Perbedaan Orang Alim dan Jahil
Ulin
Nuha 2021115051
Kelas
C
Tarbiyah/PAI
Institut
Agama Islam Negeri Pekalongan
Tahun
2016
Kata Pengantar
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah yang telah
melimpahkan rahmat, taufiq , hidayah, dan inayahnya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah Tafsir Tarbawi ini dengan baik. Shalawat dan salam
senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, Sahabatnya, Keluarganya serta
segala umatnya hingga yaumil akhir.
Sebagai mahasiswi di Institut Agama Islam Negeri Pekalongan sudah menjadi
kewajiban untuk selalu mengikuti dan mengerjakan tugas dari Dosen pembimbing,
salah satunya Tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi pada semester tiga ini. Tugas
makalah yang harus diselesaikan oleh setiap mahasiswa yang mengambil mata
kuliah Tafsir Tarbawi ini.
Saya bersyukur kepada Allah SWT, yang telah memberi kesempatan
dalam menyelesaikan tugas mata kuliah ini, saya juga sangat berterima kasih
kepada Dosen pembimbing yang telah memberi tugas ini kepada saya, tidak lupa
pula kepada ibuku yang selalu mendukung dan mendo’akanku, serta teman-temanku.
Penulis menyadari bahwa kemampuan dalam penulisan makalah ini jauh
dari kata sempurna. Penulis sudah berusaha dan mencoba mengembangkan dari
beberapa referensi mengenai sumber ajaran islam yang saling berkaitan. Apabila
dalam penulisan makalah ini ada kekurangan dan kesalahan baik dalam penulisan
dan pembahasannya maka penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran
dari pembaca.
Akhir kata, semoga makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan pembaca yang budiman. Amin yaa robbal ‘alamin.
Pekalongan, september 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Makhluk hidup di dunia ini meliputi
tiga jenis, yaitu manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan. Manusia adalah makhluk
yang paling tinggi derajatnya diantara makhluk yang lain, karena manusia bisa
bergerak, merasakan, dapat berkomunikasi dan memiliki akal budi. Dengan akal
budi manusia dapat berkreasi untuk memenuhi kebutuhan hidup-nya. Untuk
mempertahankan kehidupannya manusia juga berusaha menciptakan beragam
kebudayaan baik berupa activity, idea, maupun artefac. Dengan beragam itulah
manusia berusaha mempelajari segala sesuatu yang ada di alam ini untuk dapat
mereka kelola sebaik mungkin sehingga dapat mengatasi berbagai kesulitan yang
dihadapinya.[1]
Maka
sangat penting manusia untuk mencari ilmu agar menjadi manusia yang berakal dan
berilmu. Allah menegaskan dan memperingatkan tentang keutamaan ilmu dan betapa
mulianya beramal berdasarkan ilmu. Bahwa ilmu pengetahuan itu memang
benar-benar penting dalam kehidupan. Apabila ada orang yang mengaku beriman
tetapi tidak mau mencari ilmu, maka ia dipandang telah melakukan suatu
pelanggaran yaitu tidak mengindahkan perintah Allah dan Rasul-Nya. Karena
begitu pentingnya ilmu pengetahuan itu, Rasulullah mewajibkan umatnya belajar.
Makalah
ini membahas mengenai perbedaan orang alim dan jahil dengan tujuan menyadarkan
manusia betapa pentingnya berilmu dan menjadi orang alim agar mendapatkan
kebahagiaan dunia dan akhirat.
B. Judul
Makalah
Dengan
judul keutamaan akal budi, dalam konteks Perbedaan Orang Alim dan Orang Jahil, yang
terkandung dalam surat yang pertama dari juz 24 ialah Az-Zumar, 39:9. Adapun
keistimewaan orang yang menuntut ilmu lebih utama daripada ahli ibadah.
Keutamaannya diumpamakan oleh Rasulullah SAW, bagaikan keutamaan bulan diantara
semua bintang. Semoga dengan makalah ini dapat meyadarkan mahasiswa pentingnya
berilmu agar selamat hidup didunia dan akhirat.
C. Nash dan
Arti Az-Zumar ayat 9
أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ
الآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ
وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الألْبَابِ
Artinya : (Apakah
kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) atau orang yang beribadah di
waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab)
akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya?
Katakanlah, “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang
yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang barakallah yang dapat menerima
pelajaran. (Az-Zumar; 39:9).
D. Arti penting
untuk dikaji
Penulis membuat makalah
ini tentang perbedaan alim dan jahil. Yang terdapat pada surat Az-Zumar ayat 9
yang mana menjelaskan betapa berharganya dan pentingnya seseorang berilmu yang
sesuai kaidah Al-Qur’an dan Hadist dan hanya mencari kerifdhaan Allah. Dengan
mempelajari makalah ini mahasiswa diharapkan :
1. Menyadarkan mahasiswa pentingnya belajar agar menjadi orang
Alim.
2. Mampu mempertahankan diri dari berbagai godaan duniawi yang
semata hanyalah sementara.
3. Menjadi mahasiswa yang teladan sesuai syariat agama Islam.
4. Mendapatkan keridhaan Allah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Secara Umum
Kata ilmu berasal dari bahasa
arab ‘ilm yang berarti
pengetahuan merupakan lawan kata jahl yang berarti ketidaktahuan atau
kebodohan. Sumber lain mengatakan bahwa kata ‘ilm dalam bentuk masdar ‘alima,
ya’lamu, ilman. Menurut ibn zakaria, pengarang buku mu’jam maqayiz
al-lughah, bahwa kata ‘ilm mempunyai arti denotatif “bekas sesuatu
yang dengannya dapat dibedakan sesuatu dari yang lainnya.” Menurut ibn manzur
ilmu adalah antonim dari tidak tahu (naqid al-jahl) sedangkan menurut
Al-Ashfahani dan Al-Anbari ilmu adalah mengetahui hakikat sesuatu.
Kata ilmu biasa disepadankan dengan
kata arab lainnya yaitu ma’rifah (pengetahuan), fiqh (pemahaman),
hikmah (kebijaksanaan), dan syu’ur (perasaan). Al’ilm itu sendiri
dikenal sebagai sifat utama Allah. Jadi orang Alim adalah orang yang memiliki
pengetahuan sedangkan orang jahil adalah orang yang tidak berpengetahuan atau
bodoh.
B. Penjelasan
1. Dari Tafsir
Al-Maraghi
أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ
الآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ
وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الألْبَابِ
Apakah
kamu, hai orang musyrik, lebih baik keadaan dan nasibmu daripada orang yang
senantiasa menunaikan ketaatan dan selalu melaksanakan tugas-tugas ibadah pada
saat-saat malam, ketika ibadah lebih berat bagi jiwa dan lebih jauh dari riya,
sehingga ibadah di waktu itu lebih dekat untuk diterima, sedang orang itu dalam keadaan
takut dan berharap ketika beribadah. Tidak diragukan, bahwa jawabannya tidak
perlu diterangkan. Apakah orang yang taat itu seperti halnya orang yang
bermaksiat, kedua-duanya tentu jelas tidak sama.
Kemudian Allah menegaskan tentang
tidak kesamaan diantara keduanya dan memperingatkan tentang keutamaan ilmu dan
betapa mulianya beramal berdasarkan ilmu. Firman Allah, Katakanlah hai Rasul
kepada kaummu : Apakah sama orang yang mengetahui pahala yang akan mereka
peroleh bila melakukan ketaatan kepada Tuhan mereka dan mengetahui hukuman yang
akan mereka terima bila mereka bermaksiat kepada-Nya, dengan orang-orang yang
tidak mengetahui hal itu. Yaitu, orang-orang yang merusak amal perbuatan mereka
secara membabi buta, sedang terhadap amal-amal mereka yang baik tidak
mengharapkan kebaikan, dan terhadap amal-amal buruk mereka tidak takut kepada
keburukan.
Perkataan tersebut dinyatakan dengan
susunan pertanyaan untuk menunjukkan bahwa orang-orang yang pertama mencapai
derajat kebaikan tertinggi, sedangkan yang lain jatuh ke dalam jurang
keburukan. Dan hal itu tidaklah sulit dimengerti oleh orang-orang yang sabar
dan tidak suka membantah. Kemudian, Allah menerangkan bahwa hal tersebut
hanyalah dapat dipahami oleh setiap orang yang mempunyai akal. Karena,
orang-orang yang tidak tahu, dalam hati mereka terdapat tutup sehingga tidak
dapat memahami suatu nasihat, dan tidak berguna bagi mereka suatu peringatan.
Sesungguhnya yang mengetahui
perbedaan antara orang yang tahu dan orang yang tidak tahu hanyalah orang yang
mempunyai akal pikiran sehat, yang dia pergunakan untuk berpikir.[2]
2. Dari Tafsir
Al-Azhar
“Ataukah orang yang tertekun ditengah malam, dalam keadaan sujud
atau berdiri, karena takut akan hari akhirat dan mengharapkan rahmat
Tuhannya?”. Dalam susunan
ini jelas makna ayat yang didalamnya ada dua macam kehidupan yaitu kehidupan
pertama ialah kehidupan yang gelisa langsung berdoa menyeru kepada Allah jika
malapetaka datang menimpa dan lupa kepada Allah bila bahaya telah terhindar.
Dan kehidupan kedua yaitu kehidupan orang mu’sehingga baik ketika berduka atau
ketika bersuka, baik ketika angin topan menghancurkan segala bangunan sehingga
banyak orang kehilangan akal atau seketika angin demikian telah mereda, langit
cerah dan angin sepoi jadi gantinya, namun orang itu tetap tenang tidak
kehilangan arah. Dia tersentak dari tidurnya tengah malam, dia bertekun
mengingat Allah lalu bersujud memohon ampunan dan ridha ilahi, bahkan ada yang
terus qiyamul-lail, berdiri tegak mengerjakan solat. Yang mendorongnya
untuk bertekun, berqunut ingat akan Tuhan, sampai bersujud dan solat lain tidak
lain karena takut kalau-kalau di akhirat kelak amalannya mendapat nilai yanag
rendah di sisi Tuhan, bahkan dia hanya mengharapkan Rahmat Ilahi, kasih sayang
Tuhan yang tidak berkeputusan dan tidak terbatas.
هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ
إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الألْبَابِ
“ Katakanlah!
Apakah akan sama orang-orang yang berpengetahuan dengan orang yang tidak
berpengetahuan?”. Pokok dari segala pengetahuan adalah mengenal Allah.
Tidak kenal kepada Allah sama artinya bodoh. Karena kalaupun ada pengetahuan
padahal Allah yang bersifat Maha Tahu, bahkan Allah itupun bernama ‘ilmun
(pengetahuan), samalah dengan bodoh. Sebab dia tidak tahu akan kemana
diarahkannya ilmu pengetahuan yang telah didapatnya itu.
إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الألْبَابِ
“Yang akan ingat hanyalah semata-mata orang-orang yang mempunyai
akal budi”.
Sampai
ke langit pun pengetahuan, Cuma kecerdasan otak. Belum lah dia mencukupi kalau
tidak ada tuntunan jiwa. Iman adalah tuntunan jiwa yang akan jadi pelita bagi
pengetahuan.
Albab artinya akal
budi. Dia adalah kata banyak dari sisi, atau intisari atau teras. Dia adalah
gabungan diantara kecerdasan akal dan kehalusan budi dan yang meninggikan
derajat manusia.[3]
3. Dari Tafsir
Al-Ayat Al-Tarbawi
Pada ayat tersebut terlihat adanya
hubungan orang yang mengetahui (berilmu=ulama) dengan melakukan ibadah di waktu
malam, takut terhadap siksaan Allah di akhirat serta mengharapkan rahmat dari
Allah dan juga menerangkan nahwa sikap yang demikian itu merupakan salah satu
ciri dari ulu al-bab, yaitu orang yang menggunakan pikiran, akal dan
nalar untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan menggunakan hati untuk
mengarahkan ilmu pengetahuan tersebut pada tujuan peningkatan akidah, ketekunan
beribadah dan ketinggian akhlak yang mulia.
Sehubungan dengan ayat (Adakah sama
orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?). Berdasarkan
uraian tersebut dapat ditarik beberapa catatan sebagai berikut:
a. Al-Qur’an
sangat mendorong dikembangkannya ilmu pengetahuan. Hal ini terlihat dari
banyaknya ayat Al-Qur’an yang menyuruh manusia agar menggunakan akal pikiran
dan segenap potensi yang dimilikinya untuk memperhatikan segala ciptaan Allah.
b. Dorongan
Al-Qur’an terhadap pengembangan ilmu pengetahuan tersebut terlihat pula dari
banyaknya ayat Al-Qur’an (lebih dari 700 ayat) yang berkaitan dengan ilmu
pengetahuan; pujian dan kedudukan yang tinggi bagi orang-orang yang berilmu
serta pahala bagi yang menuntut ilmu.
c. Sungguhpun
banyak temuan dibidang ilmu pengetahuan yang sejalan dengan kebenaran ayat-ayat
Al-Qur’an, namun Al-Qur’an bukanlah buku tentang ilmu pengetahuan. Al-Qur’an
tidak mencakup seluruh cabang ilmu pengetahuan.
d. Bahwa temuan
manusia dalam bidang pengetahuan patut dihargai. Namun tidak sepatutnya membawa
dirinya menjadi sombong dibandingkan dengan kebenaran Al-Qur’an. Temuan manusia
tersebut bersifat terbatas , terkadang keliru, dan suatu saat mungkin dianggap
salah dan harus ditinggalkan. Sedangkan Al-Qur’an bersifat mutlak, pasti benar
, berlaku sepanjang jaman.
e. Al-Qur’an
adalah kitab yang berisi petunjuk (Hudan) termasuk petunjuk dalam pengembangan
ilmu pengetahuan yaitu agar ilmu pengetahuan dikembangkan untuk tujuan
peningkatan ibadah, aqidah dan akhlak yang mulia.
f. Kemajuan
yang dicapai oleh manusia dalam bidang ilmu pengetahuan harus ditujukan untuk
mencapai kebahagiaan hidup didunia dan akhirat. Hal ini akan terjadi manakala
tujuan dari pengembangan ilmu pengetahuan tersebut tidak dilepaskan dari dasar
peningkatan ibadah, aqidah dan akhlak tersebut.
g. Sebagai
kitab petunjuk, Al-Qur’an tidak hanya mendorong manusia agar mengembangkan ilmu
pengetahuan, melainkan juga memberikan dasar bidang dan ruang lingkup ilmu
pengetahuan, cara menemukan dan mengembangkannya, tujuan penggunaannya, serta
sifat dari ilmu pengetahuan itu sendiri.
h. Al-Qur’an
tidak hanya menjelaskan tentang sumber ilmu (ontologi), melainkan juga tentang
cara mengembangkan ilmu (epistemologi)
dan pemanfaatan ilmu (aksiologi). Sumber ilmu itu pada garis besarnya ada dua,
yaitu ilmu yang bersumber pada wahyu atau Al-Qur’an yang menghasilkan ilmu
naqli; dan bersumber pada alam melalui penalaran yang menghasilkan ilmu naqli.
Ilmu yang bersumber pada naqli ini adalah ilmu-ilmu agama (tafsir, hadis, fiqh,
tauhid, tasawuf dan sejarah). Sedangkan ilmu aqli (seperti filsafat, ilmu
sosial, teknik, biologi, sejarah dan sebagainya). Ilmu-ilmu naqli dihasilkan
dengan cara memikirkan secara mendalam (berijtihad) denga metode tertentu dan
persyaratan tertentu; sedangkan ilmu-ilmu aqli dihasilkan melalui penelitian
kuantitatif (dilaboratorium dengan menggunakan alat ukur, timbangan dan
sebagainya) dan penelitian kualitatif (terjun langsung mengamati, mewawancarai
dan berdialog serta bergaul dengan masyarakat). Ilmu-ilmu tersebut harus
diabdikan untuk beribadah kepada Allah dalam arti yang seluas-luasnya.[4]
Rasulullah mengumpamakan orang alim
seperti keutamaan bulan diantara para bintang. Keutamaan bulan disini adalah
dalam hal fungsi menerangi. Bulan itu bercahaya yang membuat dirinya terang dan
dapat pula menerangi yang lain. Sementara itu, bintang yang cahayanya redup
hanya untuk dirinya sendiri. Sifat seperti itu terdapat pula pada orang yang
berilmu pengetahuan dan ahli ibadah. Orang yang berilmu pengetahuan dapat
menerangi dirinya sendiri dan orang lain dengan pengajarannya.[5]
Dari
perilakunya, sifat orang bodoh adalah mengabaikan akibat, terlalu percaya diri
pada orang yang belum dikenalnya, ujub, banyak bicara, cepat menjawab, suka
berpaling, kosong dari pengetahuan, tergesa-gesa, sembrono, lalai, dan angkuh.
Jika kaya hura-hura, jika miskin putus asa, jika berkata-kata kotor, jika
diminta pelit, jika meminta memaksa, jika diterangkan tidak paham, jika tertawa
terbahak-bahak, dan jika menangis meraung-raung. Apabila kita tilik kerusakan
ini pada diri manusia, kita akan mendapatinya pada kebanyakan manusia,
sampai-sampai tidak diketahui lagi orang yang bijak di antara orang-orang yang
bodoh” (Kitab Al-Mustatraf fi kulli fann Muistazraf).
C. Aplikasi Dalam Kehidupan
Pengaplikasian
dalam kehiduoan sehari-hari :
1. Orang yang beramal dimalam hari lebih
terjaga niatnya karena aman dari sifat riya’, dimana orang yang lain tidur
sedangkan ia bangun sendirian untuk beramal.
2. Orang yang tunduk pada Allah selalu
mempergunakan waktu-waktunya untuk beribadah kepada Allah.
3. Ayat ini menunjukkan bahwa manusia
memiliki dua pokok yaitu ilmu dan amal ynag harus selalu dijaga dan
dipergunakan sesuai syariat Agama Islam.
D. Aspek Tarbawi
Nilai-nilai yang terkandung dalam
makalah ini yaitu :
1. Allah akan mengangkat derajat orang
yang berilmu sesuai dengan firman dalam Al-Qur’an.
2. Allah menegaskan dan memperingatkan tentang keutamaan ilmu dan
betapa mulianya beramal berdasarkan ilmu. Firman Allah, Katakanlah hai Rasul
kepada kaummu : Apakah sama orang yang mengetahui pahala yang akan mereka
peroleh bila melakukan ketaatan kepada Tuhan mereka dan mengetahui hukuman yang
akan mereka terima bila mereka bermaksiat kepada-Nya, dengan orang-orang yang
tidak mengetahui hal itu. Yaitu, orang-orang yang merusak amal perbuatan mereka
secara membabi buta, sedang terhadap amal-amal mereka yang baik tidak
mengharapkan kebaikan, dan terhadap amal-amal buruk mereka tidak takut kepada
keburukan.
3. Allah akan membalas segala perbuatan
manusia sesuai amal dan ketakwaannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas maka dapat
disimpulkan bahwa Albab artinya
akal budi. Dia adalah kata banyak dari sisi, atau intisari atau teras. Dia
adalah gabungan diantara kecerdasan akal dan kehalusan budi dan yang
meninggikan derajat manusia. Manusia diwajibkan belajar dan beramal sesuai
dengan ilmu agar mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat.
B. Daftar
Pustaka
1. Sujarwo.2011. Ilmu Sosial dan
Budaya Dasar.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
2. Musthafa, Ahmad Al-Maraghi.1993. Terjemah
Tafsir Al-Maraghi.Semarang: CV. Toha Putra.
3. Nata, Abuddin. 2002.Tafsir
Al-Ayat Al-Tarbawiy.Jakarta:PT RajaGrafindo Persada.
4. Umar, Bukhari.2014.hadits
TARBAWI Pendidikan dalam perpektif Hadits.Jakarta: Amzah.
Biodata Pemakalah
1. Nama Lengkap : Ulin Nuha
2. Nama
panggilan : Ulin
3.
Tempat/Tanggal Lahir : Pekalongan,
07 Maret 1997
4. Alamat : Desa Pucung
Kec. Tirto Kab. Pekalongan
5. Riwayat
Pendidikan :
· Lulus RA Pucung
Tirto
· Lulus MIS Pucung Tirto
· Lulus Mts-IN
Banyurip Ageng Pekalongan
· Lulus SMK
Ma’arif NU Tirto
· Masih menjalani
SI IAIN Pekalongan
6. Hobi : Membaca
Novel, Tidur.
[1] Sujarwo, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (yogyakarta: PUSTAKA
PELAJAR, 2011) hlm. 355.
[2] Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi,
(Semarang: CV. TOHA PUTRA, 1993) hlm. 259-260.
[3] Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Surabaya, TOKO BUKU “KARUNIA”,
1977) hlm. 28-29.
[4] Abuddin nata, Tafsir Al-Ayat
Al-Tarbawiy, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2002) hlm. 166- 169.
[5] Bukhari Umar, hadits TARBAWI Pendidikan dalam perpektif Hadits (Jakarta:
AMZAH), 2014, hlm. 11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar