Laman

new post

zzz

Rabu, 22 Maret 2017

spi a7 “Sejarah Islam pada Masa tiga kerajaan Besar”

“Sejarah Islam pada Masa tiga kerajaan Besar”


KELAS A

Nastain                       (2014116065)
Hardiana riska           (2014116066)
Ivanda singgih            (2014116067)

PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017



KATA PENGANTAR
                                                                  
Bismillahirahmanirahim
Assalamualaikum Wr.Wb.

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah kepada kita semua, sehingga berkat karunia-Nya kami dapat menyelesaikan  makalah yang berjudul “Sejarah Islam pada Masa Tiga kerajaan Besar”.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam, untuk mencapai nilai yang memenuhi syarat perkuliahan mata kuliah Sejarah Peradaban Islam.
Pada kesempatan ini kelompok kami mengucapkan banyak terimakasih yang tak terhingga atas bimbingan dosen dan semua pihak sehingga makalah ini dapat kami selesaikan dengan baik.
Apabila ada kekurangan dalam makalah ini kami mohon maaf sebesar-besarnya.
Wassalamualaikum Wr.Wb.


Pekalongan , 26 Maret 2017

                    
Kelompok 7






BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
Islam pada zaman tiga kerajaan merupakan islam periode pertengahan, fase tiga kerajaan ini berlangsung selama 625 tahun ( 1299-1924). Tiga kerajaan yang dimaksud adalah Keajaan Usmani di Turki ( 1290- 1924), Kerajaan Safawi di Persia (1501- 1736), dan Kerajaan Mughal di India (1526- 1858).
Setelah Dinasti Abbassiyah di Bagdad runtuh akibat serangan tentara Mongol, kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaannya tercabik-cabik dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain bahkan saling memerangi. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol yang terus berekpansi terhadap kekuasaan Islam.[1]
Keadaan politik ummat islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajan besar tersebut. Akan tetapi, kemajuan tiga kerajaan itu tidak bertahan lama karena adanya kerusakan internal dan serangan dari luar akhirnya, satu demi satu berjatuhan digantikan kekuatan lain : Kerajaan Usmani digantikan oleh republic Turki (1924), Safawi di Persia digantikan oleh Dinasti Qajar (1925), dan Kerajaan Mughal digantikan oleh penjajah Inggris (1875- 1947). Akhirnya, usaha ketiga kerajaan besar ini untuk memajukan ummat islam “ tidak berhasil “ dan ummat islam mengalami fase kemunduran kedua. Akhirnya, India mulai tahun 1857 dijajah oleh Inggris sampai tahun 1947, dan Mesir dikuasai oleh Napolian dari Prancis tahun 1798.
B. RUMUSAN MASALAH
          Berdasarkan latar belakang diatas penulis akan merumuskan dasar masalah sebagai berikut:

1.     Bagaimana sejarah peradaban Islam pada masa Dinasti Usmani, Safawiyah, Mughal.
2.     Bagaimana penaklukan Konstantinopel pada masa Dinasti Usmani
3.     Bagaimana Peradaban Islam pada masa Dinasti Usmani di Turki
4.     Bagaimana asal-usul Dinasti Safawiyah
5.     Bagaimana fase kemajuan yang dialami oleh Dinasti safawiyah, mughal
6.     Bagaimana fase keruntuhan yang di alami oleh Dinasti  Usmani, safawiyah, dan Mughal.

 C. TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui proses kepemimpinan pada masa kerajaan Usmaniah, Safawiyah, dan Mughal.
2.      Untuk mengetahui apakah pada masa itu mempunyai hasil dalam memimpin ummat islam baik pada masa kerajaan Usmaniah, Safawiyah maupun kerajaan Mughal.




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Peradaban Islam pada masa Dinasti Usmani di Turki
1.     Sejarah berdirinya kerajaan usmani
Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dari Kabilah Oghus yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina. Dalam jangka waktu kira-kira tiga abad, mereka pindah ke Turkinistan kemudian Persia dan Irak. Mereka masuk islam sekitar abad kesembilan atau kesepuluh, ketika mereka menetap di Asia Tengah.[1]
Dibawah pimpinan Ertoghul, mereka mengabdi diri kepada Sultan Alauddin II, sultan saljuk yang kebetulan sedang berperang melawan Bizantium. Berkat bantuan mereka, Sultan Alauddin mendapat kemenangan. Atas jasa baik itu, Alauddin menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil yang berbarasan dengan Bizantium. Sejak itu mereka terus membina wilayah barunya dan memilih kota Syuhud sebagai ibu kota.
Pada masa pemerintahan Orkhan (1326-1359 M) Turki Usmani dapat menaklukkan Azumia (1327), Tasasyani (1330 M), Uskandar (1328 M), Ankara (1325 M), Gallipoli (1356 M). daerah ini adalah bagian bumi Eropa yang pertama kali diduduki Kerajaan Usmani.
Ketika Murad I berkuasa (1359-1389 M) selain menetapkan keamanan dalam negeri, ia melakukan perluasan daerah ke benua Eropa. Ia dapat menaklukkan Adrionopel, Macedonia, Sopia, Salonia dan seluruh wilayah bagian utara Yunani. Merasa cemas terhadap kemajuan ekspansi kerajaan ini ke Eropa, Paus mengorbankan semangat perang. Pasukan ini dipimpin oleh Sijisman, raja Honggaria. Namun Sultan Bayazid I (1389-1403 M) pengganti Murad I dapat menghancurkan pasukan sekutu Kristen Eropa tersebut. Peristiwa ini merupakan catatan  sejarah yang sangat gemilang bagi umat Islam.
Turki  Usmani mencapai gemilangannya pada saat kerajaan ini dapat menakklukkan pusat peradaban dan pusat agama Nasrani di Bizantium, yaitu Konstantinopel. Sultan Muhammad II yang dikenal dengan Sultan Muhammad Al-Fatih (1451-1484 M) dapat mengalahkan Bizantium dan menaklukkan Konstantinopel pada tahun 1453 M.
Dengan terbukanya kota Konstantinopel sebagai benteng pertahanan terkuat Kerajaan Bizantium, lebih memudahkan arus ekspansi Turki Usmani ke benua Eropa. Dan wilayah Eropa bagian timur semakin terancam oleh Turki Usmani karena ekspansi Turki Usmani juga dilakukan ke wilayah ini, bahkan sampai ke pintu gerbang kota Wina, Austria.
Kerajaan Turki Usmani yang memerintah hamper tujuh abad lamanya (1299-1924 M), diperintah oleh 38 Sultan.
Kejayaan Turki Usmani dialami pada abad ke-16, ketika dinasti Turki Usmani mencapai kejayaannya sehingga daerah kekuasaannya itu membentang dari Selat Persia di Asia sampai ke Aljazair di Afrika Barat. Penduduk Dinasti Turki Usmani terdiri dari bangsa Eropa yang berasal dari Hongaria dan bahkan yang beragama Nasrani dan mereka ini pula yang melanjutkan pengaruh Barat menjangkit kepada minoritas Turki yang ada di tempat itu.
Kemajuan dan perkembangan ekspansi kerajaan Turki Usmani yang demikian luas dan berlangsung dengan cepat itu diikuti pula oleh kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam aspek peradabannya.
2.     Penaklukan Konstantinopel
Konstantinopel adalah ibu kota Bazintium dan merupakan pusat agama Kristen. Ibu kota Bizantium itu akhirnya dapat ditaklukkan oleh pasukan Islam dibawah Turki Usmani pada masa pemerintahan Sultan Muhammad II yang bergelar Al-Fatih, artinya sang penakluk telah berkali-kali pasukan kaum muslimin sejak masa Dinasti Umayyah berusaha menaklukkan Konstantinopel, tetapi selalu gagal karena kokohnya benteng-benteng di kota tua itu. Baru pada tahun 1453 kota itu dapat ditundukkan.
Sultan mempersiapkan penaklukkan terhadap kota Konstantinopel dengan penuh keseriusan. Dipelajari penyebab kegagalan dalam penaklukan-penaklukan sebelumnya. Sultan tidak mau lagi kalah sebagai mana para pendahulunya. Ia terlebih dahulu membereskan wilayah-wilayah yang membangkang di Asia Kecil.
Konstantinopel akhirnya dapat dikepung dari segala segi penjuru oleh pasukan Sultan Muhammad II yang berjumlah kira-kira 250.000 dibawah pimpinan Sultan sendiri. Kaisar Bizantium meminta bantuan kepada Paus di Roma san raja-raja Kristen di Eropa, tetapi tanpa hasil, bahkan ia dicemooh oleh rakyatnya sendiri karena merendahkan martabatnya. Raja-raja Eropa juga tidak ingin membantunya karena mereka masih dalam perselisihan yang belum terselesaikan.
Dalam pertempuran itu Kaisar mati terbunuh, dan Konstantinopel jatuh ketangan Usmani. Sultan Muhammad II memasuki kota kemudian mengganti nama Konstantinopel menjadi Istambul, dan menjadikan sebagai ibukota. Sultan mengubah gereja Aya Sophia menjadi Masjid, dan disamping itu ia membangun masjid dengan nama Masjid Muhammad sebagai peringatan bagi keberhasilannya dalam menundukkan kota itu.
Dengan jatuhnya Konstantinopel, pengaruhnya sangat besar bagi Turki Usmani. Konstantinopel adalah kota pusat Kerajaan Bizantium yang menyiapkan banyak ilmu pengetahuan menjadi pusat agama Kristen Ortodoks. Kesemuanya itu diwariskan kepada Usmani.
3.     Peradaban Islam Di Turki
Sejak masa Usman bin Artaghol (1299-1326 M), yang dianggap Pembina pertama Kerajaan Turki Usmani ini dengan nama imperium Ottoman, timbullah kemajuan dalam berbagai bidang agama Islam. Turki membawa pengaruh cukup baik dalam bidang ekspansi agama Islam ke Eropa. Kemajuan lainnya antara lain dalam bidang militer dan pemerintahan, bidang ilmu pengetahuan dan budaya, serta dalam bidang keagamaan.
1.     Bidang Pemerintahan dan Militer
Kekuatan militer kerajaan ini mulai di organisasi dengan baik dan teratur ketika terjadi kontak senjata dengan Eropa. Pengorganisasian yang baik dan strategi tempur militer Usmani berlangsung dengan baik. Bangsa-bangsa non-Turki dimasukkan sebagai anggota, bahkan anak-anak Kristen yang masih kecil diasramakan  dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit.
Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok militer baru yang disebut pasukan Yenisseri atau Inkisyariah. Pasukan inilah yang dapat mengubah Kerajaan Usmani menjadi mesin perang yang paling kuat dan memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukan negeri-negeri nonmuslim di timur yang berhasil dengan sukses.
Faktor utama yang mendorong kemajuan dilapangan militer ini ialah tabiat bangsa turki itu sendiri yang bersifat militer, berdisiplin, dan patuh terhadap peraturan. Tabiat ini merupakan tabiat alami yang mereka warisi dari nenek moyangnya di Asia Tengah. Dalam mengelola pemerintahan yang luas, sultan-sultan Turki Usmani senantiasa bertindak tegas. Dalam struktur pemerintahan, Sultan sebagai penguasa tertinggi, dibantu oleh Shadr Al-A’zham (perdana menteri) yang membawahi Pasya(gubernur). Gubernur mengepalai daerah tingkat I. dibawahnya terdapat beberapa orang Az-Zanaziq atau Al-Alawiyah (bupati).
Untuk mengatur urusan pemerintahan Negara, dimasa Sultan Sulaiman I disusun sebuah kitab Undang-undang (qanun), kitab itu diberi nama Multaqa Al-Abhur, yang menjadi pegangan hukum bagi Kerajaan Turki Usmani sampai datangnya reformasi pada abad ke-19.
Kemajuan dalam bidang kemiliteran dan pemerintahan ini membawa dinasti Turki Usmani mampu membawa Turki Usmani menjadi sebuah Negara yang cukup disegani pada masa kekayaannya.
2.     Bidang Ilmu Pengetahuan
Peradaban Turki Usmani merupakan perpaduan bermacam-macam peradaban, diantaranya peradaban Persia, Bizantium, dan Arab. Organisasi pemerintahan dan kemiliteran banyak mereka serap dari Bizantium. Sedangkan ajaran tentang prinsip-prinsip ekonomi, social, kemasyarakatan dan keilmuwan mereka terima dari orang-orang Turki Usmani yang dikenal sebagai bangsa yang senang dan mudah berasimilasi dengan bangsa asing dan terbuka untuk menerima kebudayaan dari luar.
Sebagai bangsa yang berdarah Militer, Turki Usmani lebih banyak memfokuskan kegiatan mereka dalam bidang kemiliteran, sementara dalam bidang ilmu pengetahuan mereka tampak tidak begitu menonjol. Karena itulah dalam khazanah intelektual Islam kita tidak menemukan ilmuwan yang terkemuka dari Turki Usmani.
3.     Bidang Kebudayaan
Dalam bidang kebudayaan Turki Usmani banyak muncul tokoh-tokoh penting seperti yang terlihat pada abad ke-16, 17, dan 18.
Antara lain abad ke-17, muncul penyair yang terkenal yaitu Nafi’ (1582-1636 M). Nafi’ bekerja untuk Murad Pasya dengan menghasilkan karya-karya sastra Kaside yang mendapat tempat di hati para Sultan. Dalam bidang sastra prosa Kerajaan Usmani melahirkan dua tokoh terkemuka, yaitu Katip Celebi dan Evliya Celebi. Yang terbesar dari semua penulis adalah Mustafa bin Abdullah, yang dikenal dengan Katip Celebi atau Haji Halife (1609-1657M). Ia menulis buku bergambar dalam karya terbesarnya Kasyf Az-Zunun fi Asmai Al-kutub wa Al-Fanun, sebuah prestasi biografi penulis-penulis penting di dunia timur bersama daftar dan deskripsi lebih dari 1.500 buku berbahasa Turki, Persia, Dan Arab, ia pun menulis buku-buku yang lain.
Pada masa Sultan Sulaiman, di kota-kota besar dan kota-kota lainnya banyak dibangun masjid, sekolah, rumah sakit, gedung, jembatan, saluran air, villa dan pemandian umum. Disebutkan bahwa 235 buah dari bangunan itu dibangun dibawag coordinator Sinan, seorang arsitek asal Anatolia.
Dalam hal pembangunan dan seni arsitek, Turki Usmani telah menghasilkan keidahan-keindahan yang tinggi nilainya, dan bercorak khusus sehingga membedakan dengan peradaban dan kebudayaan daulah Islam lainnya.
4.     Bidang Keagamaan
Kehidupan keagamaan Turki Usmani mengalami kemajuan, termasuk dalam hal ini adalah kehidupan Tarekat. Tarekat yang berkembang ialah tarekat Bektasyi, dan tarekat Maulawi. Kedua tarekat ini banyak dianut oleh kalangan sipil dan militer. Tarekat Bektasyi memiliki pengaruh yang sangat dominan di kalangan Yeniseri, sehingga mereka sering disebut tentara Bektasyi. Sementara tarekat Maulawi mendapat dukungan dari para penguasa dalam mengimbangi Yenisseri Bektasyi.
Para penguasa lebih cenderung untuk menegakkan satu faham (mazhab) keagamaan dan menekan mazhab lainnya.  Sultan memerintahkan kepada Syaikh Husein Al-Jisr Ath’Tharablusi menulis kitab Al-Husun Al-Hamidiyah (Benteng Pertahanan Abdul Hamid), yang mengusap tentang masalah ilmu kalam, untuk melestarikan aliran yang dainutnya. Akibat kelesuan di bidang ilmu keagamaan dan fanatic yang berlebihan maka ijtihad tidak berkembang.
Bagaimanapun, Kerajaan Turki Usmani banyak berjasa, terutama dalam perluasan wilayah kekuasaan Islam ke benua Eropa. Ekspansi kerajaan ini untuk pertama kalinya lebih banyak ditujukan ke Eropa Timur yang belum masuk dalam wilayah kekuasaan dan agama Islam. Akan tetapi, karena dalam bidang peradaban dan kebudayaan kecuali dalam hal yang bersifat fisik- perkembangannya jauh berada dibawah kemajuan politik, maka negeri-negeri yang sudah ditaklukan itu akhirnya melepaskan diri dari kekuasaan pusat, dan perjalanan dakwah belum berhasil dengan maksimal.
4.     Kemunduran Turki Usmani
Pertempuran ini terjadi di Selat Liponto (Yunani). Dalam pertempuran ini Turki Usmani mengalami kekalahan yang mengakibatkan Tunisia dapat direbut oleh musuh. Baru pada masa Sultan berikutnya, Sultan Murad III, pada tahun 1575 M Tunisia dapat direbut kembali.
Namun, karena kehidupan moral Sultan yang tidak baik menyebabkan timbulnya kekacauan dalam negeri. Apalagi ketika pemerintahan dipegang oleh para Sultan yang lemah seperti Sultan Muhammad III (1595-1603 M). dalam situasi yang kurang baik itu, Austria berhasil memukul Kerajaan Usmani.
Pada masa Sultan Ibrahim I (1603-1617 M) situasi semakin memburuk dengan naiknya Mustafa I (1617-1623 M). karena gejolak politik dalam negeri tidak dapat diatasinya, Syaikh Al-Islam, mengeluarkan fatwa agar ia turun dari tahta dan diganti oleh Usman II (1618-1622 M).
Pengganti Sultan Mustafa III adalah sultan abdul hamid (1774-1789 M) seorang Sultan yang lemah. Pada masa Sultan Hamid mengadakan perjanjian dengan Catherine II dari Rusia yang diberi nama Perjanjian Kinarja di Kutcuk Kinarja. Isi perjanjian itu antara lain : (1) kerajaan Usmani harus menyerahkan benteng-benteng yang berada di laut Hitam kepada Rusia dan member Izin kepada armada Rusia untuk melintasi selat yang menghubungkan Laut Hitam dengan Laut Putih, dan (2) Kerajaan Usmani mengikuti kemerdekaan Kirman (Crimea).
Dengan demikian, pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di kerajaan Usmani ketika ia sedang mengalami kemunduran, bukan hanya terjdi di daerah-daerah yang tidak beragama islam seperti di wilayah Eropa Timur, tetapi juga terjadi di daerah-daerah yang berpenduduk muslim.
Gerakan-gerakan sparatisme terus berlanjut hingga pada abad ke-19 dan ke-20. Ditambah dengan munculnya gerakan modernisasi politik di pusat pemerintahan, Kerajaan Usmani akhirnya berakhir dengan berdirinya Republik Turki pada tahun 1924 M, dan mengangkat Mustafa Kamal Ataturk sebagai presiden pertama di Republik Turki.
Menurut Dr. Badri Yatim, M.A bahwa factor-faktor yang menyebabkan kerajaan Turki Usmani Mengalami Kemunduran adalah sebagai berikut :
1.     Wilayah kekuasaan yang sangat luas
2.     Heteroginitas penduduk
3.     Kelemahan para penguasa
4.     Budaya korupsi
5.     Pemberontakan tentara  Yenisseri
6.     Merosotnya perekonomian
7.     Terjadinya stagnasi dalam lapangan ilmu dan teknologi
B.    Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Safawiyah
1.     Asal-usul Dinasti Safawiyah
Dinasti Safawiyah di Persia berkuasa antara tahun 1502-1722 M. Dinasti ini merupakan kerajaan islam di Persia yang cukup besar. Awal nya kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbijan. Tarekat ini diberi nama tarekat Safawiyah, yang diambil dari nama pendirinya, yaitu Shafi Ad-Din (1251-1334 M), dan nama Safawi itu harus dipertahankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik.[2]
Shafi Ad-Din berasal dari keturunan orang yang berada dan memilih sufi sebagai jalan hidupnya. Shafi Ad-Din merupakan keturunan dari Imam Syiah yang keenam, Musa Al-Kazhim. Gurunya bernama Syaikh Tajuddin Ibrahim Zahidi (1216-1301 M) yang dikenal dengan julukan Zahid Al-Gilani. Shafi Ad-Din mendirikan tarekat ini sangat teguh memegang ajaran agama. Pada mulanya gerakan Tasawuf Safawiyah bertujuan memerangi orang-orang ingkar, kemudian memerangi golongan yang mereka sebut “ahli-ahli bid’ah”.
Suatu ajaran agama yang dipegang secara fanatic biasanya kerapkali menimbulkan keinginan di kalangan ajaran itu untuk berkuasa. Oleh karena itu, lama kelamaan murid-murid tarekat safawiyah berubah menjadi tentara yang teratur, fanatik dalam kepercayaan dan menentang setiap orang yang bermadzhab selain Syi’ah.
Kecenderungan memasuki dunia politik secara konkret tampak pada masa kepemimpinan Junaid (1447-1460 M). Dinasti Safawiyah memperluas gerakannya dengan menambahkan kegiatan politik pada kegiatan keagamaan. Perluasan kegiatan ini menimbulkan konflik antara Junaid dengan penguasa Kara Koyunlu (domba hitam), salah satu suku bangsa Turki yang berkuasa diwilayah itu. Dalam konflik itu Junaid kalah dan diasingkan ke suatu tempat.
Selama dalam pengasingannya, Junaid tidak tinggal diam, ia justru dapat menghimpun kekuatan untuk kemudian beraliansi secara politik dengan Uzun Hasan. Ia juga berhasil mempersunting salah seorang saudara perempuan Uzun Hasan.
Anak Junaid yaitu Haidar ketika ia masih kecil dalam asuhan Uzun Hasan. Oleh karena itu, kepemimpinan gerakan Safawi baru dapat diserahkan kepadanya secara resmi pada tahun 1470 M. Hubungan Haidar dengan Uzun Hasan semakin erat setelah Haidar mengawini salah serang putrid Uzun Hasan. Dari perkawinan ini lahirlah Ismail yang kemudian hari menjadi pendiri Kerajaan Safawi di Persia.
Kemenangan Ak Koyunlu tahun 1476 M terhadap Kara Koyunlu membuat gerakan militer Safawi yang dipimpin oleh Haidar dipandang sebagai rival politik oleh Ak Koyunlu dalam meraih kekuasaan selanjutnya. Padahal Safawi adalah sekutu Ak Koyunlu. Ak Koyunlu berusaha melenyapkan kekuasaan Dinasti Safawi. Pasukan Haidar mengalami kekalahan dalam suatu peperangan di wilayah Sircassia, dan Haidar sendiri terbunuh.
Kepemimpinan gerakan Safawi selanjutnya berada di tangan Ismail, yang saat itu berusia tujuh tahun. Selama lima tahun Ismail bersama pasukan Gilan.Dibawah pimpinan Ismail, pada tahun 1501 M, pasukan Qizilbas menyerang dan mengalahkan Ak Koyunlu di Sharus, dekat Nakhchivan. Pasukan ini terus berusaha memasuki dan menaklukkan Tabriz, ibu kota Ak Koyunlu, dan berhasil merebut dan mendudukinya.
Masa kekuasaan Abbas I merupakan puncak kejayaan Kerajaan Safawi. Secara politik ia mampu mengatasi berbagai kemelut di dalam negeri yang mengganggu stabilitas Negara dan berhasil merebut kembali wilayah-wilayah yang pernah direbut oleh kerajaan lain pada masa raja-raja sebelumnya.
Usaha-usaha yang dilakukan Abbas I berhasil membuat kerajaan Safawi menjadi kuat. Setelah itu Abbas I mulai memusatkan perhatiannya kel uar dengan berusaha merebut kembali wilayah-wilayah kekuasaan yang hilang. Pada tahun 1598 M ia menyerang dan menaklukkan Heart. Dari sana ia melanjutkan serangan merebut Marw dan Balk. Setelah kekuatan terbina dengan baik, ia juga berusaha mendapatkan kembali wilayah kekuasaan di Turki Usmani.
Selama periode Safawiyah di Persia ini (1502-1722 M) persaingan untuk mendapatkan kekuasaan antara Turki dan Persia menjadi kenyataan. Namun demikian, Ismail menjumpai saingan kepala batu yaitu Sultan Salim I dari turki. Peperangan ini , seperti para sejarawan menduga, bias berasal dari kebencian Salim dan pengejaran terhadap seluruh umat muslim di Syi’ah di daerah kekuasaannya. Fanatisme Sultan Salim memaksa untuk membunuh 40.000 orang yang  didakwa telah mengingkari ajaran-ajaran Sunni.
Sekalipun demikian pemberontakan terus-menerus yang terjadi di Negara besar Nadhir memaksanya untuk mengakui Sultan Usmani sebagai seorang Khalifah. Pada tahun 1747 M, Nadhir dibunuh dan digantikan oleh kemenakannya, Ali Kuli. Di masa pemerintahannya Negara besar Persia mulai mundur dan dengan demikian orang-orang Turki Usmani menikmati masa perdamaian di dunia Timur seperti halnya di Eropa.
2.     Kemajuan Peradan Dinasti Safawiyah
Sebagai salah satu dari tiga kerajaan besar, Dinasti Safawiyah mencapai puncak kemajuan yang cukup berarti, tidak hanya terbatas dalam bidang politik tetapi kemajuan dalam berbagai bidang. Beberapa kemajuan tersebut antara lain :
1.     Bidang ilmu pengetahuam
Beberapa tokoh ilmuwan yang terkenal antara lain : Bahauddin Syaerazi seorang generalis ilmu pengetahuan, Muhammad Baqir bin Muhammad Damad seorang filsuf ahli sejarah, teolog, dan seorang yang pernah mengadakan observasi mengenai kehidupan lebah. Dalam bidang ilmu pengetahuan dan sains, Safawiyah lebih maju dari kerajaan lainnya pada masa yang sama.
2.     Bidang ekonomi
Keberadaan stabilitas politik kerajaan Safawi pada masa Abbas I ternyata telah memacu perkembangan perekonomian. Dengan dikuasinya Bandar ini maka salah satu jalur dagang laut antara Timur dan Barat yang bisa di perebutkan oleh belanda, inggris, dan perancis sepenuhnya menjadi milik kerajaan safawi.
Disamping bidang perdagangan, kerajaan safawi juga mengalami kemajuan dalam sector pertanian terutama di daerah Sabit Subur (Fortile Crescent).
3.     Bidang Arsitektur
Di kota Isfahan ini berdiri bangunan-bangunan besar dengan arsitektur bernilai tinggi dan indah seperti masjid, rumah sakit, sekolah, jembatan raksasa di atas Zende Rud, dan istana Chihil Sutun. Disebutkan dalam kota Isfahan terdapat 162 masjid, 48 akademi, 1802 penginapan, dan 273 pemandian umum.
4.     Bidang kesenian
Kerajaan Safawi mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam bidang seni, antara lain dalam bidang kerajinan tangan, keramik, karpet, permadani, pakaian dan tenunan, mode, tembikar, dan benda seni lainnya. Seni lukis mulai dirintis sejak zaman Tahmasp I. Raja Ismail I pada tahun 1522 M membawa seorang pelukis Timur bernama Bizhad Ke Tabriz.
5.     Bidang Tarekat
Bahkan gerakan tarekat ini pada masa ini tidak hanya berpikir dalam bidang keagamaan, tetapi juga dalam bidang politik dan pemerintahan. Kemajuan yang pernah dicapai membuat kerajaan ini menjadi salah satu dari tiga kerajaan besar dikalangan umat Islam pada masa itu yang disegani oleh kekuatan Negara lain, terutama dalam bidang politik dan militer.
3.     Keruntuhan Dinasti Safawiyah

Penyebab keruntuhan kerajaan Safawi dapat kita tinjau dari dua faktor sebagai berikut[3]:
a.    Faktor internal

Parah Shah sesudah Shah Abbas I kurang memiliki bakat dan kecakapan untuk memimpin negara, mereka lebih suka hidup beroya-foya dari pada memikirkan negara dan masa depan kerajaannya, banyak wanita cantik dari Georgia yang dijadikan herem-herem istana untuk memuaskan nafsu oleh Shah Sulaiman, lebih mengutamakan ulama syi’ah yang memaksakan pendapat kepada aliran sunni sehingga membangkitkan kemarahan golongan sunni Afganistan yang akhirnya mereka berontak dan menentang. Kemudian bertambah parah lagi setelah pasukan Qizil-bash menekan para penguasa karena mereka digusur atau dikurangi perannya di istana oleh Abbas I, sementara pasukan Ghulam kurang militan.
Di samping itu hampir seluruh penguasa kerajaan Safawi tidak menyiapkan kader calon penggantinya secara baik sehigga keturunan kerajaan hanya mengandalkan haknya sebagai pewaris kerajaan tanpa berusaha secara maksimal untuk melatih kemilterannya dan mencari pengalaman menjadi pemimpin di luar istana.
B.    Faktor eksternal
Timbulnya kekecewaan golongan sunni akibat dari perlaukan Shah Husain yang lebih mengutamakan ulama syiah yang sering memaksakan pendapat para golongan sunni, maka pada tahun 1709 M, pasukan Afganistan dengan pimpinan Mir Vyas mengadakan pemberontakan dan berhasil menguasai Kandahar. Bagian lain suku Abdali Afganistan juga memberontak di Herat dan mengepung Mashad. Mir Vays diganti putranya Mir Mahmud dan ia berhasil memperkuat pendukungnya serta mempersatukan pasukan dengan pasukan Ardatil, lalu ia berusaha memperkuat wilayah kekuatannya dan merebut negeri-negeri Afganistan dari kekuasaan Safawi lalu berusaha menguasai Persia. Akhirnya Shah Husein terpaksa mengakui kekuasaan Mahmud dan kepadanya diberikan kekuasaan di Kandahar sebagai gubernur dengan gelar Husein Quli Khan (budak Husein). Pada tahun 1722 M daerah Kirmani diduduki dan Mahmud mengepung kota Istahan selama enam bulan lalu memaksa Husain menyerah tanpa syarat akhirnya pada tanggal 1 Muharam 1135 H / 12 Oktober 1722 M Shah Husein menyerah dan Mahmud berhasil memasuki kota Istahan pada tanggal 25 Oktober 1722 M.
Dengan meyerahnya Shah Husain kepada Mahmud, Sahh Tahmasp II putra Shah Husain dengan dukungan kekuatan pasukan suku Qajar memproklamasikan dirinya sebagai raja yang berkekuasaan penuh atas Persia dan bertempat tinggal sementara di kota Astarabad Persia timur laut tetapi pada tahun 1729 M muncul kekuatan baru. Nadir Quli dari suku Afshan yang tidak menginginkan wilayah Persia di bawah kerajaan orang-orang Afghan, Turki atau bangsa-bangsa lain sehingga Mahmud yang telah digantikan oleh Amir Ashraf saudaranya yang sedang menduduki kota Isfahan digempur oleh Nadir dan berhasil menduduki kota Istahan dan mempersilahkan Tahmasp II tetap menduduki tahta kerajaan, namun urusan keamanan dan ketatanegaraan untuk sementara masih berada di tangan Nadir Quli.Pada bulan Agustus 1732 M Shah Tahmasp II dipecat oleh Nadir Quli, kemudian anak Tahsamp I bernama Abbas III menggantikannya sebagai Shah (raja) tetapi tanggal 24 Syawal 1184 H / 8 Maret 1736 Nadir Quli secara resmi dinobatkan sebagai Shah Iran, dengan demikian berakhir Dinansti Safaiyah.
3.Peradaban Islam Pada Masa Mongol
1.     Asal-usul Bangsa Mongol
Bangsa Mongol berasal dari daerah Pegunungan Mongolia yang membentang dari Asia Tengah samapi ke Siberia utara, Tibet Selatan, dan Manchuria Barat, serta Turkistan Timur. Nenek moyang mereka bernama Alanja Khan, yang mempunyai dua suku bangsa besar, yakni Mongol dan Tartar. Mongol mempunyai anak bernama Ilkhan, yang melahirkan keturunan pemimpin bangsa Mongol dikemudian hari.[4]
Agama bangsa Mongol semula adalah Syamanisme, yang meskipun mereka mengakui adanya yang Maha Kuasa, tetapi mereka tidak beribadah kepada-Nya, melainkan menyembah kepada arwah, terutama roh jahat yang karena mampu mendatangkan bencana, mereka jinakkan dengan sajian-sajian, disamping itu mereka sangat memuliakan arwah nenek moyang yang dianggap masih berkuasa mengatur hidup keturunannya.
Pemimpin atau Khan bangsa Mongol yang pertama diketahui dalam sejarah adalah Yesugey (w.1175). Ia adalah Ayah Jenghiz (Chinggiz atau Chingis). Jengjiz aslinya bernama Temujin, seorang pandai besi yang mencuat namanya karena perselisihan yang dimenangkannya melawan Ong Khan atau Togril, seorang kepala suku Kereyt. Jenghiz sebenarnya adalah gelar bagi Temujin yang diberikan kepadanya oleh siding kepala-kepala suku Mongol yang mengangkatnya sebagai pemimpin tertinggi bangsa itu pada tahun 1206, atau juga disebut Jenghiz Khan, ketika ia berumur 44 tahun.
Jenghiz Khan dan bangsa yang dipimpinnya meluaskan wilayah ke Tibet,dan cina, tahun 1213 M, serta dapat menaklukkan Beijing tahun 1215 M. ia menundukkan Turkistan tahun 1218 M yang berbatasan wilayah islam, yakni Khawarizm Syah. Peristiwa tersebut menyebabkan Mongol menyerbu wilayah Islam, dan dapat menaklukkan Transoxania yang merupakan wilayah Khawarizm, tahun 1219-1220, padahal sebelumnya mereka itu justru hidup berdampingan secara damai satu sama lain.
Sultan Alauddin tewas dalam pertempuran di Mazindara. Ia digantikan oleh putranya, Jalauddin yang kemudian melarikan diri ke India karena terdesak dalam pertempuran di dekat Attock tahun 1224 M. Dari sana pasukan Mongol terus ke Azerbaijan. Di setiap daerah yang dilaluinya, pembunuh besaran terjadi. Bangunan-bangunan indah dihancurkan sehingga tidak terbentuk lagi, demikian juga isi bangunan yang sangat bernilai sejarah. Sekolah-sekolah, masjid-masjid dan gedung-gedung lainnya dibakar.
Pada saat kondisi fisiknya mulai melemah, Jenghiz Khan membagi wilayah Kekuasaannya menjadi empat bagian kepada empat orang putranya, yaitu Juchi, Chang Tai, Ogotai, dan Toluy.
Pertama, Juchi, anaknya yang sulung mendapatkan wilayah Siberia bagian Barat dan stapa Qipchaq yang membentang hingga ke Rusia Selatan, di dalamnya terdapat Khawarizm. Namun, ia meninggal sebelum wafat ayahnya, Jenghiz, dan wilayah warisannya itu diberikan kepada anak Juchi yang bernama Batu dan Orda. Batu mendirikam Horde (kelompok) biru di Rusia Selatan sebagai pilar dasar berkembangnya Horde keemasan (Golden Horde). Sedangkan Orda mendirikan Horde putih di Siberia Barat. Kedua kelompok itu bergabung pada abad keempat belas yang kemudian muncul sebagai kekhanan (kepemimpinan) yang berbagai macam ragamnya di Rusia, Siberia, dan Turkistan, termasuk di Crimea, Astrakahan, Qazan, Qosimov, Tiumen, Bukhara dan Khiva.
Kedua, Chagatay mendapat wilayah yang membentang ke Timur, sejak dari Transoxania hingga Turkistan Cina. Cabang-barat dari keturunan Chagatay yang bermukim di Transoxania segera masuk kedalam lingkungan pengaruh islam, namun akhirnya dikalahkan oleh kekuasaan timur Lenk. Sedangkan cabang-timur dari keturunan Chagatay berkembang di Semirechye, Illi, T’ien Syan di Tarim. Mereka lebih tahan terhadap pengaruh islam, tetapi akhirnya mereka ikut membantu menyebarkan islam di wilayah Turkinistan cina dan bertahan di sana hingga abad ketujuh belas.
Ketiga, Ogotay, adalah putra Jenghiz Khan yang terpilih oleh Dewan pemimpin Mongol untuk menggantikan ayahnya sebagai Khan Agung yang mempunyai wilayah di Pamirs dan T’ien Syan. Akan tetapi, dua generasi Kekhanan tetinggi jatuh ke tangan keturunan Toluy. Walaupun demikian cucu Ogedey yang bernama Qaydu dapat mempertahankan wilayah di pamirs dan T’ien Syan, mereka berperang melawan anak keturunan Chagatay dan Qubilay Khan, hingga ia meninggal dunia tahun 1301.
Keempat, Tuluy si bungsu mendapat bagian wilayah Mongolia sendiri. Anak-anaknya, yakni Mongke dan Qubailay menggantikan Ogedey sebagai Khan Agung. Mongke bertahan di Mongolia yang beribukota di Qaraqarum. Sedangkan Qubailay Khan menaklukkan Cina dan Berkuasa di sana yang dikenal sebagai Yuan dinasti yang memerintah hingga abad keempat belas, yang kemudian digantikan dengan Dinasti Ming. Mereka memeluk agama Budha yang berpusat di Beijing, dan mereka akhirnya bertikai melawan saudara-saudaranya dari Khan-khan Mongol yang beragama Islam di Asia barat dan Rusia. Adalah Hulagu Khan, saudara Mongke Khan dan Qubilay Khan, yang menyerang wilayah-wilayah Islam samapi ke Baghdad.

2.      Kemajuan Dinasti Mughol
Masa kemajuan Dinasti Mughol dimulai pada pemerintahan Akbar  (1556-1506 M), Akbar adalah penguasa diktator. Ia juga menerapkan politik sulakhul (toleransi universal). Dengan politik ini semua rakyat India di pandang sama. Kemajuan yang dicapai Akbar dapat dipertahankan oleh Jehangir (1605-1628 M), Syah Jehan (1628-1658 M), dan Aurangzeb (1658-1707 M). Setelah itu, kemajuaan kerajaan Mughal tidak dapat dipertahankan oleh raja-raja berikutnya.
Dengan demikian, kemajuaan yang di capai oleh kerajaan Mughol adalah :  
1.      Bidang Politik dan Administrasi Pemerintahan
·       Perluasan wilayah. Ia berhasil menguasai Chundar, Ghond, Chitor, Ranthabar, Kalinjar,      Gujarat, Surat, Bihar, Bengal, Kashmir, Orissa, Deccan, Gawilgarh, Narhala, Ahmadnagar, dan Asirgah. dan konsolidasi kekuatan. Usaha ini berlangsung hingga masa pemerintahan Aurangzeb.
·       Menjalankan roda pemerintahan secara, pemerintahan militeristik.
·       Akbar menerapkan politik toleransi universal (sulakhul). Dengan politik ini, semua rakyat India dipandang sama. Mereka tidak dibedakan karena perbedaan etnis dan agama. Politik ini dinilai sebagai model toleransi yang pernah dipraktekkan oleh penguasa Islam.
 2.     Bidang Ekonomi
·       Terbentuknya sistem pemberian pinjaman bagi usaha pertanian.
·       Adanya sistem pemerintahan lokal yang digunakan untuk mengumpulkan hasil  pertania
·       dan melindungi petani.
·       Menghapuskan pajak, menurunkan bahan pangan dan memberantas korupsi.
·       Perdagangan dan pengolahan industri pertanian. Seperti, mengekspor katun dan busa sutera India, bahan baku sutera, sendawa, nila dan rempah dan mengimpor perak dan jenis logam lainnya dalam jumlah yang besar.
 3.      Bidang Agama        
·       Pada masa Akbar, perkembangan agama Islam di Kerajaan Mughal mencapai suatu fase yang menarik, di mana pada masa itu Akbar memproklamasikan sebuah cara baru dalam beragama, yaitu konsep Din-i-Ilahi
·       Perbedaan kasta di India membawa keuntungan terhadap pengembangan Islam, seperti pada daerah Benggal, Islam langsung disambut dengan tangan terbuka oleh penduduk terutama dari kasta rendah yang merasa disia-siakan dan dikutuk oleh golongan Arya Hindu yang angkuh.
·       Berkembangnya aliran keagamaan Islam di India. Sebelum dinasti Mughal, muslim India adalah penganut Sunni fanatik. Tetapi penguasa Mughal memberi tempat bagi Syi’ah untuk mengembangkan pengaruhnya.
·       Pada masa ini juga dibentuk sejumlah badan keagamaan berdasarkan persekutuan terhadap mazhab hukum, tariqat Sufi, persekutuan terhadap ajaran Syaikh, ulama, dan wali individual. Mereka terdiri dari warga Sunni dan Syi’i.
 4.      Bidang Seni dan Budaya                               
·       Munculnya beberapa karya sastra tinggi seperti Padmavat yang mengandung pesan kebajikan manusia gubahan Muhammad Jayazi, seorang penyair istana. Abu Fadhl menulis Akbar Nameh dan Aini Akbari yang berisi sejarah Mughal dan pemimpinnya.
·       Kerajaan Mughal termasuk sukses dalam bidang arsitektur. Taj mahal di Agra merupakan puncak karya arsitektur pada masanya, diikuti oleh Istana Fatpur Sikri peninggalan Akbar dan Mesjid Raya Delhi di Lahore. Di kota Delhi Lama (Old Delhi), lokasi bekas pusat Kerajaan Mughal, terdapat menara Qutub Minar (1199), Masjid Jami Quwwatul Islam (1197), makam Iltutmish (1235), benteng Alai Darwaza (1305), Masjid Khirki (1375), makam Nashirudin Humayun, raja Mughal ke-2 (1530-1555). Di kota Hyderabad, terdapat empat menara benteng Char Minar (1591). Di kota Jaunpur, berdiri tegak Masjid Jami Atala (1405).
·       Taman-taman kreasi Moghul menonjolkan gaya campuran yang harmonis antara Asia Tengah, Persia, Timur Tengah, dan lokal.


 C.     Kemunduran Kerajaan Mughal     
Pada pemerintahan Abad XVIII, Kerajaan India mulai memasuki zaman kemunduran karena perebutan kekuasaan selalu terjadi diantara putra-putra raja sehingga daulah ini tidak dapat mempertahankan kebesaran yang pernah dirintis oleh nenek moyangnya. Dalam kondisi ini golongan Hindu ingin melepaskan diri dari kekuasaan Mughal, seperti Sikh disebelah utara Delhi, golongan Maratha di daerah Gujarat pada tahun 1732 M, dan bangsa Inggris. Setelah satu setengah abad dinasti Mughal berada di puncak kejayaannya, para pelanjutnya Aurangzeb tidak sanggup mempertahankan kebesaran yang telah dibina oleh sultan-sultan sebelumnya. Pada abad ke-18 M kerajaan ini memasuki masa-masa kemunduran. Pada masa kepemimpinan raja Bahadur Syah tahun 1858 kerajaan ini mulai mengalami kemerosotan. Kekuasaan politiknya mulai merosot, suksesi kepemimpinan di tingkat pusat menjadi ajang perebutan, gerakan separatis Hindu di India Tengah, Sikh di belahan utara dan islam di bagian timur semakin lama semakin mengancam.[5]
         Ada beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan dinasti Mughal itu mundur pada satu setengah abad terakhir dan membawa kepada kehancurannya pada tahun 1858, yaitu:
 1.     Semua pewaris tahta kerajaan adalah orang-orang lemah dalam kepemimpinan.
 2.      Terjadinya `stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer baik untuk angkatan  darat maupun angkatan laut.
 3.      Adanya kemerosotan moral dan kehiupan yang mewah di kalangan elit politik.
 4.      Kepemimpinan Aurangzeb yang terlalu kasar sehingga konflik antar agama sangat sukar di atasi oleh raja-raja sesudahnya.
 5.      Semua pewaris tahta kerajaan pada masa akhirnya adalah orang yang lemah pada bidang kepemipinan.






BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Zaman ketiga kerajaan berlangsung selama 625 tahun (1299-1924).Tiga kerajaan besar  yang dimaksud itu adalah Usmani di Turki, Safawi di Persia dan Mughal di India. Ketiga kerajaan besar tersebut mempunyai karajaan masing-masing, masa kepemerintahannya berlansung silih berganti, system kepemimpinannya berbeda-beda, kemajuan ketiga karajaan tersebut terlihat dari segi politik  ilmu pengetahuan atau agama serta seni dan budaya.
            Puncak kemajuan yang dicapai oleh Kerajaan  Usmani terjadi pada masa pemerintahan Sultan Sulaiman Al-Qanuni (1520-1566 M), puncak kemajuan  Kerajaan Safawi pada masa pamerintahan Abbas I (1588-1628 M), dan puncak kemajuan Kerajaan Maghal pada masa Karajaan Sultan Akbar (1542-1605 M). Setelah masa tiga orang raja basar di tiga kerajaan tersebut, kerajaan-kerajaan itu mulai mengalami kemunduran. Proses kemunduran itu berlangsung dalam kecepatan yang berbeda-beda. Kemunduran itu terjadi sekitar 250 tahun ( 1250 – 1500 ).
Kemajuan tiga kerajaan itu tidak bertahan lama karena adanya kerusakan internal dan serangan dari luar akhirnya, satu demi satu berjatuhan digantikan kekuatan lain : Kerajaan Usmani digantikan oleh republic Turki (1924), Safawi di Persia digantikan oleh Dinasti Qaja (1925), dan Kerajaan Mughal digantikan oleh penjajah Inggris (1875- 1947). Akhirnya, usaha ketiga kerajaan besar ini untuk memajukan ummat islam “ tidak berhasil “ dan ummat islam mengalami fase kemunduran kedua. Akhirnya, India mulai tahun 1857 dijajah oleh Inggris sampai tahun 1947, dan Mesir dikuasai oleh Napolian dari Prancis tahun 1798.
B. SARAN
Setiap peradaban  pasti dinilai dari sisi keilmuan yang diwariskannya, walaupun dunia islam tidak pernah  sama sekali meninggalkan urusan dunia, masa kejayaan intelektual dan pencapaain budaya terjadi dalam tiga kerajaan besar tersebut supaya menjadi suatu literature  umat muslim di berbagai Negara.








DAFTAR PUSTAKA
Drs. Samsul Munir Amir, M.A. Sejarah Peradaban Islam,( Amzah), Jakarta, April 2016
Dr.Badri Yatim, M.A,Sejarah Peradaban Islam (Dirasah Islamyah II), (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2007)






[1] Drs. Samsul Munir Amin, M.A , Sejarah Peradaban Islam , ( Amzah: 2016), hlm. 194-205
[2] Drs. Samsul Munir Amin, M.A , Sejarah Peradaban Islam , ( Amzah: 2016), hlm.187-191
[3] http://santriuniversitas.blogspot.co.id/2010/11/kemunduran-dan-kehancuran-kerajaan.html
[4] Drs. Samsul Munir Amin, M.A , Sejarah Peradaban Islam , ( Amzah: 2016), hlm.212
[5] Dr.Badri Yatim, M.A,Sejarah Peradaban Islam (Dirasah Islamyah II), (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2007).163

Tidak ada komentar:

Posting Komentar