TAFSIR TARBAWI
ADAB MASUK RUMAH (Surat Al-Baqarah 189)
“Memasuki Rumah dari Pintu Depan”
Khamdan Syakirin
(2021114102)
Kelas: G
PRODI PAI
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
NEGERI (STAIN) PEKALONGAN
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang Masalah :
Rumah adalah sebuah bangunan yang dijadikan sebagai tempat tinggal
dalam jangka waktu tertentu. Dalam artian yang lebih spesifik pengertian adalah
mengacu pada konsep-konsep sosial kemasyarakatan yang terjalin di dalam
bangunan tempat tinggal, seperti keluarga, tempat bertumbuh, makan, tidur,
beraktivitas. Rumah juga dapat berfungsi sebagai tempat untuk menikmati
kehidupan yang nyaman, untuk beristirahat, tempat berkumpulnya keluarga.
Setiap muslim hendaknya memperhatikan sunnah-sunnah ketika ia akan
keluar masuk rumah yang demikian itu disebut adab dalam rumah. Dengan
melaksanakan adab dalam rumah tersebut Allah swt akan selalu melindungi umatnya
baik di dalam rumah ataupun ketika sedang keluar.
Setiap
manusia pasti ingin mempunyai kedamaian di rumahnya memberikan ketenangan dan
kenyamanan serta rasa aman bagi para penghuninya. Agar kesemua bisa terwujud
manusia diharuskan untuk memenuhi dan melaksanakan adab dalam rumah dan yang
demikian itu merupakan suatu kebajikan yang sempurna yang hanya bisa dimiliki
oleh orang-orang yang bertakwa.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Surat
Al-Baqarah Ayat 189 :
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ
وَالْحَجِّ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوْاْ الْبُيُوتَ مِن ظُهُورِهَا
وَلَـكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى وَأْتُواْ الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا
وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang hilal (bulan sabit).
Katakanlah: “Hilal itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan bagi ibadah
haji.” Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan
tetapi kebajikan itu ialah milik orang yang bertakwa. Dan masuklah ke
rumah-rumah itu dari pintunya, serta bertakwalah kepada Allah agar kalian
beruntung. (Surat Al-Baqarah : 189)[1]
B.
Penjelasan ayat
Ayat ini adalah transisi sebelum subjek pembahasan pindah ke
masalah perang dan haji. Betapa tidak, tema yang dibicarakannya adalah hilal
(bulan sabit) selain terkait dengan masalah haji juga dengan puasa Ramadhan.
Bahwa hilal penting dalam menentukan awal dan akhir Ramdhantetapi Allah
sepertinya hendak meninggalkan pesan bahwa substansi puasa bukan pada penentuan
hilalnya tapi pada takwanya. Apalah artinya berseteru dalam penentuan hilal,
tapi meninggalkan prinsip-prinsip takwa, diantaranya: menggerus ego dan menjaga
keharmonisan umat. Tentang hilal ini, pendekatan yang dianut Nabi sangat
sederhana. “Janganlah berpuasa hingga kalian melihat hilal dan jangan pula
berbuka (lebaran) hingga kalian melihatnya. Apabila kalian terhalang oleh awan
maka perkirakanlah jumlahnya (menjadi 30 hari).” (HR. Bukhari-Muslim)
Nabi melakukan formulasi sepertu itu karena Beliau tahu persis
bahwa tujuan agama ialah menyatukan, bukan memisahkan, mempersaudarakan bukan
memperseterukan, menyederhanakan dan bukan merumitkan, mengabsolutasi Allah dan
merelativisasi diri, menjunjung islam dan menjunjung kelompok, merubah Darul Harb
(wilayah perang) menjadi Darus Salam (wilayah damai). Untuk mencapai semua itu,
takwa adalah jawabannya. Untuk mencapai derajat takwa, puasa lantas diinisiasi.
Dan yang paling ujung, paling di belakang sana, untuk memulai dan mengakhiri
bulan puasa, penentuan hilal diperlukan. Maka alangkah naifnya bilamana semua
menjadi berantakan hanya karena ketidaksepakatan dalam cara penentuan hilal.
Para pemimpin boleh berkilah bahwa perbedaan itu karunia, tetapi kalangan
bawah, orang-orang awam tidak bisa disimplifikasi seperti itu. Faktanya mereka
bingung, ribut, dan saling menegasi. Buntutnya yaitu karenalemahnya kekuatan
politik umat.[2]
Kalau kita memahami pembahasan selanjutnya, kita tidak akan heran
kalau sambungan ayat tiba-tiba pindah ke masalah الْبِرُّ (al-birr, kebajikan yang sempurna) dalam
kaitannya dengan memasukiالْبُيُوتَ(al-buyūt, bentuk jamak dari al-bayt,
rumah). Suatu perpindahan yang kelihatan sangat ekstrim karena tidak adanya
korelasi langsung dengan masalah هلال (hilal, bulan sabit): وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوْاْ الْبُيُوتَ مِن ظُهُورِهَا (wa laysal-birra bi anta’tul–buyūt min zhuɦūriɦā,
dan bukanlah kebajikan yang sempurna memasuki rumah-rumah dari belakangnya).[3]
Allah melarang kita memasuki rumah-rumah dari belakangnya, tanpa melalui
pintunya yang benar, sebab di sana ada Ahlul Bayt yang menjadi pemiliknya yang
sah. Siapa yang masuk tanpa melalui pemiliknya yang sah, berarti yang
bersangkutan tidak melakukan perbuatan الْبِرُّ (al-birr, kebajikan yang sempurna) karena
di dalamالْبُيُوتَ (al-buyūt) itu ada ahli pemiliknya yang tak lagi dilalaikan
oleh urusan dunia sebab mereka adalah orang-orang yang terjaga.
Kebajikan yang sempurna hanya bisa dimiliki oleh orang-orang yang
bertakwa. Dan takwa bisa dimiliki oleh orang yang berpuasa. Bahwa Surat Al
Baqarah ayat 189 ini menerangkan tentang salah satu tradisi orang arab. ketika
mereka pulang dari menunaikan ibadah mereka masuk dari belakang dalam ayat ini
Allah memerintahkan agar umat islam masuk rumah melalui pintunya.
Rumah adalah sebuah bangunan yang dijadikan sebagai tempat tinggal
dalam jangka waktu tertentu.Dalam artian yang lebih spesifik pengertian adalah
mengacu pada konsep-konsep sosial kemasyarakatan yang terjalin di dalam
bangunan tempat tinggal, seperti keluarga, tempat bertumbuh, makan, tidur,
beraktivitas.Rumah juga dapat berfungsi sebagai tempat untuk menikmati
kehidupan yang nyaman, untuk beristirahat, tempat berkumpulnya keluarga.[4]
Surat al-Baqarah ayat: 189 memiliki 2 Asbabun Nuzul, yaitu:
1. Mengenai orang-orang Anshar apabila berhaji kemudian mereka pulang,
mereka (orang-orang Anshar) tidak masuk melalui pintu-pintu rumah mereka akan
tetapi (orang-orang Anshar masuk) melalui atap (belakang) rumah mereka. Maka
kemudian datanglah seorang lelaki Anshar masuk melalui pintu rumahnya akan tetapi
dia (seorang lelaki Anshar tersebut) dicela karena hal itu (karena seorang lelaki
Anshar tersebut masuk melalui pintu rumahnya).
2. Mengenai orang-orang Anshar yang berihram (haji dan umrah) pada
masa Jahiliyah kemudian mereka (orang-orang Anshar) pulang ke rumah mereka, dan
mereka (orang-orang Anshar) masuk ke rumah melalui atap (belakang) rumah
mereka.
C.
Aspek Tarbawi
1.
Rasulullah
menyadari bahwa dunia adalah tempat untuk berjalan bukan tempat menetap, maka
beliau menjadikannya tempat tinggal sebatas kebutuhan, baik untuk menutupi diri
dari pandangan orang, menghindarkan diri dari bahaya panas, dingin, hujan dan
angin serta menjaga apa yang hidup padanya dari binatang piaraan dan yang
lainnya.
2.
Berdoa di kala
kita keluar rumah dengan doa yang dianjurkan adalah : “Dengan menyebut nama
Allah, aku berserah diri kepada Allah dan tiada daya dan upaya kecuali seizin
Allah”.
3.
Berdoa di kala
akan memasuki rumah : “Dengan menyebut nama Allah kami memasuki rumah, dengan
menyebut nama Allah kami keluar dan kepada Allah kami berserah diri”. Kemudian
mengucapkan salam kepada keluarganya”.
4.
Memasuki rumah
dari pintu yang depanguna mempermudah mereka dan seperti inilah yang wajar.
5.
Dalam membangun
rumah tidak didirikan dengan bermegah-megahan.
6.
Mematikan lampu.
7.
Menahan
anak-anak kecil pada waktu isya berdasarkan sabda Rasulullah :”Tahanlah
anak-anakmu sampai berlalunya malam atau menghilangnya waktu isya’; pada saat
setan-setan sedang bergentayangan”.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
Kebajikan yang sempurna hanyalah untuk mereka yang bertakwa kepada
Allah Swt yang selalu ingat dan melaksanakan akan perintah dan larangan-Nya,
dan juga mengamalkan sunah-sunah Rasul. Seperti yang setiap hari kita lakukan
ketika melakukan adab-adab dalam rumah, baik di dalam dan di luar rumah. Dan
untuk mereka lah yang selalu melaksanakan amalan-amalan tersebut guna memenuhi
sunah dari Rasul-Nya.
Rumah adalah sebuah bangunan yang dijadikan sebagai tempat tinggal
dalam jangka waktu tertentu. Dalam artian yang lebih spesifik pengertian adalah
mengacu pada konsep-konsep sosial kemasyarakatan yang terjalin di dalam
bangunan tempat tinggal, seperti keluarga, tempat bertumbuh, makan, tidur,
beraktivitas. Rumah juga dapat berfungsi sebagai tempat untuk menikmati
kehidupan yang nyaman, untuk beristirahat, tempat berkumpulnya keluarga
DAFTAR PUSTAKA
Shihab M. Quraish,Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur’an, (Jakarta:Lentera Hati,2002)
NasutionHarun,Terjemah Al-Qur’an (Jakarta: Yayasan Pembinaan
Masyarakat Islam Al-Hikmah,1980)
Bahresiy Salim,Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir,
(Surabaya: Bina Ilmu,1980)
Al-Maraghi Musthafa, Terjemah Tafsir Al-Maraghi jilid XI,
(Semarang:PT Karya Toha Putra, 1993)
PROFIL :
NAMA : KHAMDAN
SYAKIRIN
TTL : BATANG,
23 MEI 1996
ALAMAT : WATESALIT BATANG
[1] M.
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an,
(Jakarta:Lentera Hati,2002) hal.86
[2] Harun
Nasution, Terjemah Al-Qur’an (Jakarta: Yayasan Pembinaan Masyarakat
Islam Al-Hikmah,1980), hal. 134
[3] Salim
Bahresiy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, (Surabaya: Bina
Ilmu,1980) hal. 56
[4]
Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi jilid XI,
(Semarang:PT Karya Toha Putra, 1993), hal. 43
Tidak ada komentar:
Posting Komentar