Laman

new post

zzz

Senin, 12 September 2016

TT1 A 2b (Sifat Orang Alim) Q.S. Fathir ayat 28

KARAKTERISTIK ORANG BERILMU
(Sifat Orang Alim)
Q.S. Fathir ayat 28

AFRIYANI       ( 2021113083)
 Kelas : PAI   A

JURUSAN TARBIYAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2016



KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim.
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudulKarakteristik Orang Berilmu dalam Qs. Al-fathir Ayat 28”. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi I, semester VII (TujuhInstitut Agama Islam Negeri (IAIN) Pekalongan tahun akademik 2016. Penulis menyadari tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak maka, makalah ini tidak akan terwujud. Oleh sebab itu pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
  1. Bapak Dr. Ade Dedi Rohayana,M.Ag selaku ketua IAIN Pekalongan
  2. Bapak Drs.H.M.Muslih Husein,M.Ag selaku wakil ketua III IAIN Pekalongan
  3. BapakDrs. M. Ghufron Dimyati,MSIselaku dosen pengampu mata kuliah TafsirTarbawiI
  1. Bapak dan ibu selaku kedua orang tua saya yang telah memberikan dukungan moral, materiil serta motivasinya;
  2. Segenap Staf Perpustakaan IAIN Pekalongan yang telah memberikan bantuan referensi-referensi buku rujukan;
  3. Mahasiswa Prodi PAI kelas A yang telah memberikan bantuan, dukungan dan motivasinya;
  4. Serta semua pihak yang telah memberikan dukungan moral dan materiilnya.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini. Harapan penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan bagi penulis khususnya.       
Pekalongan, 13 Juli 2016

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu Pengetahuan merupakan anugerah yang sangat agung dan rahasia Illahi yang paling besar dari sekian banyak rahasia Allah di alam ini. Allah menciptakan dan membentuk manusia dengan perangkat akal dan pikiran yang responsif terhadap berbagai fenomena kehidupan di muka bumi, beserta berbagai macam tanda kebesaran-Nya di jagad raya. Dengan ilmu pengetahuan, manusia dikukuhkan menjadi pembawa risalah kekhalifahan di muka bumi, yang memiliki kewajiban untuk memakmurkan dan mengembangkannya. Dengan dinamika kehidupan dan berbagai pernak-perniknya, berdasarkan petunjuk Rabb-Nya, selaras dengan manhaj dan arahan-Nya, sehingga proses pencarian maupun pengamalan Ilmu Pengetahuan dapat dikategorikan sebagai ibadah.
Berbicara tentang Ilmu Pengetahuan dalam hubungannya dengan Al-Qur’an, ada persepsi bahwa Al-Qur’an itu adalah kitab Ilmu Pengetahuan. Persepsi ini muncul atas dasar isyarat-isyarat Al-Qur’an yang berkaitan dengan Ilmu Pengetahuan. Dari isyarat tersebut sebagian para ahli berupaya membuktikannya dan ternyata mendapatkan hasil yang sesuai dengan isyaratnya, sehingga semakin memperkuat persepsi tersebut.[1]
Salah satu pokok ajaran yang terkandung dalam al-Qur’an adalah tentang kedudukan ilmu pengetahuan dan al-qur’an, dalam makalah ini akan membahas tentang Karakteristik orang berilmu dalam  QS.Al-Fathir ayat 28, sebagai berikut :

1.      وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالْأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَٰلِكَ ۗ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ
2.      الْعُلَمَاءُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ  {(۲۸)

Artinya : “ (Dan demikian pula di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya)sebagaimana beranekaragamnya buah-buahan dan gunung-gunung.(Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama) berbeda halnya dengan orang-orang yang jahil seperti orang-orang kafir Mekkah. (Sesungguhnya Allah Maha Perkasa) di dalam kerajaan-Nya (lagi Maha Pengampun) terhadap dosa hamba-hamba-Nya yang mukmin.[2]
                  Dalam Al-Qur’an surat Al-Fathir ayat 28 ini penting untuk dikaji agar kita sebagai hamba Allah yang telah diberi akal oleh-Nya, bisa mempergunakan akal yang kita miliki dengan baik, dan sebagai manusia yang berilmu agar dapat mengamalkan ilmunya dengan baik  dan bermanfaat bagi dirinya sendiri bahkan orang lain.










BAB II
PEMBAHASAN
A. Karakteristik Orang Berilmu dalam surat Al-Fathir ayat 28
Ilmu adalah suatu sifat yang dengan sifat tersebut sesuatu yang dituntut bisa terungkap dengan sempurna. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ilmu merupakan sarana untuk menungkap, mengatasi, menyelesaikan dan menjawab persoalan yang sedang dihadapi dalam hidup dan kehidupan manusia.[3]
Dalam surat Al-Fathir ayat 28, yang dimaksud dengan “ulama” adalah “yang berpengetahuan agama”. Siapapun yang memiliki pengetahuan, dan dalam disiplin apapun penegtahuan itu, maka ia dapat dinamai alim.[4]
Ibnu Abbas mengatakan ;” Alim sejati di antara Arrahman ialah yang tidak mempersekutukan Dia dengan sesuatu pun, dan yang halal tetap halal dan yang haram tetap haram, serta memelihara perintahNya dan yakin bahwa dia akan bertemu dengan Dia, lalu selalu menilik dan menghitung amalnya sendiri.[5]
Sedangkan menurut Hasan Al-Basri berkata. “Orang yang berilmu ialah orang yang takut kepada Allah yang Maha pengasih, sekalipun dia tidak menegtahui-Nya. Dan menyukai apa yang disukai oleh Allah dan menghindari apa yang dimurkai Allah.[6]
B. Tafsir
1. Tafsir Al-Misbah
Firman-Nya (كذ لك) kadalika dipahami oleh banyak ulama dalam arti seperti keragaman itu juga terjadi pada makhluk-makhluk hidup itu. Ada juga ulama yang memahaminya dalam arti “seperti itulah perbedaan-perbedaan yang nampak dalam kenyataan yang dialami makhluk”. Ini kemudian mengantar kepada pertanyaan berikutnya yang maknanya adalah yang takut kepada Allah dari manusia yang berbeda-beda warnanya itu hanyalah para ulama/cendekiawan.
Ayat ini menggaris bawahi juga kesatuan sumber materi namun menghasilakn aneka perbadaan. Sperma yang menjadi bahan penciptaan dan cikal bakal kejadian manusia dan binatang, pada hakikatnya nampak tidak berbeda dalam kenyataannya satu dengan yang lain. Bahkan sekiranya kita menggunakan alat pembesar sekalipun, sperma-sperma tersebut tampak tidak berbeda. Di sinilah letak salah satu rahasia dan misteri gen dan plasma. Ayat ini pun mengisyaratkab bahwa faktor genetislah yang menjadikan tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia tetap memiliki ciri khasnya dan tidak berubah hanya disebabkan oleh habitat dan makanannya.
Kata (علماء) ulama adalah bentuk jamak dari kata (عالم) alim yang terambil dari akar kata yang berarti mengetahui secara jelas, karena itu semua kata yang terbentuk oleh huruf-huruf ain, lam dan mim selalu menujuk kepada kejelasan, seperti (علم) alam/bendera, (عالم) alam/alam raya atau makhluk yang memiliki rasa atau kecerdasan علا مة.
Thahir Ibn Asyur menulis bahwa yang dimaksud dengan ulama adalah orang-orang yang mengetahui tentang Allah dan syariat. Sebesar kadar pengetahuan tentang hal itu sebesar itu juga kadar kekuatan khasyat/takut. Adapun ilmuawan dalam bidang yang tidak berkaitan dengan penegtahuan tentang Allah, serta pengetahuan tentang ganjaran dan balasan-NYA yakni pengetahuan yang sebenarnya maka pengetahuan mereka itu tidaklah mendekatkan mereka kepada rasa takut dan kagum kepada Allah.[7]
2. Tafsir Al-Azhar
Dalam ayat ini (Al-Fathir ayat 28) ,disebut tiga kelompok besar makhlkuk bernyawa pengisi bumi.
1. Pertama ialah manusia dengan berbagai warna dan bangsa dan bahasa. Kita akan melihat berbagai ragam bangsa, berbagai ragam suku, berbagai apa yang dinanami ras.
2. Yang kedua di minta perhatian kita kepada binatang-binatang yang melata di mka bumi ini. Baik yang berjalan dengan kaki empat, atau yang berkaki enam, atau yang mempunyai berpuluh kaki sebagai lipan, ulat sampah yang merah dan lain-lain. Demikian juga bangsa serangga, kumbang-kumbang, lipas, kacoak, jengkrik dan beratus macamnya pula sampai kepada cacing, termasuk juga binatang di rimba masih liar dan buas.
3. ketiga disebutlah tentang binatang-binatang ternak sejak dari untanya, kerabu, sapi, kambing dan domba. Ada pula yang ditemakkan buat dikendarai sebagai kuda dan keledai.
Dengan demikian setelah menyuruh kita melihat dan memperhatikan itu semunya, yang dapat menimnulkan berbagai ilmu penegtahuan dan pengalaman, Firman Allah QS. Fathir ayat 28 “sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu.[8]


3. Tafsir Ibnu Katsir
Dalam ayat ini Allah mengingatkan akan kesempurnaan kekuasaan-Nya dalam menciptakan segala perkara dengan berbeda-beda dan variatif dari bahan yang satu, yaitu air yang diturunkan dari langit. Air hujan dapat mengeluarkan aneka warna seperti kuning, merah, hijau, putih dan sebagainya serta berbeda-beda warna, rasa dan baunya. Hal ini sebgaimana Firman Allah “ Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman, dan pohon kurma  yang bercabang dan yang tidak bercabang disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebagian tanaman itu atas sebagian yang lain dalam hal rasanya sesungguhnya pada yag demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan bagi kaum yang berpikir,”(ar-Ra’d : 4).
Firman Allah Ta’ala “ sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hambanya hanyalah ulama. “Sesungguhnya orang yang benar-benar takut kepada-Nya ialah para ulama yang memahami tentang Allah. Hasan Bashari berkata “ orang alim ialah yang takut kepada Tuhan yang maha Pemurah dengan Kegaiban-Nya, yang mencintai apa yang di cintai-Nya , dan yang zuhud terhadap perkara yang dimurkai Allah.[9]
C. Aplikasi Dalam Kehidupan Sehari-hari
Dalam buku Secercah Cahaya Ilahi penulis mengemukakan bahwa ada dua catatan kecil namun amat penting dari ayat ini.
Pertama adalah penekananya pada keanekaragaman serta perbedaan-perbedaan yang terhampar dibumi. Penekanan ini, diingatkan Allah swt. Sehubung dengan keanekaragaman tanggapaan manusia terhadap para nabi dan kitab-kitab suci yang diturunkan Allah. Ini mengandung arti bahwa keanekaragaman dalam kehidupan merupakan keniscayaan yang dikehendaki Allah. Termasuk dalam hal ini perbedaan dan keanekaragaman pendapat dalam bidang ilmiah, bahkan keanekaragaman tanggapan manusia menyangkut kebenaran kitab-kitab suci, penafsiran kandungannya serta bentuk-bentuk pengamalannya.
Kedua, mereka yang memiliki pengetahuan tentang fenomena alam dan sosial, dinamai oleh al-qur’an ulama. Hanya saja seperti pernyataannya diatas, pengetahuan tersebut menghasilkan khasyat. Khasyat menurut pakar bahasa al-qur’an , ar-Raghib al-Ashfahani adalah rasa takut yang disertai penghormatan, yang terlahir akibat pengetahuan tentang objek. Pernyataan al-Qur’an bahwa yang memiliki sifat tersebut hanya ulama, mengandung art bahwa yang tidak memilikinya bukanlah ulama.
Ayat ini berbicara tentang fenomena alam dan sosial. Ini berarti para ilmuan sosial dan alam, dituntut agar mewarnai ilmu mereka dengan nilai spiritual dan agar dalam penerapannya selalu mengindahkan nilai-nilai tersebut. Bahkan tidak meleset jika dikatakan bahwa ayat ini berbicara tentang kesatuan apa yang dinamai “ilmu agama” dan “ilmu umum”. Karena puncak ilmu agama adalah penegtahuan tentang Allah, sedang seperti terbaca diatas, ilmuawan sosial dan alam memiliki rasa takut dan kagum kepada Allah yang lahir dari pengetahuan mereka tentang fenomena alam dan sosial dan pengetahuan mereka tentang Allah.[10]

D. Aspek Tarbawi
1. Memiliki rasa takut yang tinggi kepada Allah SWT.
2. Selalu beramal sesuai dengan ilmunya. 
3. Menyebarkan ilmu yang dimilikinya dan tidak menyembunyikannya. 
4. Selalu berfikir dan mentadaburi tanda-tanda kekuasaan Allah azza wa jalla, meyakini bahwa seluruh yang Allah ciptakan tidak ada kebatilan sedikitpun di dalamnya.
5. Tidak menjadikan ilmunya (ilmu agama) untuk mengeruk keuntungan dunia dengan cara yang diharamkan oleh agama.
6. Selalu mengikuti yang terbaik dari apa yang didapatkan dan selalu mencari yang paling mendekati kebenaran.
7. Tidak akan menyampaian ilmunya kecuali benar-benar telah diketahui kebenaran ilmu tersebut dan tidak berbicara kecuali kebenaran semata.






















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ilmu yang benar menurut syari’at Islam adalah ilmu yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunah serta tanda-tanda kekuasaan Allah SWT di alam semesta ini. Dalam Al-Qur’an maupun As-Sunah kita sebagai umat Islam diperintahkan untuk menuntut ilmu dan dihukumi wajib. Ilmu adalah suatu sifat yang dengan sifat tersebut sesuatu yang dituntut bisa terungkap dengan sempurna. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ilmu merupakan sarana untuk menungkap, mengatasi, menyelesaikan dan menjawab persoalan yang sedang dihadapi dalam hidup dan kehidupan manusia.
Dalam surat Al-Fathir ayat 28, yang dimaksud dengan “ulama” adalah “yang berpengetahuan agama”. Siapapun yang memiliki pengetahuan, dan dalam disiplin apapun penegtahuan itu, maka ia dapat dinamai alim.
Beberapa ciri-ciri orang berilmu adalah memiliki rasatakut dan khasyyah yang tinggi kepada Allah SWT, selalu beramal sesuai ilmunya, menyebarkan ilmuyang dimilikinya dan tidak menyembunyikannya, tidak menjadikan ilmunya (ilmu agama) untukmengeruk keuntungan dunia dengan cara yang diharamkan oleh agama, selalu mengikuti yang terbaikdari apa yang didapatkan dan selalu mencari yang paling mendekati kebenaran.






DAFTAR PUSTAKA

Hamka. 1988.  Tafsir Al-Azhar Juzu’ XXII (Jakarta : PT. Pustaka Panjimas)

Juwariah. 2010.  HADIS TARBAWI (YOGYAKARTA : Teras)

Munir, Ahmad.  2008.  Tafsir Tarbawi  cet.I  (Yogyakarta: Teras)

Mustafa Al Maragi, Ahmad. 1992. Tafsir Al-Maragi Juz XXII (Semarang : CV Toha Putra Semarang)

Nasib Ar-Rifa’i, Muhammad. 1999. Kemudahan dari Allah : Ringaksan Tafsir IBNU KATSIR JILID 3  (Jakarta : Gema Insani Press)

Quraish Shihab, Muhammad. 2002.  Tafsir Al-Misbah (Jakarta : Lentera Hati)











DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama                           : AFRIYANI, CS. Pd, I
Tempat, tanggal lahir  : Pekalongan, 17 September 1994
Alamat                        : Desa Salakbrojo RT/RW 04/02, kec. Kedungwuni, kab.         Pekalongan
No. HP                        : 085712939673
Nama orang tua           :
-       Ayah  : Wasbari
-       Ibu     : Istiqomah
Riwayat Pendidikan    : - MI WS Salakbrojo
-   MTs. SS Proto
-   SMK Syafi’i Akrom
-    Konsentrasi S1 PAI di IAIN Pekalongan



[1] Dr. Ahmad Munir, MA, Tafsir Tarbawi  cet.I (Yogyakarta: Teras, 2008), hlm. 80
[2] Ahmad Mustafa Al Maragi, Tafsir Al-Maragi Juz XXII, (Semarang : CV Toha Putra Semarang, 1992), hlm. 216-217.
[3] Juwariah, HADIS TARBAWI, (YOGYAKARTA : Teras, 2010), hlm. 139.
[4] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hlm. 466-477.
[5] Hamka, Tafsir Al-Azhar Juzu’ XXII, (Jakarta : PT. Pustaka Panjimas Jakarta, 1988),  hlm. 245
[6] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Op.Cit., hlm. 220.
[7] M. Quraish Shihab, Op.Cit., hlm. 466.
[8] Hamka, Op.Cit., hlm. 243-244.
[9] Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Kemudahan dari Allah : Ringaksan Tafsir IBNU KATSIR JILID 3, (Jakarta : Gema Insani Press, 1999), hlm. 964-965.
[10]  M. Quraish Shihab, Op.Cit., hlm. 467-468.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar