SUBYEK PENDIDIKAN “MAJAZI”
NABI SURI TAULADAN
Qs. Al-Ahzab ayat 21
Najihatul
Istiqomah (2021115130)
Kelas
C
JURUSAN
TARBIYAH/PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PEKALONGAN
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah swt yang
telah memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua, sehingga makalah ini
dapat terseleslaikan dengan lancar. Shalawat serta salam senantiasa kita curahkan kepada nabi kita,
baginda nabi agung Muhammad saw. semoga kita semua termasuk umat beliau yang
akan mendapat syafa’atnya di yaumul akhir.
Tidak lupa, pemakalah juga menyampaikan rasa
terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang telah sepenuhnya
memfasilitasi pembuatan makalah ini, kemudian bapak dosen yang telah memberikan
bimbingan, serta tema-teman semua yang telah berpartisipasi memberi arahan dan
masukan.
Disusunnya makalah ini guna memenuhi tugas Tafsir Tarbawi. Yang mana dalam
penyusunan makalah ini tentu masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam
penulisan ataupun kata yang kurang sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik
senantiasa kita harapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Pekalongan, Oktober
2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Suatu
pendidikan tidak akan sukses melainkan harus disertai dengan pemberian contoh
teladan yang baik dan nyata. Dalam
pendidikan, sebuah keteladanan sangat berpengaruh besar dalam penanaman
pendidikan karakter peserta didik yang berjangka panjang. Cara yang demikian telah dilakukan
oleh Rasulullah saw.
Rasulullah SAW adalah orang yang pertama kali menerapkan
Islam secara total. Ia mendapat bimbingan dan pengarahan langsung dari Allah
melalui wahyu-Nya. Makà, tidak ada seorang pun yang lebih mengetahui dan
memahami Islam selain Rasulullah Muhammad SAW. Karena itulah tidak ada suri
tauladan yang baik dan menjamin seseorang mendapat rahmat Allah SWT baik
didunia maupun di akhirat, kecuali suri tauladan yang datang dari Rasulallah
Muhammad Saw.
Namun fenomena yang terjadi saat ini sangatlah bertolak
belakang dengan firman Allah SWT. Banyak
generasi muda yang melupakan keteladanan Rosul dan justru meneladani budaya
Barat. Dimana kelabilan dan kelemahan iman semakin memperkuat mereka untuk
condong pada budaya yang disuguhkan oleh era globalisasi dari pada keteladanan dari
Rosulullah saw.
Untuk itu,
sebagai mahasiswa khususnya, harus mampu memberikan solusi yang dimaksudkan
supaya generasi muda mampu menumbuhkan kembali atau memutar arah kembali dalam meneladani
Rosul dalam segala urusan, agar mendapat rahmat dari Allah baik di dunia maupun
di akhirat.
B.
Judul Makalah
Untuk memenuhi
tugas makalah mata kuliah Tafsir Tarbawi, dalam hal ini pemakalah
membahas tentang “Subyek Pendidikan “Majazi” (Nabi Suri Tauladan) Qs.
Al-Ahzab ayat 21”, sesuai dengan tugas yang telah diamanahkan.
C.
Nash dan Arti QS Al-Ahzab ayat 21
لَقَدْ
كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةُ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوْا
اللّهَ وَالْيَوْمَ الْأَخِرَ وَذَكَرَاللّهَ كَثِيْرًا
Artinya: “ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) Hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
D.
Urgensi
Adanya
pembahasan mengenai subyek pendidikan “Majazi” yang lebih khususnya “Nabi Suri
Teladan”, dalam Qs. Al-Ahzab ayat 21 ini karena didalamnya mengandung banyak
nilai penting yang patut kita teladani, diantaranya:
1.
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tafsir dari Qs. Al-Ahzab
ayat 21
2.
Bagi mahasiswa, Nabi sebagai Suri Teladan mampu mendorong pembentukan
kepribadian baik ketika suatu saat menjadi guru, sehingga dapat diteladani pula
oleh peserta didiknya
3.
Menguatkan mahasiswa bahwa manusia yang utama patut diidolakan
adalah Nabi Muhammad saw.
4.
Mahasiswa dapat mumpuni dalam hal duniawi dan ukhrowi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori
Risalah Islam
datang untuk menyempurnakan akhlak yang mulia dan mengajak manusia untuk
berlomba-lomba menuju kebajikan serta mewujudkan “yang terbaik” (al-lati hiya
ahsan).[1]
Dalam agama
Islam, keteladanan akhlak berpusat pada Rasuluallah SAW. dalam setiap perkataan yang berkenaan dengan
pembinaan akhlak mulia diikuti pula oleh perbuatan dan kepribadiannya. Beliau
dikenal sebagai orang yang shidik (benar), amanah (terpercaya), tabligh
(menyampaikan dakwah) , dan fatanah (cerdas).
Kaitannya
dengan keteladanan Rasulullah, dalam hal akhlak Beliau menjadi cerminan yang
sangat patut untuk ditiru. Dimana orang yang paling berat timbangan amal
baiknya di akhirat adalah orang yang paling mulia akhlaknya. Dan orang yang
paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya.[2] Orang-orang
beriman, memuji sikap mereka yang meneladani Nabi Muhammad saw. dua syarat
mutlak bagi yang meneladani Rasul saw. Adalah:
1.
Keyakinan tentang keniscayaan kiamat sambil mengharap ganjaran-Nya
yang tidak dapat diperoleh kecuali menyesuaikan diri dengan tuntunan Nabi-Nya
2.
Banyak berdzikir dengan mengaitkan setiap aktivitas dengan Allah
swt. [3]
Sosok Nabi
Muhammad saw. Dan kepribadian beliau merupakan teladan bagi umat Islam. Dalam
soal agama, keteladanan itu merupakan kewajiban, selama tidak ada bukti yang
menunjukkan bahwa itu khusus buat beliau atau tidak wajib. Sedang dalam
soal-soal keduaniaan, maka ia merupakan anjuran yang pelaksanaannya terpulang
kepada para pakar dibidang masing-masing. Nabi saw. Bersabda: “apa yang
kusampaikan menyangkut ajaran agama. Maka terimalah, sedang kamu lebih tahu
persoalan keduniaan kamu”.[4]
Nabi Muhammad
saw. Tercatat dalam tinta emas sejarah sebagai pembawa perubahan dunia yang
paling spektakuler, sebagai suri tauladan umat manusia. hanya dalam waktu 23
tahun Nabi Muhammad telah berhasil mendekonstruksi seluruh kehidupan umat
manusia yang sarat kezaliman dan kebiadaban, kemudian merekonstruksikanya
menjadi sebuah kehidupan yang sarat nilai luhur. Semua kesuksesan Rasul banak
ditopang oleh kearifan, keberanian, kesadaran dan keadilan yang didorong oleh
semangat menegakkan akhlakul karimah. Sampai Nabi diberi gelar Al-Amin,
yangberarti orang yang terpercaya. Gelar ini diberikan setelah melampaui ujian
panjang dalam kehidupannya yang tidak pernah ada cacat kebohongan sama sekali,
bahkan selau diwarnai kejujuran dan kesantunan.[5]
Allah
memberikan penjelasan seara transparan bahwa akhlak Rasulullah sangat layak
untuk dijadikan standar modal bagi umatnya, sehingga layak untuk dijadikan
idola yang diteladani sebagai uswatun hasanah. Hal ini mengisyaratkan bahwa
tidak ada satu “sisi-gelap” pun yang ada pada diri Rasulullah, karena semua isi
kehidupannya dapat ditiru dan diteladani. Selain itu juga mengisyaratkan bahwa
Rasulullah sengaja diproyeksikan oleh Allah untuk menjadi “lokomotif” akhlak
umat manusia secara universal.
Akhlak Rasulullah
tercermin lewat semua tindakan, ketentuan,atau perkataannya senantiasa selaras
dengan al-Qur’an dan benar-benar merupakan praktek riil dari kandungan
al-Qur’an. Semua perintah dilaksanakan, semua larangan dijauhi, dan semua isi
al-Qur’an didalamnya untuk dilaksanakannya dalam kehidupan sehari-sehari.[6]
B.
Tarsir Ayat
1.
Tafsir Al-Misbah
Surat Al-Ahzab ayat 21 satu ini mengarah kepada orang-orang
beriman, memuji sikap mereka yang meneladani Nabi saw. Ayat diatas menyatakan: Sesungguhnya
telah ada bagi kamu pada diri Rasulullah yakni Nabi Muhammad saw. suri
tauladan yang baik bagi kamu yakni bagi orang yang senantiasa mengaharap
rahmat kasih sayang Allah dan kebahagiaan hari kiamat, serta
teladan bagi mereka yang berzikir mengingat kepada Allah dan
menyebut-nyebut nama-Nya dengan banyak baik dalam suasana susah maupun
senang.
Bisa juga ayat ini masih merupakan kecaman kepada orang-orang
munafik yang mengaku memeluk Islam, tetapi tidak mencerminkan ajaran Islam. Kecaman itu
dikesankan oleh kata laqad. Seakan-akan ayat itu menyatakan: “Kamu telah
melakukan aneka kedurhakaan, padahal sesungguhnya ditengah kamu semua ada Nabi
Muhammad yang mestinya kamu teladani”.
Kata ((أسوة uswah
atau iswah berarti teladan. Pakar tafsir az-Zamakhsyari ketika menafsirkan ayat
diatas, mengemukakan dua kemungkinan tentang maksud keteladanan yang terdapat
pada diri Rasulullah. Pertama, dalam arti kepribadian beliau secara
totalitasnya adalah teladan. Kedua, dalam arti terdapat dalam
kepribadian beliau hal-hal yang patut
diteladani. Pendapat pertama lebih kuat dan merupakan pilihan banyak
ulama’.
‘Abbas Mahmud al-‘Aqqad dalam bukunya ‘Abqariyat Muhammad
menjelaskan: Ada empat tipe manusia, yaitu Pemikir, Pekerja, Seniman, dan yang jiwanya larut
dalam ibadah. Jarang ditemukan satu pribadi yang berkumpul dalam dirinya dan
dalam tingkat yang tinggi dua dari
keempat tipe tersebut, dan mustahil keempatnya berkumpul pada diri sesorang.
Namun yang mempelajari pribadi Rasul akan menemukan bahwa keempatnya bergabung
dalam peringkatnya yang tertinggi pada kepribadian beliau. Berkumpulnya keempat tipe dalam kepribadian Rasul ini,
dimaksudkan agar seluruh manusia dapat meneladani sifat-sifat terpuji Rasul.[7]
2.
Tafsir Al-Qurthubi
Dalam ayat ini dibahas tiga masalah, yaitu:
Pertama, Firman Allah SWT, لَقَدْ كاَنَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rassulullah itu suri teladan
yang baik bagimu.” Ayat ini juga termasuk sindiran terhadap orang-orang yang
absen dari peperangan. Maksudnya adalah, mengapa kalian tidak ikut berperang
padahal kalian telah diberiakn contuh yang baik dari Nabi saw, dimana beliau
telah berusaha dengan keras untuk memperjuangkan agama Allah dengan cara ikut
berperang dalam perang khandak. Sedang menurut Aqabah bin Hassan Al Hijri
teladan yang dimaksud pada ayat ini adalah kelaparan yang dirasakan oleh Nabi
saw.
Kedua, Firman
Allah أُسْوَةٌ
حَسَنَةٌ “Suri teladan yang baik” adalah perbuatan Nabi
saw dan teladan yang baik yang harus diikuti oleh seorang muslim pada setaip
perbuatannya dan pada setiap keadaannya. Para ulama berlainan pendapat mengenai
hukum meneladani Nabi Muhammad saw yang tertera pada ayat ini, apakah
diwajibkan ataukan hanya disunnahkan saja ? Ada dua pendapat yang berkembang
mengenai permasalahan ini, yaitu:
a.
Perintah ini bersifat wajib, kecuali jika ada dalil lain yang
mengatakan bahwa perintah inihanya sunah.
b.
Perintah ini hanya bersifat sunah saja, kecuali ada dalil lain yang
menyebutkan bahwa perintah ini wajib.
Namun besar
kemungkinan bahwa perintah pada ayat ini diwajibkan pada permasalahan
keagamaan, sedangkan untuk masalah keduniaan perintah ini bersifat sunah saja.
Ketiga, firman Allah لِمَنْ
كاَنَ يَرْجُوْا اللّهَ وَالْيَوْمَ الْأَخِرَ وَذَكَرَاللّهَ كَثِيْرَا “(Yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Kiamat dan dia banyak menyebut
Allah.” Sa’id bin Jubair berkata, “Makna firman ini adalah, bagi siapa saja
yang mengharapkan bertemu dengan membawa keimanan, meyakini hari kebangkitan
dimana seluruh amal perbuatan manusia akan diberi ganjarannya.
Lalu para ulama
berbeda pendapat mengenai orang0orang yang dimaksud dari firman ini. ada dua
pendapat yang berkembang dikalangan mereka, yaitu:
a.
Mereka yang dimaksud adalah orang-orang munafik, karena ayat ini
terhubung dengan ayat-ayat sebelumnya yang berbicara tentang mereka.
b.
Orang-orang yang dimaksud untuk mengambil teladan dari Nabi saw
adalah orang-orang yang beriman, karena pada firman selanjutnya disebutkan, لِمَنْ كاَنَ يَرْجُوْا اللّهَ وَالْيَوْمَ الْأَخِرَ
“(Yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari
Kiamat.”[8]
3.
Tafsir Al-Maraghi
Sesudah Allah menrinci keadaan orang-orang munafik dan membeberkan
kerendahan sifat pengecut mereka yang besar itu, lalu Dia mencela mereka dengan
sangat. Celaan itu diungkapkan oleh Allah dengan cara memberikan penjelasan
kepada mereka, bahwa telah ada di dalam diri Rasulullah pelajaran yang baik,
senadainya mereka mau mengambil pelajaran, dan teladan yang baik seandainya mereka
mau mencontohnya.
Firman Allah dalam surat al-Ahzab ayat 21 ini menunjukkan bahwa
sesungguhnya norma-norma yang tinggi dan teladan yang baik itu telah dihadapan
kalian, seandainya kalian menghendakinya. Yaitu hendaknya kalian mencontoh
Rasulullah saw. Didalam amal perbuatannya, dan hendaknya kalian berjalan sesuai
dengan petunjuknya, sendainya kalian benar-benar menghendaki pahala dari Allah
serta takut akan azab-Nya di hari semua orang memikirkan dirinya sendiri dan
pelindung serta penolong ditiadakan, kecuali amal shaleh yang telah dilakukan
seseorang (pada hari kiamat). Dan adalah kalian orang-orang yang selalu ingat
kepada Allah dengan ingatan yang banyak, maka sesungguhnya ingat kepada Allah
itu seharusnya membimbing kamu untuk taat kepadanya dan mencontoh
perbuatan-perbuatan Rasul-Nya.[9]
C.
Aplikasi dalam Kehidupan Sehari-hari
1.
Jadikan Nabi Muhammad sebagai idola yang pertama.
2.
Ingat keteladanan akhlak Rasul dalam setiap bertindak.
3.
Berakhlak baik secara perkataan maupun perbuatan.
4.
Tarapkan akhlak mahmudah dan tinggalkan akhlak madhmumah.
5.
Memperbanyak dzikir kepada Allah.
D.
Aspek Tarbawi
1.
Jadikan Nabi Muhammad sebagi sentral suri tauladan dalam segala hal
terutama dalam soal agama dan berakhlak.
2.
Seorang guru harus bisa menjadi suri tauladan bagi peserta didiknya
dan bagi masyarakat sekitarnya.
3.
Seorang guru harus memiliki karakter pemikir, pekerja, multitelent, dan taat beribadah.
4.
Orang yang mengaharap rahmat dan kebaikan di hari kiamat sudah
sepatutnya mengikuti suri tauladan Rasulullah dan banyak berdzikir kepada
Allah.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Dalam agama
Islam, keteladanan akhlak berpusat pada Rasuluallah SAW. dalam setiap perkataan yang berkenaan dengan
pembinaan akhlak mulia diikuti pula oleh perbuatan dan kepribadiannya. Nabi Muhammad
saw. Tercatat dalam tinta emas sejarah sebagai pembawa perubahan dunia yang
paling spektakuler, sebagai suri tauladan umat manusia.
Orang-orang
beriman, memuji sikap mereka yang meneladani Nabi Muhammad saw. dua syarat
mutlak bagi yang meneladani Rasul saw. yaitu: Pertama, Keyakinan tentang
keniscayaan kiamat sambil mengharap ganjaran-Nya yang tidak dapat diperoleh
kecuali menyesuaikan diri dengan tuntunan Nabi-Nya. Kedua, Banyak berdzikir dengan mengaitkan setiap
aktivitas dengan Allah swt.
Dari tiga
tafsir (Al-Misbah, Al-Qurthubi, dan Al-Maraghi) berintikan mengenai perintah
untuk menjadikan Nabi saw sebagai pusat rujukan utama dalam
ke-suri-tauladan-an. Baik itu dari segi agama, akhlak, cara hidup, semangat,
maupun kearifan Beliau. Selain itu juga agar kita banyak berdzikir kepada Allah
SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Harrani,
Ibn Taimiiyyah dan Ibn Qayyim al-Jauziyah. 2002. Cantik Luar Dalam.
Jakarta: Serambi.
Nata, Abuddin. 2011. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Rajawali Pers.
Shihab,
M. Quraish. 2012. Al-Lubab (Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah
al-Qur’an). Tangerang: Lentera Hati.
Hidayat, Nur. 2013. Akhlak Tasawuf. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Shihab,
M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an). Jakarta:
Lentera Hati.
Al Qurthubi, Syaikh Imam. 2009. Tafsir Al Qurthubi. Jakarta:
Pustaka Azzam.
Al-Maraghi,
Ahmad Mushthafa. 1992. Terjemah Tafsir Al-Maraghi 21. Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang.
PROFIL PEMAKALAH
Nama : Najihatul Istiqomah
Nim : 2021115130
TTL : Batang, 24
Agustus 1997
Alamat : Dk. Gamblok Ds.
Wonosegoro RT03/RW03, Kec. Bandar, Kab. Batang
Riwayat
Pendidikan : 1. SDN Wonosegoro 02
2. Mts. Daarul Ishlah
3. MA. Ribatul Muta’allimin
4. IAIN Pekalongan Tahun 2015 sampai sekarang
[1] Ibn Taimiiyyah al-Harrani dan Ibn Qayyim al-Jauziyah, Cantik Luar
Dalam, (Jakarta: Serambi, 2002), hlm. 19
[2] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011)
hlm. 76-77
[3] M. Quraish Shihab, Al-Lubab (Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari
Surah-Surah al-Qur’an), (Tangerang: Lentera Hati, 2012), hlm. 215-216
[4] M. Quraish Shihab, Ibid, hlm. 218-219
[5] Nur Hidayat, Akhlak Tasawuf, (Yogyakarta: Penerbit Ombak,
2013), hlm. 32-34
[6] Nur Hidayat, ibid, hlm.
25-26
[7] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur’an), (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 242-244
[8] Syaikh Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2009), hlm. 387-390
[9] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi 21,
(Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang, 1992), hlm. 277
Tidak ada komentar:
Posting Komentar