Laman

new post

zzz

Selasa, 02 Mei 2017

TT2 A12a “Persamaan Derajat Manusia” (QS. Al Hujuraat : 13)

PENDIDIKAN SOSIAL-UNIVERSAL
“Persamaan Derajat Manusia” (QS. Al Hujuraat : 13)
 
Nafisah Nurul Imaniyah (2021115370)
 Kelas  A

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN/ PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PEKALONGAN
2017


KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Segala puji dan syukur marilah kita panjatkan kepada Allah SWT., atas nikmat dan rihdon-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugasnya dalam pembuatan makalah tentang “Persamaan Derajat Manusia”. Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW., kepada keluarganya, para sahabatnya, beserta para pengikutnya yang tetap setia dalam keimanan hingga akhir zaman  yang telah membawa manusia dari zaman jahiliyah menuju alam yang berilmu sekarang ini.
Dalam penulisan makalah ini, tentunya dapat tersususun bukan hanya dari usaha keras penulis semata, melainkan berkat do’a dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak, terutama kepada Bapak dan Ibu yang telah mendidik dan membesarkan, kepada Bapak Muhammad Hufron, M.S.I selaku dosen pengampu mata kuliah Tafsir Tarbawi II, yang telah memberikan motivasi serta nasehat-nasehat di IAIN pekalongan. Terimakasih juga kepada teman-teman Tafsir Tarbawi II kelas A, yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah mengarahkan penulis dalam menjalani studi.
Tiada gading yang tak retak, karena bukan gading kalau tak retak. Itulah peribahasa yang dapat mewakili berbagai kelemahan dan kekurangan dalam penulisan makalah ini. Hal ini karena  penulis menyadari  masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, mengingat keterbatasan kemampuan penulis sebagai seorang makhluk, dan kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Untuk itu diharapkan dengan adanya kritik dan saran dapat menjadi bahan evaluasi bagi kebaikan penulis kedepannya. Semoga makalah yang berjudul Pendidikan Sosial-Universal “Persamaan Derajat Manusia” dapat memberi manfaat, baik bagi pembaca maupun penulis pribadi.


Pekalongan, 3 Mei 2017

Nafisah Nurul Imaniyah
(2021115370)
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam kehidupan ini banyak fenomena yang menunjukkan kebesaran, keagungan dan kekuasaan sang pencipta. Fenomena-fenomena tersebut ditunjukkan oleh adanya penciptaan makhluk yang ada di alam jagad raya ini, dengan berbagai macam bentuk dan karakteristiknya yang beraneka ragam.
Salah satu ajaran pokok Islamadalah kesamaan derajat antara manusia. Allah menciptakan manusia menjadi berbagai bangsa dan etnis agar mereka saling mengenal, mengasihi dan saling menolong. Pada dasarnya manusia dilahirkan dengan potensi yang sama. Sebab semua manusia merupakan satu keluarga yang selurunya adalahketurunan Adam yang diciptakan dari tanah.

B.     Judul Makalah
Dalam kesempatan kali ini penulis akan membahas tentang “Persamaan Derajat Manusia” yang termaktub dalam QS. Al-Hujuraat ayat 13. Menyesuaikan dengan tugas yang telah penulis terima.

C.    Nash dan Terjemah
Nash QS. Al-Hujuraat ayat 13

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَعَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Al-Hujuraat ayat 13)



D.    Arti Penting
Surat Al-Hujuraat ayat 13 ini sangat penting untuk dikaji karena Allah menerangkan bahwa manusia seluruhnya berasal dari seorang ayah dan ibu. Serta Allah menjadikan mereka dari berbagai suku dan kabilah yang berbeda-beda agar diantara mereka saling kenal dan tolong-menolong dalam kemaslahatan. Dan Allah menurunkan ayat ini sebagai teguran bagi manusia yang membanggakan nasab, mengunggulkan hartanya, serta menghina orang-orang fakir. Padahal sesungguhnya derajat yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang paling bertaqwa.



















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Teori
Persamaan derajat adalah suatu sifat yang menghubungkan antara manusia dan lingkungan masyarakat umumnya timbal balik, maksudnya orang sebagai anggota masyarakat memiliki hak dan kewajiban, baik terhadap masyarakat maupun terhadap pemerintah dan negara. Hak dan kewajiban sangat penting ditetapkan dalam perundang-undangan atau konstitusi, undang-undang itu berlaku untuk semua orang tanpa terkecuali dalam arti semua orang memiliki kesamaan derajat. Kesamaan derajat ini terwujud dalam jaminan hak yang diberikan dalam berbagai faktor kehidupan.[1]
 Dengan memiliki status sebagai warga negara, orang memiliki hubungan dengan negara. Hubungan itu  yang nantinya tercermin dalam hak dan kewajiban. Seperti halnya sebagai anggota sebuah organisasi, maka hubungan itu berwujud peranan, hak dan kewajiban secara timbal balik, anggota memiliki hak dan kewajiban kepada organisasi, demikian pula organisasi memiliki hak dan kewajiban terhadap anggotanya.[2]
Ø  Prinsip - prinsip  Persamaan Derajat 
Hakikat dari persamaan  derajat  terbagi  menjadi  beberapa pengertian dan beberapa prinsip. Berikut ini adalah macam - macam prinsip persamaan derajat:
a.        Persamaan Harkat      : Nilai,  harga,  taraf  yang  membedakan   mahluk  yang satu dengan mahluk yang lainnya.
b.       Pengertian Harkat      : Harkat manusia adalah nilai manusia sebagai mahluk Tuhan YME, yang      dibekali daya cipta, rasa, dan karsa serta hak - hak dan kewajiban asasi manusia.
c.        Pengertian Martabat   : Martabat adalah tingkatan harkat kemanusiaan dan kedudukan yang terhormat.
d.      Pengertian Derajat Kemanusiaan : Derajat kemanusiaan adalah tingatan martabat dan kedudukan manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan YME, yang memiliki kemampuan kodrat, hak dan kewajiban asasi.
Dengan adanya persamaan harkat, derajat, dan martabat manusia , setiap orang harus mengakui serta menghormati akan adanya hak - hak, derajat dan martabat manusia. Sikap ini harus ditumbuhkan dan dipelihara dalam hubungan kemanusiaan, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun di lingkungan masyarakat. Manusia dikaruniai potensi berpikir, rasa dan cipta,kodrat yang sama sebagai mahluk pribadi (individu) dan sebagai mahluk masyarakat (sosial).[3]

B.     Tafsir
1.      Tafsir Al-Maragi
(يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ )
Hai manusia, sesungguhnya kami telah menciptakan kalian dari Adam dan Hawa. Maka kenapakah kamu saling mengolok sesama kamu, sebagian kamu mengejek sebagian yang lain, padahal kalian bersaudara dalam nasab dan sangat mengherankan bila saling mencela sesama saudaramu atau saling mengejek, atau saling panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang jelek.
Maka Allah pun menurunkan ayat ini sebagai cegahan bagi mereka dari membanggakan nasab, mengunggul-ngunggulkan harta dan menghina kepada orang-orang fakir. Dan Allah menerangkan bahwa keutamaan itu terletak pada takwa.
( وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ )
Dan kami menjadikan kalian bersuku-suku dan berkabilah-kabilahsupaya kamu kenal mengenal, yakni saling kenal bukan saling mengingkari. Sedangkan mengejek dan mengolok-olok dan menggunjing menyebabkan terjadinya saling mengingkari.
Kemudian Allah menyebutkan sebab dilarangnya saling membanggakan dengan firman-Nya :
(( إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُم ٌ
Sesungguhnya yang paling mulia disisi Allah dan yang paling tinggi kedudukannya disisi-Nya ‘Azza wa jalla di akhirat maupun di dunia adalah yang paling bertaqwa. Jadi jika kamu ingin berbangga maka banggakanlah takwamu. Artinya barang siapa yang ingin memperoleh derajat-derajat yang tinggi maka hendaklah ia bertaqwa.
Kemudian beliau bersabda, “Aku ucapakan kata-kataku ini dan aku memohon ampun kepada Allah untuk diriku dan untuk kalian.”
((إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Sesungguhnya Allah maha tahu tentang kamu dan tentang amal perbuatanmu, juga Maha Waspada tentang sikap-sikap hatimu. Karenanya, jadikanlah taqwa itu bekalmu untuk akhiratmu.[4]
2.      Tafsir Al-Misbah
Penggalan pertama ayat diatas sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan adalah pengantar untuk nemegaskan bahwa semua manusia derajat kemanusiaannya sama disisi Allah, tidak ada perbedaan antara satu suku dengan yang lain. Tidak ada juga perbedaan pada nilai kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan karena semua diciptakan dari seorang laki-laki dan perempuan. Pengantar tersebut mengantar pada kesimpulan yang disebut dengan pengantar terakhir ayat ini yakni “Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah yang paling bertakwa.”Karena itu berusahalah untk meningkatkan ketakwaan agar menjadi yang termulia disisi Allah.
Adapun sebab nuzul-nya, ayat diatas menegaskan kesatuan asal usul manusia dengan menunjukkan kesamaan derajat kemanusiaan manusia. Tidak wajar seseorang berbangga dan merasa diri lebih tinggi dari yang lain, bukan saja antar satu bangsa, suku, atau warna kulit dengan selainnya, tetapi antar jenis kelamin mereka.
Dalam konteks ini, sewaktu haji wada’ (perpisahan), Nabi saw. Berpesan antara lain: “ Wahai seluruh manusia, sesungguhnya Tuhan kamu Esa, ayah kamu satu, tiada kelebihan orang Arab atas non Arab, tidak juga non Arab atas orang Arab, atau orang (berkulit) hitam atas yang (berkulit) merah (yakni putih) tidak juga sebaliknya kecuali dengan takwa, sesungguhnya semulia-mulia kamu di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.” (HR. Al-Baihaqi melalui Jabir Ibn Abdillah)[5]
3.      Tafsir Al-Lubab
Ayat 13 menyeru semua manusia dan mengingatkan mereka bahwa : Allah SWT menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, yakni Nabi Adam As dan Hawa, atau dari sperma (benih lelaki) dan ovum (indung telur perempuan) dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal, yakni perkenalan yang mengantar kamu bantu membantu serta saling melengkapi. Ayat ini ditutup dengan menegaskan bahwa yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah swt ialah yang paling bertakwa. Sungguh Allah swt maha mengetahui, maha teliti sehingga tidak ada sesuatupun yang tersembunyi baginya. Walau detak detik jantung dan niat seseorang.[6]
4.      Tafsir Ibnu Katsir
Allah memberitahukan kepada umat manusia bahwa Dia telah menciptakan mereka dari satu jiwa dan telah menjadikan dari jiwa itu pasangannya. Itulah Adam dan Hawa. Dan Allah juga telah menciptakan mereka berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Maka kemuliaan manusia dipandang dari ketanahannya dengan Adam dan Hawa a.s. adalah sama. Hanya saja kemuliaan mereka itu bertingkat-tingkat bila dilihat dari sudut keagamaan, seperti dalam hal ketaatan kepada Allah SWT dan kepatuhan kepada Rasul-Nya. Karena itu, setelah Allah melarang manusia berbuat ghibah dan menghina satu sama lain, maka Dia mengingatkan bahwa mereka itu sama dalam segi kemanusiaannya. ‘’Hai manusia sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal.” Yaitu, agar tercapailah ta’aruf ‘saling kenal’ diantara mereka. Masing-masing berpulang ke kabilah sendiri. Abu Isa Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi saw. Bersabda, “pelajarilah silsilah kamu yang dengannya kamu akan menyambungkan tali kekeluargaan, kerena menimbulkan tali kekeluargaan menimbulkan kecintaan didalam keluarga, kekayaan dalam harta, dan tongkat dalam mengusik jejak.”
      Firman Allah SWT, “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu.” Yaitu, yang membedakan derajat kamu disisi Allah hanyalah ketakwaan, bukan keturunan.
      Firman Allah SWT selanjutnya, “ Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal.” Yaitu, sesungguhnya Allah itu peling mengetahui terhadapmu dan sangat mengetahui urusan-urusan kamu. Dialah yang mempunyai kehendak terhadap kamu, didalam memberikan hidayah, kesesatan, rahmat, siksa, dan memberikan keutamaan. Dan Dia adalah maha bijaksana, maha mengetahui, maha mengenali tentang semua hal itu.[7]
5.      Tafsir Jalalain
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ (Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan) yakni dari Adam dan Hawa وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا (dan kami menjadikan kalian berbangsa-bangsa) lafaz syu’uban adalah bentuk jamak dari lafaz sya’bun, yang artinya tingkatan nasab keturunan yang paling tinggi وَقَبَائِلَ (dan bersuku-suku) kedudukan suku berada dibawah suku bangsa, setelah suku atau kabilah disebut Imarah, lalu batn, sesudah batn adalah Fakhz dan yang paling bawah adalah Fasilah. Contohnya ialah Khuzaimah adalah nama suatu bangsa, Kinanah adalah nama suatu kabilah atau suku, Quraisy adalah nama suatu Imarah, Qusay adalah nama suatu Batn, Hasyim adalah nama suku Fakhz, dan Al-Abbas adalah nama suatu Fasilah  لِتَعَارَفُوا (supaya kalian saling mengenal) lafaz ta’arufu asalnya adalah tata’arafu, kemudian salah satu dari kedua huruf ta’ dibuang sehingga jadilah ta’arafu maksudnya supaya sebagian dari kalian saling mengenal sebagian yang lain, bukan untuk saling membanggakan ketinggian nasab atau keturunan, karena sesungguhnya kebanggaan itu dinilai dari segi ketaqwaanإِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ(sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah maha mengetahui) tentang kalian خَبِيرٌ(lagi maha mengenal) apa yang tersimpan didalam batin kalian.[8]
C.    Aplikasi Dalam Kehidupan
1.      Senantiasa mensyukuri nikmat-nikmat yang telah diberikan Allah kepada kita.
2.      Selalu ta’at dan patuh terhadap perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya.
3.      Tidak merasa lebih baik dan lebih terhormat dibandingkan orang lain, dan tidak pula meremehkan sesama manusia karena itu merupakan sifat sombong yang akan membawa pada kerugian.
4.      Berusaha menjadi orang yang rendah hati (tawadhu’) didalam posisi apapun.
5.      Selalu mempunyai budi pekerti yang luhur.
6.      Bersungguh-sungguh dalam melaksanakan dan menegakkan nilai-nilai Islam.
7.      Sesama muslim harus saling mengingatkan serta membenarkan apa yang benar, dan menyalahkan apa yang salah.
D.    Aspek Tarbawi
1.      Persamaan derajat yang diajarkan Islam adalah persamaan dalam bentuk yang paling hakiki dan paling sempurna.
2.      Manusia yang baik dan istimewa adalah yang memiliki akhlak yang baik terhadap Allah, dan terhadap sesama makhluk.
3.      Derajat  yang mulia bukan terletak pada kecanggihan akal yang dimiliki sesorang, melainkan terletak pada kualitas ketakwaan kepada Allah SWT. Karena dengan kualitas ketakwaan yang baik akan menjadikan derajat manusia mulia disisi-Nya.
4.      Kemuliaan manusia jika dibandingkan dengan makhluk lainnya merupakan sebuah amanah yang harus dijaga dan dilestarikan oleh setiap manusia. Karena kemuliaan manusia dapat berkurang apabila manusia malakukan perbuatan-perbuatan yang mengarah pada kemaksiatan dan kekufuran kepada-Nya.
5.      Status derajat manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk ciptaan Allah yang lainnya karena manusiadipersiapkan Allah untuk menjadi penguasa dimuka bumi sebagai wakil Allah yang mengelola sumber daya alam dan sumber daya manusia demi kesejahteraan umat manusia.

BAB III
PENUTUP
Simpulan
Persamaan derajat adalah persamaan nilai, harga, taraf yang membedakan makhluk yang satu dengan makhluk yang lainnya. Harkat manusia adalah nilai manusia sebagai makhluk Tuhan yang dibekali cipta, rasa, karsa dan hak-hak serta kewajiban asasi manusia. Martabat adalah tingkatan harkat kemanusiaan dan kedudukan yang terhormat. Sedangkan kesamaan derajat adalah tingkatan, martabat dan kedudukan manusia sebagai makhluk Tuhan yang memiliki kemampuan kodrat, hak, dan kewajiban.Dengan adanya persamaan harkat, derajat dan martabat manusia, setiap orang harus mengakui serta menghormati akan adanya hak-hak, derajat dan martabat manusia. Sikap ini harus ditumbuhkan dan dipelihara dalam hubungan kemanusiaan baik dalam lingkungan keluarga, lembaga pendidikan,  maupun dilingkungan pergaulan masyarakat.














DAFTAR PUSTAKA

Al-Mahalli, Imam Jalaludidin dan As-Suyuti,Imam Jalaluddin.2010.Terjemah Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Al-Maragi,Ahmad Mustafa.1993. Tafsir Al-Maragi. Semarang: CV. Toha Putra Semarang.

Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib. 2000. Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Gema Insani.

Shihab, M. Quraish. 2005.Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati.

Shihab,M. Quraish.2012.Al-Lubab Makna, Tujuan dan Pelajaran dari surah-surah Al-Qur’an. Tanggerang: Lentera Hari.

Winarno. 2008. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Bumi Aksara.











PROFIL PENULIS



NAMA                                                : Nafisah Nurul Imaniyah
NAMA ORANG TUA
-BAPAK                     : Imronnudin
-IBU                            : Nur Fadhilah
TTL                                         : Pekalongan, 21 April 1996
ALAMAT                               : Sampih, Wonopringgo, PKL
RIWAYAT PENDIDIKAN
-TK                              : RA Muslimat Wonorejo
-SD                              : MIS Wonorejo
-SMP                           : MTS Gondang Wonopringgo
-SMA                          : MAS Simbangkulon Buaran
-S1                               : IAIN PEKALONGAN (Semester 4)





[1]http://wewantthisend.blogspot.co.id. diakses pada hari selasa, 03 Mei 2017, pukul 19.33 WIB.
[2]Winarno,Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta: Bumi Aksara 2008) hlm 48.

[3]http://edukasihary.blogspot.co.id/2010/11/hakikat-persamaan-derajat-manusia.html// diakses pada hari selasa, 03 Mei 2017, pukul 20.00 WIB.
[4] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, (Semarang: CV. Toha Putra Semarang, 1993), hlm. 236-238.
[5] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2005), hlm. 260-261.
[6] M. Quraish Shihab, Al-Lubab Makna, Tujuandan Pelajaran dari surah-surah Al-Qur’an, (Tanggerang: Lentera Hari, 2012), hlm. 48-49.
[7] Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Gema Insani, 2000), hlm. 437-440
[8] Imam Jalaludidin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Terjemah Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010), hlm. 895 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar