PENDIDIKAN ILMIAH-INTELEKTUAL
“JANGAN MENGIKUTI TANPA DASAR ILMU”
QS. Al-Isra’ 17:36
Khairun Nadiah 2021115241
Kelas : A
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
puji
syukur kepada Allah Swt atas berkat dan rahmat-Nya saya bisa menyelesaikan
makalah ini.. tak lupa shalawat serta salam saya panjatkan kepada Nabi Agung,
Nabi Muhammad SAW, karena tanpa adanya beliau mungkinlah kita terbebas dari
zaman kebodohan.
Makalah
ini saya sususn guna memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi II. Saya tidak
lupa mengucapkan terimakasih saya sampaikan kepada
1. Kedua
orang tua saya yang selalu menyayangi dan mendukung saya dalam mengikuti mata
kuliah ini.
2. Bpk. Dr.
H. Ade Dedi Rohayana, M.Ag selaku rektorat IAIN Pekalongan.
3. Bpk.
Muhammad Hufron, MSI Selaku dosen pengampu Tafsir Tarbawi II.
4. Teman-teman
yang saya sayangi yang senantiasa selalu menemani saya dalam membuat makalah
ini.
Saya
menyadari sepenuhnya bahwa didalam penulisan makalah ini banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun
demi kesempurnaan penulisan makalah ini.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Pekalongan,
16 April 2017
Penulis,
Khairun Nadiah
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Salah satu
masalah besar umat manusia, baik di lingkup keluarga maupun masyarakat, ialah
menghukumi suatu hal secara gegabah, berprasangka secara subyektif, dan gampang
mempercayai suatu hal tanpa landasan dalil yang kuat dan pengetahuan yang
obyektif. Betapa sering kita melakukan tudingan tanpa bukti dan hanya
berlandaskan kecurigaan dan prasangka buruk.
Tentu saja
obyektifitas apa yang kita lihat lebih berharga ketimbang dari apa yang sekedar
kita dengar. Namun begitu, hal itu pun memerlukan analisa mendalam dan bukan
sekedar melihat secara lahiriah dan sepintas. Hingga kini masih banyak
orang-orang munafik yang melakukan tidakan licik semacam tadi. Orang-orang yang
lalai dan kurang waspada pun kerap menjadi korban konspirasi mereka. Karena
itu, kita mesti hati-hati dan sigap dalam menyikapi beragam isu dan informasi.
Jika kita yakin bahwa apa yang yang kita dengar dan lihat dapat
dipertanggungjawabkan, maka kita pun mesti bertindak sesuai dengan apa yang
kita ketahui dan yakini. Sejatinya, manusia tidak hanya bertanggung jawab atas
apa yang ia lihat dan dengar. Tapi juga terhadap segala hal yang terlintas di
benak dan hatinya. Sebab meski kita tidak mengucapkannya secara lisan, namun
betapa sering kita berprasangka buruk dalam hati dan pikiran terhadap orang
lain sehingga turut mempengaruhi perilaku dan tindakan kita. Padahal hal itu hanya
sekedar sangkaan tanpa dalil dan bukti.
Didalam makalah ini yang berjudul “Jangan
Mengikuti Tanpa Dasar Ilmu” mengangkat dari isi Qs. Al-Isra’ ayat 17:36 sebagai
upaya mengingatkan kita bahwa apa yang kita dengar dan lihat belum tentu
menghasilkan ilmu yang benar.
B.
Judul
Judul garis besar makalah ini
adalah “Pendidikan Ilmiah dan Intelektual” dan sub pembahasannya adalah “Jangan
Mengikuti Tanpa Dasar Ilmu”.
C.
Arti Penting
Dalam Qs. Al-Isra’ ayat 36 terdapat dua point
penting, yaitu:
1.
Tolak ukur perbuatan dan tindakan manusia
harus berlandaskan pada ilmu dan keyakinan. Bukan semata-mata berdasarkan
pendengaran dan penglihatan.
2.
Bukan hanya mata dan teliga, tapi semua
anggota badan manusia di akhirat kelak diminta pertanggung jawabannya atas
segala perbuatan yang pernah dilakukannya di dunia
D.
Nash dan Terjemahan
وَلا
تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ قلى إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ
أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا (٣٦)
Artinya: “Dan janganlah kamu
mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatanm dan
hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawaban.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori
Ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara
bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan
gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu. Mengikuti berasal dari kata ikut
yang berarti melakukan sesuatu sebagaimana dikerjakan oleh orang lain.[1]
Pada permulaan ayat 36 ini Allah SWT melarang kaum Muslimin
mengikuti perkataan ataupun perbuatan yang mereka tidak mengetahui kebenarannya
(وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ / Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya).
Larangan ini mencakup seluruh kegiatan manusia itu sendiri dari perkataan dan
perbuatan.
Untuk mendapat keterangan lebih jauh dari kandungan ayat ini, perlulah
dikemukakan pendapat-pendapat dari kalangan mufassirin sebagai berikut:
1.
Ibnu Abbas berkata: "Jangan
memberi kesaksian, kecuali apa yang telah engkau lihat dengan kedua mata
kepalamu, dan apa yang kau dengar dengan telingamu, dan apa yang diketahui oleh
hati dengan penuh kesadaran.
2.
Qatadah berkata: "Jangan
kamu berkata: "Saya telah mendengar" padahal kamu belum mendengar,
dan jangan berkata: "Saya telah melihat" padahal kamu belum melihat,
dan jangan kamu berkata: "Saya telah mengetahui" padahal kamu belum
mengetahui."
3.
Pendapat lain mengatakan:
"Yang dimaksud dengan larangan mengatakan sesuatu yang tidak diketahui,
ialah dengan pengetahuan yang benar, akan tetapi hanya dengan prasangka dan
dugaan.
4.
Ada juga yang
berpendapat bahwa yang dimaksud ialah: larangan kepada kaum musyrikin mengikut
kepercayaan nenek moyang mereka, dengan bertaklid buta dan dengan mengikuti
keinginan hawa nafsu seperti keadaan mereka mengikuti kepercayaan nenek moyang
mereka terhadap berhala, dan memahami berhala itu dengan macam-macam nama.[2]
Pendengaran,
penglihatan dan hati merupakan anugrah serta kenikmatan yang amat besar, Allah
pun hanya meminta rasa syukur dari kita. Syukur dengan cara menggunakan ketiga
potensi tersebut secara optimal serta dimanfaatkan untuk hal-hal yang positif
sesuai dengan perintah Sang Pencipta. Mendengar berarti mencari informasi dan
ilmu pengetahuan baik yang sifatnya wahyu ataupun penemuan-penemuan manusia
yang sudah menjadi teori. Melihat berarti meneliti, memperhatikan segala
fenomena yang terjadi baik pada diri manusia ataupun alam semesta yang lebih
luas. Hati merupakan proses perenungan dan berfikir untuk memahami segala
sesuatu dan menjawab setiap pertanyaan yang muncul. Kehidupan ini adalah amanah
dan tubuh kita pun adalah amanah, setiap amanah yang diberikan adalah tanggung
jawab kita. Untuk memeliharanya dengan baik dan menggunakannya juga di jalan
yang baik untuk kebaikan diri dan sekitarnya. Suatu saat nanti amanah ini akan
dimintai pertanggung jawaban oleh Sang Pemberi amanah, apakah disyukuri dan
digunakan untuk kemaslahatan ataukah diingkari dan malah digunakan untuk
hal-hal yang salah.
B.
Tafsir
1. Tafsir Jalalain
وَلا تَقْفُ (Dan
janganlah kamu mengikuti) menuruti. مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ قلى إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ (apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhya pendengaran, penglihatan, dah hati) yakni kalbu. كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا (semuanya akan dimintai pertanggung
jawaban-nya) pemiliknya akan dimintai pertanggung jawabannya) yaitu apakah yang
diperbuat dengannya.[3]
2. Tafsir Al-Misbah
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ قلى إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ
أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا (٣٦)
Artinya: “Dan janganlah kamu mengikuti
apa-apa yang tiada bagimu pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati nurani, semua itu tentangnya ditanya.”
Lakukan apa yang telah Allah SWT
perintahkan diatas dan hindari apa yang tidak sejalan dengannya dan janganlah
engkau mengikuti apa-apa yang tiada bagimu pengetahuan tentangnya.
Jangan berucap apa yang engkau tidak ketahui, jangan mengaku tahu apa yang
engkau tidak tahu atau mengaku mendengar apa yang tidak engkau dengar. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, yang merupakan ala-alat
pengetahuan semua itu yakni alat-alat itu masing-masing tentangnya
akan ditanyai tentang bagaimana pemiliknya menggunakannya atau
pemiliknya akan dituntut mempertanggung jawabkan bagaimana ia menggunkakan.[4]
3. Tafsir Al-Qurthubi
Firman Allah SWT, وَلا تَقْفُ “Dan
janganlah kamu mengikuti.”
Maksudnya, jangan mengikuti apa yang tidak kamu ketahui dan tidak penting
bagimu. Dikatakan Ibnu Abbas bahwa Qatadah berkata, “ Janganlah engkau
katakan, ‘Aku telah melihat sedangkan engkau belum melihat, aku telah mendengar
sedangkan engkau belum.” Mujtahid mengatakan, “Jangan engkau cela seseorang
karena apa-apa yang engkau ketahui.” Ibnu Khuwaizimandad berkata, “Ayat ini
mengandung hukum menuduh, karena ketika Allah berfirma: وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ “Dan
janganlah kamu mengikuti apa yag kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya”, menunjukkan bahwa boleh jika kita memiliki pengetahuan akan hal
itu. Maka setiap apa yang diketahui oleh manusia atau kuat prasangkaannya, maka
boleh baginya menetapkan hukumnya. Oleh sebab itu kita berhujjah dengan cara
undi dan taksir, karena yang demikian itu termasuk kedalam prasangkaan yang
sangat kuat dan telah dinamakan ilmu dalam arti luas. [5]
Firman Allah SWT, إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ
عَنْهُ مَسْئُولا “
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dab hati, semua itu akan diminta
pertanggung jawabnya.”Maksudnya
masing-masing dari semua itu ditanya tentang apa yang dilakukannya. Hati
ditanya tentang apa yang dia fikirkan dan dia yakini. Pendengaran dan
penglihatan ditanya tentang apa yang dia lihat dan apa dia dengar. Diungkapkan
dalam Qs. Fushshilat ayat 20 bahwa pendengaran, penglihatan dan hati bersama
mereka karena semua indera yang memiliki kemampuan mendeteksi. Allah menjadikan
semua itu pihak yang bertanggung jawab. Semua itu dalam kondisi seperti makhluk
yang berakal.[6]
4. Tafsir Al-Azhar
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu
ketahui.” Ayat ini termasuk sendi budi pekerti Muslim yang
hendaknyamenegakkan pribadi. Kita dilarang Allah untuk menurut saja. Diujung
ayat ditegaskan “Sesungguhnya pendengaran, penglihatanm dan hati nurani,
semua itu akan diminta pertanggungjawaban.” Disini orang hanya menuruti
saja jejak langkah orang lain, baik itu nenek moyangnya karena kebiasaan, adat
istiadat dan tradisi yang diterima atau keputusan dan ta’ashshub pada golongan
orang tidak lagi mempergunakan pertimbangan sendiri. Padalah dia diberi Allah
alat-alat penting agar dia berhubungan sendiri dengan alam yang
disekelilingnya. Dia diberi hati atau akal atau fikiran untuk menimbang baik
dan buruk . Sedangkan pendengaran dan penglihatan adalah penghubung antara diri
atau diantara hati sanubari kita dengan segala sesuatu untuk diperhatikan dan
dipertimbangkan mudharat dan manfaatnya atau baik dan buruknya.
Dalam hidup beragama diperlukan penggunaan pendengaran,
penglihatan dan hati bagi menimbang. Sebab kadang-kadang dipercampur adukkan
orang amalan yang sunnah dengan yang bid’ah. Bahkan kerapkali kejadian perkara
yang sunnah tertimbun dan bid’ah muncul dan lebih masyur. Maka wajiblah kita
beragama dengan ilmu. Orang yang belum banyak pengetahuan tentu akan menurut
saja kepada yang pandai. Tapi sekedar pokok-pokok dalam agama mesti dipelajari
dan ditanyakan kepada yang lebih pandai.[7]
C. Aplikasi dalam Kehidupan
Dalam Qs. Al-Isra’ ayat 36 ini
mengingatkan kita bahwa tolak ukur perbuatan dan tindakan manusia harus
berlandaskan pada ilmu dan keyakinan. Bukan semata-mata berdasarkan pendengaran
dan penglihatan. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari kita harus berhati-hati
dalam menerima informasi. Kita harus mencari dahulu kebenarannya apakah
informasi tersebut sesuai dengan kebenaran atau tidak. Kita harus waspada dan
tidak menjadi orang-orang yang lalai. Karena ketika kita lali kita juga yang
akan merugi.
Sebagai pendidik khususnya
pendidik agama harus memiliki dasar ilmu ketika menyampaikan pengetahuan,
memiliki dasar yang benar. Karena
nantinya apa yang pendidik sampaikan itu akan di ikuti oleh peserta didik.
Supaya peserta didik mengikuti di jalan yang benar.
D. Aspek Tarbawi
1.
Seseorang tidak boleh mengikuti
apa yang tidak diketahuinya.
2.
Setiap orang akan ditanya
tentang apa saja yang dilakukan oleh pendengaran, penglihatan, dan hatinya.
Maka pendengaran dan penglihatan akan ditanya tentang apa yang ia
dengar dan lihat, hati akan ditanya tentang apa ia pikirkan dan yakini.
3.
Kehidupan ini
adalah amanah dan tubuh kita pun adalah amanah, setiap amanah yang diberikan
adalah tanggung jawab kita. Untuk memeliharanya dengan baik dan menggunakannya
juga di jalan yang baik untuk kebaikan diri dan sekitarnya.
4.
Kaitannya dengan pendidikan
intelektual adalah bahwa al-Qur’an sangat mengedepankan kebenaran intelektual,
bukan sekedar dugaan atau prasangka belaka. Kebenaran intelektual adalah
kebenaran yang didasarkan pada kebenaran pendengaran, penglihatan,
dan hati atau akal secara integral. Maka untuk mendapatkan kebenaran
intelektual ini, diperlukan pendidikan intelektual.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari Qs. Al-Isra’ ayat 36 dapat
disimpulkan bahwa harus mempertimbangkan apa yang kita dengar dan apa yang kita
lihat. Kita harus mencari dahulu kebenarannya dilandaskan pada ilmu dan
keyakinan supaya kita tidak tersesat. Tidak begitu saja menduga-duga dan
mengikuti informasi yang telah diperoleh. Karena apa yang kita dengar, lihat
dan prasangka akan dimintai tanggung jawabnya di akhirat.
B.
Kritik dan Saran
Pembahasan dalam makalah yang saya susun ini memang jauh
dari suatu kesempurnaan, maka dari itu kami mengharap kepada pembaca makalah
ini agar mencari refrensi dan buku bacaan yang mendukung terhadap pembahasan
mengenai “Pendidikan Ilmiah-Intelektual” dalam QS.Al-Isra’ ayat 36 mengenai
“Jangan Mengikuti Tanpa Dasar Ilmu.” Kami sangat mengharap saran dan kritiknya
yang kami butuhkan untuk memperbaiki makalah selanjutnya dan rujukan yang lebih akurat demi mendapatkan
kebenaran yang lebih validitasnya. Wallahu A’lam Bishowab. Kami ucapkan terima
kasih, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca sekalian.
Daftar Pustaka
Al-Mahalli,
Imam Jalaluddin dan Imam Jalaluddin As-Suyuti.
2009. Tafsir Jalalain. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Shihab,
M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati.
Al-Qurthubi,
Syeikh Imam. 2008. Tafsir Al-Qurthubi. Jakarta: Pustaka Azam
Hamka.
1994. Tafsir Al-Azhar. Jakarta: PT Pustaka Panji Mas.
http://abufathirabbani.blogspot.co.id/2012/05/pendidikan-intelektual.html Diakses Pada Tanggal 13 April
2017 Pukul 19.40
PROFIL
PENULIS
Nama
: Khairu Nadiah
NIM :
2021115241
Alamat :
Desa Tanjung Kulon, Kecamatan Kajen, Kabupaten Pekalongan.
TTL
:
Pekalongan, 12 Oktober 1997
Jenis
Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Riwayat Pendidikan : SD N
Tanjung Sari
SMP N 1 Karanganyar
SMA N 1 Kajen
IAIN Pekalongan
[2]
http://abufathirabbani.blogspot.co.id/2012/05/pendidikan-intelektual.html Diakses Pada Tanggal 13 April 2017 Pukul 19.40
Tidak ada komentar:
Posting Komentar