PERADABAN
ISLAM DI INDONESIA
Kelompok
10
Wijiarti nur tika sari (2014116091)
Muhammad Taufik (2014116090)
FAKULTAS SYARI’AH
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI(IAIN)PEKALONGAN
2017
PROFIL PEMAKALAH
Nama : M. Taufik
Nim : 2014116090
Jurusan : Hukum Ekonomi Syariah
Fakultas : Syariah
TTL : Pekalongan, 24 April 1996
Alamat :Bojong
Semester :2
Nama : Wijiarti Nur Tika Sari
Nim : 2014116091
Jurusan : Hukum Ekonomi Syariah
Fakultas : Syariah
TTL :Batang, 02 Agustus 1997
Alamat :Wonotunggal
Semester : 2
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
Wr.Wb
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan
banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Wa’alaikumsalamWr.Wb.
Pekalongan,2
April 2017
BAB 1
PEMBUKAAN
A.
Latar Belakang
Sekian ratus tahun telah berlalu sejak musafir
pedagang muslim mulai menginjakkan kakinya di bumi nusantara, kemudian
membangun komunitas islam pertama (sebagaimana terbukti adanya batu-batu nisan)
sampai akhirnya membentuk pusat-pusat kekuasaanya,yang berbentuk
kerajaan-kerajaan. Sekian ratus tahun sejarah itu telah dalam proses dinamika
waktu. Dan islam adalah juga konsep sejarah yang terlibat. Islam adalah impian
para pedagang /penyebar islam, kemudian menjadi cita-cita akhirnya menjadi
sebuah kenyataan dengan terbentuknya kerjaanislam. Meskipun terusik oleh
hegemoni kolonialisme barat kenyataan itumakin menjadi cita-cita sehingga pecah
perlawanan terhadap kolonialisme barat (belanda)yang mengusikya lalu menjadi
kenyataan baru yang melahirkan cita-cita dan begitu seterusnya sampai sekarang.
Sejarah merupakan catatan yang berusaha merekonstruksi
hari lampau yang harus di bahas secara cermatdan jujur untuk mendapatkan fakta
sejarah yang tersembunyi. Karena dari pengalaman sejarah kita dapat bercermin
dan mendapat I'tibar dalam menata dan mengatur serta memperjuangkan islam di
masa kini dan mendatang.
Oleh Karena
itulah sejarah islam di pelajari namun pemakalah hanya membahas subbab diantara
beberapa subbab yang di bahassebagai tugas kelompok dengan judul "PERADABAN
ISLAM DI INDONESIA”.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana kedatangan
Imperialisme barat ke Indonesia?
2.
Bagaimana
situasi dan kondis kerajaan-kerjaanislam di Indonesia ketika belanda datang?
3.
Apa maksud
dan tujuan kedatangan Belanda?
4.
Bagaimana tanggapan / tindak lanjut Belanda
setelah di lakukan berbagai perlawanan?
5.
Apa saja
organisasi islam di Indonesia?
C. Tujuan
Untuk mengetahui perdaban Islam di Indonesia dalam
perlawanan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia terhadap Imperialisme dan peran
Organisasi islam si Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Kedatangan Imperialisme Barat Di Indonesia
Pada
abad ke-16 mulai terdapat suanabaru di perairan Indonesia.Selama berabad-abad
perairan nusantara hanya dilayari oleh kapal-kapal di Indonesia dan
Asia,seperti Cina, Pegu, Gujarat, Benggala, Persia, dan Arab.Tetapi sejak abad
ke-16 perairan nusantara muncul pelaut-pelaut dari Eropa. Kemajuan ilmu dan
teknik pelayaran,menyebabkan pelaut-pelaut Eropa itu mampu berlayar dengan
menggunakan kapal sampai di perairan Indonesia.
Orang
Portugislah yang mula-mula muncul di Indonesia. Kedatangan mereka ke Indonesia,disebabkan
beberapa faktor yaitu dorongan ekonomi,mereka ingin mendapatkan keuntungan
besar dengan berniaga. Mereka ingin membeli rempah-rempah di Maluku dengan
harga rendah dan menjualnya di Eropa dengan harga tinggi.Faktor lainnya yaitu
hasrat untuk menyebarkan agama kristen dan melawan orang Islam.Sejak abad ke-8
kaum muslimin menguasai jazirah Andalusia dimana terdapat negara Portugis dan Spanyol.Selama
itu pula terjadi perang dan pertarungan antara orang kristen dan kaum muslimin,
baik di Andalusia, maupun kemudian di Timur Tengah. Peperangan itu terkenal
dengan nama perang salib.[1]
Perang
agama dan perang ekonomi menjadi satu karena kaum muslimin di Timur Tengah
menghalang-halangi masuknya rempah-rempah dari Indonesia ke negara-negara yang
dianggap musuhnya. Pihak muslim di pelopori oleh portugis berusaha mematahkan
halangan itu dengan mencari rute pelayaran ke Asia dan disana langsung
mengadakan konfontasi terhadap musuh mereka,para pedagang islam.
Faktor
lainnya yaitu hasrat berpetualang yang timbul karena sikap hidup yang dinamis.
Pelaut-pelaut Portugis itu ingin melihat dunia diluar tanah airnya.
Dengan
faktor-faktor lainnya dorongan tersebut itulah, orang Portugis berlayar
menyusuri pantai barat Afrika terus ke selatan dan melingkari tanjung harapan
(Cope Town) dan menuju ke India. Disana mereka mendirikan pangkalan, dari sana
mereka meneruskan operasinya ke Asia Tenggara.
Pimpinan
orang Portugis yaitu Albuquerque ia mendengar bahwa pusat perdagangan di Asia Tenggara
adalah malak. Di bandara itu bertemu para pedagang dari Cina,India dan Arab
maupun para pedagang dari daerah-daerah Indonesia.
Pada
abad ke-16 perairan indonesia kedatangan orang Eropa lainnya yaitu orang Belanda,
Inggris, Denmark dan Prancis. Pelaut-pelaut Belanda dan Inggris secara
bergantian tiba di Indonesia dan biasanya pelaut Inggris mengikuti jejak Belanda.
Jika orng Belanda berhasil mendirikan loji di suatu tempat, orang-orang Inggris
segera mengikuti jejak belanda. Jika
orang belanda berhasil mendirikan loji di suatu tempat,orang-orang inggris
segera mengikuti dengan mendirikan pula loji didekatnya. Maksud kedatangan
orang belanda dan inggris ke tanah air indonesia tidak berbeda dengan orang
portugis dan spanyol, yakni ingin memperoleh rempah-rempah dengan murah.
Setelah kompeni
dikepalai oleh Gubernur Jendral J.P. Coen, maka tujuan mereka makin jelas,
yakni menguasai perdagangan rempah-rempah di indonesia,secara sendirian atau
monopoli. Dalam upaya melaksanakan monopoli, mereka tidak segan-segan
menggunakan kekerasan. Kompeni mulai menguasai berbagai wilayah, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Praktik sedemikian itu sudah tentu merugikan
kerajaan-kerajaan di Indonesia, sehingga dimana-mana mulai timbul perlawanan
terhadap kompeni.
Sekitar tahun 1618-1619,
pihak belanda menyerang pangeran wijayakrama dan dapat merebut jayakarta; di
atas runtuhan kota tersebut di bangun sebuah kota baru yang diberi nama
batavia. Banten yang menganggap dirinya berkuasa atas jayakarta tentu tidak
tinggal diam, sehingga sejak itulah timbul permusuhan terus-menerus antara
belanda di Batavia, baik berupa perang dingin maupun perang sebenarnya.
B.
Keberadaan Kerajaan-kerajaan Islam Di Indonesia
Ketika Belanda Datang
Pada bulan April 1595 berlayarlah empat
buah kapal belanda menuju kepulauan melayu dibawah pimpinan Cornelis deHoutmen.
Kapal itu kecil belum sebesar kapal milik portugis. Tujuan utama perjalanan itu
adalah ke Jawa Barat, karena disana tidak ada pengaruh portugis. Pada bulan
Juni 1596, setelah berlayar lebih dari satu tahun, keempat kapal ekspedisi yang
dipimpin Cornelis deHoutmen tersebut, sampailah di pelabuhan Banten.2
Tujuan mereka adalah hendak mencari rempah-rempah dan berdagang, namun melihat
kekayaan bangsa indonesia yang berlimpah ruah, mereka akhirnya bertujuan untuk
menjajah Indonesia.
Menjelang kedatangan Belanda di
Indonesia pada akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17 keadaan kerajaan-kerajaan
islam di Indonesia tidaklah sama. Perbedaan kerajaan tersebut bukan hanya
berkenan dengan kemajuan politik, tetapi juga dengan proses pengembangan islam
di kerajaan-kerajaan tersebut. Misalnya di Sumatra, penduduk yang sudah memeluk
islam sekitar tiga abad, sementara di Maluku dan Sulawesi penyebaran agama
islam baru saja berlangsung.
Di Sumatra, setelah malaka jatuh
ketanganportugis, percaturan politik di kawasan selat malaka merupakan
perjuangan segi tiga: Aceh, Portugis, dan johor yang merupakan kelanjutan dari
kerajaan malaka Islam.3 Pada abad ke-16, tampaknya aceh menjadi
lebih dominan, terutama karena para pedagang muslim menghindar dari malaka, dan
memilih Aceh sebagai pelabuhan transit. Aceh berusaha menarik perdagangan internasional
dan antarkepulauan Nusantara. Bahkan ia mencoba menguasai pelabuhan-pelabuhan
pengekspor lada, yang membuat kerajaan terakhir ini pada tahun 1564 menjadi
daerah vassal dari Aceh.4
Setelah berhasil menguasai daerah-daerah
di Sumatra bagian utara, Aceh berusaha menguasai Jambi, pelabuhan pengekspor
lada yang banyak dihasilkan di daerah-daerah pedalaman, seperti Minangkabau,
dan yang diangkut lewat sungai Indragiri, Kampar, dan Batanghari. Jambi, yang
ketika itu sudah Islam, juga merupakan pelabuhan transito, tempat beras dan
bahan-bahan lain dari jawa, Cina, India, dan lain-lain diekspor ke Malaka.
Selain itu, ekspansi Aceh ketika itu berhasil menguasai perdagangan pantai
Barat Sumatra dan mencakup TIKU, Periaman, dan Bengkulu.
Ketika itu Aceh memang sedang berada
pada masa kejayaannya, dibawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Iskandar Muda
wafat dalam usia 46 tahun pada 27 Desember 1636. Ia digantikan oleh Sultan Iskandar
Tsani. Sultan ini masih mampu mempertahankan kebesaran Aceh. Akan tetapi,
setelah ia meninggal dunia, 15 Februari 1641, Aceh secara berturut-turut
dipimpin oleh tiga orang wanita selama 59 tahun. Pada saat itulah Aceh mulai
mengalami kemunduran. Daerah-daerah di Sumatra yang dulu berada di bawah
kekuasaannya mulai memerdekaan diri.
Meskipun sudah jauh menurun, Aceh masih
bertahan lama menikmati kedaulatannya dari intervensi kekuasaan asing. Padahal
kerajaan-kerajaan islam lainnya, seperti Minangkabau, Jambi, Riau dan Palembang
tidak demikian.
Di Jawa pusat kerajaan islam sudah
pindah dari pesisir kedalaman yaitu dari Demak ke Pajang kemudian ke
Mataram.berpindahnya pusat pemerintahan itu membawa pengaruh besar yang
sangat menentukan perkembangan sejarah Islam di Jawa, diantaranya adalah(1) kekuasaan
yang sistem politik di dasarkan atas basis agraris,(2) peranan daerah pesisir
dalam perdagangan dan pelayaran mundur, demikian juga peranan pedagang dan
pelayar Jawa, dan (3) terjadinya, pergeseran pusat-pusat perdagangan dalam abad
ke-17 dengan segala akibatnya.[2]
Pada tahun 1619, seluruh jawa timur
praktis sudah berada di kekuasaan Mataram, yang ketika itu di bawah pemerintahan
Sultan Agung. Pada masa pemerintahan Sultan Agung inilah kontak-kontak
bersenjata antara kerajaan Mataram dengan VOC mulai terjadi. Meskipun ekspansi
Mataram telah menghancurkan kota-kota pesisir dan mengakibatkan perdagangan
setengahnya menjadi lumpuh, namun sebagai penghasil utama dan pengekspor beras,
posisi Mataram dalam jaringan perdagangan di Nusantara masih berpengaruh.
Banten di pantai Jawa Barat muncul
sebagai simpul penting antara lain karena perdaganngan ladanya dan tempat
penampungan pelarian dari pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur. Disamping itu,
banten juga menarik perdagangan lada dari Indrapura, Lampung dan Palembang.
Produksi ladanya sendiri sebenarnya kurang berati. Merosotnya peran
pelabuhan-pelabuhan Jawa Timur akibat politik Mataram dan munculnya Makassar
sebagai pusat perdagangan membuat jaringan perdagangan dan rute pelayaran
dagangdi Indonesia Bergeser. Jika di awal abad ke-16, ruteyang di tempuh ialah
Maluku – Jawa-Selat malaka, maka di akhir abad itu menjadi Maluku – Makassar -
Selat Sunda. Sehubungan dengan perubahan tersebut, Banten dan saingannya, Sunda
Kelapa, bertambah strategis.[3]
Di Sulawesi pada akhir abad ke-16,
pelabuhan ke Makassar berkembang dengan pesat. Letaknya memang strategis, yaitu
tempat persinggahan ke Maluku, Filipina, Cina, Patani, Kepulauan Nusa Tenggara,
dan Kepulauan bagian Barat. Akan tetapi, ada faktor-faktor historis lain yang
mempercepat perkembangan itu. Pertama, pendudukan Malaka oleh Portugis mengakibatkan
terjadinya migrasi pedagang melayu, antara lain ke Makassar. Kedua, arus
migrasi melayu bertambah besar setelah Aceh mengadakan ekspedisi terus-menerus
ke Johor dan pelabuhan-pelabuhan di Semenanjung Melayu. Ketiga, blokade Belanda
terhadap Malaka dihindari oleh pedagang-pedagang, baik Indonesia maupun India,
Asia Barat dan Asia Timur. Keempat, merosotnya pelabuhan Jawa Timur
mengakibatkan fungsinya diambil oleh pelabuhan Makassar. Kelima, usaha Belanda
memonopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku membuat Makassar mempunyai
kedudukan sentral bagi perdagangan antara Malaka dan Maluku. Itu semua membuat
pasar berbagai macam barang berkembang di sana.[4]
Sementara itu, Maluku, Banda, Seram dan
Ambon sebagai pangkal atau ujung perdagangan rempah-rempah menjadi sasaran
pedagang Barat yang ingin menguasainya dengan politik monopolinya. Ternate dan
Tidore dapat terus dan berhasil mengelakkan dominasi total dari Portugis dan
Spanyol, namun ia mendapat ancaman dari Belanda yang datang ke sana.
C.
Maksud Dan Tujuan Kedatangan Belanda
Tujuan Belanda datang ke Indonesia,
pertama-tama adalah untuk mengembangkan uasaha perdagangan, yaitu mendapatkan
rempah-rempah yang mahal harganya di Eropa. Perseroan Amsterdam mengirim armada
kapal dagangannya yang pertama ke
Indonesia tahun 1595, terdiri dari empat kapal, dibawah pimpinan Cornelis
deHoutmen. Menyusul kemudian angkatan kedua tahun 1598 dibawah pimpinan
vanNede, vanheemskeck, dan vanWarwijck. Selain dari Amsterdam, juga datang
beberapa kapal dari berbagai kota di Belanda. Angkatan ketiga berangkat tahun
1599 dibawah pimpinan vanHagen, dan angkatan keempat tahun 1600 dibawah
pimpinan vanNeck.[5]
Melihat hasil yang diperoleh
Perseroan Amsterdam itu, banyak perseroan lain berdiri yang juga ingin
berdagang dan berlayar ke Indonesia. Pada bulan Maret 1602 perseroan-perseroan
itu bergabung dan disahkan oleh Staten-General Republik dengan satu piagam yang
memberi hak khusus kepada perseroan gabungan tersebut untuk berdagang,berlayar,
dan memegang kekuasaan di kawasan antara Tanjung Harapan dan kepulauan Solomon,
termasuk kepulauan Nusantara. Perseroan itu bernama vereenigdeOostIndischeCompagnie
(VOC).
Melihat isi piagam tersebut, jelas
bahwa VOC, disamping berdagang dan berlayar, juga diberi hak untuk melakukan
kegiatan-kegiatan politik dalam rangka menunjang usaha perdagangannya. Sangat
boleh jadi, hak politik itu diberikan karena halyang sama juga berlaku bagi
negara-negara Eropa lainnya, seperti Portugis yang datang ke kepulauan
Indonesia hampir seabad sebelum Belanda. Sebelum itu, Belanda sudah berhasil
mendirikan faktotai di Aceh (1601), Pathani (1601) dan Gresik (1602).
VOC yang berpusat di Amsterdam itu
merumuskan langkah-langkah sebagai berikut.
1) Kompeni Belanda itu boleh membuat
ataumengadakan perjanjian dengan raja-raja di Hindia Timur atas nama kerajaan
Belanda.
2) Kompeni Belanda boleh membangun kota,
benteng dan kubu-kubu pertahanan ditempat-tempat yang dipandang perlu.
3) Kompeni Belanda boleh mengadakan serdadu
sendiri, gubernur dan pegawai-pegawai sendiri, sehingga berupa pemerintahan.
Dalam pelayaran pertama, VOC sudah
mencapai Banten dan Selat Bali. Padad pelayaran kedua, mereka sampai ke Maluku
untuk membeli rempah-rempah. Dalam angkatan ketiga, mereka sudah terlibat
perang melawan Portugis di Ambon, tetapi gagal, yang memaksa mereka untuk
mendirikan benteng tersendiri. Mereka kali ini sudah berhasil membuat kontrak
dengan pribumi mengenai jual-beli rempah-rempah. Dalam angkatan keempat, mereka
berhasil membuka perdagangan dengan Banten danTernate, tetapi mereka gagal
merebut benteng Portugis di Tidore.
Dalam usaha mengembangkan
perdagangannya , VOC nampak ingin menaklukan monopoli. Karena itu, aktivitasnya
yang ingin menguasai perdagangan Indonesia menimbulkan perlawanana
pedagang-pedagang pribumi yang merasa kepentingannya terancam. Sistem monopoli
itu bertentangan dengan sistem tradisional yang dianut masyarakat. Sikap
belanda yang memaksakan kehendak dengan kekerasan semakin memperkuat sikap
permusuhan pribumi tersebut. Namun, secara politis VOC dapat menguasai sebagian
besar wilayah Indonesia dalam waktu yang cepat.
Pada tahun 1798, VOC dibubarkan
dengan saldo kerugian sebesar 134,7 juta gulden. Sebelumnya, pada 1795 izin
operasinya dicabut. Kemunduran, kebangkrutan dan dibubarkannya VOC disebabkan
oleh berbagai faktor, antara lain pembukuan yang curang, pegawai sistem paksa
dalam pengumpulan bahan-bahan/hasil tanaman produk sehingga menimbulkan
kemrosotan moril baik para penguasa maupun penduduk yang sangat menderita.[6]
Dengan bubarnya VOC, pada
pergantian abad ke-18 secara resmi Indonesia pindah ke tangan pemerintah
belanda. Pemerintahan belanda ini berlangsung sampai tahun 1942, dan hanya
diinterupsi pemerintahan Inggris selama beberapa tahun pada 1811-1816. Sampai
tahun 1811, pemerintahan Hindia Belanda tidak mengadakan perubahan yang
berarti. Bahkan pada tahun 1816, Belanda justru memanfaatkan daerah jajahan
untuk memberi keuntungan sebanyak-banyaknya kepada negeri induk, guna
menanggulangi masalah Ekonomi Belanda yang sedang mengalami kebangkrutan akibat
perang. Pada tahun 1830, pemerintahan Hindia Belanda menjalankansistem tanam
paksa. Setelah terusan Suez dibuka dan industri di negeri Belanda sudah
berkembang pemerintah menerapakan politik liberal di Indonesia. Perusahaan dan
modal swasta dibuka seluas-luasnya. Meskipun dalam politik liberal itu
kepentingan dan hak pribumi mendapat perhatian, tetapi pada dasarnya tidak
mengalami perubahan yang berarti. Baru pada tahun 1901 Belanda menerapkan
politik etik, politik balas budi.
D.
Strategi Politik Belanda
VereenigdeOostIndischeCompagnie
(VOC) sejak semula memang diberi izin oleh pemerintah Belanda untuk melakukan
kegiatan politik dalam rangka mendapatkan hak monopoli dagang di Indonesia.
Oleh karena itu, VOC dibantu oleh kekuatan militer dan armada tentara serta
hak-hak yang bersifat kenegaraan memiliki wilayah,mengadakan perjanjian
politik,dan sebagainya. Dengan perlengkapan yang lebih maju, VOC melakukam
politik ekspansi. Jadi dapat dikatakan abad ke-17 dan abad ke-18 adalah periode
ekspansi dan monopoli dalam sejarah kolonial di Indonesia.[7]
Raja Mataram (Jawa) Sultan Agung
sejak semula sudah melihat bahwa Belanda adalah ancaman. Pada tahun 1628 dan
1629m Mataram dua kali melakukan serangan ke Batavia, tetapi gagal. Masuknya
pengaruh Belanda ke pusat kekuasaan Mataram adalah karena Amangkurat II
(1677-1703) meminta bantuan VOC untuk memadamkan pemberontakan Trunojoyo,
adipati Maduara, dan pemberontakan kajoran. Pada masa Amangkurat III Mataram
mengalami krisis, sementara Belanda telah menggerogoti wilayah dan
kekuasaannya. Memang, setiap bantuan yang diberikan Belanda harus dibayar
dengan wilayah dan konsesi dagang.
Sejak awal Belanda melihat bahwa
dalam jaringan perdagangan di Indonesia bagian Barat, kedudukan Malaka, johor, dan
Banten adalah sangat penting. Mereka berpendapat, pelabuhan-pelabuhan itu harus
dikuasai. Akhirnya mereka memilih jakarta, daerah yang paling lemah, sebagai
basis kegiatannya.
Meluasnya pengaruh Belanda dalam
pemerintahan Mataram, dipercepat oleh konfik intern dala, istana. Karena
konflik itulah Mataram pada tahun 17551 pecah menjadi Surakarta dan Yogyakarta,
tahun 1757 muncul kekuasaan Mangkunegara, dan akhirnya pada tahun 1813 muncul
kekuasaan Pakualam.
Sementara itu, sebagai tetangga
terdekat dari basis VOC di Batavia (Jakarta), Banten segera mengalami
kemunduran disebabkan oleh politik monopoli VOC. Hubungan dagang antara Banten
dan Malaka sebelumnya sangat baik. Rempah-rempah dan lada diperoleh Portugis
dari Banten dan Portugis menjual bahan pakaian di Banten. Namun, ketika Ambon
dan Banda diblokade Belanda, perdagangan rempah-rempah di Banten menyusut
drastis karena perdagangan beralih ke Makassar, sedangkan permintaan bahan
pakaian sangat terbatas.
Hubungsn Banten dengan Belanda
menjadi meruncing ketika Sultan Ageng Tirtayasa naik tahta tahun 1651. Sultan
Ageng Tirtayasa sangat memusuhi Belanda
karena Belanda dipandang menghalangi usaha Banten memajukan usaha perdagangan.
Pada tahun 1656 dua kali kapal Belanda dirampas Banten, tetapi itu tidak
menimbulkan perang terbuka antara dua belah pihak. Anak Sultan Ageng
Tirtayasa,Sultan Haji, yang diangkat menjadi Sultan Muda tahun 1676, ternyata
tidak menyenangi sikap politik ayahnya yang memusuhi belanda.Ia ingin mengadakan
hubungan baik dengan Belanda. Pada 27 Februari 1682, Sultan Ageng Tirtayasa
menyerang surosowan, istana Sultan Haji, yang ketika itu sudah menjadi pimpinan
kerajaan Banten. Serangan ini dapat dipatahkan berkat bantuan Belanda, tetapi
dengan demikian, Banten praktis berada dibawah kekuasaan Belanda.[8]
Di
Sulawesi, Gowa-Tallo melakukan ekspedisi ke daerah-daerah sekitar
terutama dalam rangka menghadapi ekspansi Belanda yang mulai besar di sana.
Gowa-Tallo mengirim ekspedisi ke Buton, Solor, Sumbawa, Ende, Bima tahun 1626,
dan pada tahun berikutnya ke Limboto yang dianggep daerah kekuasaan Ternate. Ke
Buton, daerah yang selalu menjadi rebutan antara Makassar dan Ternate, dikirim
kembali ekspedisi padatahun 1632-1633. Ternate berusaha mencari bantuan VOC
untuk menahan serangan Makassar itu.Belanda kebetulan memang berkepentingan
untuk menaklukan Makassar (Gowa-Tallo)karena kerajaan ini menjadi rintangan
baginya dalam menerapkan politik monopoli.
Sementara itu, sebagai dua kerajaan
yang selalu bersaing, Gowa dan VOC, Sultan Gowa, Sultan hassanudin, mengambil
langkah mengambil pengawasan ketat terhadap Bone dan mengerahkan tenagakerja
untuk memperkuat pertahanan Makassar. Dalam pertempuran antara Gowa dan Bone,
Bone mengalamai kekalahan besar. Orang-orang Bugis kemudian bersatu dibawah
pimpinan Arung Palaka untuk melawan Makassar. VOC mendapat keuntungan besar
dari persekutuan orang-orang Bugis itu, persekutuan Soppeng dan Bone, bahkan Belanda juga berhasil
mengajak Ternate untuk terlibat dalam peperangan melawan Makassar. Dalam
peperangan tersebut Makassar mengalami kekalahan. Konfrontasi antara Makassar
dan VOC baru berakhir setelah diadakan genjatan senjata pada tanggal 6 November
1667 kemudian perjanjian Bongaya tanggal 13 November 1667. Isi perjanjian itu
terutama menekankan prinsip hidup berdampingan secara serasi dalam suasana
perdamaian.[9]
Pada waktu genjatan senjata
berlangsung sebelum perjanjian disepakati, antara Speelmandari pihak Belanda
dan Sultan Hassanudin diadakan pertemuan-pertemuan yang menghasilkan
persetujuan. Tuntutan Speelman terdiri
dari 26 butir, yang semuanya berisi kepentingan VOC dalam bidang politik,
militer dan ekonomi. Dengan demikian, monopoli yangb merupakan tujuan VOC di
Indonesia tercapai baik di Makassar maupun di Indonesia bagian timur.
Akan tetapi, banyak kalangan yang
tidak menyetujui perjanjian dengan Belanda itu, terutama kalangan yang
bersimpati kepada kerajaan Gowa. Oleh karena itu, usaha untuk mendekati
sekutu-sekutu lama dilakukan. Pada tahun berikutnya peperangan antara Makassar
di satu pihak VOC dan Bugis dipihak lain kembali berkorbar. Makassar kembali
dilanda kekalahan. Bahkan istananya mendapat serangan pada tahun 1669. Sultan
Hassanudin terpaksa mengungsi. Sebelum istana Somboapu jatuh, Sultan Hassanudin
turun dari tahta dan di ganti oleh putra
I Mppasomba, Sultan Amir Hamzah. Kekalahan Gowa ini membuatnya berada dibawah
kekuasaan Bone.
Penetrasi politik Belanda juga
terjadi di kerajaan BanjaRMASIN. Belanda pertama kali datang ke kerajaan ini
pada awal abad ke-11 M. Mereka dengan susah payah mendapatkan izin untuk
pedagang. Karena dipandang merugikan pedagang Banjar sendiri, para pedagang
Belanda ini akhirnya diusir dari sana. Posisi mereka kemudian diisi oleh para
pedagang asal Inggris. Namun, yang berakhir ini pun diusir dari kerajaan dengan
alasan yang sama. Setelah pedagang Inggris meninggalkan Banjarmasin pada
dasawarsa ketiga abad ke-18, Banjar didatangi lagi oleh pedagang Belanda.
Mereka mendekati Sultan Tahlilillah dan padatahun 1734 mereka berhasil
mengadakan perjanjian dengan mendapatkan fasilitas perdagangan di kerajaan
tersebut. Pada mulanya, mereka masih sangat tergantung kepada kebijaksanaan
Sultan. Kesempatan untuk memperbesar pengaruh dalam kerajaan Banjar baru mereka
peroleh ketika terjadi konflik antara pangeran mir dan pangeran Nata. Pangeran
Amir yang lebih disenangi rakyat tersingkir dalam persaingannya memperebutkan
tahta kerajaan dengan Pangeran Nata yang mendapat bantuan Belanda setelah pangeran ini meminta
bantuan tersebut. Pangeran Amir akhirnya dapat ditanggap dan dibuang ke Ceylon.[10]
Sejak kemenangan pangeran Nata
terhadap pangeran Amir, sedikit demi sedikit kekuasaan Belanda semakin besar
dan kokoh. Setiap kali perjanjian yang diadakan antara Belanda dan Sultan,
wilayah kekuasaan Belanda semakin bertambah. Hal ini berlangsung terus dan
hanya diselingi oleh Inggris antara tahun 1817 sampai 1816 M. Seluruh wilayah
kesultanan Bnjarmasin, kecuali daerah Hulu Sungai, Martapura, dan Banjarmasin
sudah masuk dalam kekuasaan Belanda. Hal itu didasarkan pada perjanjian yang
dibuat antara sultan Adam Alwasih Billah (memerintah pada tahun 1825-1857)
dengan belanda, 4 Mei 1826. Untuk memperkokoh kedudukannya, Belanda mengangkat
seseorang gubernur didaerah itu. Ini berati secara de facto, Belanda sudah
menjadi penguasa politik. Ini pula yang latar belakang terjadinya perang
Banjarmasin yang dipimpin oleh Pangeran Antasari.
Di sumatra, kecuali kerajaan aceh,
kerajaan-kerajaan islam dengan cepat jatuh ke bawah kekuasaan Belanda .Setelah
Malaka dikuasai Potugis, Jambi menjadi pelabuhan penting, sebagaimanahalnya
Aceh. Karena Aceh berusaha melakukan ekspansi ke daerah-daerah lain,
terbentuklah aliansi antara Jambi, Johor, Palembang, dan Banten. Setelah Malaka
jatuh ke tangan Belanda tahun 1641, terbentuk aliansi baru antara Jambi,
Palembang, dan Makassar. Akan tetapi, aliansi itu menjadi berantakan karena
satu persatu para anggotanya terpaksa menandatangani kontrak dengan VOC . Johor
sudah menandatanginya pada tahun 1606, Palembang tahun 1641, dan Jambi pada
tahun 1643.
Penetrasi VOC ke Minangkabau
dijalankan dengan menggunakan berbagai strategi sejak tahun 1663. Panglima Aceh yang berkedudukan di
Minangkabau dan raja Minangkabau diberi kerdit dalam transaksinya. VOC menuntut
jabatan wali negara ditempatkan di sana dan secara de facto berarti kekuasaan
ada di tangan VOC. Setelah itu, dengan cepat VOC mengadakan kontrak dengan
daerah-daerah yang berada dibawah kekuasaan kerajaan Minangkabau. Akibatnya,
hubungan baik antara Minangkabau dan Aceh terputus.
Mungkin hanya Aceh yang menikmati
kemerdekaannya sampai pertengahan abad ke-19. Selain dari padanya sudah berada
di bawah kekuasaan Belanda. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa usaha
mengadakan perlawanan untuk membebaskan diri dari pengaruh Belanda tidak ada,
bahkan sangat banyak seakan tidak pernah putus. Akan tetapi, usaha-usaha
tersebut selalu gagal karena beberapa sebab, di antaranya: (1) Belanda
diperlengkapi dengan organisasi dan persenjataan modern, sementara
kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia masih bersifat tradisional,(2) penduduk
Indonesia sangat tergantung kepda wibawa seorang pemimpin sehingga ketika
pemimpinannnya tertangkap atau terbunuh, maka praktis perang atau perlawanan
terhenti dengan kemenangan di pihak Belanda,(3)
tidak ada kesatuan antara kerajaan-kerajaan Islam dalam melawan
Belanda,(4) Belanda berhasil menerapkan politik adu domba, dan (5) dengan
politik adu domba itu, banyak penduduk pribumi yang ikut memerangi rekan-rekannya
sendiri.[11]
Indonesia merupakan negeri
berpenduduk mayoritas muslim.Agamaislam secara terus-menerus menyadarkan
pemeluknya bahwa mereka harus membebaskan diri dari cengkeraman pemerintahan kafir. Perlawanan
dari raj-raja Islam terhadap pemerintahan kolonial seakan tidak pernah henti.
Ketika perlawanan di suatu tempat telah padam, akan muncul perlawanan di tempat
lain. Belanda menyadari bahwa perlawanan tersebut diinspirasi oleh ajaran
islam.
Oleh karena itu, agama islam
dipelajari secara ilmiah di negeri Belanda. Seiring dengan itu, di Belanda juga
diselenggarakan Indologie, itu untuk mengenal lebih jauh seluk beluk penduduk
Indonesia. Upaya tersebut dimaksutkan untuk mengukuhkan kekuasaan Belanda di
Indonesia. Hasil dari pengkajian itu lahirlah apa yang dikenal dengan “politik
Islam”.
C. SnouckHurgronje, yang merupakan
tokoh utama dan peletak dasar sikap Belanda terhadap Indonesia. Ia berada di
Indonesia antara tahun 1889 dan 1889. Berkat pengalamannya di Timur Tengah,
sarjana sastra semit ini berhasil menemukan pola dasar bagi kebijaksanaan
menghadapi islam di Indonesia,yang menjadi pedoman bagi pemerintahan India
Belanda terutama AdviseurvoorInlandschetaken,
lembaga penasihat gubernur jenderal tentang segala sesuatumengenai pribumi.
Sejak dibukanya terusan Suez tahun
1869, setiap tahun ribuan umat islam Indonesia pulang dari mekah sehabis
menunaikan ibadah haji. mereka datang dengan ajaran ortodoks menggantikan
ajaran mistis dan sinkretis. Sementara itu,banyak perlawanan umat islam yang di
motori oleh para haji dan ulama, sehingga banyak kalangan Belanda yang banyak
berpendapat bahwa ibadah haji menyebabkan pribumi menjadi “fanatik”. Oleh
karena itu, pemerintah mengeluarkan banyak peraturan untuk mempersulit kaum
muslimin dalam menunaikan ibadah. Dalam hal ini, SnouckHurgronje berusaha
mendudukkan masalah antara ibadah haji dan fanatisme. Menurutnya, haji-haji itu
tidak berbahaya bagi kedudukan pemerintah kolonial di Indonesia. Yang mungkin
sekali berbahaya ialah apa yang disebutnya koloni jawa, daerah tempat tinggal
orang-orang yang bersal dari Indonesia ke mekah. Karena pergaulan hidup
bertahun-tahun, mereka telah menciptakan kesadaran yang lebih tinggitentang
persatuan kaum muslimin sedunia. Disana mereka memperoleh bacaan-bacaan
ditempat-tempat pendidikan agama, dan
turut serta dalam kehidupan dan usaha-usaha pan-Islam.[12]
Analisis SnouckHurgronje tentang
potensi pribumi dan teorinya tentang pemisahan unsur agama dari unsur politik,
peranan politiknkantoorvoorInlandscheZaken semakin menghilang padatahun-tahun
terakhir, meskipun wewenangnya mengawasi gerakan politik lebih dipertegas sejak
tahun 1931.
E.
Perlawanan Rakyat Terhadap Imperialisme Belanda
Penjajahan Belanda terhadap bangsa
Indonesia, mendapat perlawanan sengit dari rakyat dan bangsa Indonesia pada
umumnya. Mereka mengadakan perlawanan terhadap penjajah Belanda, karena bangsa
Indonesia merasa dijajah dan diperlakukan semena-mena oleh Belanda. Perlawanan
tersebuttidak hanya bermotif politik kebangsaan, melainkan juga karena motif
agama. Penjajah Belanda di samping ingin menguasai Indonesia, juga meyebarkan
agama mereka, yaitu kristenisasi terhadap penduduk pribumi. Akibatnya rakyat
dan bangsa Indonesia dihampir semua wilayah mengadakan perlawanan terhadap
penjajah belanda.
Perlawanan terhadap penjajahan
selalu berkobar dari bangsa Indonesia dalam setiap waktu. Pada abad ke-17
perlawanan terhadap penjajahan antara lain dilakukan oleh:
1. Sultan Agung Mataram
2. Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam Aceh
3. Sultan Hassanudin Makassar
4. Sultan Ageng Tirtayasa
5. Raja Iskandar Minangkabau
6. Trunojoyo Madura
7. TaraengGalesong dari Makassar
8. Untung Surapati, Adipati Aria
jatinegara, dan lain-lain23
Di
samping itu perlawanan-perlawanan rkyat terhadap penjajahan juga berlangsung
terus-menerus saling berkesinambungan disatu wilayah ke wilayah yang lainnya.
Perlawanan-perlawanan itu antara lain sebagai berikut.
1.
Perang padri di Minangkabau
Perang padri terjadi di Minagkabau
Sumatra Barat antara tahun 1821-1837. Perang padri di pimpin oleh Tuanku Imam Bonjol,
dan dibantu oleh para ulama yang lain. Pusat kekuasaan Minangkabau adalah pagaruyung,
tetapi raja hanya berfungsi sebagai lambang. Kekuasaan sesungguhnya berada di
tangan para penghulu adat. Walaupun Islam sudah masu sejak abad ke-16, tetapi
proses sinkretisme berlangsung lama. Pemurnian Islam di mulai oleh Tuankun Koto
Tuo dengan pendekatan damai. Akan tetapi, pendekatan tersebut tidak diterima
oleh murid-muridnya yang lebih radikal, terutama tuanku nan renceh, seorang
yang amat berpengaruh dan memiliki banyak murid di daerah Luhak Agam.[13]
Sesampai didaerah masing-masing,
mereka mulai mengelurkan berbagai fatwa. Haji miskin dengan radikal menyebarkan
pendiriannya, sehingga ia dikejar-kejar pnduduk yang tidak menerima. Akhirnya
ia pergi ke kota Lawas dan mendapat perlindungan dari Tuanku Mensiangan.
Ulangan. Ulama ini bahkan bersedia dan bertekad membantunya. Setelah itu, ia
pergi ke kamang, di sini ia bertemu dengan Tuanku Nan Renceh. Atas usaha Tuanku
Padang Lawas, Tuanku Padang Luar, Tuanku Galung, Tuanku Kubu Ambalu, Tuanku
Lubuk Aur, dan Tuanku Bansa. Mereka membentuk semacam “Dewan Revolusi” yang
dikenal dengan nama “Harimau nan Salapan”(Delapan Harimau yang berani menantang
kemaksiatan). Tuanku Mensiangan diangkat sebagai “Imam Perang”.
2.
Perang Diponegoro di Jawa
Perang diponegoro disebut juga
dengan perang jawa. Perang diponegoro berlangsung hampir diseluruhjawa antara
tahun 1825-1830. Perang ini merupakan perang terbesar yang di hadapi pemerintah
kolonial Belanda di jawa. Untuk mengetahui latar belakangnya perlu dilacak
kondisi hidup rakyat, lebih-lebih dalam bidang sosial ekonomi. Sistem pajak
tradisional menjadi beban berat secara turun menurun. Di samping itu, masih ada
pajak pabean dan pajak lalu lintas. Faktor ekonomi yang lain yang menimbulkan
kegelisahan rakyat adalah peraturan pemerintahan Hindia Belanda yang menetapkan bahwa semua penyewa
tanah oleh penguasa dan bangsawan pribumi dibatalkan dengan mengembalikan uang
sewa atau pembayaran lain yang telah dilakukan. Banyak kaum ningrat yang
terkena peraturan itu dan mengalami kesulitan besar, termasuk didalamnya
Pangeran Diponegoro.
Pangeran Diponegoro menggariskan
maksud dan tujuan perlawanan terhadap Belanda, para pejabat dan agen Belanda; pertama, untuk mrncapai cita-cita luhur
mendirikan masyarakat yang bersendikan agama islam; kedua, mengembalikan keluhuran adat Jawa, yang bersih dari pengaruh
Barat.Tekad yang luhur itu memantapkan hati
para pengikutnya untuk memulai peperangan besar melawan Belanda.
Dalam perang, Pangeran Diponegoro
menggunakan taktik gerilya. Peperangan segera menyebar luas ke mana-mana. Kota
Yogya dikepung sehingga penduduk Belanda merasa terancam. Ideologi perang sabil
didengungkan. Pangeran Diponegoro didukung oleh kiai Mojo dan Sentot
Prawirodirjo yang mengerahkan banyak pengikut. Untuk memperkuat semangat,
Pangeran Diponegoro dinobatkan sebagai pemimpin tertinggi Jawa dengan gelar
sultan NgabdulhamidHerucakraKabiril Mukminin Kalifatullahing Tanah Jawa.[14]
3.
Perang Aceh
Perang aceh berlangsung selama 31
tahun, antyara tahun 1873-1904. Belanda memang membutuhkan waktu lama untuk
memadamkan perang itu, mengingat perang ini melibatkan seluruh rakyat Aceh.
Semangat perjuangan rakyat diperkuat oleh penghayatan keagamaan. Perang melawan Belanda adalah perang sabil sehingga rakyat bersedia
bertempur sampai titik darah penghabisan. Dukungan rakyat Aceh juga dikarenakan
peranan para uleebalang (hulubalang) dan ulama. Kewibawaan mereka disambut
loyalitas yang tinggi dari rakyat.
4.
Perang Banjar di Kalimantan
Perang banjar berlangsung antara
tahun 1854-1864 M, berawal dari ketidaksenangan rakyat banjar terhadap tindakan
campur tangan pemerintah mengakui Pangeran Tamjidillah sebagai Sultan Banjar.
Sultan baru itu tidak disenangi rakyat. Timbullah pemberontakan yang dimotori
oleh pangeran prabu anom dan pangeran hidayat. Meskipun kemudian pangeran Prabu
Anom dapat ditangkap, perlawanan berlanjut terus diseluruh Banjar.
5.
Pemberontakan Rakyat di Cilegon Banten
Pemberontakan rakyat di Cilegon
terjadi pada tahun 1888, dipimpin oleh K.H. Wasit bersama H.Ismail, dan para
ulama lain, menyusun perlawanan terhadap penjajah. Kemurkaan Rakyat Cilegon
karena kelaparan, kematian ternak yang ditembaki Belanda dengan semena-mena,
dan kebencian yang telah berkumpul karena
melihat keangkuhan pegawai pemerintah Belanda, pengekangan penjajahan
terhadap pengamalan ajaran Islam, serta berbagai sebab lain menjadi pemicu
perlawanan rakyat Cilegon terhadap Belanda. Para pemimpin pemberontak rakyat
terhadap belanda di Cilegon sebagian besar adalah murid-murid yang pernah
belajar kepada Syaikh Nawawi Al-Bantani, seorang ulama besar di Arab yang
berasal dari Banten.
Perlawanan rakyat terhadap
penjajahan Belanda ini terjadi pada tanggal 9 Juli 1888. Kira-kira pukul 16.00
bergeraklah pemberontakan mengepung Cilegon, KH. Wasit dengan pengiringnya
menyerang dari sebelah selatan.
6.
Perang Makassar
Raja Gowa ke-12 adalah Daeng
Mattawang yang bergelar Sultan Hassanudin. Perang Makassar bermula akibat sikap
belanda yang mau menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku., karena
kegiatan ii merupakan perdagangan Belanda. Oleh karena itu, untuk melaksanakan
keinginan tersebut , Belanda mau menaklukan kerajaan Gowa dan kerajaan Bone di
Sulawesi selatan. Langkah pertama VOC menduduki Buton yang merupakan daerah
kekuasaan Gowa.
Perang
pertama kali terjadi pada bulan april 1655, dalam hal ini angkatan laut Gowa
menyerang belanda di pulau Buton di bawah pimpinan Sultan Hasanudin dan
berhasil memukul mundur Belanda.
7.
Perang Jambi (1858-1907)
Perang
jambi terjadi di Jambi antara Belanda dengan pihak kesultanan Jambi. Awalnya
hubungan kesultanan Jambi dengan Belanda di mulai sejak Sultan Abdul Kahar
(1615-1643). Sultan ini mengizinkan Belanda membuka perwakilan dagangnya di
Jambi. Sultan Sri Ingologo, sebagai pengganti Sultan Abdul Kahar kepada
Belanda. Rasa permusuhan di mulai antara Kesultanan Jambi dengan Belanda tidak
dapat dihindari lagi setelah perwakilan belanda di Jambi, yaitu syhrandtSwart
mati terbunuh. Dalam pertempuran ini Belanda dapat menangkap Sultan Sri
Ingologo, lalu diasingkan ke Banda, Maluku.
F.
PERADABAN ISLAM DI INDONESIA
1.
Sistem Birokrasi Keagamaan
Penyebaran islam di Indonesia pertama-tama dilakukan oleh para pedagang,
pertumbuhan komunitas islam bermula di berbagai pelabuhan penting di Sumatra,
Jawa dan pulau lainnya. Kerajaan-kerajaan islam yang pertama berdiri juga di
daerah pesisir. Demikian halnya dengan kerajaan Samudra pasai, aceh, demak,
banten dan Cirebon, ternate, dan tidore.
Ibu kota kerajaan selain merupakan pusat politik dan perdagangan, juga
merupakan tempat berkumpul para ulama dan mubalighislam. Ibnu Batutah
menceritakan, sultan kerajaan samudra pasai sultan Al-Malik Az-Zahir,
dikelilingi oleh ulama dan mubalighislam, dan raja sendiri sangat menggemari
diskusi mengenai masalah-masalah keagamaan. Raja-raja Aceh mengangkat para
ulama menjadi penasehat dan pejabat di bidang keagamaan. Sultan iskandar muda
(1607-1636 M) mengangkat syaikh Syamsuddin As-sumatrani menjadi mufti (qadhimalikul
adil) kerajaan Aceh, sultan Iskandar Tsani (1636-1641 M) mengangkat
syaikh Nuruddin Ar-Raniri menjadi mufti kerajaan, dan sultanahSyafiatuddin Syah
mengangkat Syaikh Abdur Rauf Singkel.[15]
Keberadaan ulama sebagai penasihat raja, terutama dalam bidang keagamaan juga
terdapat di kerajaan-karajaanislam lainnya. Di Demak, penasehat Raden Fatah,
raja pertama Demak adalah para wali, pertama sunan Ampel dan sunan Kalijaga.
Bahkan disamping berperan sebagai guru agama dan mubalig, sunan Gunungjati
( Syarif Hidayatullah) juga langsung berperan sebagai kepala pemerintahan. Di
Ternate, sultan dibantu oleh sebuah badan penasehat atau lembaga
adat. Adapun disamping sebagai penasehat raja, para ulama juga duduk dalam
jabatan-jabatan keagamaan yang memiliki tingkat dan istilah berbeda-beda antara
satu daerah dan daerah lainnya. Meskipun dengan istilah berbeda, tetapi
penerapan hukum islam di satu kerajaan lebih jelas dibandingkan dengan kerajaan
lain. Kedudukan kerajaan ulama yang terkuat adalah di Aceh dan di Banten.
Di kesultanan Cirebon, Sultan Chaeruddin I mengangkat kyaiMuqayyim pendiri
pesantren Buntet, sebagai mufti di kesultanan Cirebon. Selanjutnya
kyaiAnwaruddin yang dikenal dengan kyaiKriani juga dari pesantren Buntet, pernah
menjadi mufti di kesultanan Cirebon. Berbagai kebijakan yang berkaitan dengan
keagamaan di kesultanan merujuk kepada tatanan system keagamaan yang berlaku di
kitab-kitab fiqh salaf (kitab kuning) sebagaimana dikaji di pesantren.
Birokrasi keagamaan juga berlangsung di beberapa kerajaan islam seperti di
kesesultanan Demak di Jawa. Semasa menjadi raja Sultan Fatah diangkat oleh para
walisongo sebagai raja Demak dengan gelar Senopati JimbunNgabdurrahman
panembahan Palembang SayyiddinPanatagama. Demikian pula yang berlaku
di kerajaan Mataram islam, sultan Agung bergelar Sultan Agung
HanyakrakusumosayyidinPanata Agama Khalifatullah ing Tanah Jawi. SultanAgung
bahkan memberlakukan kebijakan perpaduan tahun Jawa saka disesuaikan dengan
tahun Hijriyah. Hal ini menunjukkan perpaduan akulturasi budaya setempat (Jawa)
dengan tradisi hokumislam yang di tuangkan dalam system birokrasi keagamaan.
Demikian pula yang berlaku di beberapa kerajaan lain di Indonesia pada umumnya.
2. Peran Ulama dan Kaya-karyanya
Penyebaran dan pertumbuhan kebudayaan umat islam di Indonesia terutama terletak
di pundak para ulama. Paling tidak ada dua cara yang dilakukan,pertama,
membentuk para kader ulama yang akan bertugas sebagai mubaligh ke berbagai
daerah yang lebih luas. Cara ini dilakukan dalam lembaga-lembaga pendidikan
islam yang dikenal dengan pesantren di Jawa, dayah di
Aceh, dansurau di Minangkabau. Kedua, melalui
karya-karya yang tersebar dan dibaca di berbagai tempat yang jauh.
Para tokoh-tokoh ulama pertama di Indonesia adalah Hamzah Fansuri, seorang
tokoh sufi terkemuka yang berasal dari fansur, Sumatra Utara. Karyanya yang
terkenal berjudul Asarul Arifin fi Bayan ila Suluk wa At-Tauhid,suatu
uraian singkat tentang sifat-sifat dan inti ilmu kalam menurut teologi ilmu
islam. Syamsudin As-Sumatrani adalah murid Hamzah Fansuri mengarang buku yang
berjudul Mir’atulMu’minin (cermin orang beriman). Ulama Aceh
lainnya yang banyak menulis buku adalah Nuruddin Ar-Raniri, karyanya yang sudah
diketahui dengan pasti berjumlah 29 buah, diantaranya Ash-shirath
Al-mustaqim (tentang hokum), Bustan Ash-salathin (tentang sejarah dan tuntutan
bagi para penguasa dan raja), Asrar Al-Insan fiMa’rifati Al-Adyan(perdebatan
dengan kaum wujudiyah), dan Al-Lama’ahfiTakfirmanQalabikhalqAlqur’an(bantahan
terhadap pendapat Hamzah Fansuri bahwa Alqur’an makhluk). Penulis
lainnya yang juga berasal dari kerajaan Aceh adalah AbdurraufSingkel yang
mendalami ilmu pengetahuan islam di Mekah dan Madinah.
Disamping
itu mereka yang disebutkan diatas, masih banyak para ulama lain yang sangat
berjasa dalam pengembangan agama islam di Indonesia melalui karya-karyanya.
3. Corak Bangunan Arsitek
Oleh
karenanya perbedaan latar belakang budaya, arsitektur bangunan-bangunan islam
berbeda dengan yang terdapat di dunia islam lainnya. Hasil-hasil seni bangunan
pada zaman pertumbuhan dan perkembangan islam di Indonesia antara lain, masjid
kuno Demak, masjid Agung Ciptarasa Kesepuhan di Cirebon, masjid Agung Banten,
Baiturrahman di Aceh, masjid Ampel di Surabaya dan daerah-daerah lainnya.
Beberapa bangunan arsitektur islam di Indonesia,memiliki ciri khas tersendiri
dengan mengadaptasi budaya sebelumnya.
4. Lembaga Pendidikan Islam
Lembaga-lembaga pendidikan islam di Indonesia sudah berkembang dalam beberapa
bentuk sejak zaman penjajahan belanda. Salah satu bentuk pendidikan islam
tertua di Indonesia adalah pesantren yang terbesar di berbagai pelosok. Lembaga
pesantren dipimpin oleh seorang ulama atau kyai.
G. ORGANISASI-ORGANISASI
ISLAM DI INDONESIA
1.
Jami’at Khair
Jami’at khair didirikan pada tanggal 17 juli 1905 di Jakarta. Keanggotan
organisasi ini mayoritas orang Arab dengan tidak menutup kemungkinan kepada
orang-orang Islam Indonesia lainnya untuk bergabung ke organisasi ini, tanpa
ada diskriminasi di dalamnya. Umumnya orang-orang yang bergabung dalam
organisasi ini terdiri dari orang-orang yang berada, sehingga memungkinkan
penggunaan waktu mereka untuk mengembangkan organisasi tanpa mengorbankan usaha
ekonomi mereka. Usaha dari organisasi ini dipusatkan pada pendidikan, dakwah
dan penerbitan surat kabar.[16]
2.
Syarikat Islam(SI)
Syarikat Islam (SI), mula-mula awalnya adalah serikat dagang islam (SDI) yang
didirikan oleh KH. Samanhudi pada tahun 1905 M di Solo. Ada yang mengatakan
bahwa SDI mula-mula didirikan pada tahun 1911 M. kemudian pada tahun 1912 M,
SDI berubah menjadi SI yang di prakarsai oleh HOS. Cokroaminoto, Abdul Muis, H.
Agus Salim dan lain-lain. Awalnya SI merupakan organisasi yang bergerak di
bidang keagamaan, tetapi kemudian menjadi gerakan politik.
3.
Muhammadiyah
Salah sebuah organisasi sosial islam yang terpenting di Indonesia sebelum
perang dunia II dan mungkon juga sampai saat sekarang ini adalah Muhammadiyah.
Organaisasi ini didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 desember 1912
bertepatan dalam tanggsl 18 Dzulhijjah 1330 H, oleh KH. Ahmad Dahlan.
4.
Nahdlatul Ulama(NU)
Nahdlatul Ulama artinya kebangkitan ulama, adalah organisasi masa islam yang
didirikan oleh para ulama pesantren di bawah pimpinan KH.HasyimAsy’ari, di
Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926. Diantara para tokoh ulama yang ikut
mendirikan NU adalah KH.HasyimAsy’ari, KH.Wahab Hasbullah, KH.BIsri Syamsuri,
KH.Ma’sum Lasem, dan beberapa kyai lainnya. Lapangan usaha NU meliputi
bidang-bidang pendidikan, dakwah,dansocial.
5.
Jam’iyatulWashilah
Jam’iyatulWashilah adalah suatu organisasi islam yang diresmikan pendiriannya
pada tanggal 30 November 1930 M didirikan di Medan yang dipelopori oleh para
ulama terkemuka di Medan. Para ulama yang ikut mendirikan jam’iyatulwashilah
yaitu diantaranya: Ismail Banda, Abdurrahman Syihab, M. Arsyad Thahir Lubis,
Adnan Nur, H.Syamsudin, H.Yusuf Ahmad Lubis,H.A.Malik, dan A.Aziz Efendi
6.
Al-Irsyad Al- Islamiyah
Al-Irsyad adalah organisasi Islam yang didirikan pada tahun 1913 oleh
orang-prang keturunan Arab, dibawah pimpinan syaikh Ahmad Syurkati, seorang
ulama asal sundan.
7.
Persatuan Tarbiyah Islamiyah
(PERTI)
PERTI didirikan pada 20 mei1930 di Bukittinggi Sumatra Baratoleh sejumlah para
ulamaterkemuka di Minangkabau, di bawah pimpinan syaikh Sulaiman Ar-Rasuli.
8.
Persatuan Umat Islam (PUI)
PUI didirikan oleh KH. Abdul Halim, seorang ulama pengasuh pondok pesantren di
Majalengka Jawa Barat pada tahun1911 M. dalam perkembangan berikutnya PUI
memiliki banyak sekolah dan pondok pesantren yang menyebar di wilayah Jawa
Barat.
9.
Mathlaul Anwar (MA)
MA adalah organisasi Islam yang didirikan di Menes Banten, pada 9 Agustus 1916.
Didirikan oleh para tokoh Islam di daerah Banten yang dimotori oleh
KH.MasAbdrrahman. Organisasi ini bersifat keagamaan, bertujuan mewujudkan
keluarga dan masyarakat Indonesia yang takwa kepada Allah SWT, sehat jasmani
dan rohani, berilmu pengetahuan,cakap dan terampil serta berkepribadian
Indonesia.
10. Persatuan Islam (PERSIS)
PERSIS adalah organisasi massa Islam yang didirikan oleh para ulama yang
beraliran pembaharu di Bandung pada 12 September 1923. Para ulama pendiri
persis yaitu KH.Zamzam, dan A.Hasan.
11. Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (Dewan Dakwah)
Dewan Dakwah Islam Indonesia didirikan oleh M.Natsir dan beberapa tokoh
Islam berhaluan pembaharudi Jakarta. Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia
merupakan organisasi dakwah yang banyak berjasa dalam bidang dakwah di
perkotaan, baik melalui dakwah-dakwah pengajian, buku ataupun majalah.
12. Majlis Dakwah Islamiyah (MDI)
MDI
didirikan oleh para tokoh Islam yang tergabung dalam golongan karya pada masa
pemerintahan orde baru di bawah pemerintahan soeharto.
13. Majlis Ulama Indonesia (MUI)
MUI didirikan pada 26 juli 1975. Lembaga ini bertugas memberikan fatwa dan
nasihat seputar masalah keagamaan dan kemasyarakatan sebagai bahan pertimbangan
pemerintahan dalam menjalankan pembangunan. Pengurusnya terdiri dari beberapa
tokoh Islam dari berbagai organisasi yang ada.
14. Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI)
ICMI adalah organisasi para cendekiawan muslim di Indonesia yang didirikan oleh
para cendekiawan atas dukungan birokrasi, pada tahun 1990. Penggagasnya antara
lain: Prof .DR.Ing.BJ.Habibi yang waktu itu menjabat sebagai Mentri Riset dan
Teknologi pada pemerintahan era orde baru.
DAFTAR PUSTAKA
Samsul Munir Amin, M.A. Sejarah Peradaban
Islam. Jakarta : Amzah. 2010
Hamka, Sejarah Peradaban Islam. Jakarta:
Bulan Bintang.
Sartono Kartodirdjo, Pengantar sejarah Indonesia Baru, Jilid 1.
Jakarta: Gramedia.
Badri Yatim , Sejarah Peradaban
Islam. Jakarta: Grafindo Persada.2000.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sejak abad ke-16 di perairan Nusantara muncul
pelaut-pelaut dari Eropa. Orang-orang Portugislah yang mula-mula muncul di
Indonesia. Awalnya tujuan mereka adalah karena faktor ekonomi, faktor agama,
dan faktor berpetualang. Tetapi melihat kekayaan Indonesia, tujuan mereka
menjadi rasa ingin menguasai dan menjajah Indonesia.
Sampai Belanda masuk ke Indonesia, mereka melanjutkan
tujuan dari Portugis. Dengan berbagai strategi dan cara mereka lakukan untuk
menguasai Indonesia. Penjajahan Belanda terhadap Bangsa Indonesia,
mendapat perlawanan sengit dari rakyat dan Bangsa Indonesia pada umumnya.
Perlawanan terhadap penjajahan selalu berkobar dari Bangsa Indonesia dalam
setiap waktu. Perlawanan tersebut terlaksana dengan adanya beberapa perang
yang terjadi pada masa itu.
[1] Samsul Munir Amin, M.A.,SEJARAH PERADABAN
ISLAM,(Jakarta,Amzah,2010),hlm 372-374
[2]Hamka, Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Bulan Bintang. Hlm.237-238
[3]Sartono Kartodirdjo, Pengantar sejarah Indonesia Baru, Jilid 1.
Jakarta: Gramedia. Hlm.61
[4]Badri Yatim , Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Grafindo
Persada.2000. hlm.68-69
[5]Samsul Munir Amin, M.A, Ibid, hlm 377
[6]Badri Yatim , Sejarah Peradaban Islam.hlm.236
[7]Samsul Munir Amin, M.A. Ibid, hlm 380
[8]Samsul Munir Amin, M.A. Ibid, hlm 381
[9]Samsul Munir Amin, M.A. Ibid, hlm382
[10]Samsul Munir Amin, M.A. Ibid, hlm 383
[11]Samsul Munir Amin, M.A. Ibid, hlm 384
[12]Samsul Munir Amin, M.A. Ibid, hlm 387
[13]Samsul Munir Amin, M.A. Ibid, hlm 387
[14]Samsul Munir Amin, M.A. Ibid, hlm 394
Tidak ada komentar:
Posting Komentar