TAFSIR TARBAWI: BAKTI PADA ORANG TUA
"BERBAKTILAH TERUTAMA KEPADA SANG IBU"
Primana Athohiriyah 2021114058
Kelas: H
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PEKALONGAN
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan taufiq, hidayah dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Berbaktilah Terutama Kepada Sang Ibu”. Shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw, sahabatnya, keluarganya, serta segala umatnya hingga yaumil akhir.
Makalah ini disusun guna menambah wawasan pengetahuan mengenai penafsiran Q.S Al-Ahqaf ayat 15-16. Makalah ini disajikan sebagai bahan materi dalam diskusi mata kuliah Tafsir Tarbawi II STAIN Pekalongan.
Penulis menyadari bahwa kemampuan dalam penulisan makalah ini jauh dari kata sempurna. Penulis sudah berusaha dan mencoba mengembangkan dari beberapa referensi mengenai sumber ajaran yang saling berkaitan. Apabila dalam penulisan makalah ini ada kekurangan dan kesalahan baik dalam penulisan dan pembahasannya maka penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran dari pembaca.
Akhir kata, semoga makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca yang budiman. Amin yaa robbal ‘alamin.
Pekalongan, Maret 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Inti Hadits 1
BAB II PEMBAHASAN 2
A. Definisi Judul 2
B. Hadits Pendukung 3
1. Q.S Al-Luqman: 15................................................................ 3
2. Q.S Al-Baqarah: 233.............................................................. 4
3. Q.S Al-Isra: 23....................................................................... 4
4. Q.S An-Nisa: 36..................................................................... 5
C. Teori Pengembangan 5
1. Penafsiran Ayat 5
D. Aplikasi Hadits Dalam Kehidupan 9
E. Aspek Tarbawi 10
BAB III PENUTUP 11
Simpulan 11
Daftar Pustaka 12
Biografi Penulis 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berbakti kepada kedua orang tua merupakan suatu cara yang menghormati dan menyayangi mereka karena merekahlah kita berada di dunia ini. Berbakti kepada kedua orang tua sebagai amal yang paling utama, sedangkan durhaka kepada keduanya termasuk dosa besar terutama kepada sang ibu. Karena sesungguhnya ibu yang mengandung, melahirkan, menyapih kita pada saat kita masih kecil.
Dengan kata lain, makalah ini berupaya membantu para pembaca untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana cara berbakti kepada orang tua yang benar termasuk kepada sang ibu. Dengan harapan kita dapat menjadi lebih paham. Oleh karena itu Makalah ini ringkas dan praktis agar dapat dengan mudah dimengerti oleh pembaca. Meskipun penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Namun demikian penulis berharap risalah ini dapat bermanfaat. Kritik dan saran sangat penulis harapkan demi kesempurnaan pada makalah ini.
B. Inti Hadits
Inti dari Q.S Al-Ahqaf ayat 15-16 memberitahukan bahwa kita perlu berbakti kepada orang tua kita, dengan berbakti kepada keduanya kita bisa membalas pengorbanan mereka. Walaupun tidak sebanding dengan apa yang mereka lakukan, kita berusaha semaksimal mungkin untuk berbakti, menyayangi, dan menghormati mereka terutama kepada sang ibu.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Judul
Allah menyebutkan tentang pengesaan dan pemurnian ibadah kepada-Nya, disamping keteguhan dalam beramal, maka dilanjutkan dengan wasiat mengenai kedua orang tua.Memang Al-Qur’an sering kali menyandingkan kewajiban taat kepada Allah dengan kewajiban patuh kepada orang tua, seperti antara lain pada Q.S Al-Baqarah ayat 83, An-Nisa ayat 36 dan lain-lain. Rasul saw. Pun menggarisbawahi bahwa: “Ridha Allah pada ridha kedua orang tuamu dan murka-Nya pada murka keduanya” (HR. Bukhari, Muslim dan lain-lain melalui Abdullah Ibn Mas’ud).
Hal tersebut mengisyaratkan bahwa kemanusiaa manusia mengharuskannya berbaikti kepada kedua orang tua dan bahwa baktitersebut harus tertuju kepada orang tua dalam kedudukannya sebagai ibu bapak betapapun mereka keadaan mereka. Itu sebabnya Al-Qur’an mewasiatkan untuk berbuat kepada keduanya paling tidak dalam kehidupan dunia ini walaupun mereka kafir.
Berbakti kepada orang tua sebagai amal yang paling utama, sedang durhaka terhadap orang tua termasuk dosa besar. Sedang ayat-ayat Al-Qur’an maupun hadis nabi mengenai ini banyak terdapat. Kemudian Allah SWT menyebutkan pula sebab dari wasiat tersebut, dan membicarakan secara khusus tentang ibu. Karena ibulah yang lebih lemah kondisinya dan lebih patut mendapat perhatian. Sedangkan keutamaaannya lebih besar. Sebagaimana dinyatakan pada hadis-hadis sahih. Dan oleh karena itu ibu memperoleh 2/3 kebaktian.
Sesungguhnya ibu itu ketika mengandung anaknya mengalami susah payah berupa mengidam, kekacauan pikiran maupun beban yang berat dan lain sebagainya, yang biasa dialami oleh orang-orang hamil.dan ketka melahirkan juga mengalami susah payah berupa rasa sakit menjelang kelahiran anak maupun ketika kelahiran berlangsung. Semua itu menyebabkan wajibnya orang berbakti kepada ibu dan menyebabkan ia berhak mendapat kemuliaan dan pergaulan yang baik.
Dan masa mengandung anaka dan menyapihnya adalah 30 bulan, dimana ibu mengalami bermacam-macam penderitaan jasmani dan kejiwaan. Ia tidak tidur diwaktu malam sekian lama apabila anaknya sakit dan menyelenggarakan makanan anak itu, membersihkan dan memenuhi segala keperluan anak tanpa mengeluh dan rasa bosan. Dan ibu itu merasa sedih apabila tubuh anak terganggu atau mengalami hal yang tidak disukai, yang mempengaruhi perkembangan anak maupun kesehatannya.
Orang-orang yang mempunyai sifat-sifat tersebut itulah orang-orang yang Allah menerima dari mereka perbuatan yang baik didunia berupa amal-amal saleh, lalu Allah memberi balasan kepada mereka atas amal saleh itu. Maka Allah tidak menghukum mereka atas keburukan-keburukan tersebut, dan mereka mengatur diri dalam menempuh jalan para penghuni surga dan termasuk dalam golongan mereka.
B. Hadist/ Ayat Pendukung
1. Q.S Al-Luqman [31]: 15
واِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى اَنْ تُشْرِكَ بِي ما لَيْسَ لكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوْفًا وَاتَّبِعْ سَبِيْلَ مَنْ اَنَابَ اِلَيَّ ثُمَّ اِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَاُنَبِّئُكُمْ بِمَاكُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ
Artinya:
Dan jika keduanya memaksa mu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak kamu ketahui, maka janganlah kamu menaati keduanya, namun bergaullah dengan keduanya di dunia dengan baik. Ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian kepada Akulah tempat kamu kembali, lalu aku beritahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan.
2. Q.S Al-Baqarah [2]: 233
والْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ ۚ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ ۗ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗ وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Artinya:
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
3. Q.S Al-Isra ayat 23
وقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
Artinya:
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
4. Q.S An-Nisa’ ayat 36
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
Artinya:
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.
C. Teori Pengembangan
1. Penafsiran Ayat
Ayat 15
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا ۖ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا ۖ وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا ۚ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي ۖ إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Artinya :
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri."
Ayat 16
أُولَٰئِكَ الَّذِينَ نَتَقَبَّلُ عَنْهُمْ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَنَتَجَاوَزُ عَنْ سَيِّئَاتِهِمْ فِي أَصْحَابِ الْجَنَّةِ ۖ وَعْدَ الصِّدْقِ الَّذِي كَانُوا يُوعَدُونَ
Artinya :
Mereka itulah orang-orang yang Kami terima dari mereka amal yang baik yang telah mereka kerjakan dan Kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama penghuni-penghuni surga, sebagai janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka.
a. Penafsiran Q.S Al-Ahqaf ayat 15-16
Pada Ayat 15 diatas tidak menyifati kata insan/ manusia dengan satu sifat pun, demikian juga al-walidain/ kedua orang tua. Hal tersebut menginsyaratkan bahwa kemanusiaan manusia mengharuskannya berbakti kepada orang tua dan bahwa bakti tersebut harus tertuju kepda orang tua dalam kedudukannya sebagai ibu bapak betapapun keadaan mereka. Itu sebabnya Al-Qur’an mewasiatkan untuk berbuat kepada orang tua paling tidak dalam kehidupan dunia ini walaupun mereka kafir.
Kata (احسانا) ihsanan ada juga juga yang membacanya (حسنا) husnan. Kedua kata tersebut mencakup “segala sesuatu yang menggembirakan dan disenangi”. Kata hasanah digunakan untuk menggambarkan apa yang menggembirakan manusia akibat perolehan nikmat, menyangkut jiwa, jasmani dan keadaannya.
Ayat diatas juga menunjukkan betapa pentingnya ibu kandung memberi perhatian yang cukup terhadap anak-anaknya, khusunya pada masa-masa pertumbahan dan perkembangan jiwanya. Sikap kejiwaan seorang dewasa banyak sekali ditentukan oleh perlakuan yang dialaminya pada masa kanak-kanak, karena itu tidaklah tepat membiarkan mereka hidup terlepas dari ibu bapak kandunganya. Betapapun banyak kasih sayang yang dapat diberikan oleh orang lain, tetap saja kasih sayang ibu bapak masih sangat mereka butuhkan.
Berbeda-beda penjelasan ulama tentang makna (أوزعني) auzi’ni. Ada yang memahaminya dalam arti ilhamilah aku, ada juga yang menafsirkannya dalam arti jadikanlah aku menyayangi atau ilhamilah aku petunjuk. Tetapi ilham yang bersifat amaliah yakni ajakan yang terdapat dalam jiwa sanubari seseorang yang mendorongnya melakukan kebaikan dan mesyukuri nikmat Ilahi.
Kata (نعمة) ni’mah pada kata (نعمتك) ni’mataka berbentuk tunggal. Ini untuk mengisyaratkan bahwa jangankan nikmat yang beraneka ragam dan banyak, satu nikmat pun yang diperoleh manusia, tidak dapat disyukuri secara baik kecuali dengan bantuan Allah Swt.
Kata (في) fi pada firman-Nya: (في ذرّيّتي) fi dzurriyati mengandung makna wadah, sehingga ini mengesankan adanya wadah yang menampung kebaikan itu pada cucunya, dan ini pada akhirnya mengandung makna tertampungnya secara baik dan mantap kebaikan itu pada diri mereka, dan tidak tercecer jatuh kemana-mana. Kesalehan anak-anak itu dimohonkannya untuk bermanfaat pula bagi diri sang ayah yang berdoa sebagaimana ditunjuk oleh kata (لي) li/ untukku.
Pada ayat 16 kata (أحسن) ahsana walaupun dalam bentuk superlatif yang biasa diterjemahkan yang baik tetapi banyak ulama memahaminya dalam arti yang baik. Yakni semua amal baiknya diterima. Al-Baqa’i menulis bahwa bisa juga yang dimaksud disini adalah doa dan ketaatan-ketaatan mereka secara mutlak, sedang apa yang tidak mencapai ahsan/ yang terbaik diterima pula secara mutlak sesuai dengan niat melakukannya. Selanjutnya ulama ini menulis bahwa penggunaan kata ‘anhum bukan minhum padahal minhum secara tegas dan nyata berarti dari, sedang ‘anhum tidak demikian. Penggunaan kata ‘anhum itu menurut Al-Baqa’i, untuk mengisyaratkan bahwa tabiat dan bawaan mereka setiap saat kepada puncak tanpa akhir. Ini berarti lanjut yakni itu adalah potensi bawaan yang dianugerahkan Allah kepada mereka hingga mencapai akhirnya, dan memang yang dinilai adalah akhir sesuatu.
Thabathaba’i mendukung pendapat yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ahsana ma ‘amilu adalah amalan-amalan yang terbaik yakni yang wajib dan sunnah. Adapun yang mubah, maka itu bukanlah yang terbaik. Ini menurutnya didukung oleh diperhadapkannya kalimat itu dengan kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka sehingga ayat diatas bagaikan: Ketaatan mereka berupa amal-amal wajib dan sunnah yang merupakan amalan-amalan terbaik Kami sambut dan terima, sedang kesalahan-kesalahan mereka Kami maafkan. Adapun yang bukan ketaatan dan bukan pula kebajikan, maka ia tidak berkaitan dengan penerimaan atau selainnya (penolakan)
Ayat ini mengisyaratkan bahwa taubat dan penyerahan diri kepada Allah secara sempurna sehingga seseorang tidak menghendaki kecuali apa yang dikehendaki-Nya, mengantar yang bersangkutan memperoleh ilham dan kekuatan untuk melaksanakan tuntutan Ilahi dan menjadikannya terpilih dalam kelompok orang-orang pilihan Allah yang mengikhlaskan diri kepada-Nya.
D. Aplikasi Hadits dalam Kehidupan
Pada Ayat 15, “Kami perintahkan manusia untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya.Allah menjelaskan beberapa perbedaan kondisi seseorang terhadap kedua orang tuanya, dimana terkadang dia menaati keduanya dan terkadang pula menyalahi keduanya. Al- husn (baik) adalah antonim Al- Qubh (buruk), sedangkan Al-ihsaan (perbuatan baik) adalah antonim Al-Isaa’ah (perbuatan buruk). At- Taushiyyah adalah perintah atau nasihat. Semua itu sudah dijelaskan, juga kepada siapa ayat diturunkan.
Ibnu Abbas berkata, “Jika seorang wanita hamil dalam jangka sembilan bulan, maka dia akan menyusui selama dua puluh satu bulan. Jika dia hamil enam bulan, maka dia akan menyusui selama dua puluh empat bulan.”
Menurut salah satu pendapat, tiga bulan pertama dari masa hamil tidak dihitung, sebab pada masa itu anak masih berupa sperma, kemudian menjadi segumpal darah, kemudian menjadi segumpal daging, sehingga tidak memiliki bobot yang dirasakanoleh sang ibu.
Aplikasi hadits dalam kehidupan dari Q.S Al-Ahqaf ayat 15 adalah sikap saling menghormati, menghargai, menyayangi, dan berbakti kepada kedua orang tua terutama sang ibu.
Pada ayat 16 menurut salah satu pendapat, makna ahsana (amal baik) adalah ketaatan yang menuntut adanya pahala, sedangkan kebaikan yang mubah itu tidak mengandung pahala dan tidak pula siksaan. Maksudnya bahwa setiap mukmin menerima wasiat tentang kedua ibu bapaknya, dan diperintahkan supaya mensyukuri nikmat Allah yang dianugerahkan kepadanya maupun kepada kedua ibu bapaknya, dan agar ia melakukan amal saleh dan mensalehkan anak cucunya, disamping supaya berdoa kepada Allah, mohon kiranya Dia memberi taufik untuk melakukan amal perbuatan penghuni surga.
Aplikasi hadits dalam kehidupan adalah setiap manusia mengingkan tempat yang baik diakhirat kelak yaitu surga. Dengan cara kita berbakti kepada orang tua kita, mesyukuri nikmat yang diberikan Allah, dan beramal saleh dan berusaha untuk mensalehkan anak keturunannya. Maka ia akan mendapat apa yang diinginkannya kelak, karena Allah berjanji kepada mereka dengan janji yang benar yang tidak perlu diragukan lagi, dan bahwa Dia pasti menunaikannya.
E. Aspek Tarbawi
a) Agar berbakti kepada orang tuanya siapa dan apapun agamanya dan kepercayaan atau disikap dan kelaluan orang tuanya.
b) Agar menyayangi, menghormati kepada orang tua terutama kepada sang ibu.
c) Agar kita beramal saleh,mendoakan orang tua, dan berusaha mensalehkan anak keturunannya.
d) Bahwasanya ridha Allah adalah ridha orang tua , murka Allah adalah murka orang tua.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Alqur’an mengisyaratkan bahwa kemanusiaa manusia mengharuskannya berbaikti kepada kedua orang tua dan bahwa baktitersebut harus tertuju kepada orang tua dalam kedudukannya sebagai ibu bapak betapapun mereka keadaan mereka. Itu sebabnya Al-Qur’an mewasiatkan untuk berbuat kepada keduanya paling tidak dalam kehidupan dunia ini walaupun mereka kafir.
Berbakti kepada orang tua sebagai amal yang paling utama, sedang durhaka terhadap orang tua termasuk dosa besar. Sedang ayat-ayat Al-Qur’an maupun hadis nabi mengenai ini banyak terdapat. Kemudian Allah SWT menyebutkan pula sebab dari wasiat tersebut, dan membicarakan secara khusus tentang ibu. Karena ibulah yang lebih lemah kondisinya dan lebih patut mendapat perhatian. Sedangkan keutamaaannya lebih besar. Sebagaimana dinyatakan pada hadis-hadis sahih. Dan oleh karena itu ibu memperoleh 2/3 kebaktian.
Orang-orang yang mempunyai sifat-sifat tersebut itulah orang-orang yang Allah menerima dari mereka perbuatan yang baik didunia berupa amal-amal saleh, lalu Allah memberi balasan kepada mereka atas amal saleh itu. Maka Allah tidak menghukum mereka atas keburukan-keburukan tersebut, dan mereka mengatur diri dalam menempuh jalan para penghuni surga dan termasuk dalam golongan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mahalli, Imam Jalaluddin dan As-Suyuti, Imam Jalaluddin. 2010. Tafsir Jalalain 2. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Al-Maragi, Ahmad Mustafa. 1993. Tafsir Al-Maragi juz XXVI. Semarang :PT. Karya Toha Putra Semarang.
Al-Qurthubi, Syaikh Imam. 2009. Tafsir Al-Qurthubi. Jakarta: Pusaka Azzam.
Shihab, M. Quraish. 2004. Tafsir Al-Misbah, Jakarta :Lentera Hati.
Shihab, M.Quraish. 2012. Al-Lubab. Tangerang: Lentera Hati.
BIOGRAFI PENULIS
Nama : Primana Athohiriyah
NIM : 2021114056
Tempat, Tanggal dan Lahir : Pemalang, 30 Agustus 1996
Alamat : Ds. Tasikrejo Rt 04/02 No. 66 Kec. Ulujami Kab Pemalang
Riwayat pendidikan : TK Muslimat NU Rowosari-Ulujami
MI Ma’hadul Muta’alimmien Sidorejo-Comal
SMP Negeri 01 Comal
MAN 01 Pekalongan
STAIN PEKALONGAN
Sukses selalu sul
BalasHapus