INVESTASI
AMAL SHALIH
“Hijrah
dan Jihad Pakai Harta Jiwa Raga”
QS. At-Taubah ayat 20
Bomo Yusuf S. (2021115146)
Kelas : D
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan hidayah dan inayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas dalam
pembuatan makalah tentang “Hijrah dan Jihad Pakai Harta Jiwa Raga” yang
digunakan sebagai salah satu tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi II yang
disampaikan oleh dosen pengampu Muhammad Ghufron, M.S.I.
Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penulisan makalah ini. Terutama kepada dosen pengampu yang telah memberikan
tugasnya kepada saya. Dan semoga makalah ini bisa membantu bagi siapa saja yang
ingin mengetahui tentang “Hijrah dan Jihad Pakai Harta Jiwa Raga”.
Namun demikian, makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Segala
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat saya harapkan untuk penulisan
makalah kedepannya. Terima kasih.
Pekalongan, 20 Maret 2017
Bomo Yusuf S.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Hijrah yaitu
berubah menjadi lebih baik dengan meninggalkan segala yang bertentangan dengan
kebenaran dan hak-hak asasi manusia.Berpindah dari mengejar keuntungan pribadi
menuju kepentingan bersama.Dimana hukum tidak boleh membedakan antara kaya dan
miskin atau antara pembesar dan rakyat biasa.
Dalam Qs. At-Taubah ayat 20 ini dijelaskan bahwa seseorang yang
berhijrah dan berjihad dengan harta dan jiwa raga dijalan Allah dengan niat
mendekatkan diri kepadanya-Nya akan memiliki kedudukan yang lebih tinggi.
Selain itu
orang-orang yang hanya menentramkan Masjidilharam dan memberi air minum orang
berhaji pahalannya tidak sepadan dengan kedua hal tersebut diatas. Oleh, karena
itu barang siapa yang mengatakan bahwa menentramkan Masjidilharam dan memberi
air minum orang yang berhaji pahalanya sama termasuk orang-orang yang zalim,
dan perbuatan mereka tidak bermanfaat di sisi Allah jika disertai kemusyrikan
kepada-Nya.
B.
Tema
dan Judul
Tema :
Investasi Amal Shalih
Judul : Hijrah
dan Jihad Pakai Harta jiwa Raga
C.
Nash
الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ
بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللَّهِ وَأُولَئِكَ
هُمُ الْفَائِزُون
Artinya : “Orang-orang
yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan
diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah
orang-orang yang mendapat kemenangan.”(QS. At-Taubah 9:20)
D.
Pentingnya
untuk dibahas
Pentingnya
membahas ayat ini adalah untuk mengetahui bahwa orang-orang yang percaya kepada
keesaan Allah dan berhijrah dari negeri kafir menuju negeri islam serta menahan
derita jihad di jalan Allah dengan mengorbankan harta dan jiwa, adalah lebih
tinggi derajatnya di sisi Allah daripada orang-orang yang tidak memiliki sifat
seperti itu. Merekalah orang-orang yang mendapat kemenangan berupa pahala dan
kemuliaan Allah SWT.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori
1.
Pengertian
Hijrah
Hijrah adalah berpindah kepada suasana yang lebih baik dengan
meninggalkan segala yang bertentangan dengan kebenaran dan hak-hak asasi
manusia.Berpindah dari mengejar keuntungan pribadi menuju kepentingan
bersama.Dimana hukum tidak boleh membedakan antara kaya dan miskin atau antara
pembesar dan rakyat biasa.Hijrah adalah berpindah dari mabuk harta dan gila
dunia menjadi orang yang menyadari bahwa dunia ini adalah tempat singgah
sementara yang pasti akan kita tinggalkan. Kita baru dinamakan hijrah kalau
kita sudah mampu menjauhi segala yang dilarang oleh Allah, kita baru dikatakan
mukmin kalau orang lain sudah aman dari gangguan dan kejahatan kita, dan kita
baru dikatakan muslim kalau orang lain bisa selamat dari bahaya lidah dan
gangguan tangan kita.Jika kita melakukan hijrah yang diniatkan karena Allah
semata, Allah telah membukakan kepadanya segala pintu kebaikan dan
kesejahteraan serta berada di puncak kemenangan dan kekuasaan yang berlandaskan
kejujuran, keadilan dan kebenaran.
2.
Pengertian
Jihad
Sedangkan jihad berasal dari kata Jahd yang berarti letih atau
sukar. Ada juga yang berpendapat bahwa jihad berasal dari akar kata ”Juhd” yang
berarti kemampuan. Terlihat dari kata tersebut mengandung makna ujian dan
cobaan bagi kualitas iman seseorang. Jadi dapat disimpulkan bahwa jihad adalah
cara untuk mencapai tujuan serta tidak mengenal putus asa, menyerah, kelesuan,
tidak pula pamrih. Tetapi jihad tidak bisa dilaksanakan tanpa modal karenaitu
jihad mesti disesuaikan dengan yang dimiliki dan tujuan yang ingin dicapai.[1]
B.
Tafsir
1.
Tafsir
Al-Maraghi
Dalam hukum Allah, orang-orang beriman, berhijrah dan berjihad
dijalan Allah dengan harta dan diri mereka, itu lebih agung derajatnya, lebih
tinggi kedudukannya dalam martabat keutamaan dan kesempurnaan, serta lebih
besar pahalanya daripada mereka memberi minum kepada orang-orang yang
menunaikan ibadah haji dan memakmurkan masjid, yang oleh sebagian Muslimin
dipandang bahwa perbuatan mereka itu adalah jalan mendekatkan diri kepada Allah
yang paling utama sesudah Islam.[2]
2.
Tafsir
Al-Misbah
Setelah ayat yang lalu menegaskan bahwa mereka tidak sama, kini
ditegaskan siapa yang lebih mulia, yaitu orang-orang yang beriman dengan iman yang
benar dan membuktikan kebenaran iman mereka antara lain dengan taat kepada
Allah dan Rasul-Nya dan berhijrah dari Mekah ke Madinah serta berjihad di jalan
Allah untuk menegakkan agama-Nya dengan harta benda mereka dan diri mereka,
adalah lebih agung derajatnya di sisi Allah dari mereka yang tidak menghimpun
ketiga sifat ini dan itulah yang sangat tingi kedudukanya adalah mereka yang
secara khusus dinamai orang-orang yang benar-benar beruntung secara sempurna.
Kata (هم)hum/ mereka setelah kataأولئكula’ika/itulah menjadikan ayat ini mengkhususkan surga bagi yang
memenuhi ketiga sifat yang disebut di atas. Tentu saja pengkhususan tersebut
tidak berarti bahwa yang tidak memenuhinya tidak akan mendapat surga.
Pengkhususan tersebut mengisyaratkan bahwa ganjaran yang mereka terima
sedemikian besar sehingga tidak dapat dibandingkan dengan ganjaran selain
mereka dan bahwa keberuntungan yang diperoleh selain mereka tidak berarti jika
dibandingkan dengan keberuntungan yang diperoleh mereka yang menyandang ketiga
sifat tersebut di atas, yakni beriman, berhijrah, berjihad dengan jiwa serta
dengan harta.[3]
3.
Tafsir
Al-Azhar
“Orang-orang yang beriman dan berhijrah dan berjihad pada jalan
Allah.” (pangkal ayat 20).
Tiga serangkai dari keutaman Iman, yang menjadi sifat dari mukmin
pertama di zaman Nabi SAW dan kesedihan pengikut Nabi setelah beliau tidak ada
lagi:
Pertama : Iman
Kedua : Sangup hijrah meningalkan kampung halaman karena
mempertahankan iman.
Ketiga: Sanggup berjihad dan berperang untuk menegakan jalan Allah.
“Dengan harta benda mereka dan jiwa-jiwa mereka.” Artinya selalu
bersedia, selalu bersiap menunggu apa yang diperintahkan oleh Tuhan, walau yang
diminta itu harta kita, ataupun nyawa kita. Sangat besarlah derajat mereka di
sisi Allah, sebab mereka percaya kepada Allah.
“Dan mereka itu, merekalah orang-orang yangberoleh kejayaan.”
(ujung ayat 20). Kejayaan yang luas sekali, jaya dunia dengan kedudukan dan
martabat yang tingi ditengah segala bangsa dan agama, dan jaya di Akhirat.[4]
4.
Tafsir
Ibnu Katsir
Ibnu Abbas menafsirkan Ayat ini dengan: sesungguhnya orang
musyrikin berkata, ”sesungguhnya orang-orang yang memakmurkan Baitullah dan
memberi minum kepada orang-orang yang berhaji adalah lebih baik daripada orang
yang beriman dan berjihad.” Mereka berpaling dari Al-Qur’an dan Nabi Saw.Maka
Allah mengunggulkan keimanan dan jihad bersama Nabi Saw.Atas pengurusan
Baitullah dan dan pemberian air minum yang dilakukan oleh kaum
musyrikin.Perbuatan mereka ini tidaklah bermanfaat pada sisi Allah jika
disertai kemusyrikan kepada-Nya.
Al-Walid bin Muslim meriwayatkan dari an-Numan bin Basyir
al-Anshari dia berkata, “Aku berada dekat mimbar Rasulullah Saw. Bersama
kelompok sahabatnya.Salah seorang diantara mereka berkata, “aku tak peduli
kalau aku tidak melakukan suatu amal karena Allah setelah masuk Islam karena
aku telah memberi minum kepada orang yang berhaji.” Yang lain berkata ‘bukan
demikian, tetapi aku telah mengurus Masjidil Haram.” Sahabat lain berkata
“bukan demikian, justru jihad di jalan Allah adalah lebih baik dari apa yang
kamu katakana.” Maka Umar bin Khaththab menghardik mereka, lalu berkata
“janganlah kamu berbicara keras di sisi mimbar Rasulullah dan itu terjadi pada
hari jum’at. Jika Shalat jum’at telah
usai aku akan menemui Rasulullah dan meminta fatwa kepadanya ihwal apa yang kalian
perselisihkan.”
Nu’am berkata: kemudian Umar melakukannya. Maka turunlah Ayat,
“Apakah kamu menetapkan orang-orang yang memberi minum kepada orang yang
berhaji dan orang yang memakmurkan Masjidil Haram itu seperti orang yang beriman
kepada Allah dan hari akhir serta jihad dijalan Allah? Mereka tidak sama pada
sisi Allah. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.” (Qs.
At-Taubah 19)[5]
C.
Aplikasi
dalam kehidupan
Pelaksanaan semua perbuatan ibadah jelas mengandung jihad. Shalat
lima kali sehari secara teratur selama hidup, bagi kita, tidak mungkin terjadi
tanpa usaha yang sungguh-sungguh atau jihad. Begitu juga dengan puasa dari
terbitnya matahari hingga terbenamnya matahari, tentu saja adalah sebuah jihad
dan membutuhkan pengorbanan besar dari
nafsu manusia demi perintah Tuhan. Demikian juga halnya dengan ibadah-ibadah
yang lain.
Jihad juga dituntut dalam bidang hubungan antar manusia dan
muamalat jika orang hendak menjalankan kehidupan yang jujur dan lurus. Tidak
hanya perbuatan ibadah yang berkaitan langsung dengan Tuhan, tapi juga yang
berkaitan dengan makhluk tuhan yang lain.
D.
Aspek
tarbawi
1.
Orang
mukmin yang mampu menyeimbangkan antara iman, hijrah dan jihad dalam kehidupan
pribadi akan ditinggikan derajatnya oleh Allah SWT.
2.
Berjihad
tidak hanya berperang, tapi juga dengan beramal menggunakan harta jiwa dan
raga.
3.
Mempunyai
jiwa sosial yang tinggi terhadap sesama.
4.
Bersemangat
dalam menggapai rahmat dan ridho Allah SWT.
5.
Orang
yang beriman, hijrah, dan berjihad dengan mengorbankan harta, kekayan dan
dirinya akan memperoleh derajat yang tingi di sisi Allah berupa surga yang kekal,
rahmat, dan ridha Allah.[6]
PENUTUP
Simpulan
Seseorang yang melakukan hijrah dan diniatkan karena Allah semata,
Allah telah membukakan kepadanya segala pintu kebaikan dan kesejahteraan serta
berada di puncak kemenangan dan kekuasaan yang berlandaskan kejujuran, keadilan
dan kebenaran.jadi dapat disimpulkan bahwa seseorang yang mempunyai iman,
berhijrah dan berjihad dijalan Allah akan mendapatkan segalakebaikan dari
Allah, dibandingkan dengan orang-orang yang hanya memberi minum orang yang
berhaji serta memakmurkan masjid.
Saran
Pembahasan dalam makalah yang saya susun ini memang jauh dari suatu
kesempurnaan, maka dari itu saya mengharap kepada Pembaca makalah ini agar
mencari refrensi dan buku bacaan yang mendukung terhadap pembahasan mengenai
materi ini dan saya sangat mengharap saran dan kritiknya yang tak lain hal
tersebut saya butuhkan untuk memperbaiki makalah selanjutnya. Saya ucapkan
terima kasih, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca sekalian.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghi,
Ahmad Mustafa. 1987. Terjemah Tafsir al-Maraghi Jus 10. Semarang: CV. Toha
Putra.
Ar-Rifa’I,
Nasib Muhammad.2000. Taisiru al Aliyyul Qadir Li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir
Jilid 4.Jakarta: Gema Insani Press.
Dapartemen
Agama RI. 2009. Al-Qur`an Bayan. Jakarta: Al-Qur`an terkemuka.
Hamka.
1984. Tafsir al-AzharJuz X. Jakarta:
Pustaka Panjimas.
Shihab, M
Quraish. 2006. Tafsir al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati.
Shihab,M
Quraish. 2007.Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Tematik Atas Berbagai Persoalan Umat.
Bandung: Mizan Pustaka
PROFIL PENULIS
Nama
: Bomo
Yusuf Saputro
NIM : 2021115146
Alamat : Ds.
Legokkalong, Kec. Karanganyar,
Kab. Pekalongan
Riwayat Pendidikan :
1.
SD N
1 Legokkalong (2009)
2.
SMP
N 1 Kajen (2012)
3.
SMA
N 1 Kajen (2015)
[1] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an:
Tafsir Tematik Atas Berbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan Pustaka, 2007),
hlm. 396-397
[2] Ahmad Mustafa al-Maraghi, TerjemahTafsir al-Maraghi
Jus X, (Semarang: CV. Toha Putra, 1987), hlm.132-133
[3] M. Quraish Sihab, Tafsir al-Misbah:
Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur`an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 555
[4]Hamka, Tafsir al-Azhar Juz X, (Jakarta: Pustaka
Panjimas, 1984), hlm. 134
[5] Muhammad Nasib ar-Rifa’I,Taisiru al
Aliyyul Qadir Li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir, Jilid II, (Jakarta: Gema Insani
Press, 2005), hlm. 577-578
[6] Dapartemen Agama RI, Al-Qur`an Bayan,
(Jakarta: Al-Qur`an Terkemuka, 2009), hlm.190
Tidak ada komentar:
Posting Komentar