“Sejarah
Islam pada Masa tiga kerajaan Besar”
KELAS A
Nastain
(2014116065)
Hardiana
riska (2014116066)
Ivanda
singgih (2014116067)
PRODI HUKUM EKONOMI
SYARIAH
JURUSAN SYARIAH DAN
EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirahim
Assalamualaikum
Wr.Wb.
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta hidayah kepada kita semua, sehingga berkat karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Sejarah Islam pada Masa
Tiga kerajaan Besar”.
Penulisan makalah ini merupakan
salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Sejarah
Peradaban Islam, untuk mencapai nilai yang memenuhi syarat perkuliahan mata
kuliah Sejarah Peradaban Islam.
Pada kesempatan ini kelompok kami mengucapkan banyak
terimakasih yang tak terhingga atas bimbingan dosen dan semua pihak sehingga
makalah ini dapat kami selesaikan dengan baik.
Apabila ada kekurangan dalam makalah ini kami mohon maaf
sebesar-besarnya.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Pekalongan
, 26 Maret 2017
Kelompok
7
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Islam pada zaman tiga kerajaan
merupakan islam periode pertengahan, fase tiga kerajaan ini berlangsung selama
625 tahun ( 1299-1924). Tiga kerajaan yang dimaksud adalah Keajaan Usmani di
Turki ( 1290- 1924), Kerajaan Safawi di Persia (1501- 1736), dan Kerajaan
Mughal di India (1526- 1858).
Setelah Dinasti Abbassiyah di Bagdad
runtuh akibat serangan tentara Mongol, kekuatan politik Islam mengalami
kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaannya tercabik-cabik dalam beberapa
kerajaan kecil yang satu sama lain bahkan saling memerangi. Beberapa
peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan
bangsa Mongol yang terus berekpansi terhadap kekuasaan Islam.[1]
Keadaan politik ummat islam secara
keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya
tiga kerajan besar tersebut. Akan tetapi, kemajuan tiga kerajaan itu tidak
bertahan lama karena adanya kerusakan internal dan serangan dari luar akhirnya,
satu demi satu berjatuhan digantikan kekuatan lain : Kerajaan Usmani digantikan
oleh republic Turki (1924), Safawi di Persia digantikan oleh Dinasti Qajar
(1925), dan Kerajaan Mughal digantikan oleh penjajah Inggris (1875- 1947).
Akhirnya, usaha ketiga kerajaan besar ini untuk memajukan ummat islam “ tidak
berhasil “ dan ummat islam mengalami fase kemunduran kedua. Akhirnya, India
mulai tahun 1857 dijajah oleh Inggris sampai tahun 1947, dan Mesir dikuasai oleh
Napolian dari Prancis tahun 1798.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas penulis akan merumuskan dasar masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana sejarah peradaban Islam
pada masa Dinasti Usmani, Safawiyah, Mughal.
2. Bagaimana penaklukan Konstantinopel
pada masa Dinasti Usmani
3. Bagaimana Peradaban Islam pada masa
Dinasti Usmani di Turki
4. Bagaimana asal-usul Dinasti
Safawiyah
5. Bagaimana fase kemajuan yang dialami
oleh Dinasti safawiyah, mughal
6. Bagaimana fase keruntuhan yang di
alami oleh Dinasti Usmani, safawiyah,
dan Mughal.
C. TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah
ini adalah:
1.
Untuk mengetahui proses kepemimpinan pada masa kerajaan Usmaniah, Safawiyah,
dan Mughal.
2.
Untuk mengetahui apakah pada masa itu mempunyai hasil dalam memimpin ummat
islam baik pada masa kerajaan Usmaniah, Safawiyah maupun kerajaan Mughal.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Peradaban Islam pada masa Dinasti
Usmani di Turki
1. Sejarah
berdirinya kerajaan usmani
Pendiri
kerajaan ini adalah bangsa Turki dari Kabilah Oghus yang mendiami daerah Mongol
dan daerah utara negeri Cina. Dalam jangka waktu kira-kira tiga abad, mereka
pindah ke Turkinistan kemudian Persia dan Irak. Mereka masuk islam sekitar abad
kesembilan atau kesepuluh, ketika mereka menetap di Asia Tengah.[1]
Dibawah
pimpinan Ertoghul, mereka mengabdi diri kepada Sultan Alauddin II, sultan
saljuk yang kebetulan sedang berperang melawan Bizantium. Berkat bantuan
mereka, Sultan Alauddin mendapat kemenangan. Atas jasa baik itu, Alauddin
menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil yang berbarasan dengan Bizantium.
Sejak itu mereka terus membina wilayah barunya dan memilih kota Syuhud sebagai
ibu kota.
Pada
masa pemerintahan Orkhan (1326-1359 M) Turki Usmani dapat menaklukkan Azumia
(1327), Tasasyani (1330 M), Uskandar (1328 M), Ankara (1325 M), Gallipoli (1356
M). daerah ini adalah bagian bumi Eropa yang pertama kali diduduki Kerajaan
Usmani.
Ketika
Murad I berkuasa (1359-1389 M) selain menetapkan keamanan dalam negeri, ia
melakukan perluasan daerah ke benua Eropa. Ia dapat menaklukkan Adrionopel,
Macedonia, Sopia, Salonia dan seluruh wilayah bagian utara Yunani. Merasa cemas
terhadap kemajuan ekspansi kerajaan ini ke Eropa, Paus mengorbankan semangat
perang. Pasukan ini dipimpin oleh Sijisman, raja Honggaria. Namun Sultan
Bayazid I (1389-1403 M) pengganti Murad I dapat menghancurkan pasukan sekutu
Kristen Eropa tersebut. Peristiwa ini merupakan catatan sejarah yang sangat gemilang bagi umat Islam.
Turki Usmani mencapai gemilangannya pada saat
kerajaan ini dapat menakklukkan pusat peradaban dan pusat agama Nasrani di
Bizantium, yaitu Konstantinopel. Sultan Muhammad II yang dikenal dengan Sultan
Muhammad Al-Fatih (1451-1484 M) dapat mengalahkan Bizantium dan menaklukkan
Konstantinopel pada tahun 1453 M.
Dengan
terbukanya kota Konstantinopel sebagai benteng pertahanan terkuat Kerajaan
Bizantium, lebih memudahkan arus ekspansi Turki Usmani ke benua Eropa. Dan
wilayah Eropa bagian timur semakin terancam oleh Turki Usmani karena ekspansi
Turki Usmani juga dilakukan ke wilayah ini, bahkan sampai ke pintu gerbang kota
Wina, Austria.
Kerajaan
Turki Usmani yang memerintah hamper tujuh abad lamanya (1299-1924 M),
diperintah oleh 38 Sultan.
Kejayaan
Turki Usmani dialami pada abad ke-16, ketika dinasti Turki Usmani mencapai kejayaannya
sehingga daerah kekuasaannya itu membentang dari Selat Persia di Asia sampai ke
Aljazair di Afrika Barat. Penduduk Dinasti Turki Usmani terdiri dari bangsa
Eropa yang berasal dari Hongaria dan bahkan yang beragama Nasrani dan mereka
ini pula yang melanjutkan pengaruh Barat menjangkit kepada minoritas Turki yang
ada di tempat itu.
Kemajuan
dan perkembangan ekspansi kerajaan Turki Usmani yang demikian luas dan
berlangsung dengan cepat itu diikuti pula oleh kemajuan dalam berbagai bidang
kehidupan, termasuk dalam aspek peradabannya.
2. Penaklukan
Konstantinopel
Konstantinopel
adalah ibu kota Bazintium dan merupakan pusat agama Kristen. Ibu kota Bizantium
itu akhirnya dapat ditaklukkan oleh pasukan Islam dibawah Turki Usmani pada
masa pemerintahan Sultan Muhammad II yang bergelar Al-Fatih, artinya sang
penakluk telah berkali-kali pasukan kaum muslimin sejak masa Dinasti Umayyah
berusaha menaklukkan Konstantinopel, tetapi selalu gagal karena kokohnya
benteng-benteng di kota tua itu. Baru pada tahun 1453 kota itu dapat
ditundukkan.
Sultan
mempersiapkan penaklukkan terhadap kota Konstantinopel dengan penuh keseriusan.
Dipelajari penyebab kegagalan dalam penaklukan-penaklukan sebelumnya. Sultan
tidak mau lagi kalah sebagai mana para pendahulunya. Ia terlebih dahulu
membereskan wilayah-wilayah yang membangkang di Asia Kecil.
Konstantinopel
akhirnya dapat dikepung dari segala segi penjuru oleh pasukan Sultan Muhammad
II yang berjumlah kira-kira 250.000 dibawah pimpinan Sultan sendiri. Kaisar
Bizantium meminta bantuan kepada Paus di Roma san raja-raja Kristen di Eropa,
tetapi tanpa hasil, bahkan ia dicemooh oleh rakyatnya sendiri karena
merendahkan martabatnya. Raja-raja Eropa juga tidak ingin membantunya karena
mereka masih dalam perselisihan yang belum terselesaikan.
Dalam
pertempuran itu Kaisar mati terbunuh, dan Konstantinopel jatuh ketangan Usmani.
Sultan Muhammad II memasuki kota kemudian mengganti nama Konstantinopel menjadi
Istambul, dan menjadikan sebagai ibukota. Sultan mengubah gereja Aya Sophia
menjadi Masjid, dan disamping itu ia membangun masjid dengan nama Masjid
Muhammad sebagai peringatan bagi keberhasilannya dalam menundukkan kota itu.
Dengan
jatuhnya Konstantinopel, pengaruhnya sangat besar bagi Turki Usmani.
Konstantinopel adalah kota pusat Kerajaan Bizantium yang menyiapkan banyak ilmu
pengetahuan menjadi pusat agama Kristen Ortodoks. Kesemuanya itu diwariskan
kepada Usmani.
3. Peradaban Islam
Di Turki
Sejak
masa Usman bin Artaghol (1299-1326 M), yang dianggap Pembina pertama Kerajaan
Turki Usmani ini dengan nama imperium Ottoman, timbullah kemajuan dalam
berbagai bidang agama Islam. Turki membawa pengaruh cukup baik dalam bidang
ekspansi agama Islam ke Eropa. Kemajuan lainnya antara lain dalam bidang
militer dan pemerintahan, bidang ilmu pengetahuan dan budaya, serta dalam
bidang keagamaan.
1. Bidang
Pemerintahan dan Militer
Kekuatan militer
kerajaan ini mulai di organisasi dengan baik dan teratur ketika terjadi kontak
senjata dengan Eropa. Pengorganisasian yang baik dan strategi tempur militer
Usmani berlangsung dengan baik. Bangsa-bangsa non-Turki dimasukkan sebagai
anggota, bahkan anak-anak Kristen yang masih kecil diasramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk
dijadikan prajurit.
Program ini ternyata
berhasil dengan terbentuknya kelompok militer baru yang disebut pasukan
Yenisseri atau Inkisyariah. Pasukan inilah yang dapat mengubah Kerajaan Usmani
menjadi mesin perang yang paling kuat dan memberikan dorongan yang amat besar
dalam penaklukan negeri-negeri nonmuslim di timur yang berhasil dengan sukses.
Faktor utama yang
mendorong kemajuan dilapangan militer ini ialah tabiat bangsa turki itu sendiri
yang bersifat militer, berdisiplin, dan patuh terhadap peraturan. Tabiat ini
merupakan tabiat alami yang mereka warisi dari nenek moyangnya di Asia Tengah.
Dalam mengelola pemerintahan yang luas, sultan-sultan Turki Usmani senantiasa
bertindak tegas. Dalam struktur pemerintahan, Sultan sebagai penguasa
tertinggi, dibantu oleh Shadr Al-A’zham (perdana menteri) yang membawahi
Pasya(gubernur). Gubernur mengepalai daerah tingkat I. dibawahnya terdapat
beberapa orang Az-Zanaziq atau Al-Alawiyah (bupati).
Untuk mengatur urusan
pemerintahan Negara, dimasa Sultan Sulaiman I disusun sebuah kitab
Undang-undang (qanun), kitab itu diberi nama Multaqa Al-Abhur, yang
menjadi pegangan hukum bagi Kerajaan Turki Usmani sampai datangnya reformasi
pada abad ke-19.
Kemajuan dalam bidang kemiliteran dan
pemerintahan ini membawa dinasti Turki Usmani mampu membawa Turki Usmani
menjadi sebuah Negara yang cukup disegani pada masa kekayaannya.
2. Bidang
Ilmu Pengetahuan
Peradaban Turki Usmani merupakan
perpaduan bermacam-macam peradaban, diantaranya peradaban Persia, Bizantium,
dan Arab. Organisasi pemerintahan dan kemiliteran banyak mereka serap dari
Bizantium. Sedangkan ajaran tentang prinsip-prinsip ekonomi, social,
kemasyarakatan dan keilmuwan mereka terima dari orang-orang Turki Usmani yang
dikenal sebagai bangsa yang senang dan mudah berasimilasi dengan bangsa asing
dan terbuka untuk menerima kebudayaan dari luar.
Sebagai bangsa yang
berdarah Militer, Turki Usmani lebih banyak memfokuskan kegiatan mereka dalam
bidang kemiliteran, sementara dalam bidang ilmu pengetahuan mereka tampak tidak
begitu menonjol. Karena itulah dalam khazanah intelektual Islam kita tidak
menemukan ilmuwan yang terkemuka dari Turki Usmani.
3. Bidang
Kebudayaan
Dalam bidang kebudayaan Turki Usmani
banyak muncul tokoh-tokoh penting seperti yang terlihat pada abad ke-16, 17,
dan 18.
Antara lain abad ke-17,
muncul penyair yang terkenal yaitu Nafi’ (1582-1636 M). Nafi’ bekerja untuk
Murad Pasya dengan menghasilkan karya-karya sastra Kaside yang mendapat tempat
di hati para Sultan. Dalam bidang sastra prosa Kerajaan Usmani melahirkan dua
tokoh terkemuka, yaitu Katip Celebi dan Evliya Celebi. Yang terbesar dari semua
penulis adalah Mustafa bin Abdullah, yang dikenal dengan Katip Celebi atau Haji
Halife (1609-1657M). Ia menulis buku bergambar dalam karya terbesarnya Kasyf Az-Zunun fi Asmai Al-kutub wa Al-Fanun,
sebuah prestasi biografi penulis-penulis penting di dunia timur bersama daftar
dan deskripsi lebih dari 1.500 buku berbahasa Turki, Persia, Dan Arab, ia pun
menulis buku-buku yang lain.
Pada masa Sultan
Sulaiman, di kota-kota besar dan kota-kota lainnya banyak dibangun masjid,
sekolah, rumah sakit, gedung, jembatan, saluran air, villa dan pemandian umum.
Disebutkan bahwa 235 buah dari bangunan itu dibangun dibawag coordinator Sinan,
seorang arsitek asal Anatolia.
Dalam hal pembangunan
dan seni arsitek, Turki Usmani telah menghasilkan keidahan-keindahan yang
tinggi nilainya, dan bercorak khusus sehingga membedakan dengan peradaban dan
kebudayaan daulah Islam lainnya.
4. Bidang
Keagamaan
Kehidupan keagamaan
Turki Usmani mengalami kemajuan, termasuk dalam hal ini adalah kehidupan
Tarekat. Tarekat yang berkembang ialah tarekat Bektasyi, dan tarekat Maulawi.
Kedua tarekat ini banyak dianut oleh kalangan sipil dan militer. Tarekat
Bektasyi memiliki pengaruh yang sangat dominan di kalangan Yeniseri, sehingga
mereka sering disebut tentara Bektasyi. Sementara tarekat Maulawi mendapat
dukungan dari para penguasa dalam mengimbangi Yenisseri Bektasyi.
Para penguasa lebih
cenderung untuk menegakkan satu faham (mazhab) keagamaan dan menekan mazhab
lainnya. Sultan memerintahkan kepada
Syaikh Husein Al-Jisr Ath’Tharablusi menulis kitab Al-Husun Al-Hamidiyah
(Benteng Pertahanan Abdul Hamid), yang mengusap tentang masalah ilmu kalam,
untuk melestarikan aliran yang dainutnya. Akibat kelesuan di bidang ilmu
keagamaan dan fanatic yang berlebihan maka ijtihad tidak berkembang.
Bagaimanapun, Kerajaan
Turki Usmani banyak berjasa, terutama dalam perluasan wilayah kekuasaan Islam
ke benua Eropa. Ekspansi kerajaan ini untuk pertama kalinya lebih banyak
ditujukan ke Eropa Timur yang belum masuk dalam wilayah kekuasaan dan agama
Islam. Akan tetapi, karena dalam bidang peradaban dan kebudayaan kecuali dalam
hal yang bersifat fisik- perkembangannya jauh berada dibawah kemajuan politik,
maka negeri-negeri yang sudah ditaklukan itu akhirnya melepaskan diri dari
kekuasaan pusat, dan perjalanan dakwah belum berhasil dengan maksimal.
4. Kemunduran Turki
Usmani
Pertempuran
ini terjadi di Selat Liponto (Yunani). Dalam pertempuran ini Turki Usmani
mengalami kekalahan yang mengakibatkan Tunisia dapat direbut oleh musuh. Baru
pada masa Sultan berikutnya, Sultan Murad III, pada tahun 1575 M Tunisia dapat
direbut kembali.
Namun,
karena kehidupan moral Sultan yang tidak baik menyebabkan timbulnya kekacauan
dalam negeri. Apalagi ketika pemerintahan dipegang oleh para Sultan yang lemah
seperti Sultan Muhammad III (1595-1603 M). dalam situasi yang kurang baik itu,
Austria berhasil memukul Kerajaan Usmani.
Pada
masa Sultan Ibrahim I (1603-1617 M) situasi semakin memburuk dengan naiknya
Mustafa I (1617-1623 M). karena gejolak politik dalam negeri tidak dapat
diatasinya, Syaikh Al-Islam, mengeluarkan fatwa agar ia turun dari tahta dan
diganti oleh Usman II (1618-1622 M).
Pengganti
Sultan Mustafa III adalah sultan abdul hamid (1774-1789 M) seorang Sultan yang
lemah. Pada masa Sultan Hamid mengadakan perjanjian dengan Catherine II dari
Rusia yang diberi nama Perjanjian Kinarja di Kutcuk Kinarja. Isi
perjanjian itu antara lain : (1) kerajaan Usmani harus menyerahkan
benteng-benteng yang berada di laut Hitam kepada Rusia dan member Izin kepada
armada Rusia untuk melintasi selat yang menghubungkan Laut Hitam dengan Laut
Putih, dan (2) Kerajaan Usmani mengikuti kemerdekaan Kirman (Crimea).
Dengan
demikian, pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di kerajaan Usmani ketika ia
sedang mengalami kemunduran, bukan hanya terjdi di daerah-daerah yang tidak
beragama islam seperti di wilayah Eropa Timur, tetapi juga terjadi di
daerah-daerah yang berpenduduk muslim.
Gerakan-gerakan
sparatisme terus berlanjut hingga pada abad ke-19 dan ke-20. Ditambah dengan
munculnya gerakan modernisasi politik di pusat pemerintahan, Kerajaan Usmani
akhirnya berakhir dengan berdirinya Republik Turki pada tahun 1924 M, dan
mengangkat Mustafa Kamal Ataturk sebagai presiden pertama di Republik Turki.
Menurut
Dr. Badri Yatim, M.A bahwa factor-faktor yang menyebabkan kerajaan Turki Usmani
Mengalami Kemunduran adalah sebagai berikut :
1. Wilayah
kekuasaan yang sangat luas
2. Heteroginitas
penduduk
3. Kelemahan
para penguasa
4. Budaya
korupsi
5. Pemberontakan
tentara Yenisseri
6. Merosotnya
perekonomian
7. Terjadinya
stagnasi dalam lapangan ilmu dan teknologi
B. Peradaban Islam
Pada Masa Dinasti Safawiyah
1.
Asal-usul
Dinasti Safawiyah
Dinasti Safawiyah di
Persia berkuasa antara tahun 1502-1722 M. Dinasti ini merupakan kerajaan islam
di Persia yang cukup besar. Awal nya kerajaan Safawi berasal dari sebuah
gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbijan. Tarekat ini
diberi nama tarekat Safawiyah, yang diambil dari nama pendirinya, yaitu Shafi
Ad-Din (1251-1334 M), dan nama Safawi itu harus dipertahankan sampai tarekat
ini menjadi gerakan politik.[2]
Shafi Ad-Din berasal
dari keturunan orang yang berada dan memilih sufi sebagai jalan hidupnya. Shafi
Ad-Din merupakan keturunan dari Imam Syiah yang keenam, Musa Al-Kazhim. Gurunya
bernama Syaikh Tajuddin Ibrahim Zahidi (1216-1301 M) yang dikenal dengan
julukan Zahid Al-Gilani. Shafi Ad-Din mendirikan tarekat ini sangat teguh
memegang ajaran agama. Pada mulanya gerakan Tasawuf Safawiyah bertujuan
memerangi orang-orang ingkar, kemudian memerangi golongan yang mereka sebut
“ahli-ahli bid’ah”.
Suatu ajaran agama yang
dipegang secara fanatic biasanya kerapkali menimbulkan keinginan di kalangan
ajaran itu untuk berkuasa. Oleh karena itu, lama kelamaan murid-murid tarekat
safawiyah berubah menjadi tentara yang teratur, fanatik dalam kepercayaan dan
menentang setiap orang yang bermadzhab selain Syi’ah.
Kecenderungan memasuki
dunia politik secara konkret tampak pada masa kepemimpinan Junaid (1447-1460
M). Dinasti Safawiyah memperluas gerakannya dengan menambahkan kegiatan politik
pada kegiatan keagamaan. Perluasan kegiatan ini menimbulkan konflik antara
Junaid dengan penguasa Kara Koyunlu (domba hitam), salah satu suku bangsa Turki
yang berkuasa diwilayah itu. Dalam konflik itu Junaid kalah dan diasingkan ke
suatu tempat.
Selama dalam
pengasingannya, Junaid tidak tinggal diam, ia justru dapat menghimpun kekuatan
untuk kemudian beraliansi secara politik dengan Uzun Hasan. Ia juga berhasil
mempersunting salah seorang saudara perempuan Uzun Hasan.
Anak Junaid yaitu Haidar ketika ia masih
kecil dalam asuhan Uzun Hasan. Oleh karena itu, kepemimpinan gerakan Safawi
baru dapat diserahkan kepadanya secara resmi pada tahun 1470 M. Hubungan Haidar
dengan Uzun Hasan semakin erat setelah Haidar mengawini salah serang putrid
Uzun Hasan. Dari perkawinan ini lahirlah Ismail yang kemudian hari menjadi
pendiri Kerajaan Safawi di Persia.
Kemenangan Ak Koyunlu
tahun 1476 M terhadap Kara Koyunlu membuat gerakan militer Safawi yang dipimpin
oleh Haidar dipandang sebagai rival politik oleh Ak Koyunlu dalam meraih
kekuasaan selanjutnya. Padahal Safawi adalah sekutu Ak Koyunlu. Ak Koyunlu
berusaha melenyapkan kekuasaan Dinasti Safawi. Pasukan Haidar mengalami
kekalahan dalam suatu peperangan di wilayah Sircassia, dan Haidar sendiri
terbunuh.
Kepemimpinan gerakan
Safawi selanjutnya berada di tangan Ismail, yang saat itu berusia tujuh tahun.
Selama lima tahun Ismail bersama pasukan Gilan.Dibawah pimpinan Ismail, pada
tahun 1501 M, pasukan Qizilbas menyerang dan mengalahkan Ak Koyunlu di Sharus,
dekat Nakhchivan. Pasukan ini terus berusaha memasuki dan menaklukkan Tabriz,
ibu kota Ak Koyunlu, dan berhasil merebut dan mendudukinya.
Masa kekuasaan Abbas I
merupakan puncak kejayaan Kerajaan Safawi. Secara politik ia mampu mengatasi
berbagai kemelut di dalam negeri yang mengganggu stabilitas Negara dan berhasil
merebut kembali wilayah-wilayah yang pernah direbut oleh kerajaan lain pada
masa raja-raja sebelumnya.
Usaha-usaha yang
dilakukan Abbas I berhasil membuat kerajaan Safawi menjadi kuat. Setelah itu
Abbas I mulai memusatkan perhatiannya kel uar dengan berusaha merebut kembali
wilayah-wilayah kekuasaan yang hilang. Pada tahun 1598 M ia menyerang dan
menaklukkan Heart. Dari sana ia melanjutkan serangan merebut Marw dan Balk.
Setelah kekuatan terbina dengan baik, ia juga berusaha mendapatkan kembali
wilayah kekuasaan di Turki Usmani.
Selama periode
Safawiyah di Persia ini (1502-1722 M) persaingan untuk mendapatkan kekuasaan
antara Turki dan Persia menjadi kenyataan. Namun demikian, Ismail menjumpai
saingan kepala batu yaitu Sultan Salim I dari turki. Peperangan ini , seperti
para sejarawan menduga, bias berasal dari kebencian Salim dan pengejaran
terhadap seluruh umat muslim di Syi’ah di daerah kekuasaannya. Fanatisme Sultan
Salim memaksa untuk membunuh 40.000 orang yang
didakwa telah mengingkari ajaran-ajaran Sunni.
Sekalipun demikian
pemberontakan terus-menerus yang terjadi di Negara besar Nadhir memaksanya
untuk mengakui Sultan Usmani sebagai seorang Khalifah. Pada tahun 1747 M,
Nadhir dibunuh dan digantikan oleh kemenakannya, Ali Kuli. Di masa
pemerintahannya Negara besar Persia mulai mundur dan dengan demikian
orang-orang Turki Usmani menikmati masa perdamaian di dunia Timur seperti
halnya di Eropa.
2.
Kemajuan
Peradan Dinasti Safawiyah
Sebagai salah satu dari tiga kerajaan
besar, Dinasti Safawiyah mencapai puncak kemajuan yang cukup berarti, tidak
hanya terbatas dalam bidang politik tetapi kemajuan dalam berbagai bidang.
Beberapa kemajuan tersebut antara lain :
1. Bidang
ilmu pengetahuam
Beberapa tokoh ilmuwan yang terkenal
antara lain : Bahauddin Syaerazi seorang generalis ilmu pengetahuan, Muhammad
Baqir bin Muhammad Damad seorang filsuf ahli sejarah, teolog, dan seorang yang
pernah mengadakan observasi mengenai kehidupan lebah. Dalam bidang ilmu
pengetahuan dan sains, Safawiyah lebih maju dari kerajaan lainnya pada masa
yang sama.
2. Bidang
ekonomi
Keberadaan stabilitas politik kerajaan
Safawi pada masa Abbas I ternyata telah memacu perkembangan perekonomian.
Dengan dikuasinya Bandar ini maka salah satu jalur dagang laut antara Timur dan
Barat yang bisa di perebutkan oleh belanda, inggris, dan perancis sepenuhnya
menjadi milik kerajaan safawi.
Disamping bidang perdagangan, kerajaan
safawi juga mengalami kemajuan dalam sector pertanian terutama di daerah Sabit
Subur (Fortile Crescent).
3. Bidang
Arsitektur
Di kota Isfahan ini berdiri
bangunan-bangunan besar dengan arsitektur bernilai tinggi dan indah seperti
masjid, rumah sakit, sekolah, jembatan raksasa di atas Zende Rud, dan istana
Chihil Sutun. Disebutkan dalam kota Isfahan terdapat 162 masjid, 48 akademi,
1802 penginapan, dan 273 pemandian umum.
4. Bidang
kesenian
Kerajaan Safawi mengalami kemajuan yang
sangat pesat dalam bidang seni, antara lain dalam bidang kerajinan tangan,
keramik, karpet, permadani, pakaian dan tenunan, mode, tembikar, dan benda seni
lainnya. Seni lukis mulai dirintis sejak zaman Tahmasp I. Raja Ismail I pada
tahun 1522 M membawa seorang pelukis Timur bernama Bizhad Ke Tabriz.
5. Bidang
Tarekat
Bahkan gerakan tarekat ini pada masa ini
tidak hanya berpikir dalam bidang keagamaan, tetapi juga dalam bidang politik
dan pemerintahan. Kemajuan yang pernah dicapai membuat kerajaan ini menjadi
salah satu dari tiga kerajaan besar dikalangan umat Islam pada masa itu yang
disegani oleh kekuatan Negara lain, terutama dalam bidang politik dan militer.
3.
Keruntuhan
Dinasti Safawiyah
Penyebab keruntuhan kerajaan Safawi dapat kita tinjau dari dua faktor sebagai berikut[3]:
a. Faktor internal
Parah Shah sesudah Shah Abbas I kurang memiliki bakat dan kecakapan untuk memimpin negara, mereka lebih suka hidup beroya-foya dari pada memikirkan negara dan masa depan kerajaannya, banyak wanita cantik dari Georgia yang dijadikan herem-herem istana untuk memuaskan nafsu oleh Shah Sulaiman, lebih mengutamakan ulama syi’ah yang memaksakan pendapat kepada aliran sunni sehingga membangkitkan kemarahan golongan sunni Afganistan yang akhirnya mereka berontak dan menentang. Kemudian bertambah parah lagi setelah pasukan Qizil-bash menekan para penguasa karena mereka digusur atau dikurangi perannya di istana oleh Abbas I, sementara pasukan Ghulam kurang militan.
Di samping itu hampir seluruh penguasa kerajaan Safawi tidak menyiapkan kader calon penggantinya secara baik sehigga keturunan kerajaan hanya mengandalkan haknya sebagai pewaris kerajaan tanpa berusaha secara maksimal untuk melatih kemilterannya dan mencari pengalaman menjadi pemimpin di luar istana.
B. Faktor eksternal
Timbulnya kekecewaan golongan sunni akibat dari perlaukan
Shah Husain yang lebih mengutamakan ulama syiah yang sering memaksakan pendapat
para golongan sunni, maka pada tahun 1709 M, pasukan Afganistan dengan pimpinan
Mir Vyas mengadakan pemberontakan dan berhasil menguasai Kandahar. Bagian lain
suku Abdali Afganistan juga memberontak di Herat dan mengepung Mashad. Mir Vays
diganti putranya Mir Mahmud dan ia berhasil memperkuat pendukungnya serta
mempersatukan pasukan dengan pasukan Ardatil, lalu ia berusaha memperkuat
wilayah kekuatannya dan merebut negeri-negeri Afganistan dari kekuasaan Safawi
lalu berusaha menguasai Persia. Akhirnya Shah Husein terpaksa mengakui
kekuasaan Mahmud dan kepadanya diberikan kekuasaan di Kandahar sebagai gubernur
dengan gelar Husein Quli Khan (budak Husein). Pada tahun 1722 M daerah Kirmani
diduduki dan Mahmud mengepung kota Istahan selama enam bulan lalu memaksa
Husain menyerah tanpa syarat akhirnya pada tanggal 1 Muharam 1135 H / 12
Oktober 1722 M Shah Husein menyerah dan Mahmud berhasil memasuki kota Istahan
pada tanggal 25 Oktober 1722 M.
Dengan meyerahnya Shah Husain kepada Mahmud, Sahh Tahmasp II putra Shah Husain dengan dukungan kekuatan pasukan suku Qajar memproklamasikan dirinya sebagai raja yang berkekuasaan penuh atas Persia dan bertempat tinggal sementara di kota Astarabad Persia timur laut tetapi pada tahun 1729 M muncul kekuatan baru. Nadir Quli dari suku Afshan yang tidak menginginkan wilayah Persia di bawah kerajaan orang-orang Afghan, Turki atau bangsa-bangsa lain sehingga Mahmud yang telah digantikan oleh Amir Ashraf saudaranya yang sedang menduduki kota Isfahan digempur oleh Nadir dan berhasil menduduki kota Istahan dan mempersilahkan Tahmasp II tetap menduduki tahta kerajaan, namun urusan keamanan dan ketatanegaraan untuk sementara masih berada di tangan Nadir Quli.Pada bulan Agustus 1732 M Shah Tahmasp II dipecat oleh Nadir Quli, kemudian anak Tahsamp I bernama Abbas III menggantikannya sebagai Shah (raja) tetapi tanggal 24 Syawal 1184 H / 8 Maret 1736 Nadir Quli secara resmi dinobatkan sebagai Shah Iran, dengan demikian berakhir Dinansti Safaiyah.
Dengan meyerahnya Shah Husain kepada Mahmud, Sahh Tahmasp II putra Shah Husain dengan dukungan kekuatan pasukan suku Qajar memproklamasikan dirinya sebagai raja yang berkekuasaan penuh atas Persia dan bertempat tinggal sementara di kota Astarabad Persia timur laut tetapi pada tahun 1729 M muncul kekuatan baru. Nadir Quli dari suku Afshan yang tidak menginginkan wilayah Persia di bawah kerajaan orang-orang Afghan, Turki atau bangsa-bangsa lain sehingga Mahmud yang telah digantikan oleh Amir Ashraf saudaranya yang sedang menduduki kota Isfahan digempur oleh Nadir dan berhasil menduduki kota Istahan dan mempersilahkan Tahmasp II tetap menduduki tahta kerajaan, namun urusan keamanan dan ketatanegaraan untuk sementara masih berada di tangan Nadir Quli.Pada bulan Agustus 1732 M Shah Tahmasp II dipecat oleh Nadir Quli, kemudian anak Tahsamp I bernama Abbas III menggantikannya sebagai Shah (raja) tetapi tanggal 24 Syawal 1184 H / 8 Maret 1736 Nadir Quli secara resmi dinobatkan sebagai Shah Iran, dengan demikian berakhir Dinansti Safaiyah.
3.Peradaban
Islam Pada Masa Mongol
1. Asal-usul Bangsa
Mongol
Bangsa
Mongol berasal dari daerah Pegunungan Mongolia yang membentang dari Asia Tengah
samapi ke Siberia utara, Tibet Selatan, dan Manchuria Barat, serta Turkistan
Timur. Nenek moyang mereka bernama Alanja Khan, yang mempunyai dua suku bangsa
besar, yakni Mongol dan Tartar. Mongol mempunyai anak bernama Ilkhan, yang
melahirkan keturunan pemimpin bangsa Mongol dikemudian hari.[4]
Agama
bangsa Mongol semula adalah Syamanisme, yang meskipun mereka mengakui adanya
yang Maha Kuasa, tetapi mereka tidak beribadah kepada-Nya, melainkan menyembah
kepada arwah, terutama roh jahat yang karena mampu mendatangkan bencana, mereka
jinakkan dengan sajian-sajian, disamping itu mereka sangat memuliakan arwah
nenek moyang yang dianggap masih berkuasa mengatur hidup keturunannya.
Pemimpin
atau Khan bangsa Mongol yang pertama diketahui dalam sejarah adalah Yesugey
(w.1175). Ia adalah Ayah Jenghiz (Chinggiz atau Chingis). Jengjiz aslinya
bernama Temujin, seorang pandai besi yang mencuat namanya karena perselisihan
yang dimenangkannya melawan Ong Khan atau Togril, seorang kepala suku Kereyt.
Jenghiz sebenarnya adalah gelar bagi Temujin yang diberikan kepadanya oleh siding
kepala-kepala suku Mongol yang mengangkatnya sebagai pemimpin tertinggi bangsa
itu pada tahun 1206, atau juga disebut Jenghiz Khan, ketika ia berumur 44
tahun.
Jenghiz
Khan dan bangsa yang dipimpinnya meluaskan wilayah ke Tibet,dan cina, tahun
1213 M, serta dapat menaklukkan Beijing tahun 1215 M. ia menundukkan Turkistan
tahun 1218 M yang berbatasan wilayah islam, yakni Khawarizm Syah. Peristiwa
tersebut menyebabkan Mongol menyerbu wilayah Islam, dan dapat menaklukkan
Transoxania yang merupakan wilayah Khawarizm, tahun 1219-1220, padahal
sebelumnya mereka itu justru hidup berdampingan secara damai satu sama lain.
Sultan
Alauddin tewas dalam pertempuran di Mazindara. Ia digantikan oleh putranya,
Jalauddin yang kemudian melarikan diri ke India karena terdesak dalam
pertempuran di dekat Attock tahun 1224 M. Dari sana pasukan Mongol terus ke
Azerbaijan. Di setiap daerah yang dilaluinya, pembunuh besaran terjadi.
Bangunan-bangunan indah dihancurkan sehingga tidak terbentuk lagi, demikian
juga isi bangunan yang sangat bernilai sejarah. Sekolah-sekolah, masjid-masjid
dan gedung-gedung lainnya dibakar.
Pada
saat kondisi fisiknya mulai melemah, Jenghiz Khan membagi wilayah Kekuasaannya
menjadi empat bagian kepada empat orang putranya, yaitu Juchi, Chang Tai, Ogotai,
dan Toluy.
Pertama,
Juchi, anaknya yang sulung mendapatkan wilayah Siberia bagian Barat dan stapa
Qipchaq yang membentang hingga ke Rusia Selatan, di dalamnya terdapat
Khawarizm. Namun, ia meninggal sebelum wafat ayahnya, Jenghiz, dan wilayah
warisannya itu diberikan kepada anak Juchi yang bernama Batu dan Orda. Batu
mendirikam Horde (kelompok) biru di Rusia Selatan sebagai pilar dasar
berkembangnya Horde keemasan (Golden Horde). Sedangkan Orda mendirikan Horde
putih di Siberia Barat. Kedua kelompok itu bergabung pada abad keempat belas
yang kemudian muncul sebagai kekhanan (kepemimpinan) yang berbagai macam
ragamnya di Rusia, Siberia, dan Turkistan, termasuk di Crimea, Astrakahan,
Qazan, Qosimov, Tiumen, Bukhara dan Khiva.
Kedua,
Chagatay mendapat wilayah yang membentang ke Timur, sejak dari Transoxania
hingga Turkistan Cina. Cabang-barat dari keturunan Chagatay yang bermukim di
Transoxania segera masuk kedalam lingkungan pengaruh islam, namun akhirnya
dikalahkan oleh kekuasaan timur Lenk. Sedangkan cabang-timur dari keturunan
Chagatay berkembang di Semirechye, Illi, T’ien Syan di Tarim. Mereka lebih
tahan terhadap pengaruh islam, tetapi akhirnya mereka ikut membantu menyebarkan
islam di wilayah Turkinistan cina dan bertahan di sana hingga abad ketujuh belas.
Ketiga,
Ogotay, adalah putra Jenghiz Khan yang terpilih oleh Dewan pemimpin Mongol
untuk menggantikan ayahnya sebagai Khan Agung yang mempunyai wilayah di Pamirs
dan T’ien Syan. Akan tetapi, dua generasi Kekhanan tetinggi jatuh ke tangan
keturunan Toluy. Walaupun demikian cucu Ogedey yang bernama Qaydu dapat
mempertahankan wilayah di pamirs dan T’ien Syan, mereka berperang melawan anak
keturunan Chagatay dan Qubilay Khan, hingga ia meninggal dunia tahun 1301.
Keempat,
Tuluy si bungsu mendapat bagian wilayah Mongolia sendiri. Anak-anaknya, yakni
Mongke dan Qubailay menggantikan Ogedey sebagai Khan Agung. Mongke bertahan di
Mongolia yang beribukota di Qaraqarum. Sedangkan Qubailay Khan menaklukkan Cina
dan Berkuasa di sana yang dikenal sebagai Yuan dinasti yang memerintah hingga
abad keempat belas, yang kemudian digantikan dengan Dinasti Ming. Mereka
memeluk agama Budha yang berpusat di Beijing, dan mereka akhirnya bertikai
melawan saudara-saudaranya dari Khan-khan Mongol yang beragama Islam di Asia
barat dan Rusia. Adalah Hulagu Khan, saudara Mongke Khan dan Qubilay Khan, yang
menyerang wilayah-wilayah Islam samapi ke Baghdad.
2.
Kemajuan Dinasti Mughol
Masa kemajuan Dinasti Mughol dimulai
pada pemerintahan Akbar (1556-1506 M), Akbar adalah penguasa diktator.
Ia juga menerapkan politik sulakhul (toleransi universal). Dengan politik ini
semua rakyat India di pandang sama. Kemajuan yang dicapai Akbar dapat
dipertahankan oleh Jehangir (1605-1628 M), Syah Jehan (1628-1658 M), dan
Aurangzeb (1658-1707 M). Setelah itu, kemajuaan kerajaan Mughal tidak
dapat dipertahankan oleh raja-raja berikutnya.
Dengan
demikian, kemajuaan yang di capai oleh kerajaan Mughol adalah :
1. Bidang
Politik dan Administrasi Pemerintahan
· Perluasan wilayah. Ia berhasil
menguasai Chundar, Ghond, Chitor, Ranthabar, Kalinjar,
Gujarat, Surat, Bihar, Bengal, Kashmir, Orissa,
Deccan, Gawilgarh, Narhala, Ahmadnagar, dan Asirgah. dan konsolidasi kekuatan.
Usaha ini berlangsung hingga masa pemerintahan Aurangzeb.
· Menjalankan roda pemerintahan
secara, pemerintahan militeristik.
· Akbar menerapkan politik toleransi
universal (sulakhul). Dengan politik ini, semua rakyat India dipandang sama.
Mereka tidak dibedakan karena perbedaan etnis dan agama. Politik ini dinilai
sebagai model toleransi yang pernah dipraktekkan oleh penguasa Islam.
2. Bidang
Ekonomi
· Terbentuknya sistem pemberian
pinjaman bagi usaha pertanian.
· Adanya sistem pemerintahan lokal
yang digunakan untuk mengumpulkan hasil pertania
· dan melindungi petani.
· Menghapuskan pajak, menurunkan bahan
pangan dan memberantas korupsi.
· Perdagangan dan pengolahan industri
pertanian. Seperti, mengekspor katun dan busa sutera India, bahan baku sutera,
sendawa, nila dan rempah dan mengimpor perak dan jenis logam lainnya dalam
jumlah yang besar.
3. Bidang
Agama
· Pada masa Akbar, perkembangan agama
Islam di Kerajaan Mughal mencapai suatu fase yang menarik, di mana pada masa
itu Akbar memproklamasikan sebuah cara baru dalam beragama, yaitu konsep
Din-i-Ilahi
· Perbedaan kasta di India membawa keuntungan
terhadap pengembangan Islam, seperti pada daerah Benggal, Islam langsung
disambut dengan tangan terbuka oleh penduduk terutama dari kasta rendah yang
merasa disia-siakan dan dikutuk oleh golongan Arya Hindu yang angkuh.
· Berkembangnya aliran keagamaan Islam
di India. Sebelum dinasti Mughal, muslim India adalah penganut Sunni fanatik.
Tetapi penguasa Mughal memberi tempat bagi Syi’ah untuk mengembangkan
pengaruhnya.
· Pada masa ini juga dibentuk sejumlah
badan keagamaan berdasarkan persekutuan terhadap mazhab hukum, tariqat Sufi,
persekutuan terhadap ajaran Syaikh, ulama, dan wali individual. Mereka terdiri
dari warga Sunni dan Syi’i.
4. Bidang
Seni dan Budaya
· Munculnya beberapa karya sastra
tinggi seperti Padmavat yang mengandung pesan kebajikan manusia gubahan
Muhammad Jayazi, seorang penyair istana. Abu Fadhl menulis Akbar Nameh dan Aini
Akbari yang berisi sejarah Mughal dan pemimpinnya.
· Kerajaan Mughal termasuk sukses
dalam bidang arsitektur. Taj mahal di Agra merupakan puncak karya arsitektur
pada masanya, diikuti oleh Istana Fatpur Sikri peninggalan Akbar dan Mesjid
Raya Delhi di Lahore. Di kota Delhi Lama (Old Delhi), lokasi bekas pusat
Kerajaan Mughal, terdapat menara Qutub Minar (1199), Masjid Jami Quwwatul Islam
(1197), makam Iltutmish (1235), benteng Alai Darwaza (1305), Masjid Khirki
(1375), makam Nashirudin Humayun, raja Mughal ke-2 (1530-1555). Di kota
Hyderabad, terdapat empat menara benteng Char Minar (1591). Di kota Jaunpur,
berdiri tegak Masjid Jami Atala (1405).
· Taman-taman kreasi Moghul
menonjolkan gaya campuran yang harmonis antara Asia Tengah, Persia, Timur
Tengah, dan lokal.
C. Kemunduran
Kerajaan Mughal
Pada pemerintahan Abad XVIII,
Kerajaan India mulai memasuki zaman kemunduran karena perebutan kekuasaan
selalu terjadi diantara putra-putra raja sehingga daulah ini tidak dapat
mempertahankan kebesaran yang pernah dirintis oleh nenek moyangnya. Dalam
kondisi ini golongan Hindu ingin melepaskan diri dari kekuasaan Mughal, seperti
Sikh disebelah utara Delhi, golongan Maratha di daerah Gujarat pada tahun 1732
M, dan bangsa Inggris. Setelah satu setengah abad dinasti Mughal berada di
puncak kejayaannya, para pelanjutnya Aurangzeb tidak sanggup mempertahankan
kebesaran yang telah dibina oleh sultan-sultan sebelumnya. Pada abad ke-18 M
kerajaan ini memasuki masa-masa kemunduran. Pada masa kepemimpinan raja Bahadur
Syah tahun 1858 kerajaan ini mulai mengalami kemerosotan. Kekuasaan politiknya
mulai merosot, suksesi kepemimpinan di tingkat pusat menjadi ajang perebutan,
gerakan separatis Hindu di India Tengah, Sikh di belahan utara dan islam di
bagian timur semakin lama semakin mengancam.[5]
Ada
beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan dinasti Mughal itu mundur pada satu
setengah abad terakhir dan membawa kepada kehancurannya pada tahun 1858, yaitu:
1. Semua
pewaris tahta kerajaan adalah orang-orang lemah dalam kepemimpinan.
2. Terjadinya
`stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer baik untuk angkatan darat
maupun angkatan laut.
3. Adanya
kemerosotan moral dan kehiupan yang mewah di kalangan elit politik.
4. Kepemimpinan
Aurangzeb yang terlalu kasar sehingga konflik antar agama sangat sukar di atasi
oleh raja-raja sesudahnya.
5. Semua
pewaris tahta kerajaan pada masa akhirnya adalah orang yang lemah pada bidang
kepemipinan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Zaman
ketiga kerajaan berlangsung selama 625 tahun (1299-1924).Tiga kerajaan
besar yang dimaksud itu adalah Usmani di Turki, Safawi di Persia dan
Mughal di India. Ketiga kerajaan besar tersebut mempunyai karajaan
masing-masing, masa kepemerintahannya berlansung silih berganti, system
kepemimpinannya berbeda-beda, kemajuan ketiga karajaan tersebut terlihat dari
segi politik ilmu pengetahuan atau agama serta seni dan budaya.
Puncak kemajuan yang dicapai oleh Kerajaan Usmani
terjadi pada masa pemerintahan Sultan Sulaiman Al-Qanuni (1520-1566 M), puncak
kemajuan Kerajaan Safawi pada masa pamerintahan Abbas I (1588-1628 M),
dan puncak kemajuan Kerajaan Maghal pada masa Karajaan Sultan Akbar (1542-1605
M). Setelah masa tiga orang raja basar di tiga kerajaan tersebut,
kerajaan-kerajaan itu mulai mengalami kemunduran. Proses kemunduran itu
berlangsung dalam kecepatan yang berbeda-beda. Kemunduran itu terjadi sekitar 250
tahun ( 1250 – 1500 ).
Kemajuan
tiga kerajaan itu tidak bertahan lama karena adanya kerusakan internal dan
serangan dari luar akhirnya, satu demi satu berjatuhan digantikan kekuatan lain
: Kerajaan Usmani digantikan oleh republic Turki (1924), Safawi di Persia
digantikan oleh Dinasti Qaja (1925), dan Kerajaan Mughal digantikan oleh
penjajah Inggris (1875- 1947). Akhirnya, usaha ketiga kerajaan besar ini untuk
memajukan ummat islam “ tidak berhasil “ dan ummat islam mengalami fase
kemunduran kedua. Akhirnya, India mulai tahun 1857 dijajah oleh Inggris sampai
tahun 1947, dan Mesir dikuasai oleh Napolian dari Prancis tahun 1798.
B. SARAN
Setiap peradaban pasti dinilai
dari sisi keilmuan yang diwariskannya, walaupun dunia islam tidak pernah
sama sekali meninggalkan urusan dunia, masa kejayaan intelektual dan pencapaain
budaya terjadi dalam tiga kerajaan besar tersebut supaya menjadi suatu
literature umat muslim di berbagai Negara.
DAFTAR
PUSTAKA
Drs. Samsul Munir Amir,
M.A. Sejarah Peradaban Islam,( Amzah), Jakarta, April 2016
Dr.Badri Yatim, M.A,Sejarah
Peradaban Islam (Dirasah Islamyah II), (Jakarta:PT Raja Grafindo
Persada, 2007)
[1]
Drs. Samsul Munir Amin, M.A , Sejarah Peradaban Islam , ( Amzah: 2016), hlm.
194-205
[2]
Drs. Samsul Munir Amin, M.A , Sejarah Peradaban Islam , ( Amzah: 2016),
hlm.187-191
[3] http://santriuniversitas.blogspot.co.id/2010/11/kemunduran-dan-kehancuran-kerajaan.html
[4]
Drs. Samsul Munir Amin, M.A , Sejarah Peradaban Islam , ( Amzah: 2016), hlm.212
[5] Dr.Badri Yatim, M.A,Sejarah Peradaban Islam (Dirasah
Islamyah II), (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2007).163
Tidak ada komentar:
Posting Komentar