“OBYEK PENDIDIKAN LANGSUNG”
Diri Dan Keturunan Tunduk Kepada
Allah SWT
(Q.S. Al-Baqarah
ayat 128)
Rr. Isnaini Nurul Istiqomah
(2021115234)
Kelas: A
FAKULTAS TARBIYAH / (PAI)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) PEKALONGAN
2016
Kata Pengantar
Assalamualaikum Wr.Wb
puji syukur kepada Allah Swt atas berkat dan rahmat-Nya saya bisa
menyelesaikan makalah ini.. tak lupa shalawat serta salam saya panjatkan kepada
Nabi Agung, Nabi Muhammad SAW, karena tanpa adanya beliau mungkinlah kita
terbebas dari zaman kebodohan.
Makalah ini saya sususn guna memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi I.
Saya tidak lupa mengucapkan terimakasih saya sampaikan kepada
1. Kedua orang tua saya yang selalu menyayangi
dan mendukung saya dalam mengikuti mata kuliah ini
2. Bpk. Dr. H. Ade Dedi Rohayana, M.Ag selaku
rektorat IAIN Pekalongan.
3. Bpk. Muhammad Hufron, MSI Selaku dosen
pengampu Tafsir Tarbawi I.
4. Teman-teman yang saya sayangi yang senantiasa selalu menemani saya dalam membuat makalah ini.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa didalam penulisan makalah ini banyak
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran
yang membangun demi kesempurnaan penulisan makalah ini.
Wasalamualaikum Wr.Wb
Pekalongan, 3 november 2016
Penulis,
Rr isnaini Nurul I
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
kepatuhan seorang hamba terhadap Tuhannya itu berarti selalu melakukan ibadah pada dasarnya yaitu kepatuhan
dan kepasrahan total kepada Zat yang disembah, yakni Allah SWT dengan selalu menaati
seluruh hukum-hukum-Nya baik itu Ibadah mudhah (murni) secara umum, dan ibadah
haji secara khusus, yang mana merupakan aktivitas pendekatan diri kepada Allah
Swt.
B. Judul
Judul
makalah ini adalah “Obyek Pendidikan Langsung” (Diri Dan Keturunan Tunduk kepada Allah Swt)
C. Nash
(Q.S. Al-Baqarah
ayat 128)
رَبَّنَا
وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ
وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ
الرَّحِيمُ
|
“Ya Tuhan kami, jadikanlah kami
berdua orang yang tunduk patuh kepada engkau dan (jadikanlah) diantara anak
cucu kami umat yang tunduk patuh kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah
haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya engkaulah yang maha penerima
taubat lagi maha penyayang”.
D. Arti Penting Dikaji
Ayat diatas supaya kita patuh dan
melakukan ibadah kepada Allah yakni
dengan cara melakukan ibadah ibadah yang diperintahkan Allah baik Ibadah mudhah
(murni) secara umum, dan ibadah haji secara khusus, itu merupakan wujud aktivitas
pendekatan diri kepada Allah Swt dan supaya kita mengetahui cara-cara beribadat
dengan baik. Terutama ibadah
haji secara khusus.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori
Istilah “diri”
berarti bagian-bagian dari individu yang terpisah dari yang lainnya Sedang Keturunan
menurut Kamus besar Bahasa Indonesia itu sendiri yaitu asas yang menentukan
bahwa kewarganegaraan seorang anak otomatis menurut kewarganegaraan ayahnya
atau dapat diartikan Keturunan adalah, anak, cucu atau generasi. Keturunan yang
dimaksud disini yaitu anak.
Sedang tunduk
adalah tunduk terhadap qada dan qadar yang datangnya dari Allah
swt., seperti kita tunduk bahwa Allah swt menetapkan manusia hanya boleh
beribadat kepada Allah.
Allah SWT
menciptakan manusia dan jin tidak lain untuk beribadah. Ibadah tak lain
merupakan ketundukan dan kepasrahan secara total seorang hamba kepada
penciptanya yaitu Allah SWT. Ketundukan dan kepasrahan kepada Allah tentu tidak
cukup diekspresikan lewat ibadah-ibadah ritual seperti shalat, tetapi juga
harus dibuktikan dalam seluruh pelaksanaan hukum-hukum Allah SWT di luar
shalat; baik dalam perkara muamalah (ekonomi, politik, pemerintahan sosial,
pendidikan, dll) maupun ‘uqubat (hukum dan peradilan).
Dengan demikian, ibadah pada dasarnya adalah kepatuhan dan kepasrahan total
kepada Zat yang disembah, yakni Allah SWT dengan selalu menaati seluruh
hukum-hukum-Nya. Seperti halnya yang telah dijelaskan pada Q.S. Al-Baqarah
tentang Ibrahim dan Ismail yang memohon kepada Allah supaya diberikan petunjuk
mengenai cara-cara melakukan ibadah haji.
B.
Tafsir
1.
Tafsir Al-Maragi
(رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا
مُسْلِمَيْنِ لَكَ)
Artinya, Ya Tuhan kami, jadikanlah kami ini orang-orang yang ikhlas
dan beramal karena engkau dan tidak pernah meminta pertolongan kepada selain
engkau, gerakanlah hati kami untuk berbuat demi mencapai rida-Mu, bukan
menuruti hawa nafsu.
(وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً)
Artinya, jadikanlah wahai tuhan kami anak-anak cucu kami itulah
golongan orang-orang yang ikhlas terhadap engkau agar agama islam tetap tegak
dengan kekuatan umat dan kerja sama merek. Allah pun mengabulkan permohonan
mereka, yang kemudian Allah menjadikan anak cucu Ibrahim dan Ismail sebagai
umat islam, dan dari kalangan mereka diutus seorang Nabi terakhir.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa arti islam yang
sesungguhnya ialah taat dan menurut kepada Yang Maha menciptakan langit dan
bumi. Jadi, yang dimaksud bukanlah umat islam secara khusus, tetapi mencakup
seluruh umat yang mengalami da’wah Ibrahim.
(وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا)
Artinya,
beritahukanlah kepada kami tempat-tempat ibadah kami, yaitu ibadah haji seperti
miqat, dimulainya ihram, tempat wukuf di ‘Arafah, tempat
tawaf dan lain-lain yang termasuk ibadah haji, baik fi’il
maupun qauli.
(وَتُبْ عَلَيْنَا)
Artinya, berilah kami taufik menuju taubat sehingga kami bisa
melaksanakan taubat dan kembali ke hadapan-Mu dengan meninggalkan perbuatan
yang melupakan-Mu.
Hal ini merupakan petunjuk bagi anak cucu Ibrahim dan Ismail dan
mengajarkan kepada mereka bahwa Bitullah dan Manasik haji yang di
dalamnya dipakai untuk tempat wukuf adalah tempat untuk membebaskan diri
dari dosa dan mengharapkan rahmat Allah.
(
اِنَّكَ اَنْتَ التَّوَابُ الرَّحِيْمِ )
Artinya, sesungguhnya Engkau sendirilah yang memberikan ampunan
terhadap hamba-hamba-Mu dengan perantara taufik yang engkau anugerahkan kepada
mereka untuk berbuat baik yang diridhai Allah. Dan engkaulah maha penyayang
yang terhadap orang-orang yang bertaubat dan menyelamatkan mereka dari siksaan
dan kemurkaan-Mu.[1]
2.
Tafsir Al-Misbah
Selanjutnya Nabi Ibrahim as. Meneruskan permohonannya: Ya Tuhan
kami, jadikanlah kami, yakni saya dan anak saya, Ismail, dua orang yang
tetap dan bertambah tunduk patuh kepada-Mu dan jadikanlah juga anak cucu
kami ummat yang tunduk patuh kepada-Mu, dan tunjukanlah kepada kami cara-cara
dan tempat-tempat ibadah haji kami.
Ibadah mudhah (murni) secara umum, dan ibadah haji secara khusus,
adalah aktivitas pendekatan diri kepada Allah Swt. Dan disampaikan oleh
Rosul-Nya. Tidak ada peranan akal dalam hal ibadah itu kecuali mencari
hikmahnya. Kalau hikmah itu ditemukan, kita bersyukur. Kalau tidak, ia harus
tetap dilaksanakan sesuai petunjuk yang diterima itu. Nabi Ibrahim as. Memohon
agar ditunjukkan cara-cara dan tempat ibadah haji, serta ibadah-ibadah lainnya,
dan Allah mengabulkan do’a beliau. Dalam konteks itu juga, Rosul Saw bersabda
tentang haji, “ambillah melalui akau menasikan kalian”, yakni tata cara, waktu,
dan tempat-tempat melaksanakan ibadah haji.
Setelah bermohon untuk ditunjukkan manasik, Nabi Ibrahim
melanjutkan do’a beliau: Terimalah taubat kami atau ilhami jiwa kami
dengan kesadaran akan kesalahan, penyesalan dan tekad untuk tidak mengulangi
dosa dan kesalahan kami. Perhatikan bagaimana Nabi suci itu memohon taubat
setelah memohon ditunjukkan cara-cara beribadah. Memang, demikianlah
sewajarnya. Walaupun ibadah telah dilaksanakan, namun taubat masih harus terus
dimohonkan karena siapa tau ibadah tersebut tidak sempurna rukun dan syaratnya.
Bahkan, boleh jadi, ia disertai riya dan pamrih. Bukan hanya taubat yang beliau
mohonkan, tetapi juga rahmat-Nya. Lihatlah, bagaimana beliau mengakhiri
permohonan beliau disini dengan menyatakan: Sesungguhnya Engkau Maha Pemberi
atau Penerima taubat. Ya Allah, Engkau berulang-ulang memberi dan
mengilhami manusia kesadaran untuk bertaubat, kemudian menerima taubat mereka
setelah kesadaran tersebut mereka buktikan dengan penyesalan, serta permohonan
ampun, yang disertai dengan tekad untuk tidak mengulangi kesalahan.
Sifat Allah, Maha penerima taubat dan pemberi taubat, dirangkaikan oleh
Nabi Ibrahim dengan sifat Maha Pengasih, sehingga akhir do’a yang diucapkan
beliau disini bermakna: terimalah taubat kami dan rahmatilah kami, karena
sesungguhnya Engkaulah yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.[2]
3.
Tafsir Al-Azhar
“Ya tuhan kami ! jadikanlah kami keduanya ini orang-orang yang
berserah diri kepada engkau. ”
(pangkal ayat 128). Setelah rumah atau Ka’bah itu selesai mereka dirikan, maka
mereka berdua pulalah orang yang pertama kali menyatakan bahwa mereka keduanya
musilimin kepada engkau! Yang berpokok kepada kata-kata ISLAM yang berarti
berserah diri.dan mereka berjanji bahwa rumah yang suci itu hanyalah untuk
beribadat daripada orang-orang yang berserah diri kepada Allah, tidak bercampur
dengan penyerahan diri kepada yang lainnya.
“dan dari keturunan-keturunan kamipun (hendaknya) menjadi
orang-orang yang berserah diri kepada engkau.” Bukan saja Ibrahim a.s. yang
mengharapkan agar penyerahan dirinya dan putranya Ismail a.s. kepada Allah,
agar diterima Allah. Bahkan diapun memohonkan kepada Allah agar cucu-cucu dan
keturunannya yang datang dibelakangpun menjadi orang-orang yang berserah diri,
menjadi orang-orang yang Muslim, atau ISLAM.
“dan tunjukkan kiranya kepada kami cara-cara kami beribadat.”
Setelah Ibrahim a.s. membawa juga nama putranya Ismail a.s. mengakui bahwa
Allahlah tempat mereka berserah diri, dan telah bulat hati mereka kepada Allah,
tidak bercampur dengan yang lain, dan diharapkannya pula kepada tuhan agar anak
cucu keturunannya yang tinggal disekeliling rumah itu semuanya mewarisi
keislaman itu pula, barualah Ibrahim a.s. memohonkan kepada Allah agar
ditunjuki bagaimana caranya beribadat, yang disebut juga Manasik. Manasik
bisa diartikan umum untuk seluruh ibadat, dan bisa pula dikhususkan untuk
seluruh ibadah haji.
“dan ampunilah kiranya kami,sesungguhnya Engkau adalah Maha
Pengampun lagi Penyayang. ” (ujung ayat 128). Kita sudah maklum bahwasanya
Rosul Allah adalah ma’shum, suci dari pada dosa, terutama dosa yang
besar. Tetapi orang-orang yang telah mencapai derajat iman yang sempurna
sebagai Ibrahim a.s. dan Ismail a.s., tidaklah berbangga dengan anugrah Allah
kepada mereka dengan ma’shum.
Nabi Ibrahim a.s. memohonkan taubat untuk dirinya dan untuk anaknya
ini, adalah suatu teladan bagi kita agar selalu ingat dan memohonkan ampunan
kepada tuhan. Makna yang asal daripada taubat ialah kembali. Kita bertaubat
kepada Allah. Dan Allah mengabulkan permohonan kita, dengan memakai perkataan ‘Ala,
yang berarti ke atas.
Setelah selesai Ibrahim a.s. membina baitullah itu dan selesai pula
dan dia mengerjakan Haji dengan tuntunan Jibril sendiri, dan telah selesai dia
menyerahkan diri, berdua dengan putranya Ismail a.s. dan diharapkannya agar
anak cucunyapun menjadi orang-orang yang muslim kepada Allah.[3]
C.
Aplikasi Dalam Kehidupan.
Sebagai seorang yang Muslimin yang berpokok pada kata-kata islam
yang berarti berserah diri. Kita harus senantiasa tunduk terhadap Allah, rasul,
dan ulil amri.inimerupakan
hal yang baik untuk amal ibadah kita. tunduk kepada Allah tidak hanya asal tunduk
dalam memahami ibadah dan larangan nya sajatetapi tunduk kepada Allah harus sungguh-sungguh yaitu
dengan mengetahi cara cara beribadat yang baik itu seperti apa. Selain itu kita
harus senantiasa berserah diri kepada Allah karena Berserah diri kepada Allah
merupakan masalah penting. Orang yang dianugerahi sifat dan sikap ini tidak
akan merasa bingung menjalani kehidupan, tidak takut kepada manusia, atau
berhasrat mendapatkan harta mereka, serta tidak peduli dengan pandangan orang
lain terhadap kebajikannya. Semua ini akan membuat hati tenang, sehingga punya
waktu luas guna menaati Tuhan.
D.
Aspek Tarbawi
1.
menganjurkan kita untuk tundukankepada Allah dengan cara lewat
ibadah-ibadah mahdah (secara
murni) secara umum, dan ibadah haji secara khusus.
2. Mengetahui bahwa Bitullah dan
Manasik haji yang di dalamnya dipakai untuk tempat wukuf adalah
tempat untuk membebaskan diri dari dosa dan mengharapkan rahmat Allah.
3. menganjurkan kita untuk selalu berserah diri
kepada Allah.Walapun kita sudah melaksanakan ibadah, namun taubat masih harus
terus dimohonkan karena siapa tau ibadah yang kita kerjakan tidak sempurna
rukun dan syaratnya.
4.
Bukti bahwasannya sifat Allah, Maha penerima taubat dan
pemberi taubat.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Allah SWT menciptakan manusia dan jin tidak lain untuk beribadah.
Ibadah tak lain merupakan ketundukan dan kepasrahan secara total seorang
hamba kepada penciptanya yaitu Allah SWT. Ketundukan dan kepasrahan kepada
Allah tentu tidak cukup diekspresikan lewat ibadah-ibadah ritual seperti
shalat, tetapi juga harus dibuktikan dalam seluruh pelaksanaan hukum-hukum
Allah SWT di luar shalat; baik dalam perkara muamalah (ekonomi, politik,
pemerintahan sosial, pendidikan, dll) maupun ‘uqubat (hukum dan peradilan). Dengan
demikian, ibadah pada dasarnya adalah kepatuhan dan kepasrahan total kepada Zat
yang disembah, yakni Allah SWT dengan selalu menaati seluruh hukum-hukum-Nya.
Seperti halnya yang telah dijelaskan pada Q.S. Al-Baqarah tentang Ibrahim dan
Ismail yang memohon kepada Allah supaya diberikan petunjuk mengenai cara-cara
melakukan ibadah haji.
B.
Saran
Pembahasan dalam makalah yang saya susun
ini memang jauh dari suatu kesempurnaan, maka dari itu saya mengharap kepada pembaca makalah ini
agar mencari refrensi dan buku bacaan yang mendukung terhadap pembahasan
mengenai “Hal-hal yang harus di lakukan oleh penuntut ilmu” dan kami sangat
mengharap saran dan kritiknya yang saya butuhkan untuk memperbaiki makalah
selanjutnya dan rujukan yang lebih
akurat demi mendapatkan kebenaran yang lebih validitasnya. Wallahu A’lam
Bishowab. Saya ucapkan terima kasih, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca sekalian.
DAFTAR PUSTAKA
Hamka. 1982. Tafsir Al-azhar. Jakarta. PT Pustaka
Panjimas
Shihab,M. Quraish. 2000. Tafsir
Al-Misbah Pesan, Kesan dan keserasian Al-Qur’an. Ciputat Lentera
Hati
PROFIL PENULIS
Nama
: Rr. Isnaini
Nurul Istiqamah.
NIM : 2021115234
Alamat : Desa
pemaron Kec. Brebes Kab. Brebes. Brebes
TTL : Brebes, 02
november 1997
Jenis
Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Riwayat
Pendidikan : SD Negri 03 Pemaron
SMP Negri 05 Brebes
MA Negri 01 Brebes
IAIN
Pekalongan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar