METODE
PENDIDIKAN KHUSUS
“Metode
Dialogis”
QS Ash shaffaat ayat 102,
Naily
Murtafiana
2021115377
Kelas
D
JURUSAN
TARBIYAH
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUTE
AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2016
KATA
PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan Syukur selalu
dipanjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan banyak kenikmatan
baik itu nikmat iman, nikmat islam dan nikmat ihsan. Sehingga pemakalah dapat
menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Tafsir Tarbawi yang berjudul “Metode Pendidikan
(khusus)” dengan sub tema “Metode Dialogis” QS Ash shaffaat ayat 102, yang
diampu oleh Bapak Muhammad Hufron, M.S.I selaku Dosen mata
kuliah Tafsir Tarbawi I.
Shalawat
dan Salam tidak lupa kita curahkan kepada baginda Nabi Agung Nabi Muhammad SAW,
yang telah membawa kita dari zaman Jahiliyah (Kebodohan) menuju zaman Islamiyah
(Penerangan/Kebenaran). Semoga kita selaku umat Nabi Muhammad SAW bisa
mendapatkan syafaat beliau di hari Kiamat nanti.
Kami
ucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang membantu dalam penulisan
makalah ini, khusunya untuk kedua orang tua, dosen pengampu serta
teman-teman.Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkan
sebagai tambahan ilmu keagamaan maupun ilmu pengetahuan.
Namun dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangannya.Pemakalah membutuhkan kritik maupun saran sebagai motivasi untuk
introspeksi diri serta menjadi lebih baik lagi kedepannya.
Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam menambah
wawasan studi keilmuan, baik bagi audience maupun diri penulis pribadi.
Aamiin..
Pekalongan, 25 November 2016
Naily Murtafiana
2021115377
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kisah-kisah dalam Al-Quran sarat dengan hikmah dan ibrah
yang tidak akan habis tergali sampai kapanpun. Teladan yang abadi dicontohkan
dalam sosok-sosok yang dikisahkan dalam Alquran, salah satunya sosok Nabiyullah
Ibrahim AS. Beliau adalah adalah sosok seorang Rasul, pendidik, ayah dan suami
yang sukses mendidik keluarga dan ummat. Tak ada lagi yang meragukan kualitas keimanan,
keshalihan dan kepemimpinan nya sebagai seorang Nabi, utusan Allah. Demikian
juga dengan perannya sebagai ayah dan pendidik. Namun memang tidak mudah untuk
memahami atau mencerna konsep-konsep pendidikannya dalam mendidik keluarga dan
ummat.
Konsep-konsep pendidikan Nabi Ibrahim inilah yang akan kita
coba kupas dan kita kaji untuk kita jadikan acuan dan teladan dalam pendidikan
Islam dalam mendidik generasi penerus bangsa.
B. Judul
Makalah
Metode Pendidikan khusus “Metode
Dialogis” QS Ash Shaffaat
ayat 102
C. Nash dan Arti QS Ash Shaffaat ayat 102
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ
السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ
فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ
شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (الصافات: 102)
Artinya:
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama
Ibrahim, Ibrahim berkata, ‘Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi
bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu ?’Ia menjawab,’ Hai Bapakku,
kerjakanlah apa yang diperintahkan kepedamu ; insya Allah kamu akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang sabar”. (QS. Ash Shaffaat ayat 102)
D. Arti
Penting Kajian Materi
Dalam Konteks ini,
mengapa perlu di kaji QS.Ash Shafaat Ayat 102 karena mengajarkan kita untuk
Cinta kepada Allah dengan mengorbankan
apapun yang diperintahkan oleh Allah seperti pengorbanan yang dilakukan
oleh Nabi Ibrahim untuk menyembelih anaknya. Kita sebagai penerus yang kelak
akan melanjutkan perjuangannya dalam mewujudkan generasi shaleh yang menyembah
kepada Allah, dengan kemantapan dari segi aqidah maka akan terealisir semua
pelaksanaan disegi lainnya.
Disini terlihat
kearifan Nabi Ibrahim sebagai pendidik yang professional yang selalu yakin
dengan keberhasilan pendidikan yang dilakukan. Hal ini membuktikan bahwa beliau
benar-benar Rasul pilihan yang menjadi panutan seluruh umat. Berbakti kepada orang tua dan itu termasuk
perintah Allah yang harus dijalankan sikap patuh dan taat serta sabar seorang
anak terhadap apa yang diperintahkan Allah SWT.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Teori
Secara etimologi, metode berasal dari dua kata
yaitu “meto” (melalui) dan “hodos” (jalan, cara). Metode berarti cara yang
telah diatur dan melalui proses pemikiran untuk mencapai suatu maksud.[1]
Kata dialog (dialogue)
berasal dari kata “di” artinya “dua”. Dari sudut pandang ilmu komunikasi
dialog merupakan komunikasi dua arah. Dialog dapat diartikan sebagai
“percakapan” dan “cara berhubung” antar
personal. Dialog merupakan proses komunikasi kecil dimana para peserta dapat
mengatakan atau mendengar sesuatu yang mereka belum pernah katakana atau dengar
sebelumnya,dan dari situlah bertumbuh perubahan sikap saling member dan
menerima diantara mereka. Dialog merupakan salah satu pendekatan dalam
komunikasi yang menekankan sikap dan perilaku, mendengarkan, belajar dan mengembangkan pemahaman bersama.[2]
Sedangkan pengertian metode dialogis adalah
percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih mengenai tanya jawab satu
topik, dan dengan sengaja diarahkan pada satu tujuan yang di kehendaki.[3]
B.
Tafsir Qs Ash
Shaffaat ayat 102
1.
Tafsir Al Qurtubi
Pertama : firman Allah فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup)
berusaha bersama-sama Ibrahim” maksudya maka kami
anugrahkan anak laki-laki kepadanya, ketika sudah dewasa dan bisa berusaha bersama bapaknya serta bisa bekerja sendiri
untuk urusan dunianya.
Kedua : firman
Allah قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ
أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ Ibrahim
berkata, ‘Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu ?.” Muqatil
berkata, “Ibrahim mengalami mimpi seperti itu selama tiga hari
berturut-turut.”Muhammad bin Ka’ab berkata “para rasul menerima wahyu dari
Allah dalam tidur dan dalam keadaan sadar.sesungguhnya para nabi hatinya tidak
tidur, dan inin tsabit (pasti) seperti dalam khabar yang marfu’, nabi SAW
bersabda” sesungguhnya kami para nabi, hanya tidur matanya namun hati kami
tidak tidur.”Ibnu Abbas berkata, “ mimpi para nabi adalah wahyu.”
Ketiga : Firman Allah فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى
diriwayatkan dari ad Dhahhak dan Al A’masy membacanya tura,
fa’ilnya tidak disebutkan. Perkataan ini bukanlah bentuk persekongkolan atas
perintah Tuhan,akan tetapi keduanya bermusyawarah tentang perintah itu dan
untuk mengetahui sejauhmana ia bersabar atas perintah Allah, atau untuk
meyakinkan anaknya agar taat kepada perintah Allah.Ismail berkata يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ “ Hai bapakku, kerjakanlah apa
yang diperintahkan kepadamu” apa yang diperintahkan Allah.
Seperti
Firman Allah “Dan sejahterakanlah atas
hamba-hambanya yang dipilihNya”
(Qs An Naml :59), maksudya mensucikan mereka, seperti yang telah lalu. Dan ma
berarti alladzi.
سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ
الصَّابِرِينَ , ahli isyarah
berkata, “ ketika Ia memohon, Allah memberikanya kesabaran.”[4]
2.
Tafsir Al Azhar
Suatu waktu dibawalah Ismail oleh Obrahim
bersama-sama. Ditengah jalan, “Berkatalah dia : sewsungguhnya aku melihat dalam
mimpi bahwasanya aku menyembelih engkau. Maka fikirkalah, apa pendapatmu!”
Dengan kata-kata yang halus dan mendalam,si ayah
berkata kepada si anak, yaitu ayah yang telah tua, berusia lebih dari 90 tahun,
dan anak yang dihadapi adalah anak yah berpuluh-puluh tahun lamanya
ditunggu-tunggu dan sangat diharapkan.dalam pertanyaan ini tuhan telah
membayangkan kepada kita bagaimana seorang manusia yang terjadi dari darah
daging,sebab itu merasa juga sedih dan rawan. Tetapi tidak sedikit juga ragu
atau bimbang bahwa dia adalah nabi.
Disuruhnya anaknya memikirkan mimpinya itu dan
kemudian diharapnya anaknya menyatakan pendapat.
Tentu
Ismail sejak dari mulai tumbuh akal telah mendengar, baik dari ibunya sendiri
Hajar, atau dari orang lain disekelilingnya, khadam-khadam dan orang-orang yang
mengelilingi ayahnya.tentu sudah didengarnya bagaimana ayah itu bersedia
dibakar,malahan dengan tidak merasa ragu sedikit juapun dimasukinya api yang
sedang nyala itu,karena dia yakin bahwa pendirian yang ia pertahankan adalah
benar.demikian pula mata-mata rantai dari percobaan hidup yang dihadapi oleh
ayahnya, semuanya tentu sudah diketahuinya.dan tentu sudah didengarnya juga
bahwasanya mimpi ayahnya bukanlah semata-mata apa yang disebut rasian, yaitu
khayalan kacau tak tentu ujung pangkal yang dialami orang sedang tidur. Oeh
sebab itu tidaklah lama ismail merenungkan dan tidaklah lama dia tertegun buat
mengeluarkan pendapat.
“Berkata dia : - yaitu Ismail – “ya ayahku! Perbuatlah
apa yang diperintahkan kepada engkau.akan engkau dapati aku – insya Allah –
termasuk orang yang sabar.” (ujung ayat 102).
Alangkah mengharukan jawaban si anak. Benar-benar
terkabul do’a ayahnya memohon diberi keturunan yang terhitung orang yang
shalih.Benar-benar tepat apa yang dikatakan Tuhan tentang dirinya,yaitu seorang
anak yang penyabar.Dia percaya bahwa mimpi ayahnya adalah wahyu dari Allah,
bukan mimpi sebarang mimpi. Sebab itu dianjurkanya ayahnya melaksanakan apa
yang diperintahkan.bukanlah dia berkata agar ayahnya memperbuat apa yang
bertemu dalam mimpi.[5]
3.
Tafsir Al-Misbah
Ayat diatas
menggunakan bentuk kata kerja mudhari’
(masa kini dan mendatang) pada kata (أَرَى) ara/ saya melihat dan (أَذْبَحُكَ) adzbahuka/ saya
menyembelihmu. Demikian juga kata (تُؤْمَرُ) tu’mar/diperintahkan.
Ini untuk mengisyaratkan bahwa apa yang beliau lihat itu seakan-akan masih
terlihat hingga saat penyampaianya itu.sedang penggunaan bentuk tersebut untuk
kata menyembelihmu untuk mengisyaratkan bahwa perintah Allah yang
dikandungmimpi itu belum selesai dilaksanakan, tetapi hendaknya segera
dilaksanakan. Karena itu pula jawaban sang anak menggunakan kata kerja masa
kini juga untuk mengisyaratkan bahwa ia siap, dan bahwa hendaknya sang ayah
melaksanakan perintah Allah yang sedang maupun yang akan diterimanya.
Ucapan
sang anak : (افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ) if’al ma tu’mar/
laksanakanlah apa yang telah diperintahkan kepadamu,bukan berkata
:“sembelihlah aku”, mengisyaratkan sebab kepatuhannya, yakni karena hal
tersebut adalah perintah Allah swt.bagaimana bentuk, cara dan kandungan apa
yang diperintahkanNya, maka ia sepenuhnya pasrah.Kalimat ini juga dapat
merupakan obat pelipur lara bagi keduanya dalam menghadapi ujian berat itu.
Ucapan
sang anak : (سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ) satajiduni insya Allah min
ash- shabirin / engkau akan mendapatiku insya Allah termasuk para penyabar,
dengan mengaitkan kesabarannya dengan kehendak Allah, sambil menyebut terlebih
dahulu kehendakNya, menunjukan betapa tinggi akhlak dan sopan santun sang anak
kepada Allah swt. Tidak dapat diragukan bahwa jauh sebelum peristiwa ini
pastilah sang ayah telah menanamkan dalam hati dan benak anaknya tentang
keesaan Allah dan sifat-sifatNya yang indah serta bagaimana seharusnya bersikap
kepadaNya. Sikap dan ucapan sang anak yang direkam oleh ayat ini adalah buakh
pendidikan tersebut. [6]
4.
Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah swt, “Maka tatkala anak itu telah sanggup
berusaha bersama-sama Ibrahim,” Yaitu menjadi besar dan dewasa serta dapat
pergi bersama ayahnya dan sanggup melaksanakan pekerjaan yang dikerjakan oleh
ayahnya, Ibrahim berkata, “Hai anakku, Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi
bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” sesungguhnya
Ibrahim memberitahukan kepada anaknya dengan cara seperti itu agar lebih mudah
diterima oleh anaknya dan dengan maksud menguji kesabaran, keteguhan, dan
keistiqomahan anaknya di kala masih kecil dalam menaati Allah dan menaati
ayahnya. Maka dia menjawab, “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang telah diperintahkan
kepadamu, Yakni laksanakanlah perintah Allah untuk menyembelihku itu,
insyaAllah, kamu akan mendapatkanku termasuk orang-orang yang sabar.” Aku akan
bersabar dan mengharapkan pahalaNya dari sisiNya.
Kemudian Ismail, semoga sholawat dan rahmat Allah
tercurahkan kepadanya, telah melakukan janjinya itu dengan benar, sebagaimana
firmanNya, “Dan ingatlah didalam kitab itu tentang ismail. Sesungguhnya dia
adalah benar dalam janjinya. Dan dia adalah seorang Rasul bagi seorang Nabi.
Memerintahkan keluarganya untuk menegakkan sholat. Dan dia disisi TuhanNya
direstui.”[7]
C.
Aplikasi Dalam
Kehidupan
a. Wajibnya taat dan berbakti pada
orang tua selama dalam kebaikan.
b.
Ada balasan besar bagi orang yang berbuat ihsan, sabar dan
taat pada Allah.
c.
Mengarahkan
anak pada jalan yang diridhai Allah
d.
Kecintaan
pada Allah mesti dikedepankan daripada kecintaan pada istri dan anak.
e.
Orang
yang beriman mesti diuji keimanannya.
D.
Aspek Tarbawi
Nilai-nilai
pendidikan yang terkandung dalam QS. Ash Shaffaat Ayat 102 adalah sebagai
berikut:
1. Pendidikan
aqidah yang bisa diimplementasikan dari keimanan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail
terhadap Allah swt.
2. Pendidikan
akhlak menunjukkan tingginya akhlak dan sopan santun Ismail kepada Orang tua
dan Allah.
3. Pendidikan
spiritual yang berlandaskan dialogis, artinya Ibrahim memberitahukan Ismail
tentang mimpinya agar dapat dipahami oleh Ismail yang masih remaja. Cara
berdialog ini melatih untuk berargumentasi, ketangguhan dan keteguhan untuk
patuh kepada Allah dan orang tua.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dengan demikain penafsiran
ayat diatas, memuat penjelasan tentang permohonan Nabi Ibrohim untuk memperoleh
anak, do’a Nabi Ibrohim terkabul dengan anak yang amat penyabar, mimpi Nabi
Ibrohim menyembelih Nabi Ismail, kemudian Nabi Ibrohim mendialogkan mimpinya
kepada Nabi Ismail tentang perintah
Allah untuk menyembelih putranya sendiri. Nabi Ismail pun bersedia disebelih.
Atas izin Allah penyembelihanpun diganti dengan domba,dan diakhiri dengan
keselamatan Nabi Ismail,yang berarti kesuksesan misi Nabi Ibrohim sebagai nabi
yang benar-benar pilihan.
B.
Saran
Apa
yang ada dalam makalah ini bukan semata pemikiran saya, akan tetapi saya ambil
dari berbagai referensi yang berkaitan dengan judul yang ditugaskan kepada
saya, untuk itu marilah kita ambil hikmah dan manfaatnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Al Qurtubi , Syaikh Imam.2009. Tafsir
Al Qurtubi. Jakarta ; Pustaka Azzam.
Ar Rifa’I, Muhammad
Nasib.2006. Taisiru al Aliyyil qadir li
ikhtisari Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta
; Gema Insani.
Gunawan, Heri. 2014. Pendidikan Islam Kajian Teoritis Dan Pemikiran Tokoh.
Bandung PT: Remaja Rosdakarya.
Hamka. 2005. Tafsir Al Azhar Juz 23. Jakarta:
Putaka Panji Mas.
Liliweri,Alo.2011. komunikasi : serba ada serba makna.
Jakarta : Kencana Media Group.
Shihab, Quraish. 2004. Tafsir Al Misbah
Cet.2. Jakarta: Lentera Hati.
Biodata Penulis
Nama
: Naily Murtafiana
NIM : 2021115377
TTL : Pekalongan, 18 Maret
1992
Alamat : Ngalian
Tirto Pekalongan
Riwayat
Pendidikan :
TK
Muslimat NU Ngalian
MIS Ngalian
Pekalongan
MTS
N Kedungwuni Pekalongan
MA Matholi’ul Falah Pati
IAIN
Pekalongan (masih)
[1]
Heri gunawan, pendidikan islam
kajian teoritis dan pemikiran tokoh, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,
2014), hlm 260
[4]
Syaikh Imam Al Qurtubi, Tafsir Al Qurtubi,(Jakarta;Pustaka Azzam, 2009),
hlm 234-243
[5] Hamka,
Tafsir Al Azhar Juz 23 ,(Jakarta: Putaka Panji Mas, 2005), hlm. 143-144
[6] M.Quraish
Shihab,Tafsir Al Misbah Cet.2 (Jakarta: Lentera Hati,2004), hlm.62-63
[7] Muhammad
Nasib Ar Rifa’I, Taisiru al Aliyyil qadir li ikhtisari Tafsir Ibnu Katsir
(Jakarta; Gema Insani,2006)hlm 39-40
Tidak ada komentar:
Posting Komentar