oleh karena rahmat kasih sayang kepada keduanya, bukan karena takut atau malu dicela orang bila tidak menghormatinya dan ucapkanlah yakni berdoa secara tulus: “Wahai Tuhanku, yang memelihara dan mendidik aku antara laindengan menanamkan kasih pada ibu bapakku, kasihanilah mereka keduanya, disebabkan karena atau sebagaimana mereka berdua telah melimpahkan kasih kepadaku antara lain dengan mendidikku waktu kecil”.
Ayat di atas juga menuntun agar anak mendoakan orang tuanya. Hanya saja ulama menegaskan bahwa doa kepada orang tua yang dianjurkan di sini adalah bagi yang muslim, baik masih hidup maupun telah wafat. Sedangkan bila ayah atau ibu yang tidak beragama Islam telah wafat, maka terlarang bagi anak untuk mendoakannya. Al-Qur’an mengingatkan bahwa ada suri tauladan yang baik bagi kaum muslimin dari seluruh kehidupan Nabi Ibrahim AS.
اِلَّا قَوْلَ اِبْرَاهِيْمَ لاَبِيْهِ لاَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ وَمَا اَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللهِ مِنْ شَيْءٍ۞
Artinya:“ Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya: Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah”. (Q. S. Al-Mumtahanah: 40)
C. Q. S. Al-Isro’ Ayat 25
رَبُّكُمْ اَعْلَمُ بِمَا فِيْ نُفُوْسِكُمْ اِنْ تَكُوْنُوْا صٰلِحِيْنَ فَاِنَّهٗ كَانَ لِلْاَوَّبِيْنَ غَفُوْرًا۞
Artinya: “ Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu. Jika kamu orang yang baik, maka sungguh, Dia Maha Pengampun kepada orang yang bertaubat”.
Firman Allah SWT: “Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu.” Maksudnya berkenaan dengan keyakinan akan kasih sayang dan lemah lembutkepada kedua orang tua atau yang lainnya merupakan tindakan durhaka. Atau orang yang melakukan kebaikan terhadap kedua orang tuanya dengan riya.
Ibnu Jabir berkata, “Maksudnya gerakan atau isyarat yang terjadi spontan tanpa sengaja yang dilakukan seseorang terhadap kedua orang tuanya, sementara ia tidak bermaksud meremehkannya.” Allah SWT berfirman “Jika kamu orang yang baik-baik,” dengan kata lain: orang-orang yang benar dalam niat berbakti kepada orang tua, maka sesungguhnya Allah mengampuni gerakan atau isyarat yang muncul spontan. Sedangkan firman Allah “Maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat.” Sebuah janji berupa janji ampunan dengan syarat berbuat baik dan bertaubat setelah kembali kepada ketaatan kepada Allah SWT.
Sa’id bin Al-Musayyab berkata, “Yaitu seorang hamba yang bertaubat kemudian melakukan dosa, lalu bertaubat kemudian melakukan dosa lagi.”
Sedangkan Ibnu Abbas RA berkata, “Al Awwab adalah orang yang selalu waspada yang jika disebutkan dosa-dosanya maka ia langsung beristighfar (memohon ampunan) dari dosanya itu.”
Sedangkan Ubaid bin Umair berkata, “Mereka adalah orang-orang yang menyebutkan semua dosa mereka di tengah tempat lapang lalu memohon ampun kepada Allah ‘Azza wa Jalla.” Semua pendapat ini sangat berdekatan maknanya.
Sedangkan Aun Al-Uqaili berkata, “Orang-orang yang bertaubat (l-Awwabun) adalah orang-orang yang menunaikan sholat dhuha.”
Dalam Ash-Shahih dijelaskan,
صَلَاةُ الاَوَّبِيْنِ حِيْنَ تَرْمَضُ الفِصَالُ
Artinya: “ Sholat Al-Awwabin (Orang-orang yang bertaubat) adalah ketika anak-anak unta telah mulai merasa kepanasan (pagi menjelang siang).”
D. Munasabah Q. S. Al-Isro’ Ayat 23-25
Dalam ayat-ayat yang lalu, Allah SWT menjelaskan bahwa manusia terbagi menjadi dua golongan:
v Golongan Pertama ialah orang-orang yang mencintai kenikmatan dunia, tetapi mengabaikan kebahagiaan akhirat.
v Golongan Kedua ialah mereka yang menaati perintah Allah dan bernaung di bawah bimbingan-Nya. Mereka mencari keutamaan dunia untuk kepentingan akhirat.
Dalam ayat-ayat ini, Allah SWT menerangkan beberapa petunjuknya tentang adab manusia terhadap Allah, dan sopan santun kepada orang tua.
E. Aspek Tarbawi
1. Allah SWT menyuruh agar kita meyembah hanya kepada-Nya dan berbakti kepada kedua orang tua.
2. Mengucapkan kata “Ah” kepada orang tua tidak dibolehkan oleh agama, apalagi mengucapkan kata-kata kasar atau memperlakukan mereka dengan lebih kasar daripada itu.
3. Allah SWT memerintahkan agar kita memperlakukan kedua orang tua dengan penuh kasih sayang seperti mereka mendidik kita waktu kecil.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berbakti merupakan kewajiban anak kepada orang tua. Taat dan berbakti kepada kedua orang tua adalah sikap dan perbuatan yang terpuji. Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa Allah SWT memerintahkan kepada umat manusia untuk menghormati orang tua. Dalil-dalil tentang perintah Allah SWT tersebut antara lain pada Q. S. Al-Isro' ayat 23-25. Perilaku hormat dan patuh kepada orang lain sangat baik dilakukan oleh seorang muslim. Oleh karena itu, perilaku hormat dan patuh ini harus diterapkan kepada siapa saja.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mahalli, Imam Jalaluddin dan Imam Jalaluddin As-Suyuti. 2007. Terjemahan Tafsir Jalalain. Bandung: Penerbit Sinar Baru Algesindo.
Al-Qurthubi, Syaikh Imam. 2008. Tafsir Al-Qurthubi. Jakarta: Pustaka Azzam.
DEPARTEMEN AGAMA RI. 2009. Al-Qur’an dan Terhemahnya Disertai Tanda-Tanda Tajwid Dengan Tafsir Singkat. Jakarta: Bayan Qur’an.
Hamka. 2003. Tafsir Al-Azhar Juz XV. Jakarta: Pustaka Panjimas.
Shihab, M Quraish. 2004. Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.
BIOGRAFI PENULIS
Nama : Faridatunnisa’
NIM : 2021114237
Tempat, Tanggal Lahir : Pekalongan, 31 Maret 1996
Alamat : Ds. Petukangan Kec. Wiradesa Kab. Pekalongan
Motto : Lebih Penting Menjadi Orang Baik, Daripada Baik Menjadi Orang Penting.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar