INVESTASI AMAL SHALIH
“INVESTASI DENGAN IMAN DAN AMAL SHALIH”
(QS. AL-ASHR: 1-3)
Nok Asih (2021115150)
KELAS C
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PEKALONGAN
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, inayah-nya. Sholawat serta salam semoga
tercurahkan kepada Nabi muhammad SAW, sahabat, dan keluarganya sebagai pencerah
kehidupan manusia. Semoga kita selalu dilimpahkan rahmat dan karunia-nya dalam
mengarungi kehidupan ini. Alhamdulillah dengan izin dan kehendak dari-Nya lah
makalah ini saya beri judul “Investasi Amal Shalih” dengan sub pembahasan “Investasi dengan Iman dan Amal
Shalih” makalah ini saya susun guna memenuhi tugas dari dosen mata kuliah
Tafsir Tarbawi II..
Tidak
lupa penulis mengucapkan rasa terimakasih kepada kedua orang tua yang telah
sepenuhnya membantu memfasilitasi pembuatan makalah ini, kemudian Bapak M. Hufron M.S.I yang telah
membimbing serta teman-teman semua yang telah berpartisipasi memberi masukan
dan arahan.
Akhirnya penulis menyadari segala
kekurangan dan kekhilafan dalam menulis makalah ini. Oleh karena itu, saran dan
kritik senantiasa penulis harapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.
Pekalongan, Maret 2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia
merupakan makhluk yang tidak luput dari salah dan dosa. Dalam menjalani
kehidupannya, manusia sering kali mengabaikan waktu dan terkadang mereka justru
menyalahkan waktu ketika terjadi peristiwa yang menimpa dirinya. Mereka tidak
mau menghargai waktu yang ada dengan memanfaatkannya untuk beramal shalih yang
dapat bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. mereka lebih mementingkan
kesenangan didunia sehingga lupa beramal untuk kehidupan di akhirat. Waktu
mereka habiskan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. Ketika mendapat cobaan
dari Allah mereka lebih banyak mengeluh dari pada mengambil pelajaran hikmah
dari setiap peristiwa.
Allah
menurunkan surat Al-Ashr untuk memberi peringatan kepada manusia agar tidak
lagi menyia-nyiakan waktu, karena waktu yang telah berlalu tidak akan bisa
kembali lagi meskipun itu satu detik. manusia sesungguhnya berada dalam
kerugian kecuali orang-orang yang Allah kecualikan dalam surat Al-Ashr ayat
1-3.
B.
Judul Makalah
Judul makalah
ini adalah “Investasi Amal Shalih” dengan pokok pembahasan tentang “Investasi
dengan Iman dan Amal Shalih”.
C.
Nash dan Arti
QS. Al-Ashr: 1-3
وَاْلعَصْرِ (١)
إِنَّ اْلإِنْسٰنَ لَفِى خُسْرٍ (٢) إِلاَّ الَّذِيْنَ أَمَنُواْوَعَمِلُواْ
الّصَّلِحٰتِ وَتَوَاصَوْبِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْابِالصَّبْرِ (٣)
Artinya:
1. Demi masa.
2. Sesungguhnya manusia itu berada dalam kerugian.
3. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan
saling menasihati agar berpegang pada kebenaran dan saling menasihati agar
berpegang pada kesabaran.
D. Arti Penting Untuk Dikaji
Dalam surat
Al-Ashr ayat 1-3 ini sangat penting untuk dikaji. Bahwasanya Allah mengingatkan
kepada kita untuk tidak menyia-nyiakan waktu agar kita tidak berada dalam
kerugian. Seluruh waktu yang kita punya hendaknya dimanfaatkan dengan sebaik
mungkin agar kelak tidak menyesal dikemudian hari baik menyesal didunia maupun
diakhirat. Sebagai manusia kita diperintahkan untuk mengerjakan amal shalih
serta saling mengingatkan dalam kebenaran dan saling mengingatkan agar
berpegang pada kesabaran.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori
Kata ‘ashara dalam berbagai bentuknya terulang didalam
Al-Qur’an sebanyak 5 kali dengan berbagai arti. Para ulama sepakat mengartikan
kata Ashr pada ayat pertama dengan waktu, hanya saja mereka berbeda
pendapat setelah kesepakatan tersebut tentang waktu yang dimaksud.
Pendapat-pendapat itu antara lain:
1.
Waktu atau masa dimana langkah dan gerak tertampung didalamnya.
2.
Waktu tertentu, yakni waktu dimana shalat ashar dapat dilaksanakan.
3.
Saat shalat ashar dilaksanakan.
4.
Waktu atau masa kehadiran nabi Muhammad SAW dalam pentas kehidupan
ini.[1]
Waktu adalah modal utama manusia. Apabila waktu tidak diisi dengan kegiatan
positif, maka ia akan berlalu begitu saja, ia akan hilang. Dan ketika itu,
jangankan keuntungan diperoleh, modalpun telah hilang. Sayyidina Ali r.a pernah
berkata: “Rezeki yang tidak diperoleh hari ini masih dapat diharapkan lebih
dari itu diperoleh esok, tetapi waktu yang berlalu hari ini tidak mungkin dapat
diharapkan kembali esok.” Begitu juga Nabi SAW memperingatkan kepada manusia agar
mempergunakan waktu dan mengaturnya sebaik mungkin. “Dua nikmat yang sering
dilupakan (disia-siakan) manusia: kesehatan dan waktu”.[2]
Waktu harus dimanfaatkan. Apabila tidak diisi maka kita merugi,
bahkan kalaupun diisi tetapi dengan hal-hal yang negatif, maka manusia pun
diliputi oleh kerugian. Yang tidak merugi adalah mereka yang mempunyai empat sifat
yaitu:
1.
Beriman
Tingkat
keimanan seseorang antara yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda dan iman
itu dapat bertambah dan berkurang. Iman sangat sulit digambarkan hakikatnya, ia
dirasakan oleh seseorang tetapi sulit baginya apalagi orang lain untuk
melukiskannya.
2.
Beramal shalih
Syaikh
Muhammad Abduh mendefinisikan amal shalih sebagai “segala perbuatan yang
berguna bagi pribadi, keluarga, kelompok, dan manusia secara keseluruhan.”
Sedangkan Az-Zamakhsyari berpendapat bahwa amal shalih adalah segala perbuatan
yang sesuai dengan dalil akal, al-qur’an atau sunnah Nabi Muhammad SAW.[3]
Amal
shalih harus dibarengi dengan iman, karena tanpa iman amal itu akan menjadi
sia-sia belaka. Dan apabila seseorang telah mampu melakukan amal shalih
disertai dengan iman maka ia telah memenuhi dua dari empat hal yang harus
dipenuhinya dalam rangka membebaskan dirinya dari kerugian total.
3.
Saling berwasiat tentang kebenaran
Dalam
menyampaikan wasiat hendaknya dilakukan secara bersinambung dan terus menerus
kepada yang diwasiati. Seseorang berkewajiban untuk mendengarkan kebenaran
orang lain serta mengajarkannya kepada orang lain.
4.
Saling berwasiat tentang kesabaran/ketabahan
Sebagai
sesama muslim hendaknya kita saling mengingtkan untuk bersabar dalam menghadapi
segala cobaan yang diberikan oleh Allah. Sifat sabar ini sangat dibutuhkan oleh
manusia kapan dan dalam situasi apapun ia berada.
B.
Tafsir
1. Tafsir Al-Azhar.
وَاْلعَصْرِ Demi masa. Maka
seluruhnya ini, waktu-waktu yang kita lalui dalam hidup kita, zaman demi zaman,
masa demi masa, yang dalam bahasa arab disebut dengan “ashr”. Berputarlah dunia
ini dan berbagailah masa yang dilaluinya, suka dan duka, naik dan turun, masa
muda dan masa tua. Ada masa hidup kemudian mati, dan tnggalah kenang-kenangan
kemasa lalu.
Diambil
Tuhanlah masa menjadi sumpah, atau menjadi sesuatu yang mesti diingat-ingat.
Kita hidup didunia ini adalah melalui masa. Setelah itu kitapun akan pergi. Dan
apabila kita telah pergi atau mati, maka habislah masa kita dan yang telah lalu
tidaklah dapat diulang lagi. diperngatkan masa itu kepada kita dengan sumpah,
agar dia jangan disia-siakan dan jangan diabaikan.
إِنَّ
اْلإِنْسٰنَ لَفِى خُسْرٍ Sesungguhnya manusia itu berada dalam kerugian. Didalam masa yang telah dilalui itu nyatalah bahwa manusia hanya
rugi selalu.dalam hidup melalui masa itu tidak ada keuntungan sama sekali.hanya
rugi jua yang didapati. Sehari mulai lahir kedunia dan sehari itu, usia sudah
mulai berkurang satu hari. Setiap haridilalui, sampai hitungan bulan dan tahun,
dari muda ke tua, hanya kerugian jua yang didapati. Diwaktu badan masih muda
dan gagah perkasa harapan masih banyak. Tetapi bilamana usia mulai lanjut,
barulah kita insaf bahwa tidak semua yang kita angankan diwaktu muda telah
tercapai. Banyak pengalaman dimasa muda telah menjadi kekayaan jiwa setelah
tua. Pengalaman itu mahal sekali, tetapi kita tidak ada lagi untuk
mengerjakannya sendiri dan hanya dapat menceritakannya kepada yang muda.
Sesudah itu kita pun akan mati. Kerugianlah seluruh masa hidup itu.
إِلاَّ
الَّذِيْنَ أَمَنُواْ Kecuali orang-orang yang beriman. Yang tidak akan merasakan kerugian dalam masa hanyalah orang-orang
yang beriman. Orang-orang mempunyai kepercayaan bahwa hidupnya ini adalah atas
kehendak Allah Yang Maha Kuasa. Iman menyebabkan manusia insaf darimana
datangnya dan untuk apa hidup didunia ini, yaitu untuk berbakti kepada Yang
Maha Pencipta dan kepada sesamanya. Iman menimbulkan keyakinan bahwa sesudah
hidup didunia akan ada lagi hidup. Itulah hidup yang sebenarnya, hidup yang
baqa.
وَعَمِلُواْ
الّصَّلِحٰتِ Dan mengerjakan amal shalih. Sinar iman yang telah yang telah tumbuh dalam jiwa itu dengan
sendirinya menimbulkan perbuatan yang baik. Kalau kita beramal shalih dimasa
hidup, setelah kita mati kenangan kita akan tetap hidup bersama masa. Dan
sebagai mu’min kita percaya bahwa disisi Allah aamalan yang kita tinggalkan
itulah kekayaan yang akan kita hadapkan kehadapan Ilahi. Sebab itu tidaklah
akan rugi hidup kita.
وَتَوَاصَوْبِالْحَقِّ
Dan saling menasihati agar berpegang
pada kebenaran. Hidup yang
bahagia itu adalah hidup bermasyarakat dan hidup sendiri adalah hidup yang
sangat rugi. Maka hubungkanlah tali kasih dan memberi nasihat serta saling
mengingatkan apa yang benar. Supaya yang benar dapa dijunjung tinggi bersama
dan yang salah dapat sama-sama dijauhi. Dengan demikian beruntunglah masa hidup
dan tidak akna pernah merasa rugi. Tetapi rugilah orang yang hidup menyendiri
yang menganggap bahwa kebenaran hanya milik dirinya seorang.
وَتَوَاصَوْابِالصَّبْرِ
Dan saling menasihati agar berpegang
pada kesabaran. Tidaklah cukup
jika hanya saling menasihati dalam kebenaran. Sebab hidup itu penuh dengan
cobaan. Banyak orang yang rugi karena ia tidak tahan menempuh kesukaran dan
halangan hidup. Kesabaran hanya dapat dicapai oleh orang yang kuat jiwanya. Dan
orang yang lemah akan rugi. Maka dari itu Allah memerintahkan agar saling
mengingatkan untuk bersabar dalam menghadapi cobaan. Dengan demikian
tercapailah kesempurnaan hidup. Sebab kesempurnaan itu adalah sempurna pada
diri sendiri dan menyempurnakan pula bagi orang lain. dan menyempurnakan pada
orang lain adalah dengan mengajarkannya kepada mereka dan mengajaknya bersabar
dalam berilmu dan beramal.[4]
2. Tafsir
Al-Maragi.
(وَاْلعَصْر) Allah
bersumpah dengan memakai masa. Sebab masa itu mengandung banyak peristiwa dan
contoh yang menunjukkan kekuasaan dan kebijaksanaan Allah. Misalnya pergantian
siang dan malam yang keduanya merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah. Seharusnya
Allah yang disembah dan diminta, sehingga dapat menghilangkan segala bentuk
kesusahan dan menarik kebaikan. Tetapi kaum kafir mengaitkan bencana dan
berbagai peristiwa kepada masa. Mereka mengatakan “bencana ini bersumber dari
masa, atau masa itu adalah masa paceklik”. Masa merupakan wadah yang didalamnya
terjadi berbagai peristiwa baik atau buruk. Jika seseorang tertimpa musibah,
maka semua itu karena perbuatannya sendiri dan masa tidak ikut bertanggung
jawab.
(إِنَّ اْلإِنْسٰنَ لَفِى خُسْر) Sesungguhnya manusia itu adalah rugi dalam amal perbuatannya
kecuali orang-orang yang Allah kecualikan. Perbuatan manusia itu
merupakan sumber kesengsaraannya sendiri. Ia sendiri yang menjerumuskan dirinya
kedalam kehancuran. Jadi, sumbernya bukan masa atau tempat.
( إِلاَّ الَّذِيْنَ أَمَنُواْوَعَمِلُواْ الّصَّلِحٰتِ
) Yakinlah dengan
i’tikad yang benar bahwa alam semesta ini milik Allah Yang Maha Pencipta dan
yang memberikan ridha kepada orang yang taat dan murka kepada orang yang
berbuat maksiat. Dan yakinlah bahwa diantara keutamaan dan keburukan itu sangat
berbeda. Dengan demikian, perbedaan ini dapat dijadikan penndorong untuk
beramal baik atau kebajikan. Jadi, setiap orang haruslah bermanfaat bagi
dirinyasendiri dan orang lain atau kebaikan seseorang hendaknya dapat dirasakan
oleh orang lain.
(وَتَوَاصَوْبِالْحَقِّ) Mereka
saling berwasiat antar sesama agar berpegang pada kebenaran yang tak diragukan
lagi dan kebaikan itu tidak akan lenyap bekasnya baik didunia maupun diakhirat.
Hal yang baik ini tersimpulkan dalam iman kepada Allah, mengikuti ajaran
kitab-Nya dan mengikuti petunjuk Rasulullah dalam seluruh tindakan.
(وَتَوَاصَوْابِالصَّبْرِ ) mereka saling mewasiatkan antar sesama kepada kesabaran dan menekan
diri untuk tidak berbuat maksiat. Disamping sabar dalam taat kepada Allah juga
sabar dalam menghadapi berbagai cobaan-Nya. Semuanya diterima dengan rela hati
lahir dan batin.[5]
3. Tafsir Juz ‘Amma
Muhammad Abduh.
(وَاْلعَصْر) Allah
SWT bersumpah demi waktu untuk mengingetkan bahwa waktu itu sendiri bukanlah
sesuatu yang patut dicela atau dicerca. Seperti kebiasaan orang yang
berkata,”Zaman yang sial atau waktu yang jelek”. Waktu adalah wadah bagi proses
berlangsungnya urrusan agung Allah seperti dalam hal penciptaan, pembagian
rezeki, pemuliaan dan penghinaan (terhadap makhluk-Nya), penurunan dan
pengangkatan, dan sebagainya.
(إِنَّ اْلإِنْسٰنَ لَفِى خُسْر) Manusia
yang sudah berakal dan sudah dewasa (baligh) niscaya secara relatif mengalami
kerugian, kecuali mereka yang dikecualikan. Perbuatan manusialah yang merupakan
sumber penderitaannya, bukan waktu ataupun tempat.
(إِلاَّ الَّذِيْنَ أَمَنُواْوَعَمِلُواْ الّصَّلِحٰتِ)
Orang-orang beriman adalah mereka yang membenarkan tentang inti
kebaikan dan keburukan dan mereka juga beri’tiqad dengan i’tiqad yang shahih
tentang berbedanya perbuatan yang mulia dan yang hina. Manusia akan mendapat
balasan atas semua perbuatannya. Kebaikan dibalas kebaikan dan keburukan
dibalas dengan keburukan pula. Dan diantara amal-amal shalih itu adalah seruan
kepada kebenaran serta kesabaran. Kedua hal ini disebutkan dalam surah ini
secara khusus, mengingat bahwa keduanya merupakan inti dari segala kebaikan dan
puncak segala urusan.
(وَتَوَاصَوْبِالْحَقّ)
Syarat untuk manusia dapat terhindar dari kerugian adalah
mengetahui hakikat kebenaran, menetapkannya atas diri mereka dan memantapkannya
didalam hati. Kemudian masing-masing orang mengajak yang lain untuk meyakini
hakikat kebenaran yang pasti, yang tidak ditentng oleh akal sehat dan tidak
diperselisihkan oleh riwayat keagamaan yang shahih. Dan siapa saja yang tidak berupaya
mengajak manusia lainnya untuk berpegang pada kebenaran, setelah ia sendiri
mengetahuinya, maka ia pun termasuk dalam kelompok orang-orang yang yang
merugi.
(وَتَوَاصَوْابِالصَّبْرِ) Kesabaran
adalah suatu kekuatan kejiwaan yang membuat orang menjadi tabah ketika
menghadapi kesulitan dalam pelaksanaan pekerjaan yang baik. Atau ketika
berupaya mengatasi perasaan tidak puas akibat terhambat dari suatu kesenangan,
karena untuk meraihnya harus melalui cara yang bertentangan dengan kebenaran.
Maka syarat utama untuk meraih keselamatan adalah dengan bersikap tabah dan
sabar, serta menasihati orang lain agar ia bersabar seraya mendorongnya agar
menyempurnakan potensi dirinya dengan keutamaan keagamaan yang juga merupakan
inti dari sifat-sifat kebaikan semuanya.[6]
C.
Implementasi Dalam Kehidupan
Berdasarkan paparan tersebut diatas, dapat dipahami bahwa dalam
kehidupan sehari-hari, kita harus selalu meningkatkan keimanan kita dan harus bisa memanfaatkan waktu dengan sebaik
mungkin, yaitu dengan cara mengisinya dengan perbuatan yang baik (amal shalih)
agar kita tidak termasuk dalam orang-orang yang merugi. Begitu juga dalam
kehidupan sosial dengan sesama manusia, kita harus saling mengingatkan dalam
kebaikan/kebenaran dan saling mengingatkan untuk bersabar dalam menghadapi
cobaan dari Allah.
D.
Aspek Tarbawi
1. Hendaknya
kita tidak menyia-nyiakan waktu, karena waktu yang telah berlalu tidak akan
kembali lagi.
2. Mengisi
waktu yang ada dengan hal-hal yang positif dan bermanfaaat bagi diri sendiri
maupun orang lain.
3. Hendaknya
kita saling berwasiat (nasihat) dalam kebenaran dan dalam kesabaran.
4. Keburukan
atau bencana yang menimpa seseorang bukanlah disebabkan oleh waktu, melainkan
karena perbuatannya sendiri.
5. Dalam beramal shalih harus disertai dengan iman, karena tanpa
iman amal-amal tersebut akan sia-sia.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Waktu adalah modal utama manusia. Apabila waktu tidak diisi dengan
kegiatan positif, maka ia akan berlalu begitu saja, ia akan hilang. Dan ketika
itu, jangankan keuntungan diperoleh, modalpun telah hilang. Waktu harus
dimanfaatkan. Apabila tidak diisi maka kita merugi, bahkan kalaupun diisi
tetapi dengan hal-hal yang negatif, maka manusia pun diliputi oleh kerugian.
Yang tidak merugi adalah mereka yang mempunyai empat sifat yaitu: beriman,
beramal shalih, saling berwasiat dalam kebenaran dan saling berwasiat dalam
kesabaran.
Berkaitan dengan surat Al-Ashr ini, Imam Syafi’i berkata:
“Sekiranya orang mempelajari surat ini secara seksama, niscaya kandungannya
sudah cukup bagi seluruh manusia.” Hal ini menunjukkan betapa pentingnya
memahami dan mengaplikasikan surat ini dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Abduh,
Muhammad. 1999. Tafsir Juz ‘Amma Muhammad Abduh. Bandung: Mizan.
Al Maragi,
Ahmad Mustafa. 1993. Tafsir Al Maragi Juz XXX. Semarang: PT Karya Toha
Putra.
Hamka. 2006. Tafsir Al Azhar Juz XXX. Jakarta: PT Citra
Serumpun Padi.
Shihab,
Muhammad Quraish. 1997. Tafsir Al-Qur’an Al-Karim. Bandung: Pustaka
Hidayah.
PROFIL
Nama :
Nok Asih
NIM :
2021115150
Alamat :
Ds. Kaliprau RT02/RW06,
Kec.
Ulujami Kab. Pemalang
Riwayat
Pendidikan : 1. SDN 03 Kaliprau
2. SMPN 1 Ulujami
3. MASS Hadirul Ulum, Ulujami.
4. IAIN Pekalongan
[1] Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim, (Bandung: Pustaka
Hidayah, 1997), hlm. 473
[2] Muhammad Quraish Shihab, Ibid., hlm. 476
[3] Muhammad Quraish Shihab, Ibid., hlm. 480
[4] Hamka, Tafsir Al Azhar Juz XXX, (Jakarta:PT Citra Serumpun
Padi, 2006), hlm. 257-260
[5] Ahmad Mustafa Al Maragi, Tafsir Al Maragi Juz XXX, (Semarang:
PT Karya Toha Putra, 1993), hlm. 410-412
[6] Muhammad Abduh, Tafsir Juz ‘Amma Muhammad Abduh, (Bandung:
Mizan, 1999), hlm. 309-312
Tidak ada komentar:
Posting Komentar