PENDIDIKAN ETIKA GLOBAL
“JANGAN SEKALI-KALI MENGEJEK ORANG”
(Q.S. Al-Hujurat Ayat
11)
Kelas: D
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr.Wb.
Puji
Syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan karunia rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah hadis tarbawi II ini, Ketercapaian dan terselesaikannya
makalah ini tidak terlepas dari bantuan
beberapa pihak yang senantiasa memberikan masukan dan bimbingan pada penyusunan
makalah ini, sebagai wujud penghormatan
saya ucapkan terima kasih kepada:
1. Ayahanda
serta ibunda yang terkasih
2.
Dr. H. Ade Dedi
Rohayana, M. Ag selaku rektor Institut Agama Islam Negeri Pekalongan serta
jajarannya
3.
Muhammad Hufron,
M.Si selaku dosen
mata kuliah Tafsir
Tarbawi II IAIN Pekalongan
4.
Staf perpustakaan
Institut Agama Islam
Negeri Pekalongan yang
telah menyediaan buku-buku bacaan terkait makalah ini.
5.
Teman-teman khususnya
teman satu perjuangan dan semua
pihak yang bersangkutan dalam pembuaatan makalah ini.
Dengan
tersusunnya makalah ini semoga adapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya. Penulis juga memohon maaf kepada para pembaca, apabila
ada kesalahan atau cara penyajian yang kurang sesuai dengan hati pembaca karena
makalah ini masih banyak kekurangan. Maka
penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun terhadap makalah ini.
Wassalamu’alaikumWr. Wb
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada hakikatnya manusia itu sama dihadapan Tuhannya
yang membedakanhanya amal perbuatan
manusianya saja. Sehingga tidaklah baik jika sesama manusia saling
menjelek-jelekan, mencela hingga menggolok-olok dalam pergaulannya sesama
manusia terutama sangatlah buruk jika mengolok-ngolok yang dilakukan oleh umat
muslim yang notabennya adalah saudara sesama umat atau yang lainnya. Sehingga budi yang baik dan
kesopanan yang beretika dalam pergaulan global sangatlah perlu agar terhindar
dari sikap keras dan sombong yang menjadikan umat menjelek-jelekan lainnya dan
merasa dirinya paling hebat diantara lainnya. Seperti yang tercantum dalam Qs.
Al-Hujurat 49:11.
B. Tema dan Judul
Makalah
Tema makalah ini adalah
“Pendidikan Etika Global”.
Dan judul makalah ini adalah
“Jangan Sekali-Kali Mengejek Orang”
C. Nash dan Artinya
يَا اَيُّهَا اَّلذِ
يْنَ اَمَنُوْا لاَ يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ
عَسى اَنْ يَّكُوْ نُوْا خَيْرًا مِنْهُمْ
وَلاَ نِسَاءٌ مِنْ نِّسَاءٍ عَسَى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنُهُنَ وَلاَ تَلْمِزُوااَنْفُسَكُمْ
وَلَا تَنَابَزُوْابِاْلَالْقَابِ بِئْسَ الْاِسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَاِن
وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُوللَئِكَ هُمُ الظَّلِمُوْنَ
Artinya : Wahai
orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok suatu kaum
mengolok-olokan kaum lain; boleh jadi mereka ( yang diolok-olokan ) lebih baik dari mereka (yang
mengolok-olokan), dan jangan pula wanita-wanita menolok-olokan kepada wanita
yang lain, karena boleh jadi (yang
diperolok-olokan itu) lebih baik dari yang
mengolok-olokkan; dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang
buruk. Seburuk-buruknya panggilan adalah panggilan nama yang fasiq sesudah
iman, dan barangsiapa yang tiada taubat,
maka itulah orang-orang yang aniaya.
D. Urgensi Mengkaji Q.S Al-Hujurah ayat 11
Mengapa surat ini penting untuk dikaji, karena dari
114 surat yang tercantum dalam Al-Qur’an, surah Al-Hujurat memiliki keutamaan
dan keistimewaan tersendiri. Salah satunya dalam ayat 11 ini menjelaskan serangkaian hak islam bagi
saudara seiman yang saling memiliki anatara satu sama lain. Muslim adalah
saudara bagi muslim yang lain yang terkait dengan beberapa prinsip etika yang
dijelaskan yang nyatanya berwujud persaudaraan dalam islam.
Persaudaraan umat islam tidak hanya persaudaraan lahiriah
saja, karena persaudaraan itu merupakan hak antara muslim satu dengan yang lain
yang memiliki persyaratan dan kebutuhan yang harus dipenuhi, dan karenanya umat
islam harus tahu hak-hak ini dalam kaitannya satu sama lain.
E. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian Q.S Al-Mujadalah ayat 11?
b. Bagaimana maksud dari Q.S Al-Mujadalah ayat 11
c. Bagaimana penafsiran Al-Qur’an dari berbagai sumber
buku?
d. Bagaimana implementasi Q.S Al-Mujadalah ayat 11 dalam
kehidupan?
e. Bagaiman bentuk
aspek tarbawi yang terkandumg dalam Q.S Al-Mujadalah ayat 11?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Teori
Surat Al-Hujarat, artinya dalam bahasa Melayu yang
asalnya ialah bilik-bilik atau kamar-kamar. Perkataan Al-Hujarah, yang artinya
bilik-bilik ini terdapat pada ayat ke-4 daripada surat ini.
Surat ini memberikan peraturan, adab dan sopan santun
yang seharusnya dipakai seorang Muslim di dalam hidupnya. Dan bukan saja
berkasih-kasihan diantara sesama mereka dan bersikap keras terhadap pihak lain
yang tidak sepaham dengan mereka, bahkan dalam surat bilik-bilik ini diaturlah
bagaimana sopan santun, hidup yang teratur yang berkesopanan terhadap Rasul.
Bagaimana sikap jika berhadapan dengan
beliau, supaya jangan diserupakan kepada sesamanya, baik ketika bercakap-cakap sehari-hari atau dalam bergaul, sebab beliau
adalah pemimpin. Meskipun islam sudah memberikan garis bawah bahwasannya orang
yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang bertaqwa kepada Allah,
bukanlah berarti bahwa budi pekerti dan sopan santun tidak termasuk dalam
perlengkapan taqwa. Samalah keadaanya dengan dengan kita di zaman moderen ini,
yang disebutkan zaman demokrasi. Bukanlah berarti bahwa dengan sebab kita telah
hidup berdemokrasi, bahwa orang boleh saja tidak berlaku hormat diantara
sesamanya. Bukanlah berarti bahwa yang muda tidak lagi menghormati yang tua dan
yang tua tidak lagi berkasih sayang kepada yang muda. Barulah tegak demokrasi
itu dengan halusnya apabila kita pandai meletakkan sesuatu pada tempatnya. [1]
Tujuan diturunkannya ayat ini sendiri adalah untuk
menjelaskan serangakaian hak islam bagi
saudara seiman yang memiliki satu sama lain.
Ada tuga syarat yang berhubungan dengan prinsip etika
dan orang-orang beriman diperintahkan untuk mengamati hal-hal berikut:
1)
Menunjukan rasa hormat
pada karakter atau reputasi seseorang muslim
2)
Larangan mencari
kesalahan orang lain
3)
Larangan menggunakan atau memanggil dengan
nama yang buruk kepada orang beriman[2]
Ayat ini membuktikan kepada kita bahwa al-Quran
melarang kita untuk mengolok-olok orang beriman. Melihat bagaimana orang yang
tidak memiliki pengetahuan tentang pemikiran, hati dan spiritual orang lain,
manusia sejati (yang beriman dan
beretika dengan benar) memperlihatkan satu hal yang nampak mirip dari sudut
pandang tampilan fisik mereka.
Selain larangan memperolok-olok sesama muslim, dalam
ayat ini Allah juga melarang mencela diri sendiri. Ada sebuah pendapat dari
ahli tafsir bahwa mencela diri sendiri, berarti mencela sesama mukmin karena
orang-orang mukmin itu bagaikan satu tubuh. Berarti apabila seorang mukmin
mencela orang mukmin lain berarti dia
mencela dirinya sendiri.[3]
Namun ada sekelompok orang yang terus-menerus mencoba
mencari kesalahan orang lain, hal ini disebabkan kurangnya wawasan mengenai
sifat-sifat negafit pada dirinya.
Dalam surat ini juga menjelaskan bahwa memanggil orang
dengan nama atau gelar yang buruk atau jorok merupakan bentuk pelanngaran
hak-hak manusia dan menyebut orang yang
melakukan tindakan ini sebagai seorang penindas atau tiran.[4]
2. Tafsir
a. Tafsir Al-Azhar
“Wahai orang-orang yang
beriman ”, (pangkal ayat 11). Ayat ini pun akan menjadi peringatan dan nasehat
sopan santun dalam pergaulan hidup kepada kaum yang beriman. Itu pula sebabnya maka di pangkal ayat orang-orang yang beriman juga yang diseru “Janganlah
suatu kaum mengolok-olok kan kaum yang lain”. Mengolok-olok, mengejek,
menghina, merendahkan dan seumpamanya, janganlah semuanya itu terjadi dalam
kalangan orang yang beriman.; “ Boleh jadi yang mengolok-olokan itu lebih baik
dari mereka (yang mengolok-olokan) ,” inilah peringatan yang halus dan tepat
sekali dari Tuhan. Mengolok-olokan , mengejek, dan menghina tidaklah layak
dilakukan kalau orang merasa dirinya beriman . sebab orang yang beriman akan
selalu menilik kekurangan yang ada pada dirinya. Maka dia akan tahu kekurangan
yang ada pada dirinya itu. Hanya orang
yang tidak beriman jualah yang lebih banyak melihat kekurangan orang lain dan
tidak ingat akan kekurangan yang ada ada dirinya. “dan jangan pula
wanita-wanita mengolok-olokan kepada wanita yang lain.; karena boleh jadi yang
diperolok-olokan itu lebih baik dari mereka (yang memperolok-olokan)”. Daripada larangan ini menampakan dengan jelas
bahwasannya orang-orang yang kerjannya hanya mencari kesalahan dan kehilafan
orangl lain, niscaya lupakan kesalahan dan kealpaan dirinya sendiri, Nabi
Muhammad SAW., sendiri bersabda: “Kesombongan itu ialah menolak kebenaran dan
memandang rendah manusia.” (Diriwayatkan
oleh Bukhari).[5]
b. Tafsir Al-Maraghi
“Janganlah beberapa orang dari orang-orang mukmin
mengolok-olok orang-orang mukmin lainnya”
Sesudah itu Allah
SWT., menyebutkan alasan mengapa hal itu tak boleh dilakukan dengan
firman Allah SWT.,
“Karena kadang-kadang orang yang diperolok-olok lebih
baik di sisi Allah dari pada orang-orang
yang yang mengolok-olokakannya.”
Maka seyogyanya agar tidak seorang pun berani
mengolok-olok orang yang ia pandang
lebih hina. Karena barangkali ia lebih ikhlas nuraninya dan lebih bersih
hatinya daripada orang yang sifatnya tidak seperti itu. Berarti dia telah
menghina orang lain yang dihormati oleh
Allah.
“Dan janganlah kaum wanita mengolok-olok kaum wanita
lainnya, karena boleh jadi (yang
diperolok-olokan itu) lebih baik
dari yang mengolok-olokkan.”
Hal ini merupakan isyarat bahwa seorang tak bisa
dipastikan berdasarkan pujian atau celaan orang lain atas rupa, amal, ketaatan,
atau pelanggaran yang tampak padanya. Karena barangakali seseorang yang
memelihara amal-amal lahiriyah, ternyata Allah mengetahui sifat yang tercela
dalam hatinya.
“Dan janganlah sebagian kamu mencela sebagian yang
lain dengan ucapan atau isyarat secara tersembunyi”.
Firman Allah Ta’ala Anfusakum merupakan
peringatan bahwa orang yang berakal tentu takkan tidak akan mencela dirinya
sendiri. Oleh karena itu, tidak sepatutnya ia mencela orang lain. Karena orang
lain itu seperti dirinya sendiri. Karena sabda Rasulullah SAW., “Orang-orang
mukmin itu seperti halnya satu tubuh. Apabila salah satu anggota ada yang menderia sakit,
maka seluruh anggota akan merasakan sakit.”
“Dan janganlah sebagian kamu memangil sebagian yang
lain dengan gelar yang menyakitdan tidak disukai”.
Seperit halnya berkata kepada sesama muslim,”Hai
fasik, hai munafik, atau berkata kepada oarang yang masuk islam, hai Yahudi,
hai Nasrani.
“Alangkah buruknya sebutan yang disampaikan kepada
orang-orang mukmin bila mereka disebut sebagai orang fasik setelah mereka masuk
ke dalam iman dan termasyhur dengan iman tersebut”.
Hal ini merupakan isyarat betapa buruknya penghimpunan antara kedua perkataan, yakni
sebagaimana kamu mengatakan, alangkah buruknya tingkah laku setelah anak muda
stelah tua. Maksudnya tingkah laku anak muda dilakukan semasa tua. Dan barang
siapa tidak bertaubat dari mencela saudara-saudaranya dengan gelar-gelar yang
Allah melarang mengucapkannya atau menggunakannya sebagai ejekan atau
olok-olokan tehadapnya, maka itulah mereka orang-orang yang menganiaya diri
sendiri yang berarti mereka menimpakan hukum Allah terhadap diri sendiri karena
kemaksiatan mereka terhadap-Nya. [6]
c.
Tafsir Al-Misbah
Ayat di atas memberi
petunjuk tentang beberapa hal yang harus dihindari untuk mencegah timbulnya
pertikaian. Allah berfirman memanggil
kaum beriman dengan panggilan mesra: Hai orang-orang yang beriman janganlah
suatu kaum yakni kaum pria mengolok-olok kaum kelompok pria yang lain, karena hal tersebut dapat menimbulkan
pertikaian walau yang diolok-olok kaum yang lemah apalagi boleh jadi mereka yang diolok-olok itu lebih baik dari mereka
yang mengolok-olokan sehingga demikian yang berolok-olok melakukaan kesalahan
berganda. Dan janganlah pula
wanita-wanita yakni mengolok-olok terhadap wanita-wanita lain karena
ini menimbulkan keretakan hubungan antara mereka, apalagi boleh jadi mereka yakni wanita-wanita yang diperolok-olok itu lebih baik dari mereka yakni wanita yang
mengolok-olok itu dan janganlah mengejek siapa pun secara
sembunyi-bunyi , dengan ucapan, perbuatan atau isyarat karena ejekan itu akan menimpa diri kamu sendiri dan janganlah kamu
panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang dinilai buruk oleh yang kamu panggil walau kamu menilanya benar dan indah, baik
kamu yang menciptakan gelarnya maupun oranga lain. Seburuk-buruk panggilan
ialah panggilan kefasikan yakni
panggilan buruk. Sesudah iman. Siapa
yang bertaubat setelah melakukan hal-hal buruk itu, maka mereka adalah
orang-orang yang menelusuri jalan lurus dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka
mereka itulah orang-orang zalim dan mantap kezalimannya dengan menzalimi
orang lain serta dirinya sendiri.
Kata yaskhar atau
memperolok-olokan yaitu menyebut kekeurangan pihak lain dengan tujuan
mentertawakan yang bersangkutan, baik dengan, ucapan, perbuatan, atau tingkah
laku.
Kata qaum bisa
untuk menunjuk sekelompok manusia
perempuan atau laki-laki.
Kata talmizu ,
para ulama berbeda pendapat dalam memaknai kata ini. Ibn ‘Asyur misalnya
memahaminya dalam arti, ejekan yang langsung dihadapkan kepada yang diejek,
baik dengan isyarat, bibir, tangan atau kata-kata yang dipahami.
Kata ‘asa an yakunu
khairan minhum, boleh jadi mereka yang
diolok-olok itu lebih baik dari mereka yang mengolok-olok, mengisyaratkan
tentang adanya tolak ukur kemuliaan yang menjadi dasar penilaian Allah yang
boleh jadi berbeda dengan tolak ukur manusia secara umum.
Kata tanabazu
adalah saling menberi gelar buruk . larangan ini menggunakan bentuk kata
yang mengandung makna timbal balik , hal ini mengundang siapa yang
tersinggung dengan panggilan buruk itu, membalas dengan memenggilnya pula
dengan gelar buruk, sehingga menjadi tanabuz.
Kata al-ism yang
dimaksud dalam ayat ini bukan dalam arti
nama, tetapi sebutan untuk panggila n. “Seburuk-buruk sebutan adalah menyebut seseorang dengan
sebutan yang mengandung makna kefasikan setelah ia disifati dengan sifat
keimanan.” Ada juga memahami kata al-ism dalam arti tanda, dan jika
demikian ayat ini berarti: Seburuk-buruk tanda pengenalan yang disandangkan
kepada seseorang setelah ia beriman
adalah memperkenalkannya dengan perbuatan dosa yang oernah dilauikannya dengan
perbuatan dosa yang pernah ia lakukannya.[7]
3. Implementasi dalam Kehidupan
a.
Membiasakan hidup
saling toleransi antara sesama manusia
b.
Dalam kehidupan jangan
pernah merendahkan atau menghina orang
lain, karena bisa jadi orang yang dihina atau direndahkan itu lebih baik.
c.
Membiasakan hidup
dengan saling menghormati
d.
Membiasakan diri untuk
sopan kepada siapapun
4. Aspek Tarbawi
a.
Dilarangnya mengejek,
menghina, merendahkanorang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung
b. Larangan memberi atau memanggil seseorang dengan gelar
yang buruk
c. Larangan berperasangka buruk terhadap sesama manusia
d.
Larangan mengusik
ketenangan orang lain
BAB III
KESIMPULAN
Maka kesimpulan dari makalah ini adalah surat yang
kita artikan bilik-bilik ini ialah Al-Mujadalah ayat 11 ini menunjukan budi dan kesopanan atau ETIKET
dalam pergaulan sesama Muslim dengan Rasul, sesama manusia, sehingga tidak bersikap keras terhadap orang kafir dan rahmat
merahmati sesama mereka. Karena hakikatnya
kehidupan Muslim ialah hubungan yang baik antara Hablun minal-lahi,
Hablun minan-naasi, dan hablun-minal alam.
DAFTAR PUSTAKA
Syihab, M.
Quraish.2002.Tasfir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati
Subhani, J. 2013. Tadarus Akhlak Etika Qur’ani dalam Surah al-Hujurat. Toronto: Citra
Hamka. 1980. Tafsir Al-Azhar. Surabaya:
Yayasan Latimojong
Fauziyah, Lilis & Andi Setyawan. 2009. Kebenaran
Al-Quran dan Hadis. Malang: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri
Musthafa, Ahmad.1987. Tafsir Al-Maraghi.
Semarang: CV. Toha Putra
PROFIL
Nama : Tri
Dewi Larasati
NIM :
2021115342
Tempat/Tanggal Lahir : Pekalongan, 26 Oktober 1995
Jenis Kelamin :
Perempuan
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam
Alamat :Ds. Karanggondang RT/RW 04/02, Kec.
Kandangserang, Kab. Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah
Hobi : Membaca
dan nonton film
Cita-cita : Menjadi Seorang Guru
Riwayat Pendidikan :
1.
SD 02 Sukoharjo
2.
SMP 02 Kandangserang
3.
MAN 1 Pekalongan
4.
IAIN Pekalongan
.
[1] Hamka, Tafsir Al-Azhar,
(Surabaya: Yayasan Latimojong,1980) ., hlm. 211-212
[2] J.Subhani, Tadarus Akhlak Etika Qur’ani dalam Surah al-Hujurat, (Toronto: Citra, 2013),hlm.
137-138
[3] Lilis Fauziyah & Andi Setyawan, Kebenaran Al-Quran dan Hadis,
(Malang: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009), hlm. 70
[4] J.Subhani, Op.Cit., hlm.
140-141
[5] Hamka, Op.Cit., hlm. 235-236
[6] Ahmad Musthafa, Tafsir
Al-Maraghi ,(Semarang: CV. Toha Putra, 1987), hlm. 224-228
[7] M. Quraish Shi hab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta : Lentera Hati, 2002 ),hlm. 250-253
Tidak ada komentar:
Posting Komentar