SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2017
Puji syukur
kami ucapkan atas kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan hidayah dan
inayahnya kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah
Sejarah dan Peradaban Islam ini dengan
tepat waktu.
Penyusunan
makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Sejarah dan Peradaban Islam dengan
guru pembimbing Bapak Muhammad Gufron, MSI tentang Sejarah Masuk dan Kerajaan
Islam di Nusantara dengan baik dan benar. Makalah ini bisa diselesaikan dengan
baik karena usaha dari kelompok kami. Kami menyadari bahwa terdapat berbagai
kekurangan yang ada pada makalah ini sebagai akibat dari pengetahuan dan
keterbatasan penulis. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis akan selalu
membuka diri untuk menerima segala kritik yang membangun dari berbagai pihak
sebagai salah satu usaha guna menutupi kekurangan-kekurangan yang terdapat
dalam laporan ini.
DAFTAR ISI
Prakata
…………………………………………………………………………… 2
Daftar
Isi …………………………………………………………………………. 3
BAB
I PENDAHULUAN
……………………………………………………….. 4
1.1
Latar Belakang …………………………………………………………… 4
1.2
Rumusan Masalah ……………………………………………………….. 5
1.3
Tujuan Pembelajaran……………………………………………………… 5
BAB
II PEMBAHASAN
………………………………………………………… 6
2.1 Islam Masuk ke Nusantara ………………………………………………. 6
2.2
Tassawuf dan Islam di Indonesia ……………………………………….. 13
2.3
Sebab – Sebab Islam Cepat Berkembang di Indonesia
…………………. 16
2.4
Kesultanan Islam di Luar Indonesia ……………………………………. 17
2.5 Kondisi Kerajaan – Kerajaan di Indonesia
……………………………… 19
BAB
III PENUTUP
…………………………………………………………….. 31
3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………… 31
3.2 Saran …………………………………………………………………….. 31
DAFTAR
PUSTAKA ……………………………………………………………. 32
Biodata Kelompok ……………………………………………………………….. 33
BAB I
PEMBAHASAN
1.1 Latar Belakang
Sejak zaman prasejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal
sebagai pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal abad Masehi sudah ada rute –
rute pelayaran dan perdagangan antara kepulauan Indonesia dengan berbagai
berbagai daerah di Asia Tenggara.
Bahkan dua abad sebelum tarikh Masehi,
Indonesia (kepulauan Nusantara) khususnya Sumatra telah dikenal dalam peta
dunia masa itu. Peta tertua yang disusun oleh Claudius Ptolemaes, seorang
gubernur Kerajaan Yunani yang berkedudukan di Alexandria (Mesir), menyusun peta
berjudul Geographyle telah menyebut dan memasukkan Nusantara dengan sebutan
Barousai. Yang dimaksud tentunya pantai barat Sumatra yang kaya akan kapur
barus.
Pedagang-pedagang muslim asal Arab, Persia
dan India juga ada yang sampai ke kepulauan Indonesia untuk berdagang sejak
abad ke 7 M (abad 1 Hijriyah), ketika Islam pertama kali berkembang di Timur
Tengah. Hubungan perdagangan ini juga menjadi hubungan penyebaran agama Islam
yang semakin lama semakin lebih intensif.
Dengan demikian, Indonesi telah dikenal
sejak zaman dahulu oleh bangsa-bangsa baik di timur maupun di barat, karena
menjadi jalur lalu lintas perjalanan. Sebagai wilayah yang mudah dijangkau dan
menghasilkan banyak hasil bumi, maka amat logis jika Indonesia menjadi wilayah
untuk memperoleh pengaruh, dan tidak terkecuali untuk penyebaran agama Islma.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Islam Masuk ke Nusantara ?
2. Bagaimana Tassawuf dan Islam di Indonesia ?
3. Apa Saja Sebab – Sebab Islam Cepat
Berkembang di Indonesia ?
4. Bagaimana Kesultanan Islam di Luar
Indonesia?
5. Bagaimana Kondisi Kerajaan – Kerajaan di
Indonesia : Kerajaan Perlak, Samudra Pasai, Kerajaan Demak, dll.
1.3 Tujuan
1. Agar
dapat mengetahui bagaimana proses Islam masuk ke Nusantara.
2. Agar dapat mengetahui bagaimana tassawuf
dan Islam di Indonesia.
3. Agar dapat mengetahui sebab – sebab Islam
cepat berkembang di Indonesia.
4. Agar dapat mengetahui Kesultanan Islam di
luar Indonesia.
5. Agar dapat mengetahui bagaimana kondisi
kerajaan – kerajaan di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Islam Masuk ke Nusantara
Mengenai proses masuk dan berkembangnya agama Islam ke Indonesia, para
sarjana dan peneliti sepakat bahwa islamisasi itu berjalan secara damai, meskipun
ada juga penggunaan kekuatan oleh penguasa muslim Indonesia untuk mengislamkan
rakyat atau masyarakatnya.
·
Teori tentang Masuknya Islam ke Indonesia
Mengenai asal, tokoh pembawa, waktu dan tempat islamisasi pertama kali
di Indonesia masih merupakan masalah yang kontoversial. Hal ini disebabkan
kurangnya data yang dapat dipergunakan untuk merekonstruksi sejarah yang valid,
juga adanya perbedaan-perbedaan tentang apa yang dimaksud dengan “Islam”.
Sebagian sarjana dan peneliti memberikan pengertian Islam dengan kriteria
formal yang sangat sederhana seperti pengucapan kalimat syahadat atau pemakaian
nama Islam. Sebagian yang lain mendefinisikan Islam secara sosiologis, yakni
masyarakat itu dikatakan telah Islam, jika prinsip-prinsip Islam telah berfungsi
secara aktual dalam lembaga sosial, budaya, dan politik. Jadi mereka menganggap
bacaan kalimat syahadat tidak dapat dijadikan bukti adanya penetrasi Islam
dalam suatu masyarakat.
Setidak-tidaknya ada empat teori tentang islamisasi awal di Indonesia,
yaitu Islam bersumber dari Anak Benua India (teori India), teori Arab, teori
Persia, dan teori Cina.
1.
Teori India
Teori ini antara lain dikemukakan oleh
Pijnappel, Snouck Hurgronje, Moquette, dan Fatimi. Dalam teori ini dijelaskan bahwa Islam
pertama kali datang ke Indonesia berasal dari Anak Benua India sekitar abad
ke-13.
Pijnappel mengajukan bukti adanya persamaan
mazhab Syafi’I antara di Anak Benua India dengan di Indonesia. Orang-orang Arab
yang bermazhab Syafi’I bermigrasi dan menetap di Gujarat dan Malabar kemudian
membawa Islam masuk ke Nusantara. Jadi berpendapat bahwa islamisasi di
Nusantara dilakukan oleh orang Arab, tetapi bukan datang langsung dari Arab,
melainkan dari India, terutama dari Gujarat dan Malabar.
Snouck Hurgronje berpendapat bahwa saat
Islam mempunyai pengaruh yang kuat di kota-kota India selatan, banyak muslim
Dhaka yang disana. Mereka inilah yang pertama menyebarkan agama Islam ke
kepulauan Melayu, kemudian diikuti oleh orang-orang Arab. Snouck Hurgronje
menyatakan bahwa Islam Nusantara bukan berasal dari Arab, karena sedikitnya
fakta yang menyebutkan peranan bangsa Arab dalam penyebaran agama Islam ke
Nusantara. Ia berpendapat bahwa Islam Nusantara berasal dari India, karena
sudah lama terjalin hubungan perdagangan anatara Indonesia dengan India dan
adanya inskripsi tertua tentang Islam yang terdapat di Sumatra mengindikasikan
adanya hubungan antara Sumatra dan Gujarat.
Islam pertama kali muncul di Semenanjung
Malaya dari arah pantai timur, bukan dari arah barat (Malaka), pada abad ke-11,
melalui Kanton, Phanrang (Vietnam), Leran, dan Trengganau. Ia berpendapat bahwa
Islam yang ada di Semenanjung lebih mirip dengan Islam di Phanrang dan
elemen-elemen prasasti Trengganu juga lebih mirip dengan prasasti yang
ditemukan di Leran.
Menaggapi tentang asal-usul Islam dari
Gujarat, Marrison berpendapat meskipun beberapa batu nisan di bagian tertentu
Nusantara mungkin berasal dari Gujarat, bukan berarti Islam berasal dari sana.
2.
Teori Arab
Teori ini
antara lain dikemukakan oleh Sir Thomas Arnold, Crawfurd, Niemann, dan de
Holander. Arnold berpendapat bahwa selain dari Coromandel dan Malabar Islam
Nusantara juga berasal dari Arab. Bukti yang ia ajukan ialah adanya kesamaan
mazhab antara di Coromandel dan Malabar dengan mazhab mayoritas umat Islam di
Nusantara, yaitu mazhab Syafi’i.
Mengenai
pendapatnya tentang asal Islam Nusantara dari Arab, Arnold berpendapat bahwa
para pedagang Arab membawa Islam saat mereka menguasai perdagangan Barat-Timur
sejak awal abad ke-7 M dan ke-8 M. Dapat diduga bahwa mereka juga menyebarkan
agama Islam ke Nusantara. Arnold juga mengatakan bahwa sebuah sumber Cina
menyebutkan bahwa menjelang perempat ketiga abad ke-7 M ada seorang Arab yang
menjadi pemimpin pemukiman Arab muslim di pesisir bangsa Sumatra. Mereka ini
juga melakukan kawin campur dengan penduduk setempat, sehingga muncullah
komunitas muslim.
Crawfurd
mengatakan bahwa Islam dikenalkan langsung dari Arab, meskipun demikian dia
juga menegaskan bahwa hubungan bangsa Melayu-Indonesia dengan kaum muslimin
dari pesisir Timur India juga merupakan faktor penting . Niemann dan De
Hollander mengatakan bahwa Islam datang dari Hadramaut, karena adanya persamaan
antara mazhab yang dianut oleh muslim Hadramaut dengan muslim Nusantara, yaitu
mazhab Syafi’i.
3. Teori Persia
Teori ini
dikemukakan oleh P.A. Hoesein Djajadiningrat. Dalam teori ini dinyatakan bahwa
Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-13 M di Sumatra, yang berpusat di Samudra
Pasai. Dia mendasarkan argumennya pada persamaan budaya yang berkembang di
kalangan masyarakat Islam Indonesia dengan budaya yang ada di Persia.
Bukti-bukti
persamaan budaya itu antara lain;
a) Adanya peringatan 10 Muharram atau Asyura
yang merupakan tradisi yang berkembang dalam masyarakat Syiah untuk
memperingati hari kematian Husain di Karbela. Tradisi ini diperingati dengan
membuat bubur Syura.
b) Adanya persamaan antara ajaran al-Hallaj,
tokoh sufi Iran dengan ajaran Syeikh Siti Jenar.
c) Persamaan dalam sistem mengeja huruf Arab
bagi pengajian al-Qur’an tingkat awal.
d) Adanya persamaan batu nisan yang ada di
makam Malik al-Shalih (1297 M) di Pasai dengan makam Malik Ibrahim (1419 M) di
Gresik yang dipesan dari Gujarat.
Meskipun demikian teori Persia ini juga
memandang adanya pengaruh mazhab Syafi’i di Indonesia berasal dari Malabar,
yang merupakan mazhab paling utama di daerah itu.
Pijnappel juga berpendapat bahwa Islam di
Nusantara juga mendapat pengaruh dari Persia di samping dari Arab. Dia
menunjukkan bukti adanya jalur perdagangan dari Teluk Persia ke pantai barat
India, Broach, Surat, dan Quilon (Kulam) merupakan pusat – pusat perdagangan
yang penting. Adanya pengaruh dari Persia disebabkan karena kontak dengan
pantai barat India.
4. Teori Cina
Teori ini menyatakan bahwa Islam datang ke
Nusantara bukan dari Timur Tengah/Arab maupun Gujarat/India, tetapi dari Cina.
Pada abad ke-9 M banyak orang muslim Cina Kanton dan wilayah Cina selatan lain
yang mengungsi ke Jawa sebagian ke Kedah dan Sumatra. Hal ini terjadi karena
pada masa Huan Chou terjadi penumpasan terhadap penduduk Kanton dan wilayah
Cina selatan lainnya yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Mereka berusaha mengadakan revolusi politik
terhadap Keraton Cina pada abad ke-9 M.
Disamping adanya pengungsi Cina ke Jawa
pada abad ke-9 M, pada abad ke- 8M -11 M sudah ada pemukiman Arab muslim di
Cina dan di Campa. Memang sudah terjadi hubungan perdagangan yang cukup lama
antara orang-orang Cina dengan orang-orang Jawa. Suatu hal yang wajar jika pada
abad ke-11 M telah terdapat komunitas muslim di Jawa, seperti adanya makam
Islam dan keramik Cina di situs Leran. Temuan tersebut dapat dijadikan bukti
bahwa sejak abad ke-11 M derah Leran dan sekitarnya merupakan pusat perdagangan
penting di Jawa Timur.
Cina mempunyai peranan yang besar dalam
perkembangan Islam di Indonesia. Di samping bukti-bukti di atas, arsitektur
masjid Demak dan juga berdasarkan beberapa catatan sejarah beberapa sultan dan
sunan yang berperan dalam penyiaran agama Islam di Indonesia adalah keturunan. Cina, misalnya Raden Patah yang mempunyai nama
Cina Jin Bun, Sunan Ampel dan lain-lain.[1]
·
Proses Islamisasi di Nusantara
Menurut Hasan Maurif Ambary ada tiga tahap
proses islamisasi di Nusantara. Pertama, fase kehadiran para pedagang muslim
(abad ke-1 sampai ke-4 H). Kedua, fase terbentuknya kerajaan Islam (13-16M).
Pada fase ini ditandai dengan munculnya pusat-pusat kerajaan Islam. Ketiga,
fase pelembagaan Islam, Agama Islam yang berpusat di Pasai tersebar luas ke
Aceh di Pesisir Sumatra, Semenanjung Malaka, Demak, Gresik, Banjarmasin, dan
Lombok.
Ada tiga pola sosialisasi Islam di Nusantara,
yaitu: Pertama, kota menjadi pusat perdagangan dan sebagai basis komunitas
muslim dan dari sinilah penguasa diislamkan. Kedua, kaum elit kerajaan berguru ke pusat pendidikan
Islam, seperti Ternate yang berguru ke Giri, Gresik. Ketiga, kesultanan Islam
memberikan bantuan kepada suatu kerajaan untuk menaklukan kerajaan lainnya,
seperti Kerajaan Demak membatu kerajaan Banjar dalam rangka menaklukan kerjaan
Daha, dengan syarat alasan penguasanya harus memeluk Islam.[2]
·
Jalur-jalur yang dilakukan oleh para penyebar Islam
yang mula-mula di Indonesia adalah sebagai berikut.
1. Melalui jalur perdagangan
Kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad
ke-7 hingga ke-16 M membuat para pedagang muslim (Arab, Persia, dan India)
turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian barat, tenggara,
dan timur benua Asia. Islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena
para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan. Mereka yang
melakukan dakwah Islam, sekaligus juga sebagai pedagang yang menjajakan
dagangannya kepada penduduk pribumi.
2.
Melalui jalur perkawinan
Dari sudut ekonomi, para pedagang muslim
memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi sehingga
penduduk pribumi, terutama putri-putri bangsawan, tertarik untuk menjadi istri
saudagar-saudagar itu. Sebelum menikah mereka diislamkan lebih dahulu. Dengan
melalui jalur perkawinan, para penyebar Islam melakukan perkawinan dengan
penduduk pribumi. Melalui jalur perkawinan mereka telah menanamkan cikal bakal kader-kader
Islam.
3.
Melalui jalur tasawuf
Para penyebar Islam juga dikenal sebagai pengajar-pengajar
tasawuf. Mereka mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah
dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Di antara mereka juga ada yang
mengawini putri-putri bangsawan setempat. Penyebaran Islam kepada masyarakat
Indonesia melalui jalur tasawuf atau mistik ini mudah diterima karena sesuai
dengan alam pikiran masyarakat Indonesia.
4.
Melalui jalur pendidikan
Dalam islamisasi di Indonesia ini, juga
dilakukan melalui jalur pendidikan seperti pesantren, surau, masjid, dan
lain-lain yang dilakukan oleh guru-guru agama, kiai dan ulama. Jalur pendidikan
digunakan oleh para wali khususnya di Jawa dengan membuka lembaga pendidikan
pesantren sebagai tempat kaderisasi mubaligh-mubaligh Islam di kemudian hari. Setelah keluar dari pesatren atau pondok,
mereka pulang ke kampung masing-masing atau berdakwah ke tempat tertentu
mengajarkan Islam.
5.
Melalui jalur kesenian
Para penyebar Islam juga menggunakan kesenian
dalam rangka penyebarluasan Islam, antara lain dengan wayang, sastra dan
berbagai kesenian lainnya.
6.
Melalui jalur politik
Pengaruh politik raja sangat membantu
tersebarnya Islam di Indonesia. Sebagaimana diketahui, melalui jalur politik
para walisongo melakukan strategi dakwah mereka dikalangan para pembesar
kerajaan seperti Majapahit, Pajajaran, bahkan para walisongo juga mendirikan
kerajaan Demak, Sunan Gunungjati juga mendirikan Kerajaan Cirebon dan Kerajaan
Banten.[3]
2.2 Tassawuf dan Islam di Indonesia
Para ahli
berpendapat bahwa kedatangan dan perkembangan tasawuf di Indonesia bersamaan
dengan kedatangan dan berkembangnya Islam. Yang perkembangannya sampai sekarang
masih berlanjut. Mula-mula Islam datang di pelabuhan, diperkenalkan,
disebarkan, dikembangkan, dimantapkan, dan diperbarui. Kedatangannya tentu
melalui jaringan perhubungan yang berlanjut timbal balik dari genarasi ke
generasi, dari abad ke abad antara Nusantara dengan Timur Tengah (sebagai pusat
Islam). Mula-mula berupa jaringan perdagangan, berlanjut jaringan ulama (sebagaimana
disebut oleh Azyumardi Azra), selanjutnya jaringan tasawuf / tarekat, sehingga
perubahan apapun di pusat Islam Timur Tengah akan sangat mempengaruhi Islam di
Indonesia.[4]
Islam dalam
tahap ini sangat diwarnai oleh aspek tasawuf atau mistik ajaran Islam, namun
ini tidak berarti bahwa aspek hukum (syariah) terabaikan sama sekali. Pendulum
Islam tidak pernah berhenti bergerak di antara kecenderungan sufisme dengan
panutan yang lebih taat kepada syariah. Misalnya Nuruddin Arraniri yang lebih
berorientasi pada syariah dengan dukungan penguasa “membersihkan” Aceh khusunya
dari gagasan-gagasan filosofis sufistik Hamzah Fansuri dan Samsudin yang
dianggapnya menyimpang wahdat al-wujud yang berbau Pantheisme itu. Dan
Abdurrauf Singkel yang juga pemimpin
terkemuka (syaikh) tarekat Syatariyah, tidak kurang pula menekankan pentingnya
syariah dalam menempuh jalan tasawuf.
Meskipun
demikian, secara umum Islam tasawuf tetap unggul dalam tahap pertama
Islamisasi, setidaknya sampai akhir abad ke17 M. Hal tersebut dikarenakan Islam
tasawuf yang datang ke Nusantara, dengan segala pemahaman dan penafsiran
mistisnya terhadap Islam, dalam berbagai segi tententu “cocok” dengan latar
belakang masyarakat setempat yang dipengaruhi asketisme Hindhu Buddha dan
Sinkritisme keperayaan lokal. Juga terhadap kenyataan bahwa tarekat-tarekat
sufi memiliki kecenderungan untuk bersikap toleran terhadap pemikiran dan
praktik tradisional semacam itu, yang sebenarnya bertentangan dengan praktik
ketat unilitarianisme Islam.
Dalam proses
Islamisasi tahap pertama ini Islam tidak langsung secara merata diterima oleh
lapisan bawah masyarakat. Di Jawa misalnya, semula Islam hanya dipraktikan oleh
sekelompok kecil muslimin yang aktif dan dinamis dalam membawa pesan – pesan
Islam, yang juga bertugas melaksanakan
kegiatan keislaman atas nama seluruh masyarakat desa di banyak bagian di Jawa. Sebagian besar penduduk tetap menganut
kepercayaan nenek moyang mereka atau memeluk Islam hanya secara nominal.
Jelas bahwa Islam pada awal masuk ke wilayah Nusantara, khususnya di
Indonesia, nuansa tasawuf sangat dominan. Hal tersebut dapat dimaklumi bahwa
kondisi Indonesia ketika Islam datang, faktor Animisme, Dinamisme, Hindu dan
Buddha juga sangat dominan dipercayai oleh masyarakat. Dalam paham-paham
kepercayaan dan agama tersebut nuansa mistik sangat kuat dan melekat pada
pemeluk kepercayaan tersebut. Oleh karena itu, menjadi lebih mudah diterima
masyarakat Indonesia, masuknya Islam dengan warna tasawuf yang lebih menekan
faham-faham mistik yang ketika itu menjadi “trend” masyarakat Indonesia.
Perkembangan tasawuf semakin semarak dengan hadirnya para tokoh tasawuf dan
tarekat yang turut berjasa dalam pengembangan agama Islam di Indonesia, seperti
Syaikh Ismail Al-Khalid Al-Minagkabawi, Syaikh Ahmad Khatib Sambas, Syaikh
Abdul Karim Banten dan lain-lain.
Sementara di Jawa, Proses Islamisasi sudah berlangsung sejak abad ke-11
M , meskipun belum meluas, terbukti dengan ditemukannya makam Fatimah binti
Maimun di Leran Gresik yang berangka tahun 475 H / 1802 M.
Adapun para penyebar Islam di Jawa dikenal dengan sebutan “Walisongo”
(sembilan wali), mereka ialah:
a. Maulana Malik Ibrahim,
b. Sunan Ampel,
c. Sunan Bonang,
d. Sunan Derajat,
e. Sunan Giri,
f. Sunan Kalijaga,
g. Sunan Kudus,
h. Sunan Muria, dan
i. Sunan Gunungjati.
Demikian pula perkembangan tarekat di Jawa
khususnya, dan Indonesia pada umumnya, membawa pengaruh yang sangat terasa
dalam perkembangan Islam. Para tokoh tasawuf dan tarekat cukup berjasa dalam
perkembangan Islam di Indonesia. Dikarenakan melalui pendekatan tasawuf ini
Islam justru diterima dengan mudah dan proses islamisasi berjalan dengan damai
tanpa ada kekerasan. Hal ini menunjukkan bahwa para penyebar Islam sangat luwes
(fleksibel) dalam menggunakan pendekatan untuk menyebarluaskan Islam di
Indonesia, karena dalam konsep dakwah Islam menggunakan metide hikmah, mauidzah
hasanah, dan mujadalah yang baik.[5]
2.3 Sebab – Sebab Islam Cepat Berkembang di Indonesia
Menurut Dr. Adil Muhyiddin Al-Allusi, seorang penulis sejarah Islam dari
Timur Tengah dalam bukunya Al-Urubatu wal Islamu fi Janubi Syarqi Asia alhindu
wa Indonesia, menyatakan bahwa ada tiga faktor yang menyebabkan Islam cepat
berkembang di Indonesia, yaitu sebagai berikut.
1) Faktor Agama
Faktor agama, yaitu akidah Islam itu
sendiri dan dasar-dasarnya yang memerintahkan menjunjung tinggi kepribadian dan
meningkatkan harkat dan martabatnya, mengahapuskan kekuasaan kelas kerohanian
seperti Brahmana dalam sistem kasta yang diajarkan Hindu. Masyarakat diyakinkan
bahwa dalam Islam semua lapisan masyarakat sama kedudukannya, tidak ada yang
lebih utama dalam pandangan Allah kecuali karena takwanya.
2) Faktor Politik
Faktor
politik yang diwarnai oleh pertarungan dalam negeri antara negara-negara dan
penguasa-penguasa Indonesia, serta oleh pertarungan negara-negara bagian itu
dengan pemerintah pusatnya yang beragama Hindu.
3) Faktor Ekonomis
Faktor
ekonomis, yang pertama diperankan oleh para pedagang yang menggunakan jalan
laut, baik antarkepualauan Indonesia sendiri, maupun yang melampaui perantara
Indonesia ke Cina, India, dan Teluk Arab / Parsi yang merupakan pendukung
umatnya, karena telah memberikan keuntungan yang tidak sedikit sekaligus
mendatangkan bea masuk yang besar bagi pelabuhan-pelabuhan yang disinggahinya,
baik menyangkut barang-barang yang masuk mapun yang keluar.[6]
2.4 Kesultanan Islam di luar Indonesia
1. Kesultanan Malaka (Abad ke-15)
Kesultanan ini terletak di Semenanjung Malaka. Islam di Malaka berasal
dari kesultanan Samudera Pasai. Pendiri Kesultanan Malaka adalah Parameswara,
seorang pangeran Majapahit. Kesultanan Malaka mencapai puncak kejayaan pada
masa pemerintahan Sultan Muzzafar Syah pada tahun (1445-1459). Kesultanan ini runtuh ketika
Portugis menyerang dan mengalahkan Malaka pada tahun 1511. Peninggalan sejarah
Kesultanan Malaka berupa mata uang yang merupakan peninggalan dari akhir abad
ke-15 dan benteng A-Farmosa yang merupakan bukti penaklukan Malaka oleh pasukan
Portugis.
2. Kesultanan Malaka
Menurut Hamka, raja Malaka yang pertama adalah seorang Raja Hindu
Permaisura. Permaisura (Parameswara) dikenal sebagai raja yang pernah bertahta
di Kerajaan Singapura.
Kerajaan Malaka menjadi maju dalam perdagangan karena Malaka sebagai
kota pelabuhan yang dikunjungi banyak pedagang sebagai pusat transit
perdagangan di wilayah Asia Tenggara. Disamping menjalankan dagang untuk
memperoleh keuntungan, mereka juga dapat mengenal dari dekat cara hidup
orang-orang muslim di Malaka bagi yang berminat mendapat kesempatan untuk
mempelajari agama Islam dan kemudian memeluknya. Kerajaan Malaka ketika itu,
juga sebagai salah satu pusat penyebaran agama Islam ke berbagai wilayah lain
di Asia Tenggara.
3. Kesultanan Islam Pattani (Abad ke-15 M)
Kehadiran Islam di Pattani dimulai dengan kedatangan Syaikh Said
mubaligh dari Pasai, yang berhasil menyembuhkan Raja Pattani bernama Phaya Tu
Nakpa yang sedang sakit parah. Phaya Tu Nakpa (1486-1530 M) beragama Buddha,
kemudian masuk Islam dan bergelar Sultan Islamil Syah. Kesultanan Pattani
kemudian menjadi pusat perdagangan dan pelabuhan, terutama bagi pedagang dari
Cina dan India. Kejayaan Pattani berakhir setelah dikalahkan Kerajaan Siam dari
Bangkok. Peninggalan sejarah Pattani berupa nisan kubur yang disebut Batu Aceh
yang melambangkan kedekatan hubungan dengan Samudera Pasai.
4. Kesultanan Brunei Darus Salam
Raja Brunei pertama adalah Awang Betatar yang tertarik
menerima Islam dan mengganti namanya menjadi Sultan Muhammad Syah.
Pada tahun 1511 M, kerajaan Melayu Malaka jatuh ke tangan
Portugis. Maka atas kekosongan ini Brunei mengambil alih menjadi pusat
penyebaran Islam dan perdagangan di Kepulauan Melayu. Di zaman pemerintahan
Sultan Bolkiah (1473-1521 M), sultan Brunei ke-5, Brunei berkembang menjadi
suatu kerajaan yang kuat dan maju.
Brunei merdeka sebagai Negara Islam di bawah pimpinan
Sultan ke-29, yaitu Hasan Bolkiah Muizaddin Waddaulah.
5. Kesultanan Islam Sulu (Abad ke-15)
Kesultanan Sulu merupakan Islam yang terletak di Filipina
bagian selatan. Islam masuk dan berkembang di Sulu melalui orang Arab yang
melewati jalur perdagangan Malaka dan Filipina. Pembawa Islam di Sulu adalah
Syarif Karim Al-Makdum, mubalig Arab yang ahli dalam ilmu pengobatan. Abu
Bakar, seorang dai dari Arab, menikah dengan putri dari pangeran Bwansa dan
kemudian memerintah di Sulu dengan mengangkat dirinya sebagai Sultan.
Di dalam silsilah Sultan Sulu secara jelas dinyatakan bahwa
Sayid Abu Bakar dijadikan sultan. Hal tersebut menunjukkan bahwa penduduk
Bwansa dan pemimpin-pemimpin mereka pastilah orang yang telah memeluk Islam dan
memiliki kemauan untuk menerima suatu kerajaan Islam di negerinya. Oleh karena
itu, Islam diterapkan oleh Sayid Abu Bakar baik di pemerintahan maupun dalam
kehidupan masyarakatnya.
Para penguasa Kesultanan Sulu di Filipina Selatan yang
dimulai sejak Syarif Abu Bakar (Sultan Syarif Al-Hasyim) (1405-1420 M) hingga
Sultan Jamalul Kiram II (1887) berjumlah 32 Sultan. Di antaranya adalah Sultan
Abu Bakar (Sultan Syarif Al-Hasyim), Sultan Kamaluddin bin Syarif Abu Bakar.
Sultan Alauddin bin Syarif Abu Bakar.
6. Kesultanan Johor (Abad ke-16)
Kesultanan Johor berdiri setelah Kesultanan Malaka dikalahkan oleh
Portugis (1511 M). Sultan Alaudin Riayat Syah membangun Kesultanan Johor sekitar
tahun 1530 – 1536 M. Masa kejayaan kesultanan ini terjadi pada masa
pemerintahan Sultan Abdul Jalil Riayat Syah II. Kesultanan Johor memperkuat
dirinya dengan mengadakan aliansi bersama kesultanan Riau sehingga disebut
kesultanan Johor-Riau. Kesultanan Johor Riau berakhir setelah Raja Haji wafat
dan wilayahnya dikuasai oleh Belanda.
Kesultanan Johor merupakan lanjutan dari Kerajaan Melayu Malaka yang
dikalahkan Portugis (1511 M). Kesultanan Johor merupakan kerajaan yang gigih
mengadakan perlawanan terhadap penjajah Portugis. [7]
2.5 Kondisi Kerajaan – Kerajaan di Indonesia
1. Kerajaan Perlak
Peureulak
adalah nama suatu daerah di wilayah Aceh Timur yang banyak ditumbuhi Kayei
Peureulak atau Kayu Perlak. Kayu ini sangat bagus sebagai bahan pembuatan
kapal, sehingga banyak orang luar datang untuk membeli kayu tersebut. Mereka
menyebut daerah tempat pembelian dengan nama kayu yang dihasilkannya sehingga
terkenal dengan nama sebutan Negeri Perlak.[8]
Kerajaan
Perlak adalah kerajaan Islam pertama di Nusantara. Kerajaan Perlak berdiri pada
abad ke-3 Hijriyah (abad ke-9 Masehi).
Disebutkan
pada tahun 173 H, sebuah kapal layar berlabuh di Bandar Perlak membawa angkatan
dakwah di bawah pimpinan nahkoda khalifah. Kerajaan Perlak didirikan oleh Sayid
Abdul Aziz (Raja Pertama Kerajaan Perlak) dengan gelar Sultan Alaiddin Sayid
Maulana Abdul Aziz Syah.
Angkatan
dakwah yang dipimpin nahkoda khalifah berjumlah 100 orang, yang terdiri dari
orang Arab, Persia, dan India. Mereka ini menyiarkan Islam pada penduduk
setempat dan keluarga istana. Salah seorang dari mereka yaitu Sayid Ali dari
suku Quraisy kawin dengan seorang putri yakni Makhdum Tansyuri, salah seorang
adik dari Maurah Perlak yang bernama Syahir Nuwi. Dari perkawinan ini lahirlah
Sayid Abdul Aziz, putra campuran Arab-Perlak yang kemudian setelah dewasa
dilantik menjadi raja Kerajaan Perlak pada tahun 225 H.[9]
2. Kerajaan Samudera Pasai
Kerajaan
Samudera Pasai didirikan oleh Maurah Selu dengan gelar Sultan Al-Malikush
Shalih (1261-1289 M). Maurah Selu masih keturunan Raja Perlak, Makhdum Sultan
Malik Ibrahim Johan Berdaulat. Samudra Pasai mengalami puncak kejayaan pada masa Sultan
Malik Azh-Zhahir.
Ibnu Batutah, seorang pengembala muslim, dalam Rihlah Ibnu Batutah (Travels
of Ibn Batutah) menyebutkan bahwa Ibnu Batutah tiba di Samudera Pasai pada
zaman pemerintahan Sultan Malikuzh Zhahir pada tahun 1345 M.
Kerajaan Samudera Pasai berakhir tahun 1524 M, ketika direbut oleh Kerajaan
Aceh Darussalam di bawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah.[10]
3. Kerajaan Malaka
Hubungan
pelayaran dan perdagangan yang dilakukan oleh orang-orang muslim melalui selat
Malaka makin lama semakin kuat sampai pada masa awal abad ke-13 M sehingga
terbentuklah perkampungan Islam di pesisir Samudera. Sebagai akibat hubungan
lalu lintas melalui selat Malaka dengan Samudera Pasai sebagai salah satu tempat
persinggahan para pedagang maka sampailah Islam ke bagian Semenanjung Melayu
yaitu ke Trengganu dan ini merupakan bukti yang tidak dapat dipungkiri lagi
tentang kedatangan dan tumbuhnya masyarakat Islam di daerah tersebut.
Pada abad
ke-15, Malaka menjadi emporium yang sangat penting di Asia Tenggara. Malaka
menjadi sebuah kota metropolitan, sebuah Bandar yang makmur, dan tempat berbaurnya
berbagai bangsa dengan kebudayaan yang beragam. Pendirinya adalah Parameswara
yang setelah memeluk Islam (ketika berumur 72 tahun) bergelar Megat Iskandar
Syah wafat tahun 1424 M. penggantinya adalah Sultan Muhammad Syah (1414-1444
M).
Pada masa
pemerintahan Sultan Mahmud, tepatnya bulan Agustus tahun 1511 M, Malaka jatuh
ke tangan kekuasaan Portugis.
Meskipun
demikian Sultan Mahmud selalu berusaha untuk merebut Malaka kembali dari tangan
Portugis, tetapi sampai akhir hayatnya usaha itu tidak pernah berhasil. Atas
usaha puteranya Kerajaan Melayu berhasil dilanjutkan dengan berpusat di Johir.
Sebagai Sultan Johor pertama ia memakai gelar Sultan Alaudin Riayat Syah II
(1528-1564 M). Pada masa pemerintahan Sultan Ibrahim (1677-1685 M) pusat
kerajaan dipindahkan ke Bintan, tepatnya pada tahun 1678 M.[11]
4. Kerajaan Aceh Darussalam
Kerajaan Aceh Darussalam didirikan pada
tahun 1524 M oleh Sultan Ali Mughayat Syah. Kerajaan ini mencapai puncaknya pada masa
Sultan Iskandar Muda (1608-1637 M). Pada masanya Aceh menguasai seluruh
pelabuhan di pesisir Timur dan barat Sumatra. Pada masa Sultan Iskandar Tsani
perkembangan ilmu pengetahuan Islam mengalami masa keemasannya. Akan tetapi,
setelah ia meninggal, semua penguasanya dari kalangan perempuan (1641-1699 M),
yaitu Sultanah Syafiyatuddin Syah, Zakiyatuddin Syah, Naqiyatuddin Syah
sehingga kekuasaan mengalami kelemahan, yang pada akhirnya pada abad ke-18
kebesarannya mulai menurun. Pada masa
kerajaan ini, perkembangan ilmu pengetahuan semakin maju.
5. Kerajaan Siak (Islam)
Kerajaan Siak terletak di Kepulauan Riau di Selat Malaka. Raja Islam
pertama adalah Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (1723-1746 M). Kerajaan Siak,
yaitu di zaman Islam memiliki wilayah yang cukup luas dan bernaung di bawah
kekuasaan Kerajaan Siak, baik dalam penyebaran agama Islam maupun dalam
menghadapi imperialisme Portugis dan Belanda. Kerajaan Siak memiliki peran yang
sangat besar.
6. Kerajaan Islam Palembang Darussalam
Sultan pertama sekaligus pendiri kesultanan ini adalah Ki Gendeng Suro
(1539-1572 M). Pendapat lain menyatakan Kerajaan Islam Palembang didirikan oleh
Raja Pertama Sultan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayidil Islam (1659-1706
M), dengan gelar Pangeran Aria Kusuma Abdurrahman. Kesultanan Palembang menjadi Bandar transit
dan ekspor lada karena letaknya yang strategis. Belanda kemudian menghapus
Kesultanan Palembang setelah berhasil mengalahkan Sultan Mahmud Bahruddin.
Salah satu peninggalan Kesultanan Palembang adalah Masjid Agung Palembang yang
didirikan pada masa kepemimpinan Sultan Abdur Rahman.
7. Kerajaan Demak
Kerajaan
Demak didirikan atas prakarsa para walisongo. Di bawah pimpinan Sunan Ampel Denta.
Walisongo bersepakat mengangkat Raden Fatah sebagai raja pertama Kerajaan
Demak. Masa kekuasaan pemerintahan Raden Fatah berlangsung kira-kira akhir abad
ke-15 M hingga awal abad ke-16M. Raden Fatah merupakan raja pertama Demak yang
sangat berjasa dalam pengembangan agama Islam di daerah wilayah kekuasaannya.
Ia digantikan oleh anaknya yang bergelar Pati Unus (Adipati Unus) yang terkenal
dengan sebutan pangeran Sabrang Lor. Ketika menggantikan kedudukan ayahnya,
Pati Unus baru berumur 17 tahun pada tahun 1507 M.
Sepeninggal
Pati Unus, digantikan Sultan Trenggono yang dilantik oleh Sunan Gunungjati
dengan gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin. Sultan Trenggono memerintah 1524-1546
M. Pada masa ini agama Islam berkembang sampai ke Kalimantan Selatan. Dalam
penyerangan ke Blambangan, Sultan Trenggono meninggal (1546 M) dan kedudukannya
digantikan oleh adiknya, Sultan Prawoto. Pada masa Sultan Prawoto terjadi
kerusuhan sehingga ia terbunuh. Kemudian kedudukannya digantikan oleh Jaka
Tingkir yang berhasil membunuh Aria Penangsang. Pada masa inilah kemudian
Kerajaan Islam Demak dipindahkan ke Pajang.
8. Kerajaan Pajang
Kerajaan
Pajang didirikan oleh Jaka Tingkir yang berasal dari Pengging. Setelah ia
mengambil alih kekuasaan dari tangan Aria Penangsang pada tahun 1546 M, seluruh
kebesaran kerajaan dipindahkan ke Pajang, dan ia bergelar Sultan Hadiwijaya.
Pada masa
pemerintahan Sultan Hadiwijaya, ia berusaha memperluas wilayah kekuasaannya ke
pedalaman ke arah timur sampai ke Madiun. Setelah itu menaklukkan Blora pada
tahun 1554 M, dan Kediri pada tahun 1577 M. Pada masa pemerintahannya
kesusastraan dan kesenian keraton yang sudah maju di Demak dan Jepara lambat
laut dikenal di pedalaman Jawa. Demikian pula juga pengaruh Islam semakin kuat di
pedalaman Jawa.
Sepeninggal Sultan Hadiwijaya pada tahun 1587 M kedudukannya digantikan
oleh Aria Penggiri, anak Sunan Prawoto, sementara anak Sultan Hadiwijaya, yaitu
Pangeran Benowo diberi kekuasaan di Jipang. Akan tetapi, ia mengadakan
pemberontakan kepada Aria Penggiri dengan mendapat bantuan dari Senopati
Mataram. Usahanya tersebut berhasil dan ia mendapat tanda terima kasih dari
Senopati berupa hak atas warisan ayahnya. Akan tetapi, ia menolak tawaran tersebut dan hanya
meminta pusaka Kerajaan Pajang untuk dipindahkan ke Mataram. Dengan demikian, Kerajaan Pajang berada di
bawah perlindungan Mataram, yang kemudian menjadi daerah kekuasaan Mataram.
9. Kerajaan Mataram Islam
Kerajaan
Islam Mataram didirikan oleh Panembahan Senopati. Setelah permohonan Senopati
Mataram atas penguasa Pajang berupa pusaka kerajaan dikabulkan, keinginannya
untuk menjadi raja sebenarnya telah terpenuhi. Sepeninggalnya Senopati, ia
digantikan putranya yang bernama Mas Jolang yang terkenal dengan Sultan Seda ing
Krapyak yang memerintah sampai tahun 1613 M. Sultan Seda ing Krapyak kemudian
digantikan oleh Sultan Agung yang bergelar Sultan Agung Hanyokrokusuma Sayidin
Panataagama Khalifatullah ing Tanah Jawi (1613-1646 M).
Pada masa
pemerintahan Sultan Agung inilah kontak bersenjata antara Kerajaan Mataram
Islam dengan VOC mulai terjaadi. Pada tahun 1646 M, Sultan Agung digantikan
oleh putranya, yaitu Amangkurat I. Pada masanya terjadi perang saudara dengan
Pangeran Alit yang mendapat dukungan dari para ulama. Akibatnya antara
pendukungnya dibantai pada tahun 1647 M. Pemberontakan itu kemudian diteruskan
oleh Raden Kajoran 1677 dan 1678 M. Pemberontakan-pemberontakan seperti itulah
yang meruntuhkan kerajaan Islam Mataram.
10. Kerajaan Cirebon
Kerajaan ini
didirikan oleh Sunan Gunungjati. Sunan Gunungjati diperkirakan lahir pada tahun
1448 M dan wafat pada tahun 1568 M dalam usia 120 tahun. Setelah Cirebon resmi
berdiri sebagai sebuah kerajaan Islam yang merdeka dari kekuasaan Pajajaran,
Sunan Gunungjati berusaha meruntuhkan Pajajaran yang masih belum meenganut
ajaran Islam.
Dari
Cirebon, Sunan Gunungjati mengembangkan ajaran Islam ke daerah-daerah lain di
Jawa Barat, seperti Majalengka, Kuningan, Galuh, Sunda Kelapa dan Banten.
Sepeninggalnya
kesultanan Cirebon diperintah oleh dua orang putranya, yaitu Martawijaya atau
Panembahan Sepuh yang memerintah Kesultanan Kesepuhan dengan gelar Syamsuddin,
dan Kartawijaya atau Panembahan Anom yang memerintah Kesultanan Kanoman dengan
gelar Badruddin.
11. Kerajaan Banten
Kerajaan
Islam Banten didirikan oleh Sunan Gunungjati. Setelah Gunungjati menaklukan
Banten pada tahun 1525 M, ia kembali ke Cirebon, dan kekuasaannya diserahkan
kepada anaknya yaitu Sultan Hasanuddin.
Pada tahun
1568 M, ketika kekuasaan Demak beralih ke Pajang, Sultan Hasanuddin
memerdekakan Banten. Oleh karena itu, ia dianggap sebagai raja Islam pertama dari Banten. Ketika
ia meninggal pada tahun 1570 M, kedudukannya digantikan oleh putranya yaitu
Pangeran Yusuf. Pangeran Yusuf menaklukan Pakuan pada tahun 1579 M sehingga banyak para
bangsawan Sunda yang masuk Isam.
Setelah
Pangeran Yusuf meninggal pada tahun 1580 M, ia digantikan oleh putranya, yaitu
Maulana Muhammad yang masih muda. Maulana Muhammad bergelar Kanjeng Ratu Banten.
Selama itu kekuasaan dipegang oleh Qadhi bersama empat pembesar istana lainnya.
Maulana Muhammad meninggal pada tahun 1596 M dalam usia 25 tahun. Setelah itu
kedudukannya digantikan oleh anaknya yang masih kecil bernama Abdul Mufakhir
Abdul Qadir. Ia memerintah secara resmi pada tahun 1638 M.
Pada masa
Sultan Abdul Fatah yang bergelar Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1659 M) terjadi
beberapa kali peperangan antara Banten dengan VOC karena Sultan Ageng Tirtayasa
anti Belanda. Sikap-nya anti Belanda itu mendapat dukungan dari seorang alim
berpengaruh, yaitu Syaikh Yusuf yang berasa dari Makasar. Peperangan itu baru
berakhir dengan perdamaian pada tahun 1659 M. Sikap anti Belanda ini tidak
disetujui oleh anaknya, yaitu Abdul Kahar yang bergelar Sultan Haji, ia lebih
suka bekerja sama dengan Belanda.
12. Kerajaan Sukadana (Kalimantan Barat)
Kerajaan
Islam Sukadana terletak di barat daya Kalimantan. Sekitar tahun 1590 M,
Sukadana berada di bawah pengaruh Demak. Raja Sukadana yang pertama masuk Islam
adalah Giri Kusuma. Kemudian ia dinobatkan sebagai raja Islam pertama di
Kerajaan Islam Sukadana.
Pada tahun
1725 M, Kerajaan Islam Sukadana melepaskan diri dari pengaruh Kerajaan Demak.
Sukadana runtuh ketika penjajah Belanda mulai menguasai Kalimantan tahun 1787
M. Kerajaan Sukadana berdiri selama satu abad.
13. Kerajaan Banjar (Abad ke-16)
Kesultanan
Banjar merupakan kesultanan Islam yang terletak di Kalimantan bagian Selatan. Kesultanan
Banjar berdiri pada tahun 1595 M dengan penguasa pertama Sultan Suriansyah.
Islam masuk ke wilayah ini pada tahun 1470, bersama dengan melemahnya Kerajaan
Majapahit di Pulau Jawa.
Kesultanan
Banjar yang dipimpin oleh Pangeran Samudra berperang dengan Kerajaan Daha.
Kemudian Raja Samudra meminta bantuan ke Demak dengan janji jika menang maka
raja beserta penduduknya akan masuk Islam. Dalam peperangan itu, Kerajaan
Banjar yang dibantu Demak menang. Sejak itu Pangeran Samudra masuk Islam, dan
Kerajaan Banjar dinyatakan sebagai kerajaan Islam pada tahun 1550 M.
Kesultanan
Banjar mengalami kemunduran dengan terjadinya pergolakan masyarakat yang
menentang pengangkatan pangeran Tamjidillah (1857-1859 M) sebagai Sultan oleh
Belanda. Pada 1859-1905 M, terjadi perang Banjar yang dipimpin pangeran
Antasari (1809-1862 M) melawan Belanda. Akibat perang ini Belanda menghapuskan
Kesultanan Banjar pada tahun 1860 M. Peninggalan sejarah Kesultanan Banjar
dapat dilihat dari bangunan masjid di Desa Kuin. Banjar Barat (Banjarmasin)
yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan Tamjidillah.
14. Kerajaan Goa (Makassar)
Raja Goa
mula-mula masuk Islam adalah Karaeng Tonigallo. Setelah masuk Islam, ia
bergelar Sultan Alauddin Awwalul Islam. Kemudian Kerajaan Goa (Makassar)
dinyatakan sebagai kerajaan Islam Makassar pada tahun 1603. Sultan Alauddin
Awwalul Islam memerintah sejak 1591-1638 M.
Pada tahun
1654-1660 M, kerajaan Goa diperintah oleh Sultan Hasanuddin. Selama
pemerintahannya, Goa berkembang dan maju. Wilayah kekuasaannya meliputi :
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan pulau-pulau sekitarnya dan Sumbawa.
Tahun 1660
Sultan Hasanuddin turun tahta setelah menandatangani perjanjian perdamaian
dengan Belanda. Sebelum perjanjian perdamaian antara Sultan Hasanuddin dan
Belanda, berkali-kali telah terjadi peperangan. Setelah Sultan Hasanuddin turun
tahta, anaknya Mapasomba naik tahta menggantikannya.
Kerajaan
Makassar berdiri kurang lebih 65 tahun, sejak diproklamirkan oleh Sultan
Alauddin Awalul Islam tahun 1603 sampai tahun 1669 M.
15. Kerajaan Bugis
Kerajaan
Islam Bugis mula-mula bukan kerajaan Islam. Raja Bugis yang pertama masuk Islam
adalah Lamdu Sadat. Setelah ia mangkat digantikan oleh putranya bernama Apu Tanderi.
Kerajaan
Bugis meliputi Wajo, Sopeng, Sindenrengi, Tanette dan lain-lain. Ibukotanya
adalah Luwu. Kerajaan ini berdiri semasa dengan Kerajaan Islam Goa yang
berpusat di Makassar.
16. Kerajaan Ternate
Raja Ternate
yang pertama masuk Islam adalah Raja Gapi Buguna atas ajakan Maulana Husein. Setelah
masuk Islam, maka Ternate dinyatakan sebagai kerajaan Islam. Rja Gapi Baguna
memerintah dari tahun 1465-1486 M. Setelah ia mangkat namanya dikenal sebagai
Raja Marhum.
Setalah Raja
Marhum meninggal, digantikan oleh putranya yang bernama Zainal Abidin Sultan
Ternate. Pada tahun 1495 M, ia merantau ke Jawa belajar agama Islam kepada
Sunan Giri dan urusan memerintah diserahkan kepada wakilnya.
Pada masa
Ternate di bawah pemerintahan Sultan Khairun, tahun 1564 diadakan perjanjian
dengan Portugis bahwa Ternate di bawah perlindungan kerajaan Portugis. Pada
waktu itu Portugis telah menjajah Malaka dan yang memerintah di sana adalah
seorang Gubernur Portugis bernama de Mesquita.
Pada tahun
1565 M, Sultan Khairun memaklumkan perang Sabil melawan kesewenang-wenangan de
Mesquita di Ternate. Karena terdesak, Portugis mengadakan perjanjian, tetapi
ketika penandatanganan perjanjian tersebut Sultan Kharun dibunuh.
Pengganti
Sultan Khairun adalah Sultan Babullah (1570-1583M). Sultan Babullah memaklumkan
perang secara total terhadap Portugis. Perang antara tentara Ternate dengan
Portugis dimenangkan oleh Ternate pada tahun 1575 M. Sepeninggal Sultan
Babullah digantikan oleh anaknya Saiduddin Narakat.
17. Kerajaan Tidore
Kerajaan
Tidore semasa dengan Kerajaan Ternate. Wilayah kerajaan ini meliputi sebagian
Halmahera, pantai barat Irian Jaya, dan sebagian kepualuan Seram. Raja Tidore
yang pertama kali masuk Islam adalah Cirali Lijtu, yang kemudian berganti nama
menjadi Sultan Jamaluddin.
Ketika
Spanyol datang ke Maluku pada tahu 1521 M mereka telah mendapati kerajaan Islam
Tidore. Dan kerajaan ini telah ada 50 tahun sebelumnya. Sedangkan setelah
Sultan Jamaluddin meninggal, digantikan oleh putranya, Sultan Mansur.
18. Kerajaan Bacan
Pada tahun
1521, raja Bacan yang memerintah negeri ini
masuk Islam, namanya kemudian berganti menjadi Sultan Zainul Abidin.
Wilayah Kerajaan Bacan meliputi kepulauan Bacan, Obi, Waigeo, Salawati dan
Misool. Ketika Portugis menguasai Maluku, sultan-sultan Bacan mereka paksa
untuk masuk agama Kristen.
19. Kerajaan Jailolo
Raja Jailolo
yang pertama kali masuk Islam ialah raja yang ke sembilan. Setelah masuk Islam
namanya berganti dengan nama Sultan Hasanuddin. Kerajaan Islam Jailolo ini
berdiri tahun 1521. Wilayahnya meliputi sebagian Halmahera dan pesisir utara
Pulau Seram. Ketika Portugis menguasai daerah-daerah Maluku, mereka memaksa
Kerajaan Jailolo untuk masuk Islam.
20. Kesultanan Buton (Abad ke-16)
Kesultanan
Buton merupakan kerajaan Islam yang terletak di pulau Buton, Sulawesi bagian
Tenggara. Kerajaan Buton menjadi Kesultanan setelah Halu, Oleo, Raja ke-6
kerajaan tersebut memeluk agama Islam. Penyebaran Islam secara luas dilakukan
oleh Syaikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman Al-Pathani, seorang ulama dari
kesultanan Johor asal Pathani. Peninggalan sejarah Kesultanan Buton berupa
Benteng Kraton dan Batupoaro yaitu batu tempat berkhalwat (mengasingkan diri)
Syaikh Abdul Wahid di akhir keberadaannya di Buton.
21. Kesultanan Kutai (Abad ke-16)
Kesultanan
Kutai terletak di sekitar Sungai Mahakam bagian timur. Pada awalnya, Kutai
merupakan kerajaan yang dipengaruhi ajaran Hindu dan Buddha. Islam berkembang
pada masa kepemimpinan Aji Raja Mahkota (1525-1600 M). Penyebaran Islam
dilakukan oleh seorang mubaligh bernama Said Muhammad bin Abdullah bin Abu
Bakar Al-Wars. Kesultanan ini mencapai puncak kejayaan pada masa Kesultanan Aji
Sultan Muhammad Salehuddin (1780-1850 M) memerintah. Kesultanan Kutai mengalami
kemunduran setelah Aji Sultan Muhammad Salehuddin meninggal dunia. Peninggalan sejarah Kutai berupa makam para
sultan di Kutai Lama (dekat Anggana).
22. Kesultanan Bima (Abad ke-17)
Kesultanan
Bima adalah kerajaan Islam yang terletak di Pulau Sumbawa bagian Timur.
Kerajaan Bima berubah menjadi kesultanan Islam pada tahun 1620 setelah rajanya
La Ka’I memeluk Islam dan mengganti namanya menjadi Sultan Abdul Khair. Pada
masa pemerintahan Sultan Abdul Khair Sirajuddin (1640-1682), kesultanan Bima
menjadi pusat penyebaran Islam kedua di Timur Nusantara setelah Makassar.
Kesultanan Bima berakhir pada masa 1951, ketika Muhammad Salahuddin, sultan
terakhir wafat. Peninggalan Kesultanan Bima antara lain berupa kompleks istana
yang dilengkapi dengan pintu lare-lare atau pintu gerbang kesultanan.[12]
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan
Islam masuk
ke Nusantara pada abad ke-7 M. Penyebaran Islam di Nusantara melalui jalur
perdagangan, jalur pernikahan, jalur tassawuf, jalur pendidikan, jalur
kesenian, dan jalur politik. Terdapat empat teori yang mengatakan bahwa islam
masuk ke Nusantara melalui
a. Teori India
b. Teori Arab
c. Teori Persia
d. Teori Cina
Sebab-sebab Islam cepat berkembang di Nusantara dikarenakan ada berbagai
faktor yang mendukung, diantaranya;
a. Faktor Agama
b. Faktor Politik
c. Faktor Ekonomis
Setelah Islam berkembang di Nusantara terdapat berbagai kesultanan dan
kerajaan yang didirikan yang bertujuan untuk menyebarluaskan Islam.
3.2 Saran
Dalam makalah
ini tentunya ada banyak sekali kesalahan ataupun koreksi dari para pembaca.
Karena menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Maka dari itu, kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca guna menjadikan makalah ini menjadi
lebih baik dari sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Amin Munir Samsul. 2009. Sejarah
Peradaban Islam. Jakarta : Amzah
Sunanto Musyrifah. 2010. Sejarah Peradaban Islam Indonesia.
Jakarta : Rajawali Pers
Yusuf Mundzirin. 2006. Sejarah Peradaban Islam di Indonesia.
Yogyakarta : Pustaka
BIODATA KELOMPOK
1.
Nama :
Amirta Trijayanti
Tempat, tanggal lahir : Batang, 01 Mei 1998
Alamat : Jalan Pattimura
Boyongsari Barat Batang
Hp :
0852 – 0146 - 6302
2.
Nama :
Nurul Adlhiyatul Hasanah
Tempat, tanggal lahir : Pekalongan, 06 April 1998
Alamat :
Ds. Pandanarum Tirto Pekalongan
Hp :
0858 – 0210 – 5772
3.
Nama :
Nurul Qomariyah
Tempat, tanggal lahir : Pekalongan, 02 Februari 1999
Alamat :
Jl. Soekarno Hatta No. 660 Bebel Wonokerto Pekalongan
Hp :
0815 – 7889 - 7496
Tidak ada komentar:
Posting Komentar