HAK ASASI MANUSIA
“HAK MILIK PRIVASI” Q.S AL-MAIDAH : 38
Nur Faizah (2021115099)
Kelas A
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur
saya panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada saya
sehingga saya berhasil menyelesaikan makalah ini yang alhamdulillah tepat pada
waktunya yang berjudul “HAK ASASI MANUSIA (HAK MILIK PRIVASI) DALAM Q.S
AL-MAIDAH : 38”.
Sholawat
beserta salam tak lupa pula saya haturkan kepada junjungan kita Nabi agung Muhammad saw yang telah membawa kita semua
dari alam kejahilan ke alam yang terang benderang yang di sinari oleh ilmu
pengetahuan, iman dan islam. Tak lupa pula saya mengucapkan terima kasih
kepada :
1.
Allah swt yang telah memberikan kemudahan bagi
saya untuk mengerjakan makalah ini.
2.
Kedua Orang Tua yang selalu mendukung saya
untuk semangat dalam belajar.
3.
Dosen Pengampu mata kuliah tafsir tarbawi yang
telah membimbing saya dalam menyelesaikan makalah ini.
4.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan makalah yang berjudul” HAK ASASI MANUSIA (HAK MILIK
PRIVASI) DALAM Q.S AL-MAIDAH : 38”
ini.
Saya sadar dalam penulisan makalah ini, masih banyak kekurangan. Untuk itu,
saya mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun.
Pekalongan, 4 Maret 2017
Nur Faizah
2021115099
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Setiap manusia memiliki hak nya
masing-masing, tetapi masih ada saja yang mengambil atau merampas hak orang
lain dengan cara yang bathil. Maka dari itu Islam menetapkan hukuman bagi orang
yang melakukan hal tersebut seperti yang tercantum dalam QS Al-Maidah : 38 yang
berarti “pencuri laiki-laki dan pencuri perempuan, potonglah tangan keduanya
(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari
Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. Ayat ini menegaskan bahwa
setiap orang yang mengambil harta orang lain maka hukumlah dia dengan memotong
tangannya. Dengan demikian, sudah jelas bahwa Islam melarang kita untuk
mengambil hak milik orang lain.
B.
Judul
HAK ASASI MANUSIA “HAK MILIK PRIVASI”
C.
Nash
وَالسَّارِقُ
وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالا مِنَ
اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Artinya :
“pencuri laiki-laki dan pencuri perempuan, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan
dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS Al-Ma’idah : 38)
D.
Arti
Penting untuk Dikaji
Ayat ini penting untuk dikaji karena
dengan adanya kajian ini kita bisa mengetahui bahwa setiap manusia memiliki hak
milik (hak privasi). Dan hak-hak tersebut harus kita manfaatkan dengan baik
jangan di salah gunakan. Kita juga tidak boleh mengambil atau merampas hak
milik orang lain karena setiap manusia sudah memiliki hak nya masing-masing,
misalnya hak untuk hidup atau yang lainnya yang akan dibahas dalam makalah ini.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Teori
Agama Islam bersamaan dengan
perlindungan persamaan hidup juga telah menganugerahkan jaminan keamanan
terhadap milik harta benda yang telah di dapatkan dengan jalan yang sah menurut
hukum. Seperti yang tercantum dalam QS An-Nisa’ : 29 yang berbunyi :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ
تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ
كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا (29)
Artinya :
“wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan perdagangan
yang kalian saling ridha. Dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian, sesungguhnya
Allah itu Maha Kasih Sayang kepada kalian. ( QS An-Nisa’ : 29)
Hak ini mencakup hak-hak untuk dapat
menikmati dan mengkonsumsi harta, hak untuk investasi dalam berbagai usaha, hak
untuk mentransfer, serta hak perlindungan penduduk mendiami tanah miliknya.[1]
Berikut ini ada hak-hak yang dimiliki oleh setiap orang ( hak milik pribadi ),
yaitu :
1.
Hak
Hidup
Hak yang pertama kali dianugerahkan Islam diantara HAM lainnya
adalah hak untuk hidup dan menghargai hidup manusia. Masalah balasan bagi suatu
pembunuhan atau kejahatan lainnya diputuskan oleh sebuah pengadilan hukum yang
kompeten. Al-Qur’an menganggap pembunuhan terhadap seorang manusia adalah sama
dengan pembunuhan terhadap seluruh umat manusia.
2.
Perlindungan
Kehormatan
Kaum muslim dilarang untuk saling menyerang kehormatan orang lain
dengan cara apa pun, hal ini disampaikan oleh Rasulullah saw pada kesempatan
khutbah Haji Wada’nya. Ksum muslim terikat untuk menjaga kehormatan orang lain.
3.
Keamanan
Dan Kesucian Kehidupan Pribadi
Islam mengakui adanya hak keleluasaan hidup pribadi (privacy)
setiap orang. Islam melarang ikut campur tangan dan melanggar batas secara
tidak wajar atas kehidupan pribadi seseorang.
4.
Keamanan
Kemerdekaan Pribadi
Agama Islam telah menegaskan bahwa tidak ada seorang pun yang dapat
dipenjarakan kecuali dia telah dinyatakan bersalah dalam suatu pengadilan hukum
terbuka. Tak ada seorang pun yang dapat ditahan tanpa melalui proses hukum yang
telah ditentukan.
5.
Kebebasan
Ekspresi
Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang
munkar. Agama islam menganugerahkan hak kebebasan berpikir dan mengungkapkan
pendapat kepada seluruh umat manusia. Kebebasan berpendapat ini harus
dimanfaatkan untuk tujuan mensyiarkan kebajikan serta tidak untuk menyebarkan
kejahatan dan kedzaliman.
6.
Dan
Lain-lain.[2]
B.
Tafsir
1.
Tafsir
Al Mishbah
Dalam ayat ini dijelaskan sanksi hukum bagi pencuri, yaitu :
pencuri lelaki dan pencuri perempuan, potonglah pergelangan
tangan keduanya sebagai pembalasan duniawi bagi apa yakni pencurian yang mereka
kerjakan dan sebagai siksaan yang menjadikan ia jera dan orang lain takut
melakukan hal serupa dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana dalam menetapkan ketentuan-ketentuanNya. Tetapi jika ia menyadari
kesalahannya dan menyesalinya lalu bertaubat maka barang siapa bertaubat
diantara pencuri pencuri itu sesudah melakukan penganiayaannya, yakni
pencurian itu walaupun telah berlalu waktu yang lama dan memperbaiki diri,
antara lain mengembalikan apa yang telah dicurinya atau nilainya kepada pemilik
yang sah maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya sehingga dia tidak
akan disiksa di akhirat nanti. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.[3]
2.
Tafsir
Ibnu Katsier
Dalam ayat ini Allah menetapkan hukum potong tangan terhadap
pencuri laki-laki maupun wanita. Hukum itu memang berlaku di masa jahiliyah,
kemudian ditetaokan oleh Islam dengan syarat-syarat. Sebagian ulama fiqh
mengambil pada lahirnya ayat, yakni nyata telah mencuri maka langsung dipotong
tangannya tanpa memandang sedikit atau banyaknya pencurian.
Adapun imam madzhab yang empat, maka amsing-masing menentukan
nishab harga barang curiannya.
Imam Malik menetapkan pencurian itu sedikitnya berharga tiga dirham
berdasarkan hadits Ibnu Umar r.a.
berkata : Rasulullah saw telah memotong tangan pencuri karena mencuri perisai
yang harganya tiga dirham. (Bukhari, Muslim).
Imam Syafi’i menetapkan pencurian itu seperempat dinar berdasarkan
hadis Aisyah r.a., bahwa Rasulullah saw bersabda : “Tangan pencuri dapat
dipotong dalam pencurian yang seperempat dinar ke atas (Bukhari, Muslim) Dan
tidak dipotong tangan pencuri kecuali dalam pencurian seharga seperempat dinar
ke atas. (Muslim).
Imam Ahmad bin Hanbal berkata, bahwa seperempat dinar atau tiga
dirham itu merupakan ketentuan syariat, karena itu siapa yang mencuri seharga
tiga dirham atau seperempat dinar harus dipotong tangannya.
Abu Hanifah berpendapat bahwa nishab pencurian itu sepuluh dirham,
dia berdalil bahwa harga perisai itu sepuluh dirham menurut keterangan Ibn
Abbas. Ia berkata bahwa harga perisai di masa Rasulullah saw sepuluh dinar.[4]
3.
Tafsir
Al Azhar
Menurut keterangan Fuqaha, tuduhan pencuri hendaklah dengan bukti
yang jelas (Bayyinah). Dan hukuman bisa tidak dilakukan kalau yang kecurian
member maaf sebelum sampai ke tangan hakim. Dan hukum potong tangan ini tidak
dilakukan di waktu berperang, supaya si pencuri jangan lari menggabungkan diri
kepada musuh.
Di dalam ayat diterangkan bahwa hukuman ini di jatuhkan ialah
sebagai contoh yang menakutkan dari Allah, sehingga orang yang akan mencuri
berfikir terlebih dahulu sebelum melakukan pencurian, sebab selama hidupnya dia
akan membawa tanda terus ke hadapan khalayak ramai, sebab tangannya tak ada
lagi. Hukum potong tangan bukan kejam dan bukan hukum yang telah kolot. Hukum
itu adalah dari Allah yang Maha Gagah, yang menentukan hukum yang tepat bagi
pengacau ketentraman , perusak hubungan masyarakat. Dalam hal ini Tuhan tidak
mengenal iba-kasihan, sebab si pencuri itu sendiripun tidak mengenal iba,
kasihan kepada orang yang telah dia aniaya. Tetapi Tuhan Bijaksana. Karena
Tuhan memerintahkan tiap-tiap orang mencari penghidupan dengan harta yang
halal.[5]
4.
Tafsir
Al-Maraghi
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا
Barang siapa mencuri, baik laki-laki maupun perempuan, maka
potonglah tangannya hai para Uli ‘I-Amri, para hakim dan para pemerintah, yaitu
telapak tangannya sampai pergelangan. Karena,
mencuri itu dilakukan langsung dengan telapak tangan, sedang lengan
hanyalah membawa telapak tangan itu seperti halnya yang dilakukan oleh badan.
Sedang yang dipotong, pertama-tama ialah tangan kanan, karena biasanya dengan
tangan kananlah pengambilan dilakukan.
جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالا مِنَ اللَّهِ
Maksud ayat, potonglah tangan pencuri itu, baik laki-laki maupun
perempuan, sebagai balasan atas perbuatan usahanya yang buruk, dan sebagai
cegahan dan pelajaran bagi orang lain. Dan tak ada pelajaran yang besar lagi
dari pemotongan tangan, yang membuat malu si pencuri sepangjang hidupnya dan
memberinya cap aib dan kehinaan.
وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Dan Allah maha perkasa dalam memberi balasan terhadap pencuri,
laki-laki maupun perempuan. Juga terhadap ahli maksiat lainnya, dan Allah Maha
Bijaksana dalam segala perbuatan-Nya. Maksudnya bahwa Allah telah meletakkan had-had
dan hukuman-hukuman sesuai dengan hikmah yang sesuai dengan masalah. Jadi,
apa pun yang Allah peritahkan, pastilah mengandung maslahat, dan tidak melarang
sesuatu hal kecuali yang membuat kerusakan.[6]
C.
Aplikasi
Dalam Kehidupan
Di dunia ini manusia di berikan hak
milik atas dirinya masing-masing. Maka dari itu, gunakanlah hak tersebut dengan
sebaik-baiknya, dan janganlah mengambil hak milik orang lain. Karena setiap
perbuatan akan ada balasan yang sesuai dengan apa yang telah dilakukan.
Misalnya, carilah rezeki dengan cara yang halal seperti berdagang atau yang
lainnya, jangan malah mengambil atau mencuri rezeki orang lain. Selain kita
akan mendapatkan dosa, kita juga akan di asingkan atau dikucilkan oleh
masyarakat.
D.
Aspek
Tarbawi
a.
Allah
itu Maha Adil, karena telah memberikan kita hak milik masing-masing.
b.
Jangan
pernah mengambil hak milik orang lain karena tidak hanya Allah yang tidak
menyukainya, tapi manusia pun tidak suka jika hak miliknya di ambil oleh orang
lain.
c.
Setiap
perbuatan pasti akan ada balasan yang sesuai dengan apa yang telah dilakukan.
BAB
III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Agama Islam
bersamaan dengan perlindungan persamaan hidup juga telah menganugerahkan
jaminan keamanan terhadap milik harta benda yang telah di dapatkan dengan jalan
yang sah menurut hukum. Hak ini mencakup hak-hak untuk dapat menikmati dan
mengkonsumsi harta, hak untuk investasi dalam berbagai usaha, hak untuk
mentransfer, serta hak perlindungan penduduk mendiami tanah miliknya.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Maraghi, Ahmad
Musthofa. 1987. Tafsir Al-Maraghi, Cet 1. CV Toha Putra. Semarang.
Bahreisy,
Salim. 1986. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir Jilid III.PT Bina Ilmu.
Surabaya.
Hamka. 1984. Tafsir
Al-Azhar. PT. Pustaka Panjimas. Jakarta.
Hussain,
Syaukat. 1996. Hak Asasi Manusia Dalam Islam. Gema Insani Press.
Jakarta.
Shihab, M.
Quraisy. 2002. Tafsir Al-Mishbah. Lentera Hati. Jakarta.
BIODATA
Nama : Nur Faizah
Ttl : Pekalongan, 31 oktober
1997
Alamat : Pringsurat, Kajen
Riwayat
Pendidikan :
1.
SDN 01 Pringsurat
2.
MTs Hasbullah Karanganyar
3.
MAS Simbang Kulon
[1] Syaukat Hussain, Hak Asasi
Manusia Dalam Islam, (Jakarta : Gema Insani Press, 1996), hlm. 61-62
[3]M. Quraisy Shihab, Tafsir
Al-Mishbah, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hlm. 91
[4] Salim Bahreisy, Terjemah Singkat
Tafsir Ibnu Katsir Jilid III, (Surabaya : PT Bina Ilmu, 1986), hlm. 91-92
[5] Hamka, Tafsir Al-Azhar,
(Jakarta : PT. Pustaka Panjimas, 1984), hlm. 244-245
[6] Ahmad Musthofa Al-Maraghi, Tafsir
Al-Maraghi, Cet 1 (Semarang : CV Toha Putra, 1987), hlm. 201-204
Tidak ada komentar:
Posting Komentar